Anda di halaman 1dari 56

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerja Praktek (KP) merupakan suatu kegiatan penerapan ilmu yagtng

diperoleh mahasiswa dibangku perkuliahan pada suatu lapangan pekerjaan. Yang

bertujuan untuk melatih mahasiswa agar mengenal situasi dunia kerja sekaligus

untuk meningkatkan kualitas mahasiswa itu sendiri. Dalam melakukan KP ini,

penulis mengambil tema mengenai Pengerjaan Post Weld Heat Treatment

(PWHT) pada material Baja Karbon API 5L X 65. Penulis melakukan kegiatan

Program Kerja Praktek (KP) di PT. Veronika Prima Sanita Batam. Perusahaan ini

bergerak dibidang Sub kontraktor PWHT dan NDT karena karyawan dari

perusahaan ini bekerja tidak disatu tempat saja, melainkan bekerja keperusahaan

yang membutuhkan jasa PWHT dan NDT dan mesin yang digunakan juga bisa

dipindah-pindahkan.

Teknologi pengelasan kini telah mengalami kemajuan yang pesat seiring

dengan kebutuhan akan kualitas las yang baik. Pengelasan logam tidak sejenis

seperti baja tahan karat (stainless stell) dan baja carbon (carbon stell) sangat

banyak diterapkan dibidang teknik diantaranya pengelasan pipa, perkapalan dan

juga di bidang industry lain. Dalam pengelasan baja carbon (carbon stell) ada

permasalahan yang perlu diketahui dari pengelasan baja tersebut adalah

penggetasan , retak, atau tegangan sisa pada material yang dilas masih ada. Maka

perlu harus di lakukan proses pemanasan pada material agar area yang kita las
2

tidak mengalami penggetasan dan peretakan. Karena pengaruh panas atau HAZ

(Heat Effected Zone) pada carbon stell sangat perlu terhindari dari retak makanya

dilakukan pemanasan mula dengan suhu yang sangat tergantung pada kadar

karbon atau harga ekuivalen karbon.

Untuk pengaruh panas atau HAZ (Heat Effected Zone) pada carbon stell dan

untuk menghindari penggetasan, maka harus dilakukan Post Weld Heat Treatment

(PWHT). Karna dari hasil PWHT, tegangan sisa pada pengelasan carbon stell

yang dilas akan mulai stabil dan stress pada material akan berubah.

Post Weld Heat Treatment PWHT adalah salah satu yag paling umum yang

dilakukan dalam perlakuan panas pasca las. Karena dari hasil Post Weld Heat

Treatment (PWHT) ini bagus dilakukan karna memastikan benda kerja dengan

benar direkondisi karena paling diinginkan dari kekerasan, kekuatan, keuletan,

sebab ini menjadi tujuan akhir dari proses Post Weld Heat Treatment (PWHT).

Pada Proses akhir ini akan dilakukan pengujian material las (sambungan

pipa) dengan variasi temperatur serta mensimulasikan material las pada media uji

yang mempunyai kesamaan karakteristik dengan lingkungan dimana struktur

tersebut bekerja. Pada proses pengujian mikro kita dapat melihat struktur

kekerasan pada material yang telah di Post Weld Heat Treatment (PWHT).
3

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang maka tujuan dari penulisan adalah sebagai

berikut:
Mengetahui proses pengerjaan post weld heat treatment(PWHT) pada

material pipa Baja Karbon (Carbon Stell) API 5L X 65 di PT.Veronika

Prima Sanita.

1.3 Perumusan masalah

Berdasarkan tujuan dari penulisan maka dirumuskan masalah adalah sebagai

berikut:

Bagaimana proses pengerjaan post weld heat treatment (PWHT) pada

material pipa Baja Karbon (Carbon Stell) API 5L X 65 di PT. Veronika

Prima Sanita.

1.4 Batasan Masalah penulisan

Berdasarkan tujuan penulisan maka batasan masalah yang diberikan dalam

menyelesaikan penelitian ini adalah :

1. Pengambilan data dan pelaksanaan post weld heat treatment (PWHT) dilakukan

di PT.Veronika Prima Sanita Batam.

2. Proses PWHT pada laporan praktek ini hanya dikhususkan pada material Baja

Carbon (Carbon Stell).

1.5 Sistematika Penulisan


4

Bab I :Pendahuluan

Berisi Latar belakang, Tujuan, Perumusan masalah, Batasan masalah

serta sistematika penulisan laporan.

Bab II :Gambaran Umum Perusahaan

Berisi tinjauan umum perusahaan, sejarah singkat perusahaan, tujuan

perusahaan, ketentuan mutu perusahaan, struktur organisasi, visi dan

misi perusahaan, disiplin kerja dan keselamatan kerja.

Bab III :Landasan Teori

Menguraikan Tentang teori dasar yang digunakan sebagai pedoman

dalam analisa dan pembahasan proses pengerjaan.

Bab IV :Pengumpulan Data dan Pembahasan

Menguraikan tentang proses pengumpulan data, tentang anilisis dan

pembahasan proses pengerjaan.

Bab V :Penutup

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

Daftar pustaka.

BAB II
5

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Tinjauan Umum Perusahaan

PT. Veronika Prima Sanita merupakan perusahaan yang bergerak dibidang

sup kontraktor yang beralamat di Komplek Villa Mitra Centre Blok C No.3, Batu

Aji-Batam. Perusahaan ini menyediakan beberapa divisi dibidang NDT, PWHT,

Inspection, dan Certification.

Gambar 2.1 Lokasi PT. Veronika Prima Sanita Batam

2.2 Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Veronika Prima Sanita Ini merupakan beberapa salah satu dari sekian

banyak Penanam Modal Asing ( PMA ) yang beroperasi di Batam. Perusahaan

yang bergerak dibidang sup kontraktor oil dan gas dan perusahaan ini memiliki

beberapa jenis devisi yang dikerjakan yaitu NDT, dan PWHT. Perusahan ini

berdiri pada bulan Mei 2014, dan di dirikan oleh Bapak Siha selaku CEO atau
6

pemilik dari perusahaan ini, Bapak Benny zen selaku Direktur, dan Bapak

Alamsyah sebagai General manager. PT.Veonika ini Adalah Golongan dari Eka

Surya Group yang beralamat di Batam Centre. Beberapa Costumer yang bekerja

sama dengan perusahaan ini adalah Perusahaan Profab, Nexus, PLTG Batam,

PGN, Mc.Dercmood, dan juga perusahaan yang berhubungan ke fabricasi.

Proses pengerjaan di perusaahan ini tidak dikerjakan di workshop PT.

Veronica karena lokasi perusahaan didekat perumahan karena alat yang digunakan

pada perusahaan ini memiliki Radiasi seperti proses Radiographic dan juga pada

proses post weld heat treatment (PWHT) dilakukan pada perusahaan yang

memerlukan, dikarenakan alat pada mesin PWHT sangat Banyak dan material

yang di PWHT juga besar.

2.3 Tujuan Perusahaan

Tujuan dari perusahaan ini adalah untuk memberi pelayanan yang baik dan

menjadi perusahaan yang tangguh dan professional di bidangnya, sehingga

mampu bersaing dan stabil di tengah pasar regional dan global secara bebas

kedepan. Dan juga memberi kesehatan dan keselamatan kerja yang baik pada

karyawan agar tidak terjadi insiden kecelakaan kerja agar costumer tidak merasa

terbebani.

2.4 Ketentuan Mutu PT. Veronika


7

Peningkatan mutu dan produktivitas secara berkesinambungan adalah

tekad dan komitmen PT. Veronika Prima sanita Batam dalam memenuhi

keinginan pelanggan dan persaingan pasar dunia.

Supaya Unggul Dalam Pemasaran Dengan Mengacu Kepada :

1. Kepuasan Pelanggan

a. Kesesuaian pengerjaan yang dihasilkan dengan permintaan.

b. Proses pengerjaan dengan standar mutu yang konsisten.

c. Tepat waktu dalam pengerjaan.

d. Harga bersaing.

2. Tanggung jawab sosial akan keamanan dan mutu proses test

a. Mengutamakan mutu dari pada jumlah yang dihasilkan.

b. Usaha peningkatan mutu yang berkesinambungan.

c. Mengurangi tingkat kesalahan kerja.

3. Peningkatan sumber daya manusia

a. Pelatihan dan pengembangan.

b. Motivasi dan percaya diri dalam bekerja.

2.5 Struktur Organisasi

Struktur Organisasi merupakan sesuatu garis susunan yang menjelaskan

bagian-bagian susunan perusahaan yang dimana tiap perorang individu yang ada

pada lingkup perusahaan mempunyai posisi serta peranan masing-masing. Adapun

struktur Organisasi Perusahaan PT. Veronika Prima Sanita Sebagai Berikut:


8

Gambar 3.2 : Struktur Organisasi PT. Veronika Prima Sanita

1. Direktur

Direktur adalah pimpinan tertinggi dalam perusahaan. Memiliki tanggung

jawab dalam memimpin dan mengarahkan perusahaan.

2. General Manager
Bertanggung jawab atas implementasi kebijakan perusahaan dan memastikan

berjalannya peraturan perusahaan serta kesesuaiannya dengan objektif dan

strategi perusahaan sesuai target bisnis perusahaan secara menyeluruh.


3. Business Development Manager
Merencanakan dan menjalankan rencana bisnis (business plan) dari

kesempatan-kesempatan bisnis baru yang di temukan.


Mengelola, menjalankan dan mengembangkan kerjasama/opportunity

business yang sudah terjalin.


Memimpin para account manager.
Menjalankan fungsi pengembangan usaha, marketing atas business area

yang dijalankan perusahan.


4. Supervisor
9

Supervisor harus bertanggung jawab dalam memastikan semua pekerjaan

dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada keamanan, keselamatan atau

kesehatan yang terancam.


5. Project Manager
untuk memberikan laporan mengenai rencana dan program yang ada kepada

user, menager tingkat atas dan kepada siapa saja yang memerlukan.
6. Project Administration
untuk mengurus semua file dan data-data yang dibutuhkan dalam suatu project,

misalkan surat izin proyek, community, dll. dan dia juga memonitor jalannya

project baik dari segi finansial ataupun intern, misalkan grafik keuntungan dan

kerugian proyek setiap bulannya atau data semua alat dan utilisasi masing-

masing alat.
7. QA Manager

Melakukan tindakan yang diperlukan apabila standar mutu yang telah

ditetapkan tidak tercapai.

Bekerja sama dengan Manajer Project dalam merencanakan proses

pengendalian mutu sehingga dapat dihasilkan pengerjaan yang sesuai

dengan standar mutu yang telah ditetapkan.

8. Accounting

Melakukan pengaturan administrasi keuangan perusahaan.


Menyusun dan membuat laporan keuangan perusahaan.

Menyusun dan membuat laporan perpajakan perusahaan.

Bertanggung jawab mengurus slip gaji karyawan.

2.6 Disiplin dan Keselamatan Kerja

A. Disiplin Kerja
10

Disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati,

menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku

diperusahaan, baik itu yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup

menjalankan dan tidak membantah sanksi-sanksinya apabila melanggar aturan

yang berlaku dari perusahaan. Karna disiplin kerja sangat perlu guna memelihara

kesatuan kerja dengan melaksanakan instruksi kerja dari pengawasnya. Tindakan

yang dianggap pelanggaran yang bersifat membahayakan kesehatan dan

keselamatan diri sendiri dan orang lain maka pihak perusahaan memberi hukuman

sebagai berikut:

a) Peringatan.
b) Skorsing.
c) Pemecatan hubungan kerja yang mana surat peringatan berlaku

sebagai berikut:
1. SP 1 = 6 Bulan.
2. SP 2 = 6 Bulan.
3. SP 3/ terakhir = 6 Bulan.

B. Keselamatan Kerja
PT. Veronika sangat mementingkan keselamatan kerja para karyawan dan

juga orang lain yang juga mungkin terpengaruh lingkungan kerja. Dimana terbukti

bahwa dalam kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja berisi:


1. Partisipasi dan tanggung jawab karyawan. Supervisor bertangung jawab atas

tindakan bawahannya dan akan selalu mendukung perilaku pekerja aman.

Semua karyawan bertanggung jawab menghentikan tindakan aman melaporkan


11

area kerja aman kerja kepada manajemen. Untuk mematuhi peraturan dan

prosedur keselamatan dan kesehatan kerja.


2. Tujuan dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai

berikut:
Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja.
Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara

aman dan efisien.


Menjamin proses produksi berjalan lancar.

C. Alat Perlindungan Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat

bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu

sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh

pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja Republik Indonesia. Adapun

bentuk dari alat tersebut adalah:

1.Safety Helmet

Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara

langsung.

2. Sepatu pelindung (safety shoes)

Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari karet tebal

dan kuat. Berfungsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena

tertimpa benda tajam atau berat, benda panas, cairan kimia.


12

3. Sarung Tangan

Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi

yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di

sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.

4. Tali Pengaman (Safety Harness)

Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan menggunakan

alat ini di ketinggian lebih dari 1,8 meter.

5. Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)

Berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.

6. Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)

Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja (misalnya mengelas).

7. Masker (Respirator)

Berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan

kualitas udara buruk (misal berdebu, beracun).

2.7 Visi PT. Veronika Prima Sanita

Visi dari PT. Veronika Prima Sanita adalah Menjadi perusahaan yang

tangguh dan profesional dibidangnya, sehingga mampu bersaing dan stabil di

tengah pasar regional dan global secara bebas ke depan.


13

2.8 Misi PT. Veronika Prima Sanita

Misi dari PT. Veronika Prima Sanita sebagai berikut:

1. Mengurangi tingkat kesalahan kerja hingga dibawah 7% per tahun.


2. Menggunakan sumber daya manusia sesuai bidang dan kompetisinya

masing-masing.
3. Meningkatkan pelayanan dan mutu pekerjaan sehingga mampu

menambah nilai penjualan.

2.9 Jam Kerja

Adapun jam hari dan jam kerja yang ditetapkan perusahaan sebagai Berikut:

Hari Senin-jumat dari jam 08.00 17.00.

Hari Sabtu dari Jam 08.00 12.00.

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Teori Pengelasan

Teknologi pengelasan dimasa ini telah berkembang dengan pesat demi

memenuhi tuntutan terhadap kualitas produk yang semakin tinggi. Pengelasan

dilakukan untuk menyambung dua bagian logam menjadi satu, tanpa mengurangi

kekuatan dan bentuk dari material logam tersebut. Selain itu pengelasan cukup
14

ekonomis dan efisien karena cara penyambungannya dengan cara tetap artinya

tidak mudah membongkar atau melepasnya kembali.

Berdasarkan definisi dari biro klasifikasi asal Jerman, Deutche Industrie

Normen (DIN), Las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam

paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut

dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa

batang logam dengan menggunakan energi panas. Dan pada saat ini, telah

digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan

dengan hanya menekan dua logam yang disambung hingga terjadi ikatan antara

atom-atom dan molekul-molekul dari logam yang disambungkan. Berdasarkan

definisi tersebut di atas lalu secara garis besar pengelasan dapat dibagi dalam tiga

kelompok. Antara lain:

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai

mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang

terbakar.

2. Pengelasan tekan adalah pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan

kemudian ditekan hingga menyambung jadi satu.

3. Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan

dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair yang rendah.

Pada cara seperti ini logam induk tidak turut mencair.

Pada waktu ini teknologi pengelasan telah digunakan secara luas dalam

penyambungan batang-batang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi

mesin. Luasnya penggunaan teknologi ini disebabkan karena bangunan dan mesin
15

yang dibuat dengan menggunakan teknologi ini menjadi lebih ringan dan proses

pembuatannya sederhanan sehingga biaya keseluruhannya menjadi lebih murah.

Dalam praktek, proses pengelasan sangat banyak ragamnya demikian pula dengan

bentuk sambungan yang akan dilas, jenis kampuh mekanik las (weldment) dan

posisi pengelasan yang akan dilaksanakan. Proses pengelasan dapat pula

diterapkan dalam pengerjaan perbaikan (repair), pemotongan (cutting) dan

pelapisan. Logam-logam yang mudah dilas biasanya mempunyai titik leleh yang

tinggi yang kita sebut dengan logam komersil yang tidak tergantung dari

ketebalannya. Logam yang tidak mudah dilas biasanya diperlukan suatu teknik

dan alat khusus untuk mengerjakannya. Dapat tidaknya suatu logam dilas

biasanya tergantung dari sifat-sifat yang dimiliki logam tersebut, seperti titik

leleh, density, thermal, conductivity, kuat tarik dan lain-lain.

3.2 Pengertian Las

Las adalah penyambungan dua benda padat melalui pencairan perpaduan

dengan menggunakan las. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen

(DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan

yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat

dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa

batang logam dengan menggunakan energi panas. Pada waktu ini telah digunakan

lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan


16

hanya menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-

atom atau molekul-molekul dari logam yang disambungkan.

3.3 Prosedur Las

Pada umumnya pemenuhan persyaratan standard dan kode praktis

memerlukan persetujuan yang merinci jenis pengujian yang di persyaratan untuk

meyakinkan keterampilan juru atau operator las yang terlibat. Uji tanpa merusak

(non destructive test) dan uji merusak (destructive test) juga akan dirinci, dan

juga perlakuan panas pasca las (PWHT).

3.3.1 Faktor Faktor Penting Dalam Prosedur Las

A.Proses Las

Pada umumnya proses las yang diterima telah membuktikan bahwa

penerapannya telah lulus uji, sifat khusus suatu proses las akan mempengaruhi

prosedur las, misalnya beberapa aspek masing-masing proses las dapat

mempengaruhi tingkat kesempurnaan sambungan las. Sebagai contoh apabila las

listrik busur terpendam (submerged arc welding) digunakan dibawah kondisi yang

menghasilkan perbandingan yang terlalu besar antara kedalaman dan lebar jalur

las dapat mengakibatkan retak pembekuan (solidification crack).

B.Bahan Dasar

Bahan Dasar dapat mempengarui pengelasan. Misalnya pengaruh penyiapan

material ditentukan oleh komposisi kimiawinya. Retak disona terimbas panas


17

(heat effected zone) HAZ sangat dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan dasar

karenanya komposisi kimiawi ini perlu dikendalikan. Sifat bahan las juga dapat

dipengaruhi oleh komposisi kimiawi bahan dasar, terutama dimana pengelasan

menghasilkan tingkat dilusi yang cukup tinggi. Karena penting untuk diketahui

kandungan bahan panduan (alloy content). Elemen pembentuk Kristal dari bahan

dasar dapat mempengaruhi tingkat kekuatan dan pengerasannya..

3.4 Baja dalam Pengelasan

3.4.1 Pendahuluan

Besi dan baja merupakan jenis logam yang paling banyak digunakan

manusia untuk berbagai keperluan. Bahan ini telah banyak sumbangannya

terhadap perkembangan budaya manusia. Beberapa hal yang membuat jenis

logam ini banyak digunakan oleh manusia (Suherman, 1987), antara lain :

1. Jumlahnya di alam yang cukup melimpah dalam bentuk oksida atau sulfide

dalam biji besi. Mempunyai sifat mekanik (kekuatan, keuletan dll) yang

memadai.

2. Mudah dikerjakan baik dengan forming maupun dengan machining

sehingga mudah dibuat menjadi barang yang berguna bagi manusia.

3. Harganya relatif murah, dll.

Baja adalah jenis logam yang paling banyak digunakan dan pada dasarnya

baja merupakan paduan besi dan karbon dengan sedikit unsur lain (plain carbon

steel). Bila baja ini mengandung unsur lain dalam jumlah yang cukup besar
18

sehingga akan merubah sifat dari baja tersebut maka baja itu dinamakan baja

paduan (alloy steel).

Sifat baja banyak ditentukan oleh kadar karbonnya, disamping itu juga

unsur paduannya (jenis dan jumlahnya). Pengaruh kadar karbon terhadap struktur

mikro dan sifat mekanik utama dari baja karbon dapat dilihat pada gambar

berikut,

Gambar 3.1 Hubungan kadar karbon, struktur mikro dan sifat mekanik baja

karbon (Yusep Sukrawan).

Dalam Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa makin tinggi kadar karbon maka

makin tinggi pula kekerasan dari material sedangkan kekuatan hanya naik sampai

kadar karbon mencapai 0,8% sesudah itu kekuatan akan menurun, sedangkan

keuletan yang dinyatakan dengan elongation akan semakin menurun seiring

dengan kenaikan kadar karbon, laju penurunan akan sedikit berkurang pada

karbon 0,8%.
19

Di pasaran banyak terdapat berbagai jenis baja sehingga untuk memudahkan

dalam pemilihannya perlu diadakan klasifikasi, dalam hal ini pengelompokannya

dapat dilakukan menurut kekuatannya, komposisi kimia, struktur atom dan lain-

lain.

1.1.1 Klasifikasi Baja Karbon

Baja karbon (plain carbon steel) adalah paduan antara besi dan karbon

dengan sedikit unsur-unsur tambahan seperti Si, Mn, P, S, dan Cu. Sifat baja

karbon ini sangat dipengaruhi oleh kadar karbon yang terdapat pada baja tersebut,

kandungan karbon yang tinggi akan meningkatkan tingkat kekerasannya

(Hardenability) dan juga akan menaikkan tegangan tariknya (Tensile Strength), di

sisi lain dengan tingginya kadar karbon yang dimiliki akan menurunkan keuletan

(ductility) dan sifat mampu lasnya (wiryosumarto dan Okumura, 1996).

Pada konstruksi kapal, baja karbon adalah jenis baja yang sering dipakai.

Baja karbon memiliki kekuatan dan keuletan yang baik, tergantung pada

komposisi karbon yang terkandung. Berikut ini adalah klasifikasi baja yang

dipakai dalam dunia perkapalan dan pipa oil dan gas.

BAB 2. Baja Karbon

Baja karbon tersusun dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur

pengeras besi yang efektif dan murah, dan oleh karena itu umumnya sebagian

besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya

(Smallman, 1991).

Baja karbon dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

[1] Baja karbon rendah ( <0.30 % C)


20

a) Baja karbon rendah mengandung 0.04% C digunakan untuk plat strip

pada badan kendaraan.

b) Baja karbon rendah mengandung 0.05% C digunakan untuk keperluan

badan kendaraan.

c) Baja karbon rendah mengandung 0.15% - 0.25% C digunakan untuk

konstruksi dan jembatan.

[2] Baja karbon menengah (0.3% - 0.7%)

a) Baja karbon 0.35 0.45% C digunakan menjadi roda gigi dan poros.

b) Baja karbon 0.4% C digunakan untuk keperluan industri kendaraan,

mur, poros, engkol, batang torak.

c) Baja karbon 0.5 0.6% C digunakan untuk roda gigi.

d) Baja karbon 0.55 0.6% C digunakan untuk pegas.

Baja karbon menengah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Memiliki sifat mekanik lebih baik dari pada baja karbon rendah.

b. Lebih kuat dan keras dari pada baja karbon rendah dan tidak mudah

dibentuk oleh mesin.

c. Dapat dikeraskan dengan mudah (quenching).

[3] Baja karbon tinggi (0.6% - 1.7%)

a) Baja karbon 0.6 0.7% C digunakan untuk pembuatan pegas, perkakas

(landasan mesin, martil) dan alat potong.

b) Baja karbon 0.75 1.7% C digunakan untuk pembuatan pisau cukur,

mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin.

Baja karbon tinggi memiliki cirri-ciri sebagai berikut :

a. Sangat kuat dan keras serta tahan gesekan.


21

b. Sulit dibentuk dengan mesin.

c. Mengandung unsur sulfur dan fosfor mengakibatkan kurangnya sifat

liat.

d. Dapat dilakukan proses heat treatment yang baik.

Disamping unsur-unsur karbon sebagai campuran dasar dalam baja

terdapat campuran-campuran paduan yang lain yang jumlah presentasinya

disesuaikan dengan kebutuhan bahan yang akan dipergunakan. Unsur-unsur itu

antara lain :

a) Mangan

Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses

pembuatan baja. Kandungan mangan lebih kurang 0.6% masih belum dapat

sebagai paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak

memberikan pengaruh yang besar pada struktur baja dalam jumlah rendah.

Dengan bertambahnya kandungan mangan maka suhu kritis menurun secara

seimbang. Mangan membuat butiran lebih halus, penambahan unsur mangan

dalam baja dapat meningkatkan kuat tarik tanpa mengurangi regang, sehingga

baja dengan penambahan mangan memiliki sifat kuat dan kenyal (Amanto, 1999).

b) Silikon

Silikon sampai kadar 3.2% bersifat menurunkan kekerasan besi. Kadar

silikon menentukan beberapa bagian karbon yang terikat dengan besi, dan

beberapa bagian yang terbentuk grifit (kadar karbon bebas) setelah mencapai

keadaan seimbang. Kelebihan silikon akan membentuk ikatan yang keras dengan
22

besi sehingga dapat dikatakan silikon di atas 3.2% akan meningkatkan kekerasan

(Amanto, 1991).

c) Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu menurunkan

suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik atau

menaikan sifat kenyal, tahan panas, jika pada baja paduan terhadap unsur nikel

sekitar 25% maka baja dapat tahan terhadap korosi . Unsur yang mempunyai

bentuk kisi FCC (Face Centered Cubic) larut dengan baik dalam austenite dan

unsur yang mempunyai bentuk kisi BCC (Body Centered Cubic) larut dengan baik

dalam ferrit. Nikel adalah salah satu yang memiliki bentuk kisi FCC, yang larut

lebih baik dalam austenite dari pada dalam ferrit, sehingga mempengaruhi

penurunan kecepatan transformasi dan meningkatkan mampu kerasnya. Unsur

nikel yang bertindak sebagai tahan karat (korosi) disebabkan nikel bertindak

sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja (Armanto, 1999).

d) Kromium (Cr)

Sifat unsur kromium (Cr) dapat menurunkan kecepatan pendinginan kritis

(Cr sejumlah 1.5% cukup meningkatkan kekerasan dalam minyak). Penambahan

kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat

baja dapat dikeraskan (hardenability) lebih baik karena kromium dan karbon

dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambahkan kekuatan tarik dan

keplastisan serta berguna dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja
23

dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi. Kromium mempunyai kisi BCC yang

lebih baik larut dalam ferrit (Amanto, 1999).

BAB 3. Baja Paduan

Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar paduannya dibagi menjadi :

[1] Baja paduan rendah (low-aloy-steel), jika elemen paduan 2.5% misalnya

unsur Cr, Mn, S, Si, P dan lain-lain.

[2] Baja paduan menengah (medium-aloy-steel), jika elemen paduannya 2.5

10% misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain.

[3] Baja paduan tinggi (high-alloy steel ) jika elemen paduannya > 10%

misalnya unsur Cr, Mn, Si, S, P, dan lain-lain.

Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainnya,

karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerasan khusus yang dilakukan

dalam industri atau pabrik. Baja paduan dapat didefinisikan sebagai suatu baja

yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium,

molidben, vanadium, mangan, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh

sifat-sifat baja yang dikehendaki (Amanto, 1999).

3.5 Perlakuan Panas Pasca Pengelasan (Heat Treatment)

Heat Treatment adalah proses perlakuan panas yang dilakukan terhadap

material dengan tujuan tertentu, Heat Treatment terdiri dari proses utama, yaitu:

3.5.1 Pengerasan (Hardening)


24

Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau diatas

daerah kritis disusul dengan pendinginan cepat. Dalam proses ini dilakukan

dengan input panas dan transfer panas dalam waktu pendek. Tujuan Hardening

untuk merubah struktur baja sedemikian rupa sehingga diproleh struktur yang

martensit yang keras. Prosesnya adalah baja dipanaskan pada suhu tertentu antara

700 - 830 C (tergantung dari kadar karbon) kemudian ditahan pada suhu tersebut,

kemudian di dinginkan secara mendadak dengan media pendingin. Dalam proses

pendinginan mendadak tidak ada waktu yang cukup untuk berubah menjadi perlit

dan ferit atau perlit dan sementit.

3.5.2 Softening

Softening merupakan proses heat treatment dimana suatu material logam uji

dilakukan proses pemanasan atau proses pendinginan pada waktu tertentu yang

mempunyai tujuan untuk mendapatkan sifat material yang lunak/proses pelunakan

material sehingga mempermudah untuk proses permesinan selanjutnya.

3.5.3 Pelunakan (Annealing)

Annealing adalah proses heat treatment dimana bahan mengalami

pemanasan sampai temperatur yang sesuai dengan jenis Annealing yang akan

dilakukan kemudian menahannya pada suhu tersebut ( holding time) selama satu

jam setiap satu inci dengan pendinginan yang perlahan-lahan. Annealing adalah

pemanasan pada suhu yang cukup tinggi antara 50F diatas Ac3 dan 15F dibawah

Ac2 agar terjadi austeniasi sempurna, menahannya pada waktu temperatur tersebut

untuk waktu tertentu. Dalam setiap ketebalan atau diameter satu inci selama satu

jam, dan didinginkan pada suhu area ruangan secara perlahan lahan.
25

Tujuan dari proses ini adalah proses pelunakan sehingga baja yang keras

dapat dikerjakan melalui proses pemesinan atau pengerjaan dingin. Tujuannya

adalah:

1. Menghilangkan ketidak homogenan struktur.


2. Memperhalus ukuran butir.
3. Menghilangkan tegangan sisa.

Disamping itu juga pelunakan di lakukan untuk tujuan meningkatkan

keuletan dan mengurangi tegangan dalam yang menyebabkan material berperilaku

getas. Secara umum proses pelunakan dapat berupa proses normalizing, full

annealing dan spheroidizing.

3.5.4 Normalizing.

Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk

memperhalus dan menyeragamkan ukuran serta distribusi ukuran butir logam.

Proses ini diperlukan untuk komponen atau material yang mengalami proses

pembentukan seperti pengerolan dingin, tempa dingin dan pengelasan.


26

Gambar 3.2 Daerah Temperatur Perlakuan Panas


Sumber : Smith, WF (1982 : 463)

Proses normalizing yaitu dengan cara memanaskan material pada temperatur

55 sampai 85 0C diatas temperatur kritis. Kemudian ditahan untuk beberapa lama

hingga fasa secara penuh bertransformasi ke fasa austenit. Selanjutnya material

didinginkan pada udara terbuka hingga mencapai suhu kamar.

a. Full annealing.

Full annealing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk

melunakkan logam yang keras sehingga mampu dikerjakan dengan mesin. Proses

ini banyak dilakukan pada baja medium. Proses ini dilakukan dengan cara

memanaskan material baja pada temperatur 15 hingga 40 0C di atas temparatur A3

atau A1 tergantung kadar karbonnya. Pada temperatur tersebut pemanasan ditahan

untuk beberapa lama hingga mencapai kesetimbangan. Selanjutnya material

didinginkan dalam dapur pemanas secara perlahan-lahan hingga mencapai

temperatur kamar. Struktur mikro hasil full annealing berupa pearlit kasar yang

relatif lunak dan ulet.

b. Spheroidizing.

Baja karbon medium dan tinggi memiliki kekerasan yang tinggi dan sulit

untuk dikerjakan dengan mesin dan dideformasi. Untuk melunakkan baja ini

dilakukan proses spheroidizing.

Proses spheroidizing dilakukan dengan cara memanaskan baja pada

temperatur sedikit dibawah temperatur eutectoid, yaitu sekitar 700 0C. Pada

temperatur tersebut ditahan selama 15 hingga 25 jam. Kemudian didinginkan


27

secara perlahan-lahan di dalam tungku pemanas hingga mencapai temperatur

kamar.

3.5.5 Tempering
Tempering adalah pemanasan kembali antara 1000C-400C, yang bertujuan

untuk menurunkan kekerasan, pendinginan dilakukan dengan udara. Dalam proses

Tempering atom-atom akan berganti menjadi suatu campuran fasa-fasa ferrit dan

sementit yang stabil. Melalui proses tempering kekuatan tarik akan menurun

sedangkan keuletan dan ketangguhan pada material akan meningkat. Proses ini

jelas akan berakibat berubahnya struktur logam yang di quench.

3.6 Defenisi perlakuan panas (heat treatment)

Perlakuan panas atau heat treatment dapat didefinisikan sebagai kombinasi

operasi pemanasan dan pendinginan terhadap logam/paduan dalam keadaan padat

dengan waktu tertentu, dimaksudkan untuk memperoleh sifat tertentu. Stress

Relieving/Stress-Relief Anneling merupakan proses perlakuan panas yang

seringkali berhubungan dengan adanya perubahan struktur mikro yang terjadi

akibat adanya pemanasan. Stress Relieving/Stress-Relief Anneling adalah suatu

siklus pemanasan Yang bertujuan untuk menghilangkan internal stress dengan

cara pemanasan selama beberapa jam dengan pendinginan pada air, dimana

cirinya adalah pekerjaan mengalami pemanasan pada suhu 1500C 2500C Suhu

pemanasan bisa ditingkatkan akan tetapi holding time bisa jauh lebih singkat. Jika

pemanasan dengan suhu diatas 2500C, akan terjadi pengurangan kekerasan yang
28

besar dan sangat tidak diinginkan. Internal stress biasanya berasal dari mechanical

working, casting, welding, dan heat treatment itu sendiri.

3.7 Pengertian Post Weld Heat Treatment (PWHT)

Post Weld Heat Treatment (PWHT) merupakan salah satu proses heat

treatment yang tujuan utamanya untuk menghilangkan tegangan sisa pada hasil

welding. Material (terutama carbon steel) akan mengalami perubahan struktur

karena proses pemanasan dan pendinginan. Struktur yang tidak homogen inilah

yang menyebabkan tegangan sisa pada material pasca pengelasan (welding).

Dampak dari tegangan sisa ini material akan menjadi lebih keras akan tetapi

ketangguhannya kecil. Ini tentu sifat yang tidak diharapkan. Oleh sebab itu,

material harus dikembalikan ke sifat semula dengan cara pemanasan dengan suhu

dan tempo waktu (holding time) tertentu. Post Weld Heat Treatment adalah proses

pemanasan dan pendinginan pada logam untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu

yang di perlukan untuk suatu konstruksi, misalnya kekuatan (strength), kelunakan

(softness), memperhalus ukuran butir


29

Gambar 3.3. Siklus Termal Post Weld Heat Treatment (PWHT)

3.7.1 Prinsip dasar proses Post Weld Heat Treatment (PWHT)

Prinsip dasar proses PWHT adalah :

1. Heating merupakan proses pemanasan sampai temperatur diatas atau dibawah

temperatur kritis suatu material.


2. Holding adalah menahan material temperatur pemanasan untuk memberikan

kesempatan adanya perubahan struktur mikro.


3. Cooling adalah mendinginkan dengan kecepatan tertentu tergantung pada sifa

material yang diinginkan.

Post Weld Heat Treatment (PWHT) dilakukan pada material yang memiliki

ketebalan spesifik dan grade material tertentu:

Carbon steel dan LTCS untuk thickness diatas 20 mm.

Low Alloy Steel dengan kandungan Cr kurang dari 1/2%, dengan thickness

diatas 20mm.

Low Alloy Steel dengan kandungan Cr lebih dari 1/2%, dengan thickness

diatas 13 mm.

Ketentuan tersebut merujuk pada suatu standard code design & code

construction yang berlaku internasional, seperti ASME B31.8 untuk piping Gas

Transport, ASME Section VIII untuk pressure vessel dan ASME B 31.3 untuk

pipa pada Piping Process. Selain untuk menghilangkan tegangan sisa, PWHT juga
30

dilakukan untuk mencegah SCC (Stress Corrosion Cracking) untuk beberapa

corrosive environment seperti amine, sour service dan custic.

3.7.2 Tujuan Post Weld Heat Treatment (PWHT)

Post Weld Heat Treatment (PWHT) adalah bagian dari process heat

treatment yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk

setelah proses weldingan selesai. Material terutama Baja Karbon akan mengalami

perubahan struktur dan grain karena effect dari pemanasan dan pendinginan.

Struktur yang tidak homogen ini menyimpan banyak tegangan sisa yang membuat

material tersebut memiliki sifat yang lebih keras namun ketangguhannya lebih

rendah.

Untuk mengembalikan kembali kepada sifat yang diinginkan terutama

dalam ketangguhan maka struktur yang berubah tadi dikembalikan lagi ke struktur

semula melalui pemanasan pada waktu tertentu dan dalam jangka waktu tertentu

pula. Tergantung dari jenis material dan ketebalan material.

3.7.3 Post Weld Heat Treatment (PWHT) menurut AWS D1.1.

Dalam AWS D1.1 paragraph 3.14 Post Weld Heat Treatment dijelaskan

bahwa PWHT dapat dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Material yang di PWHT memiliki SMYS tidak melebihi 50 Ksi (345 MPa).

2. Material yang di PWHT bukan material Quench Tempered, Quenching and self

Tempering (QST), bukan material TMCP.

3. Material yang akan di PWHT tidak mensyaratkan impact test pada Base Metal,

HAZ atau weld metal.


31

4. Adanya data pendukung kalau material yang di PWHT memiliki strength dan

ductility yang cukup.

5. PWHT harus di proceed sesuai dengan para 5.8.

3.7.4 PWHT menurut ASME B31.I.

1. Post Weld Heat Treatment (PWHT) yang dilakukan harus tertulis secara

khusus dalam WPS yang akan di gunakan. Post Weld Heat Treatment

(PWHT) menjadi factor essential dalam pembuatan WPS berdasarkan

ASME IX.
2. Engineering design harus melakukan pengkajian khusus masalah heat

treatmen dimana quality weldment memenuhi dari requirement code.


3. Heat treatment untuk material yang dibending atau forming sesuai para

332.4

Yang harus diperhatikan dalam PWHT .

Proses Post Weld Heat Treatment (PWHT) dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu memasukkan benda uji kedalam dapur atau melakukan pemanasan setempat

localized didekat daerah weldingan saja. Metode mana yang akan dilakukan lebih

bersifat kepada pertimbangan ekonomis saja.

Parameter parameter dalam Post Weld Heat Treatment (PWHT) yang perlu dijaga

adalah :

1. Heating rate .
2. Holding temperatur.
3. Cooling Rate.

3.7.5 Persiapan sebelum Post Weld Heat Treatment (PWHT)


32

Dalam melakukan Post Weld Heat Treatment (PWHT) banyak hal yang

harus diperhatikan agar tujuan dari PWHT ini dapat tercapai. Faktor factor

penting yang harus diperhatikan diantaranya :

1. Expansion area: Karena proses panas akan mengakibatkan terjadinya

pemuaian dan expansi material maka harus di perhatikan bahwa saat stress

relieve material tersebut tidak mengalami restraint.

2. Insulasi: Saat element sudah terpasang dengan benar maka area disekitar

(adjacent) element harus ditutup dengan kowool atau ceramic fiber untuk

menjaga kestabilan suhu.

3. Cleaning Material : Material harus bersih dari segala grease , oil.

4. Support material : Proses pemanasan akan mengakibatkan terjadinya

pelunakan material. Dengan adanya gaya gravitasi maka material yang akan

di PWHT harus diberikan support sehingga tidak terjadi distorsion.

3.8 Pengujian kekerasan

3.8.1 Pengertian

Kekerasan suatu bahan didefinisikan sebagai ketahanan suatu bahan

terhadap penetrasi material lain pada permukaannya. Terdapat tiga jenis mengenai

ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan pengujiannya. Ketiga

jenis tersebut adalah:

1. Kekerasan goresan (Scratch Hardness).


2. Kekerasan lekukan (Identation Hardness).
3. Kekerasan pantulan (Rewbound Hardness) atau kekerasan dinamik

(DynamicHardness).

3.8.2 Uji Kekerasan Rockwell


33

Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor

berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material

uji tersebut.

3.8.3 Uji Kekerasan Brinell

Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk menentukan

kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja

(identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (spesimen).

Idealnya, pengujian Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki

permukaan yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf. Identor (bola

baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari bahan Karbida

Tungsten.

3.8.4 Pengujian Kekerasan dengan Metode Meyer

Prinsip kerjanya sama dengan pengujian Brinell, juga menggunakan bola

baja, tetapi kekerasan dihitung berdasarkan luas proyeksi tapak tekan, sehingga

tidak tergantung pada besar gaya tekan.

3.8.5 Pengujian kekerasan dengan Metode Microhardness

Pengujian dilakukan untuk daerah yang sangat kecil (ex. pada satu struktur

mikro), dengan gaya tekan yang sangat kecil (1 1000 gr) dengan menggunakan

mesin yang dikombinasikan dengan mikroskop.

3.9 Faktor Penyebab Terjadinya Retak Pada Pengelasan

3.9.1 Retak Dingin Di Daerah Pengaruh Panas, HAZ (Heat Effected Zone)
34

Retak Dingin atau cold cracking di daerah pengaruh panas atau HAZ (Heat

Effected Zone) umumnya tidak langsung terbentuk saat pengelasan. Retak jenis ini

terjadi setelah proses pengelasan selesai, biasanya setelah beberapa menit sampai

dua hari atau bahkan bisa lebih lama lagi. Karena retak terjadi setelah pengelasan

selesai, maka retak ini disebut retak lambat. Retak yang terbentuknya terlambat

dibanding proses pengelasannya. Retak ini biasa juga disebut delay crack.

Gambar 3.4 menunjukkan beberapa contoh dari retak dingin yang biasa

terjadi pada daerah pengaruh panas, atau HAZ (Heat Effected Zone).

Gambar 3.4. : Skematika Retak Dingin Di Daerah Pengaruh Panas

Sumber : Ardra.biz

Factor Yang Menyebabkan Timbulnya Retak Dingin adalah:

1. Struktur mikro atau fasa yang terdapat pada daerah pengaruh panas.

2. Hydrogen difusi di daerah las.

3. Tegangan yang dimiliki di daerah las.


35

3.1.1 Struktur Mikro Daerah HAZ (Heat Effected Zone).

Struktur mikro yang terbentuk di daerah pengaruh panas, atau HAZ (Heat

Effected Zone) ditentukan oleh komposisi kimia logam induk, atau base metal dan

pola atau kecepatan pendinginan dari daerah las. Kombinasi komposisi dan laju

pendiningan dapat membentuk fasa-fasa yang sensitive terhadap timbulnya retak.

Untuk logam baja, retak dinging di daerah pengaruh panas, HAZ (Heat

Effected Zone) biasanya terjadi pada daerah yang berfasa martensite. Beberapa

unsur yang ditambahkan sebagai paduan akan mempertinggi sifat mampu keras

baja dan dapat mempertinggi sensitifitas retak dingin. Artinya beberapa unsur

yang ditambahkan akan menyebabkan logam yang dilas menjadi lebih mudah

retak. Untuk itu, harus diusahakan kandungan unsur paduan tersebut dibuat

serendah mungkin.

Pengaruh komposisi atau unsur terhadap sensitifias retak, atau kepekaan

retak dingin di daerah pengaruh panas diakomodasi dengan nilai karbon ekuivalen

yang dinotasikan dengan Cek dan nilai parameter retak yang dinotasikan dengan

PCM.

Formula untuk nilai karbon ekuivalen adalah sebagai berikut:

Cek = C + Mn/6 + Si/24 + Ni/40 + Cr/5 + Mo/4 + V/14 (%)

Formula untuk nilai parameter retak adalah sebagai berikut:

PCM = C + Mn/20 + Si/30 + Ni/60 + Cr/20 + Mo/15 + V/10 + 5B (%)


36

Nilai karbon ekuivalenu dan parameter retak berkorelasi positif dengan

kesensitifan terjadinya retak. Artinya kepekaan baja terhadap retak dingin akan

turun, jika nilai karbon ekuivalen dan parameter retak juga turun. Sejauh mungkin

gunakan baja yang memiliki nilai karbon ekuivalen dan nilai parameter retak yang

rendah. Pengaruh unsur-unsur paduan atau komposisi kimia dalam karbon

ekuivalen terhadap kepekaan retak dapat dilihat pada Gambar 3.5 di bawah.

Gambar 3.5 : Hubungan Kepekaan Retak Dan Karbon Ekuivalen

Sumber : ardra.biz

Paduan atau unsur yang ditambahkan pada baja, merupakan usaha untuk

mendapatkan sifat mekanik yang lebih tinggi. Dengan demikian, ketika nilai

karbon ekivalen harus diturunkan, maka sifat mekanik baja yang diperoleh juga

akan turun. Agar diperoleh sifat mekanik yang masih dapat memenuhi

persyaratannya, maka harus diatur jenis unsur dan jumlahnya yang tidak

memberikan pengaruh terlalu besar terhadap sensitifitas retak.

Usaha lain yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki atau memilih

kondisi pengerolan yang dapat meningkatkan sifat mekanik atau dengan mengatur
37

proses perlakuan panas yang digunakan. Pada kebanyakan baja, nilai karbon

ekuivalen yang disarankan adalah kurang daripada 0,5 dan nilai parameter retak

kurang daripada 0,36 Hidrogen Difusi Dalam Daerah Las

3.1.2 Hidrogen Difusi Dalam Daerah Las

Kandungan hydrogen dalam baja juga mempengaruhi kepekaan terhadap

timbulnya retak. Pada saat pengelasan, logam las cair, weld metal menyerap

hydrogen dalam jumlah yang relative besar. Hidrogen dalam logam cair ini akan

diserap oleh logam pada daerah pengaruh panas bersamaan dengan terjadinya

pembekuan logam las cair. Hal ini terjadi karena, kelarutan hydrogen pada

temperatur rendah sangat terbatas, sehingga kelebihannya dilepas ke daerah HAZ

(Heat Effected Zone) .

Kelarutan hidrogen dalam besi dapat dilihat pada Gambar 3.6 di bawah,

tampak bahwa semakin rendah temperatur, maka kelarutan hidrogen semakin

rendah. Pada saat cair kelarutan hidrogen mencapai lebih dari 0,0025 persen.

Ketika logam sudah membeku, dan mencapai temperatur sekitar 600 0 celcius,

kelarutannya kurang dari 0.0002 persen.


38

Gambar 3.6 : Hubungan Kelarutan Hidrogen Dalam Besi Dengan Temperatur

Sumber : ardra.biz

Kelebihan kandungan hydrogen dalam logam cair akan dilepas dengan cara

difusi ke daerah pengaruh panas. Kandungan hydrogen pada daerah pengaruh

panas menjadi naik. Hydrogen yang berdifusi ini menyebabkan terjadinya retak

pada daerah pengaruh panas, HAZ.

3.2. Faktor Yang Meningkatkan Hydrogen Pada Logam Las Cair

1. Air dan zat organic yang terkandung dalam flux.

2. Kelembaban Atmosfir tempat pengelasan dilaksanakan.

3. Minyak, zat organic dan air pada rongga dan permukaan logam yang akan

dilas.

4. Minyak, zat organic, dan air pada kawat las.

Gambar 4 di bawah menunjukkan hubungan antara kadar hydrogen difusi

dalam logam las dengan kelembaban udara. Kandungan hydrogen difusi dalam

logam las berkorelasi positif terhadap kelembaban udara tempat pengelasan

dilakukan. Artinya, jika pengelasan dilakukan pada tempat yang lembab, maka

logam las akan mengandung hydrogen tinggi. Hal ini akan menyebabkan

kecenderungan terbentuknya retak dingin atau delay cracking. Jadi jangan


39

melakukan proses pengelasan pada saat hujan atau baru turun hujan. Lakukan

pengelasan pada tempat yang udaranya relative kering.

Gambar 4. Hubungan Kadar Hidrogen Difusi Dengan Kelembaban Udara.

Sumber : ardra.biz

3.3. Cara Menghilangkan Mengurangi Hydrogen adalah:

1. Memberikan pemanasan awal pada logam yang akan dilas pada temperatur

500C 2000C. Hal ini berguna untuk menurunkan laju kecepatan

pendinginan

2. Memberikan pemanasan akhir atau setelah pengelasan pada temperature

200 3000C. Berguna untuk menurunkan tegangan sisa dan mengurangi

fasa-fasa tidak stabil pada temperature ruang.

3. Menggunakan flux yang mengadung banyak karbonat. Dengan flux ini

akan dihasilkan gas kabon dioksida yang dapat menurunkan tekanan

parsial hydrogen dalam busur listrik, sehingga dapat menurunkan

hydrogen difusi..

4. Sedapat mungkin menggunakan kawat las yang mengandung hydrogen

sangat rendah.

5. Panaskan elektroda sebelum digunakan untuk mengurangi kandungan air,

atu zat organic pembawa hydrogen.

6. Sebaiknya menggunakan gas pelindung CO2 atau lainnya.


40

3.3.1 Tegangan Pada Daerah Las

Selama pengelasan timbul tegangan yang tidak hilang setelah benda kerja

mencapai temperatur ruang. Tegangan yang mempengaruhi terjadinya retak dingin

adalah tegangan sisa dan tegangan termal. Teganagan sisa yang terbentuk sangat

dipengaruhi oleh metoda las, rancangan las, prosedur, dan tebal benda kerja.

Benda kerja yang lebih tebal akan memiliki kepekaan retak semakin tinggi.

Artinya makin tebal benda kerja, makin rentan terhadap timbulnya retak dingin.

Tabel 1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tegangan Sisa Pada

Hasil Pengelasan.

Tebel 1 memperlihatkan factor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap

timbulnya retak dingin pada daerah las. Kejadian retak dingin lebih didominasi

oleh factor desain yang tidak cocok untuk pengelasan. Dan prosedur pengelasan

memegang peran penting kedua setelah desain.


41

BAB IV

PENGUMPULAN DATA DAN PEMBAHASAN PROSES PENGERJAAN

POST WEL HEAT TREATMENT (PWHT)

4.1 Metode Pengumpulan Data

Adapun data yang dikumpulkan dari penelitian mengenai pengerjaan Post

Weld Heat Treatment (PWHT) pada material pipa carbon stell di PT. Veronika

Prima Sanita. Data-data yang dikumpulkan dalam melakukan laporan ini ada

beberapa bagian diantaranya:

4.1.1 Bentuk Mesin PWHT

Mesin PWHT yang digunakan pada perusahaan ini adalah Mesin PWHT

localize karna mesin ini bisa dibawa berpindah tempat dan ada juga mesin PWHT

yang dibilang menetap yaitu gas firing karna menggunakan chamber untuk tempat

memanaskan material alat yang digunakan untuk memanaskan yaitu gas. Mesin

PWHT localize digunakan untuk pipa, vessel, dan plat.


42

Gambar 4.11: Mesin PWHT Lokalize

4.1.2 Peralatan Mesin PWHT dan Fungsinya

Peralatan Mesin PWHT sangat berguna untuk menjalankan sebuah proses

PWHT dikarenakan alat-alat yang digunakan berfungsi untuk menyalurkan panas

dari mesin PWHT ke material yang ingin di PWHT. Beberapa peralatan dan

fungsinya antara lain:

a. Chart Recorder
Chart Recorder berfungsi untuk menbuat record dalam proses melakukan

PWHT dalam bentuk graphic dan di graphic kita bisa melihat hasil proses

heating, holding, dan cooling yang diinginkan Customer.

Gambar 4.12 : Gambar Chart

Record PWHT
Sumber :

www.cifra.com.ph
43

b. Chart Control
Fungsinya untuk mengontrol jalannya proses PWHT agar kita dapat melihat

proses parameter-parameter pada pengerjaan PWHT seperti proses heating,

holding, cooling.

Gambar 4.13 : Chart Control

Sumber : PT. Veronika

Dari Gambar 4.13 Diatas adalah proses jalannya PWHT dari nomor satu kedua

disitu menjelaskan proses jalan heating ke holding dengan suhu yang di

tentukan, lalu dari nomor dua ke nomor tiga adalah proses holding dari proses

holding yang dilihat adalah waktu yang digunakan dalam proses holding ini ,

dan proses selanjutnya adalah proses cooling.


44

c. Heater

Heater adalah sebuah elemen yang digunakan untuk mememanaskan material

adapun elemen yang digunakan untuk memanaskan material dalam proses

PWHT adalah cramic.

Gambar 4.14 : Heater Bahan dari keramik

Sumber : PT. Veronika

d. Gelas wool
Guna dari gelas wool adalah untuk menutup elemen panas yang digunakan

agar menjaga kestabilan suhu.

Gambar 4.15 : Gelas Wool

Sumber : www.archiexpo.com
45

e. Kabel

Kabel ini gunanya untuk mentransmisikan panas yang dihasilkan pada Mesin

lalu disalurkan ke beberapa elemen yang menghasilkan panas seperti ke heater

dan Thermocouple yang mengukur suhu panas dari material dan ditransmisikan

ke Chart Control dan Recorder.

Gambar 4.16 Kabel pada mesin PWHT

Sumber: PT Veronika

f. Thermocouple

Thermocouple ini fungsinya untuk mengukur perubahan panas atau suhu yang

ada pada material yang akan di PWHT.

Gambar 4.17 : Thermocouple type k


46

Sumber : www.etl-trade.com

g. Trafo tack weld


Sebuah alat yang digunakan untuk melekatkan atau tack weld ujung kawat

thermocouple ke material yang ingin di PWHT.

Gambar 4.18: Trafo Tack Weld

Sumber: PT. Veronika

4.2 Langkah-langkah Proses Pengerjaan PWHT Pipe CS 5L X 65

4.2.1 Instalasi awal Semua Elemen

Adapun beberapa instalasi awal dilakukan tujuan nya adalah sebagai

langkah awal untuk melakukan PWHT antara lain:

1. Pemasangan thermocouple
Pemasangan thermocouple ini sangat perlu karena fungsi thermocouple ini

untuk mengukur perubahan suhu pada material yang di PWHT. Dalam

peletakan Thermocouple kita harus paham posisi yang akan kita tack weld.

120
47

Gambar 4.19: Letak Thermocople gambar 4.20: Pemasangan

thermocouple Pada Pipa 16

Dari gambar 4.19 menunjukkan gambar yang warna merah adalah letak

thermocouple dan masing-masing sudutnya 1200. Menurut prosedur PWHT pada

pipa diameter 16 letak thermocouplenya diberi 3 sisi, jika pipanya diameter 12

sampai 14 thermocouple yang digunakan 2 thermocouple . Dan pemasangannya

juga harus dipastikan kuat dikarenakan alat ini digunakan untuk mengukur

perubahan suhu yang ada pada material disaat pemanasan dilakukan.


2. Pemasangan heater
Heater dipasang ke seluruh bagian yang sudah di weld.

Gambar 4.20: Pemasangan Heater

3. Dilindungi oleh gelas wool


Heater yang sudah terpasang lalu dibalut dengan gelas wool agar suhu panas

yang dihasilkan heater bisa stabil.


48

Gambar 4.21: Pemasangan Gelas Woold

Sumber: PT.Veronika

Setelah proses instalasi elemen selesai, baru kabel yang ada pada heater

disambung ke kabel yang panjang untuk mentransmisikan ke mesin PWHT.

Sambungan thermocouple di transmisikan kebeberapa chat recorder, dan control

agar dapat mendeteksi suhu panas yang ada pada material yang akan ditest.

4.2.2 Mesin PWHT Dan Chart Record

Pastikan instalasi elemen komplit dan aman, connect kabel chart recorder

dan chart control ke power source, atur heating temperature, holding temperature,

dan cooling temperature time dan siap untuk dijalankan.

Dalam melakukan PWHT banyak Hal yang harus diperhatikan agar tujuan

dari PWHT ini dapat berjalan dengan lancar. Adapun tujuan PWHT yang harus

diperhatikan sebagai berikut:

1. Expansion area : Karena proses panas akan mengakibatkan terjadinya

pemuaian dan expansimaterial maka harus di perhatikan bahwa saat stress

relieve material tersebut tidak mengalami restraint.


49

2. Insulasi : Saat element sudah terpasang dengan benar maka area disekitar

(adjacent) element harus ditutup dengan wool atau ceramic fiber untuk

menjaga kestabilan suhu.


3. Cleaning Material : Material harus bersih dari segala grease, oil.
4. Support material : Proses pemanasan akan mengakibatkan terjadinya

pelunakan material.Dengan adanya gaya gravitasi maka material yang

akan di

PWHT harus diberikan support sehingga tidak terjadi distorsion.

5. Record PWHT : Semua kegiatan PWHT harus dilakukan pencatatan

terhadap parameter-parameter dan element lainnya yang dianggap

essential sesuai kesepakatan antara fabricator dan owner. Secara garis

besar faktor penting yang harus di catat dalam report PWHT


adalah :1. Identitas dari Material (tracebility, Spool No, or etc).
2. Waktu dilakukan PWHT

6. Pastikan thermocouple tidak menempel.

4.3 Hasil Akhir Pengerjaan Post Weld Heat Treatment (PWHT) Pada Pipa

Baja Karbon API 5L X 65

4.3.1 Material Pipa yang Sudah Di Post Weld Heat Treatment (PWHT)

Pipa baja API 5L grade X65 merupakan jenis pipa yang banyak dipakai

pada struktur anjungan minyak bumi dan gas. Pipa baja jenis ini banyak

digunakan pada pipa penyalur gas, air, dan minyak karena lebih efisien dan

ekonomis. Pipa API 5L grade X65 memiliki kekuatan luluh minimum (minimum

yield strength) sebesar 448 MPa atau sama dengan 65000 psi. Pipa ini merupakan

jenis pipa baja karbon dengan kandungan karbon maksimum 0,28% . Pipa yang
50

digunakan adalah jenis pipa Carbon Stell, setelah melalui proses pengelasan,

pengujian lalu dilakukan proses PWHT guna menghilangkan tegangan sisa

material. Pada pengerjaan PWHT digunakan mesin PWHT localize.

Gambar 4.22 : Gambar Setelah PWHT dilakukan

4.3.2 Report dan Record PWHT :

Semua kegiatan PWHT harus dilakukan pencatatan terhadap parameter-

parameter dan element lainnya yang dianggap essential sesuai kesepakatan dan eq

code antara fabricator dan owner. Secara garis besar faktor-faktor penting yang

harus di catat dalam report PWHT adalah :

1. Identitas dari Material.

2. Waktu diakukan PWHT.

3. Temperatur record dalam bentuk dot grafik atau sejenisnya.

4. Personel PWHT.
51

Dari Proses pengerjaan PWHT pada material terdapat Record untuk bukti

bahwa pengerjaan PWHT dilakukan seperti gambar 4.24 dimana Suhu heating

dari O0C-6200C waktu yang dicapai 3 jam, dan setelah suhu mencapai 620 oC baru

berjalan proses holding dengan waktu yang digunakan 1 jam dan selanjutnya

proses pendinginan (cooling) mendinginkan dengan kecepatan tertentu dan suhu

yang diinginkan.
52

Gambar 4.23: Report Pwht


53

Gambar 4.24: Record PWHT

4.4 Manfaat post weld heat treatment (PWHT)

Beberapa manfaat yang ada dalam melakukan Post Weld Heat Treatment

(PWHT) adalah untuk menghilangkan tegangan sisa pada material yang di


54

Welding, Selain untuk menghilangkan tegangan sisa, PWHT juga dapat

menghilangkan Hidrogen yang ada pada material weldingan karena dengan

adanya hydrogen bisa mengakibatkan retak atau crak akan mudah terjadi maka

diperlukan pemanasan PWHT agar hydrogen yang ada pada weldingan agar bisa

dapat keluar perlahan-lahan, dan dilakukan proses PWHT juga dapat mengurangi

kekerasan pada material karena kekerasan pada material juga dapat menimbulkan

kegetasan pada material karena Post Weld Heat Treatment adalah proses

pemanasan dan pendinginan pada logam untuk mendapatkan sifat-sifat tertentu

yang diperlukan untuk suatu konstruksi, misalnya kekuatan (strength), kelunakan

(softness), memperhalus ukuran butir. Dalam melakukan post weld heat treatment

(PWHT) Parameter yang perlu dijaga adalah

1. Heating Rate.
2. Holding Rate.
3. Cooling Rate.

4.4 Uji Kekerasan (Hardness Test)

Setelah proses PWHT sudah dilakukan lalu ke tahap pengujian untuk

mengetahui perbedaan kekerasannya sebelum di PWHT dan sesudah di PWHT,

Adapun pengujian yang dilakukan adalah uji kekerasan(Hardness Test)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
55

Dari hasi pembahasan mengenai pengerjaan PWHT pada material pipa Baja

Karbon API 5L x 65 dapat di beri kesimpulan sebagai berikut:

1. PWHT adalah bagian dari Heat Treatment yang bertujuan untuk

menghilangkan atau mengurangi tegangan sisa yang terbentuk setelah proses

welding Selesai.

2. Proses Heating berfungsi untuk proses pemanasan sampai temperatur tertentu

dan dalam periode tertentu. Bertujuan untuk memberikan waktu agar

terjadinya perubahan struktur dari atom-atom dapat menyeluruh.

3. Proses Holding berfungsi untuk proses penahanan pemanasan pada

temperatur tertentu. Bertujuan memberikan waktu agar terbentuk struktur

yang teratur dan seragam sebelum proses pendinginan.

4. Proses Cooling berfungsi proses pendinginan dengan kecepatan tertentu.

Bertujuan untuk mendapatkan struktur fisik maupun sifat mekanis yang

diinginkan.

5.2 Saran

Dalam pengerjaan Laporan Kerja Prektek (KP) ini masih terdapat

kekurangan yang mana nantinya dapat dikembangkan lagi. Untuk itu saran yang

perlu diperhatikan adalah:


56

1. Harus ada komitmen dari para pelaksana proses pengelasan ( Welding

inspector, Supervisor dan welder ) untuk dapat melaksanakan prosedur sesuai

standart.

2. Diharapkan pengontrolan heat input lebih diperhatikan, sehingga panas yang

masuk akan mengurangi tegangan sisa yang ada, tentunya nilai dari heat input

tidak boleh turun .

3. Jika panas yang masuk semakin besar (sesuai dengan ketentuan 30-70%) maka

kemungkinan tegangan sisa yang berkurang juga akan besar.

4. Pastikan heating, holding, cooling pada waktu melaksanakan PWHT harus

dijaga benar agar proses jalannya PWHT bisa berjalan lancar.

5. Memperbanyak titik yang diamati dalam uji kekerasan. Sehingga nilai

kekerasan yang diperoleh akan lebih teliti.

Anda mungkin juga menyukai