Anda di halaman 1dari 7

Lesi Putih Premalignant

Hereditary Benign Intraepithelial Dyskeratosis


a. Etiologi
Hereditary benign intraepithelial dyskeratosis (HBID) yang juga dikenal
sebagai penyakit Witkop atau sindrom Witkop-von Sallman merupakan penyakit
herediter autosomal dominan yang jarang ditemukan. 1 Gen spesifik yang
mempengeruhi perkembangan penyakit ini belum diketahui secara pasti.1
Berdasarkan studi kohort yang dilakukan di Carolina Utara pada 75 pasien,
ditemukan bahwa terdapat area genetik kausatif pada regio telomerik kromosom
4q35 dengan 3 alel sebagai marker, selain itu terdapat mutasi missense M77T
pada gen NLRP1 pada kromosom 17p13.2.1
b. Tampilan Klinis
HBID ditandai dengan onset dini, yang biasanya terjadi pada tahun
pertama kehidupan. Penyakit ini ditandai dengan bulbar conjunctivitis,
conjunctival plaque pada corneal limbus, dan lesi putih pada rongga mulut.
Bulbar conjunctivitis diawali dengan foamy gelatinous plaque pada bagian
okular.1

Gambar 1 Dilatasi pembuluh darah okular dan foamy gelatinous plaque pada
konjungtiva2

Lesi pada rongga mulut bersifat lunak, asimtomatik, ditandai dengan plak
putih dan spongy pada mukosa bukal dan labial, komisura labial, dasar mulut,
lateral lidah, gingiva, dan palatum, namun daerah dorsum lidah biasanya tidak
memiliki lesi.2 Lesi pada rongga mulut terdeteksi pada tahun pertama kehidupan
dengan peningkatan bertahap hingga pertengahan masa remaja.1
Gambar 2 (a) Lesi papula pada bibir bawah, (b) Plak linear spongy pada mukosa bukal2

Pada beberapa pasien, lesi ocular dapat terjadi secara seasonal dengan
spontaneous shedding dari plak konjungtival, pasien mengeluhkan photophobia
dan dapat terjadi kebutaan karena vaskularisasi kornea.1
c. Histopatologi
Terdapat gambaran mikroskopis yang mirip antara lesi konjungtiva dan
lesi oral. Terlihat adanya hyperplasia epitel dan akantosis yang disertai edema
intraselular, keratinosit hyalin mengalami pembesaran (dyskeratotic elements),
terlihat pada setengah lapisan superfisial epitel, sel-sel normal terdapat pada
bagian lower spinous dan lapisan sel basal, infiltrasi sel inflamasi pada lamina
propria minimal, dan pertemuan antara epitel dengan jaringan ikat berbatas jelas.1

Gambar 3 Gambaran histologi HBID3

d. Perawatan
Penyakit ini bersifat self limiting dan jinak, sehingga tidak dibutuhkan
perawatan. HBID tidak berisiko menjadi suatu keganasan namun konseling
genetik dapat dilakukan.1
Nicotine Stomatitis
a. Etiologi
Nicotine stomatitis merupakan bentuk umum dari keratosis yang berkaitan
dengan penggunaan tembakau. Penyakit ini berhubungan dengan pipe, cigar, dan
cigarrete smoking serta memiliki korelasi yang positif antara intensitas merokok
dengan keparahan penyakit.1
Efek topikal direk dari merokok terlihat pada palatum pasien yang
menggunakan protesa gigi tiruan lepasan, dimana mukosa yang tertutup gigi
tiruan lepasan terlihat normal dan area yang terekspos mengalami hyperkeratosis.
Pada reverse smoker, kombinasi antara karsinogen tembakau dan panas
meningkatkan risiko terjadinya kondisi keganasan.1
b. Tampilan klinis
Mukosa palatal menunjukkan adanya eritema dan hyperkeratosis.
Keratosis pada palatum disertai dengan titik-titik merah yang dikelilingi cicin
keratosis, titik merah ini merupakan inflamasi yang terjadi pada duktus sekretori
kelenjar saliva minor.1

Gambar 4 Gambaran klinis Nicotine Stomatitis1

Gambar 5 Gambaran klinis palatum reverse smoker’s1

c. Histopatologi
Nicotine stomatitis ditandai dengan adanya hyperplasia epitel dan
hyperkeratosis. Kelenjar saliva minor menunjukkan perubahan sel inflamasi dan
duktus sekretoria menunjukkan adanya metaplasia skuamosa.1

Gambar 6 Gambaran histologis Nicotine Stomatitis1

d. Perawatan dan Prognosis


Penyakit ini jarang bertransformasi menjadi suatu keganasan, kecuali pada
reverse smoker. Walaupun risiko karsinoma pada palatum minimal, nicotine
stomatitis merupakan penanda atau indikator konsumsi tembakau yang berlebih.
Karena itu, nicotine stomatitis dapat mengindikasikan adanya dysplasia epitel dan
neoplasma pada rongga mulut, orofaring, dan saluran pernapasan.1
Oral Submucous Fibrosis
a. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi submucosal fibrosis terdiri dari defisiensi
nutrisi dan vitamin, khususnya zat besi dan vitamin B kompleks seperti asam
folat. Faktor primer dari penyakit ini adalah mengunyah sirih (betel/areca
chewing) karena buah betel menyebabkan degradasi kolagen normal oleh
fibroblast. Selain itu, konsumsi cabai dan tembakau berlebih dapat meningkatkan
hipersensitivitas yang menyebabkan reaksi inflamasi dan fibrosis. Polimorfisme
pada area promoter gen MMP 3 berkontribusi dalam perkembangan penyakit ini.
Patogenesis submucosal fibrosis berkaitan dengan cross linking kolagen melalui
peningkatan regulasi lysil oksidase yang distimulasi oleh arecoline (alkaloid pada
buah betel).
b. Tampilan klinis
Penyakit ini sering terjadi pada populasi Asia Tenggara, India, dan negara
sekitarnya. Submucous fibrosis umumnya terjadi pada usia 20-40 tahun dan
berkaitan erat dengan pengunyahan sirih dan tembakau dalam berbagai bentuk,
seperti paan dan gutka.1
Lesi submucous fibrosis berwarna putih-kekuningan yang bersifat kronis
dan insidious. Karakteristik lesi terlihat pada rongga mulut, namun dapat meluas
hingga faring dan esophagus, terkadang lesi berkaitan dengan pembentukan
vesikel. Seiring waktu, mukosa yang terinfeksi, khususnya mukosa bukal dan
palatum mole akan kehilangan resiliensi dan elastisitas serta mengalami
penurunan vaskularitas, terdapat fibrous band yang teraba di bagian mukosa bukal
dan palatum mole. Pasien mengeluhkan adanya trismus dan kesulitan saat makan.1

Gambar 7 Trismus pada Submucous Fibrosis4

Gambar 8 Gambaran klinis Submucous Fibrosis5

c. Histopatologi
Secara mikroskopis, terlihat gambaran atrofi epitel dan subjacent fibrosis.
Terkadang terlihat adanya dysplasia epitel. Lamina propria tervaskularisasi
dengan rendah dan mengalami hyalinisasi dan disertai sedikit fibroblast.
Infiltrasi ringan-sedang dari sel inflamasi terlihat. Kolagen tipe I mendominasi
bagian submucosa dan kolagen tipe II terlokalisir di pertemuan epitel dengan
jaringan ikat, di sekitar pembuluh darah, kelenjar saliva, dan otot.1

Gambar 9 Gambaran histologis Submucous Fibrosis5

d. Perawatan dan Prognosis


Perawatan dari penyakit ini adalah dengan mengeliminasi agen kausatif.
Pemberian terapi injeksi chymotrypsin, hyalurondase, dan dexamethasone
dengan insisi surgical dari fibrous band serta submucosal placement dari
vasculatized free flap grafts dapat diberikan. Semua metode perawatan
termasuk operasi merupakan satu-satunya pertolongan pada kondisi
irreversible.1
Hal utama yang harus diperhatikan adalah submucous fibrosis bersifat
premalignant, seiring waktu lesi ini dapat berkembang menjadi karsinoma sel
skuamosa.1

Sumber :
1. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology: clinical pathologic
correlations. Elsevier Health Sciences; 2016.
2. Baroni A, Palla M, Aiello FS, Ruocco E, Faccenda F, Vozza A, et al.
Hereditary benign intraepithelial dyskeratosis: Case report. Int J Dermatol
[Internet]. 2009 [cited 2021 Sep 30];48(6):627–9. Available from:
https://moh-it.pure.elsevier.com/en/publications/hereditary-benign-
intraepithelial-dyskeratosis-case-report
3. Müller S. Frictional Keratosis, Contact Keratosis and Smokeless Tobacco
Keratosis: Features of Reactive White Lesions of the Oral Mucosa. Head
Neck Pathol. 2019 Mar 15;13(1):16–24.
4. Duggirala, Marthala M, Gannepalli A, Podduturi SR. Oral submucous
fibrosis in children: Report of three cases and review. J Indian Acad Oral
Med Radiol [Internet]. 2015 Jan 1 [cited 2021 Sep 30];27(1):105. Available
from: https://www.jiaomr.in/article.asp?issn=0972-
1363;year=2015;volume=27;issue=1;spage=105;epage=111;aulast=Duggir
ala
5. Rao NR, Villa A, More CB, Jayasinghe RD, Kerr AR, Johnson NW. Oral
submucous fibrosis: a contemporary narrative review with a proposed inter-
professional approach for an early diagnosis and clinical management. J
Otolaryngol - Head Neck Surg 2020 491 [Internet]. 2020 Jan 8 [cited 2021
Sep 30];49(1):1–11. Available from:
https://journalotohns.biomedcentral.com/articles/10.1186/s40463-020-
0399-7

Anda mungkin juga menyukai