Anda di halaman 1dari 16

49.

Kista Erupsi

 Definisi
Suatu kista yang terjadi akibat rongga folikuler di sekitar mahkota gigi sulung/tetap
yang akan erupsi mengembang karena penumpukan cairan dari jaringan atau darah,
membentuk sejenis kista dentigerous.
 Etiologi
Etiologi yang tepat bagi terjadinya kista erupsi belum jelas. Ada beberapa teori
mengenai penyebab terjadinya kista erupsi, seperti karies awal, trauma, infeksi, dan
kekurangan ruang bagi gigi untuk erupsi, serta genetik sebagai faktor predisposisi.
 Gejala Klinis
Pembengkakan yang licin diatas gigi yang sedang erupsi dengan warna gingiva
normal atau biru, biasanya tanpa nyeri kecuali terinfeksi, lunak dan berfluktuasi,
kadang-kadang terdapat lebih dari 1 kista.
 Terapi
Kista erupsi tidak memerlukan perawatan karena mayoritas dapat sembuh dan hilang
dengan sendirinyaseiring gigi erupsi. Intervensi bedah diperlukan jika kista tersebut
menimbulkan rasa sakit, perdarahan, terinfeksi, maupun masalah infeksi.
 Foto Kasus

50. Kista Kelenjar Ludah

 Definisi
Suatu pembengkakan yang disebabkan oleh obstruksi kelenjar ludah yang
menyebabkan terbentuknya suatu kantong yang dilapisi oleh sel epitel yang berisikan
cairan, dan tidak seperti mucocele yang dikelilingi oleh jaringan granulasi, sedangkan
kista kelenjar ludah dibatasi oleh sel epitel.
 Etiologi
Kongenital dan acquired, namun sebagian besar kasus disebabkan oleh faktor
acquired yaitu obstruksi duktus kelenjar ludah oleh kalkuli, plugmucus, dan
penyempitan saluran kelenjar ludah pada pasien post operative dan post
inflammatory. Pada beberapa penelitian melaporkan adanya hubungan penyempitan
saluran kelenjar ludah yang disebabkan penggunaan obat kumur hydrogen peroksida
dan pasta gigi dengan kandungan bahan penghilang tartar dan cairan antiplak. Aliran
ludah yang kecil namun terus-menerus dan permanen akan meningkatkan tekanan
luminal yang lama-kelamaan akan memicu terjadinya dilatasi saluran kelenjar ludah.
 Gejala Klinis
Kista kelenjar ludah tampak menyerupai dilatasi aneurisma padaobtruksi saluran
kelenjar ludah. Pasien mengeluhkan adanya pembengkakan dan terkadang
ada pengeluaran cairan dari pembengkakan tersebut. Pada pemeriksaan klinis tampak
jelas lesi dengan fluktuasi, non ulserasi, dan mobile. Pada lesi yang letaknya
superfisial tampak seperti translucentdan kebiru-biruan. Namun pada lesi yang
terletak lebih dalam, hanya dapat dideteksi dengan palpasi. Beberapa pasien dapat
memiliki multipel lesi. Ukuran dari kista kelenjar ludah berkisar dari 0,8 cm – 10 cm,
dengan sebagian besar kasus berukuran 1-3 cm.
 Terapi
Terapi pilihan adalah eksisi menyeluruh. Sebagian besar kista kelenjar ludah mudah
untuk dilakukan enukleasi. Tindakan harus dilakukan hati-hati untuk mencegah
rupturnya kantung kista. Kista mucopapillary yang berbentuk melengkung
membutuhkan eksisi dengan perluasan lebih besar.
Tingkat rekurensi pada kista kelenjar ludah adalah jarang, namun kerusakan yang terj
adi pada dinding kelenjar dapat menyebabkan pembentukan mucocele. Bila diperluka
n dapat dilakukan pembuangan kelenjar ludah baik parsial atau total.
 Foto Kasus
51. Leukoedema

 Definisi
Merupakan penampilan mukosa biru, abu-abu atau putih, terutama mukosa
bukal (bagian dalam pipi); mungkin juga terjadi pada mukosa laring atau vagina.
 Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga disebabkan oleh edema intraseluler dari
sel epitel superfisial ditambah dengan retensi parakeratin superfisial. Meskipun
leukoedema dianggap sebagai kondisi perkembangan, mungkin lebih umum dan lebih
jelas pada perokok, dan menjadi kurang terlihat ketika merokok dihentikan. Ini juga
dapat berkembang di daerah yang mengalami iritasi subklinis berulang, yang
disebabkan oleh iritasi tingkat rendah seperti rempah-rempah, debris atau tembakau.
 Gejala Klinis
Mukosa berwarna putih keabuan, putih susu, dan biasanya muncul secara bilateral
pada mukosa bukal. Lebih jarang pada mukosa labial, langit-langit mulut atau dasar
mulut. Permukaan area terlipat, membuat lesi putih bergaris keriput.
 Terapi
Menghilangkan penyebab terjadinya leukoedema.
 Foto Kasus

52. Leukoplakia
 Definisi
Leukoplakia sebagai lesi putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut
yang tidak mempunyai ciri khas secara klinis atau patologis seperti penyakit lain, dan
tidak terkait dengan agen penyebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau.
 Etiologi
Kebanyakan kasus leukoplakia tidak diketahui (idiopatik). Namun beberapa
penelitian menunjukkan inisiasi kondisi leukoplakia dipengaruhi faktor ekstrinsik
maupun intrinsik. Faktor yang paling sering dihubungkan dengan terjadinya
leukoplakia adalah merokok, konsumsi alkohol, iritasi kronis, kandidiasis,
kekurangan vitamin, gangguan endokrin, serta karena serangan virus tertentu.
 Gejala Klinis
Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan secara
klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya. Lesi ini sering ditemukan pada
daerah alveolar, mukosa lingual, labia, palatum, daerah dasar cavum oris, gingiva,
mukosa lipatan buccal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacammacam bentuk lesi
dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap
individu akan berbeda. Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang
agak transparan, berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya
batasnya tegas tetapi dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam
minggu sampai bulan 6 menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan
keras. Lesi ini biasanya tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan
pedas dan iritan lainnya.
 Terapi :
1) Pengobatan konservatif meliputi penggunaan anti fungal dan agen kemopreventif
seperti vitamin (vitamin A, C, E), fenretinide (vitamin A analog), carotenoids
(beta-carotene, lycopene), bleomycin, protease inhibitor, obat-obatan
antiinflamasi, teh hijau, temulawak, dan lain-lain. Beberapa literatur menyebutkan
bahwa terapi fotodinamik pun dapat dilakukan untuk mengatasi leukoplakia.
2) Tindakan Bedah
a. Bedah konservatif-eksisi yaitu pembedahan konvensional mengacu pada
eksisi luka dengan pisau bedah.
b. Elektrokoagulasi dapat digunakan sendiri atau sebagai adjuvant untuk bedah
konservatif. Elektrokoagulasi menghasilkan kerusakan termal di dalam dan di
jaringan sekitar, yang menyebabkan nyeri pasca operasi dan edema, dan
menyebabkan jaringan parut yang cukup besar.
c. Cryosurgery adalah metode perawatan yang melibatkan kerusakan jaringan
terkontrol yang disebabkan oleh suhu rendah. Metode ini secara lokal
menghancurkan jaringan lesional dengan pembekuan in situ - oleh nitrogen
cair atau dinitrogedioksida (N2O2).
d. Bedah laser (eksisi atau evaporasi)
 Foto Kasus
53. Liken Planus Oral

 Definisi
Penyakit dermatologi kronis jinak pada epitelial skuamosa berlapis yang
mempengaruhi kulit, mukosa mulut dan genital.
 Etiologi
Penyebabnya belum diketahui. Faktor predisposisi dari lichen planus karena faktor
genetik, stres, lesi lichenoid antara lain karena bahan restorasi gigi (terutama
amalgam dan emas), penyakit graft versus host kronis, terlihat pada pasien
transplantasi sumsm tulang, infeksi dengan virus hepatitis C, obat anti inflamasi non
steroidal, dan berbagai gangguan sistemik lainnya seperti hipertensi dan diabetes,
dapat terjadi dari manifestasi dari reaksi terhadap obat yang digunakan. Penggunaan
obat dan vaksin seperti obat antidiabetes, antirematik (terutama NSAID), dan obat
antihipertensi seperti beta blocker, tiazida dan diuretik.
 Gejala Klinis
Susunan garis interkoneksi putih tipis yang disebut “striae”. Lesi yang mendasar
terdapat susunan papula dan stria / nodul putih pada mukosa, berukuran kecil, dan
mengkilap. Lesi lichen planus biasanya simetris dalam rongga mulut. Karakteristik
dari lichen planus oral ialah hiperkeratosis vaskualisasi sel basal dengan keratosis
apoptosis, dan infiltrasi sel mononuklear pada epithelium.
 Terapi :
1) Asimtomatik : tidak ada perawatan, dilakukan pemeriksaan berkala (1 sampai 2
kali per tahun) terjadi pada lichen planus oral berbentuk retikular, plak, dan
papular.
2) Simtomatik : kortikosteroid topikal, kortikosteroid oral, pemeriksaan biopsi dan
histologi disarankan pada beberapa lesi yang tidak konsisten pada lichen planus
oral. Jika terdapat kandidiasis dilakukan smear dan diberikan terapi antifungi,
terjadi pada lichen planus oral berbentuk eritema dan ulseratif.
 Foto Kasus
54. Likenoid Reaction

 Definisi
Sekelompok lesi heterogen pada mukosa oral yang menunjukkan kesamaan klinis dan
histopatologis dengan lichen planus, namun memiliki penyebab yang berbeda.
 Etiologi
Hipersensitivitas terhadap bahan restorasi dental (amalgam, resin komposit) dan
akumulasi plak. Dapat juga terjadi karena obat-obatan atau manifestasi oral dari
penyakit graft versus host.
 Gejala Klinis :
1) Reaksi lichenoid karena bahan restorasi
Terdapat pada area yang berkontak dengan dental material seperti mukosa bukal
dan tepi lidah, asimptomatik, reticulum, papula, plak, eritema, dan ulcer.
2) Reaksi lichenoid diinduksi obat-obatan
Biasanya unilateral dan tampak pola reaksi ulser.
3) Reaksi lichenoid karena penyakit graft versus host
Keterlibatan mukosa oral yang lebih luas, reticulum, eritema, ulseratif.
 Terapi :
1) Reaksi lichenoid karena bahan restorasi
Penggantian dental material yang berkontak dengan reaksi lichenoid akan
menyembuhkan 90% kasus. Kebanyakan lesi sembuh dalam 1-2 bulan. Tidak
perlu mengganti restorasi yang tidak berkontak langsung dengan reaksi lichenoid
ini. Penyembuhan tidak bergantung pada tipe dental material yang digunakan
untuk penggantian.
2) Reaksi lichenoid diinduksi obat-obatan
Penghentian obat dan perawatan gejala dengan steroid topical biasanya cukup.
Pasien harus diedukasi dengan baik tentang obat tersebut untuk mencegah LCR
kedepannya.
3) Reaksi lichenoid karena penyakit graft versus host
Sebelum terjadi penyakit ini, lebih baik kita lakukan pencegahan dengan
menawarkan donor yang cocok pada penerima. Berikan obat imunosupresif
seperti siklosporin dan prednison. Methotrexate juga dapat mengurangi prevalensi
penyakit ini. Jika GVHD tetap terjadi, dokter dapat meningkatkan dosis obat
tersebut. Untuk ulcer oral focal dapat diberikan steroid topical. Jika terdapat
keluhan tidak nyaman dari pasien, dapat diberikan anestesi topical.
 Foto Kasus
55. Limfangioma

 Definisi
Merupakan tumor jinak yang disebabkan dari malformasi kongenital sistem limfatik.
 Etiologi
Penyebab terjadinya limfangioma dikarenakan oleh malformasi kongenital dari sistem
limfatik. Faktor genetik, paparan tembakau, konsumsi alkohol, virus dan defisiensi
makanan juga dapat menjadi penyebab terjadinya limfangioma.
 Gejala Klinis
Terjadi pembengkakan leher, ketiak, mediastinum, dan skrotum; tumor tampak
sebagai benjolan tak beraturan; konsistensi lunak dan kistik; sering terasa nyeri.
 Terapi
Pada umumnya terapi yang dilakukan adalah pembedahan. Karena batas limfangioma
dan jaringan normal tidak jelas betul, operasi tidak dapat memaksakan eksisi radikal,
operasi dapat dilakukan bertahap.
 Foto Kasus
56. Linea Alba

 Definisi
Merupakan alur horizontal pada mukosa setinggi bidang oklusal, meluas dari lip
commissure sampai gigi posterior, biasanya berhubungan dengan tekanan, iritasi
friksional, atau sucking trauma. Berupa garis putih yang lateral akibat dari
hyperkeratosis trauma jaringan dari hasil gesekan gigi yang berdekatan dan sesuai
dengan konfigurasi gigi di daerah ini. Gesekan gigi-gigi ini dapat menyebakan
perubahan-perubahan epitel yang menebal dan terdiri dari jaringan hiperkeratotik.
 Etiologi
Variasi dalam diet (pola makan) dan kebersihan mulut, frekuensi kontak gesekan
dengan makanan dan gigi, efek dari merokok,
 Gejala Klinis
Asimptomatik, umumnya bilateral, lebih sering pada individu dengan reduced overjet
pada gigi posterior, terbatas pada rahang yang bergigi
 Terapi
Tidak ada penanganan, penyebab dihilangkan.
 Foto Kasus

57. Linear Gingival Eritema

 Definisi
Salah satu lesi dalam rongga mulut yang sering terdapat pada penderita HIV/AIDS.
 Gejala Klinis
Adanya gambaran pita kemerahan sekitar 2-3mm sepanjang serluruh tepi gusi atau
sebagian dan menyebar sampai attached gingival dan oral mucosa. Gingiva yang
terkena tidak menunjukkan adalanya ulser, dapat disertai peningkatan kedalaman
poket periodontal atau attachment loss. Sering dihubungkan dengan petechiae like
lession dengan warna yang lebih terang atau menyala jika dibandingkan dengan yang
disebabkan oleh adanya plak.
 Terapi
Menjaga oral hygiene dengan perhatian ekstra, scaling, obat kumur dengan 0,12%
Chlorhexidine digluconate, evaluasi candidiasis jika terjadi persistensi.
 Foto Kasus

58. Linear IgA Disease

 Definisi
Penyakit vesiculobullous subepidermal autoimun yang mungkin idiopatik atau
diinduksi obat.
 Etiologi
Belum diketahui dengan pasti, namun kadang-kadang infeksi dan obat-obatan dapat
memicu penyakit ini.
 Gejala Klinis
Lepuh multipel yang tegang dengan cairan bening muncul di seluruh bagian
tubuh. Ukuran lepuh dapat bervariasi dan kulit tampak merah di sekitar lepuh. Lepuh
sering terjadi pada kelompok yang memberikan penampilan "gugusan permata" atau
"untaian manik-manik". Lepuh dan bisul dapat terjadi pada permukaan mukosa
seperti di mulut atau genitalia. Biasanya kulit mungkin terasa gatal atau sakit atau
memiliki sensasi terbakar.
 Terapi
Pemberian obat-obatan , penyakit ringan dapat diobati dengan kortikosteroid topikal.
Eritromisin dapat digunakan pada anak-anak. Dapson dan sulfonamid (menggunakan
dosis dan tindakan pencegahan yang mirip dengan dermatitis herpetiformis) dan
kolkisin merupakan alternatif.
 Foto Kasus
59. Lupus Eritematosus

 Definisi
Penyakit autoimun multisistem di mana organ, jaringan, dan sel mengalami kerusakan
yang dimediasi oleh autoantibodi pengikat jaringan dan kompleks imun.
 Etiologi
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa faktor
predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Beberapa
faktor predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit ini yaitu faktor genetik,
faktor imunologi, faktor hormonal, faktor lingkungan (infeksi virus dan bakteri,
paparan sinar ultra violet, stres, obat-obatan).
 Gejala Klinis
Lesi diskoid yang umum bersifat fotosensitif, eritema sedikit meninggi, bersisik, pada
wajah bagian pipi dan sekitar hidung yang disebut buterfly rash karena membentuk
seperti sayap kupu-kupu, telinga, dagu, daerah leher, punggung atas, dan bagian
ekstensor dari lengan.
 Terapi
Tidak ada pengobatan yang permanen untuk SLE. Tujuan dari terapi adalah
mengurangi gejala dan melindungi organ dengan mengurangi peradangan dan atau
tingkat aktifitas autoimun di tubuh.
1) Terapi Farmakologis : penyakit yang ringan atau remitten bisa dibiarkan tanpa
pengobatan. Bila diperlukan, NSAID dan anti malaria bisa digunakan. NSAID
membantu mengurangi peradangan dan nyeri pada otot, sendi, dan jaringan
lainnya.
2) Terapi Non Farmakologis : menghindari sinar matahari atau menutupinya dengan
pakaian yang melindungi dari sinar matahari bisa efektif mencegah masalah yang
disebabkan fotosensitif. Penurunan berat badan juga disarankan pada pasien yang
obesitas dan kelebihan berat badan untuk mengurangi beberapa efek dari penyakit
ini, khususnya ketika ada masalah dengan persendian.
 Foto Kasus
60. Makro Glossia

 Definisi
Merupakan pembesaran lidah yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan
dari otot-otot.
 Etiologi
Makroglosia dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan utama yaitu true
makroglosia dan pseudo makroglosia. True makroglosia bisa didapat secara
kongenital(dibawa lahir) dan akuired (didapat). True makroglosia yang didapat secara
kongenital dapatdisebabkan oleh hemangioma, limfangioma, sindroma Down dan
sindroma Beckwith-Wiedemann, sedangkan makroglosia akuired disebabkan oleh
hipotiroidisme (kretinisme), akromegali dan amiloidosis. Penyebab pseudo
makroglosia antara lain, kebiasaan postur lidah (menjulurkan lidah), pembesaran
tonsil, adenoid, hipotonia pada lidah serta defisiensi mandibula.
 Gejala Klinis
Dasar lidah melebar, gigitan terbuka, diastema gigi mandibula dan maksila, gangguan
dalam bicara, kesulitan dalam mengunyah, kesulitan bernafas.
 Terapi
Perawatan makroglosia tidak akan berhasil kecuali menghilangkan
penyebabnya, perawatan makroglosia secara surgikal dapat dilakukan dengan
glossektomi, sedangkan perawatan yang ditimbulkan makroglosia terhadap gigi dapat
dikoreksi dengan perawatan ortodonti.
 Foto Kasus
61. Median Rhomboid Glossitis

 Definisi
 Suatu kondisi abnormal pada pertengahan permukaan dorsum lidah pada pertautan
2/3 anterior dengan 1/3 posterior lidah.
 Etiologi
Median rhomboid glositis diduga disebabkan oleh infeksi jamur kronis dan biasanya
adalah jenis dari kandidiasis oral. Faktor predisposisi termasuk merokok, pemakaian
gigi tiruan, menggunakan semprotan kortikosteroid atau inhaler dan penderita human
immunodeficiency virus (HIV).
 Gejala Klinis
Lesi berbentuk oval atau belah ketupat yang terletak di midline dari permukaan dorsal
lidah, hanya anterior dari sulkus terminalis. Lesi biasanya simetris, berbatas tegas
eritematus dan depapilasi, memiliki permukaan halus dan mengkilap.
 Terapi
Dapat dilakukan dengan berhenti merokok dan pemberian obat antijamur topikal atau
sistemik.
 Foto Kasus
62. Mononukleosis

 Definisi
Infeksi yang biasanya disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV).
 Etiologi
Virus Epstein-Barr biasanya menyebar melalui air liur.
 Gejala Klinis
Demam, sakit tenggorokan, pembesaran kelenjar getah bening di leher, kelelahan,
sakit kepala, sakit perut dengan mual dan muntah.
 Terapi
Biasanya sembuh sendiri, sehingga hanya pengobatan simtomatik atau suportif yang
digunakan.
 Foto Kasus

63. Morcicasio Buccarum

 Definisi
Suatu kondisi yang ditandai dengan iritasi kronis atau cedera pada mukosa
bukal (lapisan dalam bagian dalam pipi di dalam mulut), yang disebabkan oleh
mengunyah berulang-ulang, menggigit atau menggigit.
 Etiologi
Penyebabnya adalah aktivitas parafungsional kronis dari sistem pengunyahan, yang
menghasilkan kerusakan gesekan, menghancurkan dan tajam pada permukaan
mukosa dan seiring waktu lesi karakteristik berkembang.
 Gejala Klinis
Lesi terletak di mukosa, biasanya secara bilateral di bagian tengah mukosa bukal
anterior dan sepanjang tingkat bidang oklusal (tingkat di mana gigi atas dan bawah
bertemu).Kadang-kadang lidah atau mukosa labial (lapisan dalam bibir) dipengaruhi
oleh lesi yang sama, disebut morsicatio linguarum dan morsicatio labiorum. Lesi
berwarna putih dengan penebalan dan penghancuran mukosa yang biasanya
dikombinasikan dengan zona eritema (kemerahan) atau ulserasi . Permukaan tidak
beraturan.
 Terapi
Tidak ada perawatan yang perlu dilakukan selama lesi dirasa tidak mengganggu
pasien. Apabila pasienmemerlukan perawatan dapat dilakukan dengan membuat
cetakan akrilik yang menutupi permukaan fasialgigi untuk menghindari akses mukosa
bukal.
 Foto Kasus

64. Mukositis

 Definisi
Sebagai proses inflamasi pada lapisan mukosa oral dan basal epitelium oral ditandai
dengan adanya eritema, ulkus dan nyeri pada mukosa oral.
 Etiologi
Mukositis dapat disebabkan oleh penyakit infeksi, imunodefisiensi dan efek samping
medikasi. Salah satu penyebab utama dari mukositis oral adalah kemoterapi pada
pengobatan kanker.
 Gejala Klinis
Terdapat ulser yang dilapisi oleh suatu gumpalan fibrin putih yang kekuning-
kuningan disebut sebagai pseudomembran, tampak warna merah disekelilingnya.
Ulser berukuran 0,5 cm sampai lebih dari 4 cm.
 Terapi
Perawatan yang dilakukan pada mukositis oral hanya dapat membantu
menghilangkan rasa sakit. Kebersihan rongga mulut adalah syarat utama dari
perawatan, dimana pasien di motivasi untuk membersihkan mulut mereka setiap 4
jam terutama saat mau tidur.
 Foto Kasus
113. Sialolithiasis

 Definisi
Suatu penyakit yang ditemukan pada kelenjar liur yang ditandai adanya sumbatan
sekresi air liur oleh suatu batu kelenjar liur (kalkulus).
 Etiologi
Belum diketahui dengan pasti
 Gejala Klinis
Pada obstruksi parsial biasanya gejalanya asimptomatis. Terkadang nyeri dan
pembengkakan kelenjar yang bersifat intermitten merupakan keluhan yang paling
sering dikeluhkan dan gejala ini muncul berhubungan dengan mealtime syndrome.
 Terapi :
1) Tanpa pembedahan : pengobatan dengan menggunakan antibiotik dan anti
inflamasi dengan harapan batu dapat keluar melalui karunkula secara spontan.
2) Pembedahan : Sialithectomy dengan pendekatan intraoral diikuti reseksi kelenjar
liur dengan teknik operasi memakai narkose umum, kemudian dilakukan
pemasangan pembuka mulut dan lidah diangkat. Setelah dilakukan perabaan
pada dasar rongga mulut untuk menentukan lokasi kalkulus. Dilakukan diseksi
secara tumpul melalui orificium duktus submandibula menembus mukosa
rongga mulut tepat diatas lokasi kalkulus hingga kalkulus terpapar. Lalu
kalkulus dipisahkan perlahan- lahan dari jaringan sekitar kemudian diangkat.
 Foto Kasus

Anda mungkin juga menyukai