Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERMODELAN DAN ESTIMASI CADANGAN

ENDAPAN INTAN KIMBERLIT

Disusun Oleh:

Heri Carlos Pradya Utama S 710014262

Rosmina Rabbang 710014014

Fiqriansyah Nani 710014107

Bernardus P 710014233

Widi Supriyono 710014103

Adhi Wijayanta 710014101

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL (STTNAS)

YOGYAKARTA

2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Kurikulum Mata Kuliah Permodelan dan
Estimasi Cadangan pada Jurusan Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
Yogyakarta

Disusun Oleh:

Heri Carlos Pradya Utama S 710014262

Rosmina Rabbang 710014014

Fiqriansyah Nani 710014107

Bernardus p 710014233

Widi Supriyono 710014103

Adhi Wijayanta 710014101

Yogyakarta, September 2016

Menyetujui
Dosen Pembimbing,

(A.A. INUNG ARIE A, S.T, M.T)


NIP : 19730248

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah permodelan dan estimasi cadangan ini
dengan baik. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi mata Kuliah Permodelan dan Estimasi Cadangan pada Program Studi Teknik
Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (STTNAS) Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tulisan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang telah memberi kesempatan, bimbingan serta bantuan moril maupun
materil sehingga tulisan ini dapat diselesaikan, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan
rasa terimakasih kepada Yth :
1. Bapak A.A ARI INUNG AD, ST MT selaku dosen Mata Kuliah Permodelan dan
Estimasi Cadangan jurusan Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional
(STTNAS) Yogyakarta.
2. Teman Kelompok yang telah bekerjasama dan membantu menyusun laporan ini.
3. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan Makalah Permodelan
dan Estimasi Cadangan
Akhir kata semoga Makalah Permodelan dan Estimasi Cadangan ini dapat bermanfaat
bagi teman-teman mahasiswa Teknik Pertambangan dan juga pembaca lainnya.Amin.

Yogyakarta, September 2016

Penulis

3
Daftar Isi

Halaman Judul ....................................................................................................................1

Halaman Pengesahan ..........................................................................................................2

Kata Pengantar ....................................................................................................................3

Daftar Isi .............................................................................................................................4

Bab I Pendahuluan ..............................................................................................................5

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................5


1.2 Tujuan ........................................................................................................................6
1.3 Manfaat .....................................................................................................................6

Bab II Dasar Teori ...............................................................................................................7

2.1 Proses Epitermal Endapan Intan Kimberlite .............................................................. 7

2.2 Genesa Endapan Intan Kimberlite .............................................................................. 11

2.3 Interaksi Fluida ........................................................................................................... 11

2.4 Tipe Alterasi ............................................................................................................... 12

2.5 Model Konseptual Endapan ....................................................................................... 13

2.6 Mineral Indikator Kimberlit...................................................................................... 14

2.7 Permodelan dan Struktur Kimberlit.......................................................................... 14

Bab III Pembahasan ............................................................................................................17

3.1 Studi Kasus .................................................................................................................17

3.2 Metode Penambangan ................................................................................................19

3.3 Manfaat .......................................................................................................................19

3.4 Aspek Ekonomi.......................................................................................................... 20

Bab IV Penutup ...................................................................................................................21

Daftar Pustaka .....................................................................................................................23

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak yang berpikiran bahwa Intan yang isinya Carbon merupakan proses
metamorfose dari batubara tingkat tinggi. Mengharapkan bahwa bila mendapatkan
antracite nantinya akan ketemu juga intan karena intan merupakan proses kelanjutannya.
Namun kenyataannya keterdapatan intan berasosiasi dengan intrusive breccia. Atau dalam
kehidupan sehari-hari merupakan sebuah cerobong gunung api.

Intan termasuk dalam kelompok bahan galian mineral yang terbentuk secara alami di
kedalaman tertentu dari permukaan bumi, termasuk dalam kelompok mineral Carbon
sebagai mineral utama penyusun intan (diamond).

Mineral Carbon terdapat di alam dengan 3 bentuk dasar, yaitu sebagai :

1. Diamond (Intan)- Sangat Keras, dengan kristal (berwarna) jernih

2. Graphite- Lunak, berwarna hitam, tersusun dari (unsur) carbon murni, struktur
molekulernya tidak padat sekuat diamond (intan), hal tersebutlah yang
menjadikan graphite lebih lunak dibandingkan diamond.

3. Fullerite, merupakan mineral yang terbuat dari molekul yang berbentuk bulat
sempurna yang tersusun dari 60 atom Carbon

Intan terbentuk pada kedalaman 100 mil (161 Km) di bawah permukaan bumi, pada
batuan yang cair pada bagian mantel bumi yang memiliki temperature dan tekanan
tertentu yang memungkinkan untuk merubah (mineral) carbon menjadi intan.

Kebanyakan intan yang kita temukan sekarang merupakan hasil pembentukan proses
jutaan-milyar tahun yang lalu, erupsi magma yang sangat kuat membawa intan-intan
tersebut ke permukaan, membentuk pipa kimberlite, penamaan kimberlite berasal dari
penemuan pertama pipa tempat intan berada tersebut di daerah Kimberley, Afrika Selatan.

Intan juga dapat ditemukan di dasar sungai sebagai endapan yang kita sebut sebagai
endapan intan alluvial, pada dasarnya intan type alluvial juga berasal dari pipa Kimberlite
purba yang kemudian mengalami proses geologi lanjutan berupa pengangkutan oleh air
atau glacier yang berlangsung pada jutaan-milyar tahun yang lalu, sehingga intan-intan

5
yang berasal dari pipa kimberlite tersebut terbawa bermil-mil jauhnya dari tempat asalnya
dan kemudian terendapkan di dasar sungai. Intan ditemukan di alam dalam bentuk batu
yang masih kasar, sehingga harus melalui beberapa proses terlebih dahulu agar tercipta
sebagai perhiasan yang berkilau untuk kemudian menjadi barang yang komersil.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui proses terbentuknya intan kimberlit
2. Mengetahui tentang keberadaan intan kimberlit
3. Mengetahui faktor-faktor keterdapatan intan kimberlit

1.3 Manfaat
1. Mengetahui proses terbentuknya intan kimberlit
2. Mengetahui tentang keberadaan intan kimberlit
3. Mengetahui faktor-faktor keterdapatan intan kimberlit

6
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Proses Terbentuknya Endapan Intan KImberlite

Kimberlit adalah batuan beku yang dikenal dalam dunia pertambangan dan
geologi sebagai batuan yang mengandung berlian. Namanya sendiri berasal dari nama
sebuah kota di Afrika Selatan, Kimberley, di mana pada tahun 1871 di kota tersebut
ditemukan berlian dengan kadar 83.5 karat(16.70 g).

Gambar 1.1. Sampel batuan kimberlit

Kimberlit biasanya hadir pada kerak bumi dalam struktur vertikal yang dikenal
sebagai kimberlites pipes, dan juga berupa dyke dan sills. Kimberlite pipes adalah
sumber ekstraksi berlian yang paling penting saat ini. Konsensus yang berkembang di
dunia geologi menyatakan bahwa kimberlit terbentuk pada bagian mantel bumi yang
dalam. Pembentukan terjadi pada kedalaman sekitar 150 dan 450 km(93 dan 280 mil),
secara potensial terbentuk dari komposisi mantel bumi yang bersifat eksotik, dan
dierupsikan secara berulang-ulang dan terus-menerus, seringkali disertai dengan
kehadiran komponen karbon dioksida dan material volatil. Faktor kedalaman dari
zona peleburan dan pembentukannyalah yang mengakibatkan kimberlit sangat
potensial untuk menjadi batuan yang mengandung xenochrist berlian.

7
Gambar 1.2 Model keterdapatan kimberlite pipes

Berdasarkan konsensus yang telah dijelaskan sebelumnya, pembelajaran


mengenai petrogenesis kimberlit dapat menyibak informasi fundamental mengenai
komposisi mantel bumi bagian dalam dan mengenai proses peleburan yang terjadi
pada zona pertemuan antara litosfer kontinental kratonik dan mantel astenosfer yang
berkonveksi di bawahnya.

Proses pergerakan erupsi magma kimberlitik dari mantel bumi bagian dalam
hingga menuju ke dekat permukaan masih merupakan topik yang banyak
diperbincangkan para geologis. Penelitian pada tahun 2012 yang dilakukan oleh
Profesor Donald Dingwell, Direktur Departemen Geologi dan Lingkungan LMU,
akhir-akhir sedikit member titik terang bagaimana magma kimberlitik mendapatkan
sifat mengapungnya(buoyancy). Model percobaannya menjelaskan bahwa mineral
yang berasimilasi dengan magma dari mantel bagian dalam yang bergerak ke atas
adalah yang bertanggung jawab dalam memberikan impetus yang dibutuhkan. Magma
primordialnya pada awalnya bersifat basa, namun dengan adanya inkorporasi dari
mineral silikat yang ditemui selama proses pergerakan ke atasnya menyebabkan
peleburan lebih bersifat asam. Hal ini menyebabkan pelepasan karbon dioksida dalam
bentuk gelembung-gelembung, yang mereduksi densitas peleburan, yang secara
esensial menyebabkannya berbuih. Hasilnya adalah meningkatnya kemampuan
magma untuk mengapung, yang mendukung pergerakannya ke arah atas.

Kebanyakan kimberlit yang telah ditemukan memiliki umur 70 hingga 150


juta tahun yang lalu, namun beberapa di antaranya ada yang berumur hingga 1.200
juta tahun yang lalu. Pada umumnya, kimberlit ditemukan hanya di daerah kratonik,
kerak benua tertua yang masih terjaga, yang membentuk nukleus tubuh daratan benua
yang tetap tidak terubah secara virtual sejak pembentukannya. Magma kimberlitik
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya terbentuk pada kedalaman lebih dari 150
km, suatu kedalaman yang relatif lebih besar dari pada kebanyakan batuan vulkanik
lainnya. Temperatur dan tekanan yang ada di zona tersebut sangat tinggi sehingga
karbon dapat terkristalisasi membentuk berlian. Saat magma kimberlitik ini didorong
melalui corong panjang seperti pipa oleh proses vulkanisme, seperti air di dalam
selang yang ujungnya dipersempit, velositasnya akan meningkat secara signifikan dan

8
berlian yang terbentuk akan tertransportasi ke arah atas seakan-akan dibawa oleh
elevator. Itu sebabnya kimberlite pipes adalah lokasi ekstraksi berlian yang paling
utama di dunia. Namun berlian bukan satu-satunya penumpang pada magma
kimberlitik. Kimberlit juga akan membawa banyak jenis lain dari batuan yang
dijumpainya selama perjalan menuju ke arah permukaan.

Meskipun terdapat beban ekstra magma kimberlit tertransport secara cepat,


dan naik ke permukaan melalui erupsi eksplosif. Menurut Profesor Dingwell gas
volatil seperti karbon dioksida dan uap air memainkan peran utama dalam
memberikan sifat apung yang memungkinkan magma kimberlitik untuk terus
bergerak ke arah atas. Namun asal-usul dari gas volatil ini di dalam magma, masih
menurut Profesor Dingwell, belum begitu jelas. Melalui percobaan laboraterium yang
dikondisikan pada suhu tinggi yang sesuai dengan keadaan pembentukan magma
kimberlitik, tim peneliti yang dipimpin Profesor Dingwell dapat mendemonstrasikan
pentingnya proses asimilasi xenoliths dalam proses tersebut. Magma primordial yang
ditemukan pada interior bumi bagian dalam dianggap bersifat basa karena pada
umumnya ia terdiri dari komponen pembawa karbonat, yang juga dapat memiliki
proporsi air yang relatif tinggi. Saat magma mengalami kontak dengan batuan kaya
silika, mereka secara efektif terlarutkan dalam fase cair, yang mengakibatkan
pengasaman proses peleburan. Seiring dengan makin meningkatnya jumlah silika
yang terinkorporasi, level saturasi karbon dioksida yang terlarut di dalam cairan
secara progresif akan meningkat seiring dengan solubilitas karbon dioksida yang
menurun. Saat cairan bersaturasi tinggi, kelebihan unsur karbon dioksida akan
membentuk gelembung-gelembung. Hasilnya proses pembuihan magma yang
berlanjut, yang dapat mengurangi viskositas dan secara komprehensif meningkatkan
kemampuan mengapung memberikan tenaga untuk erupsi yang sangat intensif
sehingga memungkinkan magma kimberlitik mencapai permukaan. Semakin cepat
magma bergerak ke arah atas, semakin banyak silikat yang terikut dalam aliran, dan
semakin tinggi konsentrasi silikat yang terlarut, sehingga pada akhirnya jumlah
karbon dioksida dan uap air yang terlepas mendorong cairan panas ke atas dengan
tenaga yang besar, seperti roket.

Penelitian ini juga menjelaskan mengapa kimberlit hanya ditemukan pada


nukleus kontinen tua. Hanya pada keadaan dan lokasi seperti itulah kerak memiliki
kandungan mineral silika yang cukup untuk mendorong pergerakan ke atas dari
magma, selain itu, kerak kratonik sangat tebal. Dengan demikian waktu
pergerakannya menjadi lebih panjang, dan magma yang bergerak ke atas memiliki
lebih banyak kesempatan untuk mengalami kontak dengan mineral kaya silikat.

Banyak kimberlit tergenerasikan dengan bentuk menyerupai wortel, berupa


intrusi vertical yang disebut pipes. Bentuk klasik kimberlit yang menyerupai bentuk
wortel ini dapat terbentuk oleh karena proses intrusi kompleks dari magma
kimberlitik yang mewarisi proporsi besar dari CO 2(jumlah H20 yang lebih kecil) pada
sistem pembentukannya, yang memproduksi fase-fase peleburan eksplosif dalam yang

9
menyebabkan jumlah signifikan dari intrusi vertical(Bergman, 1987). Klasifikasi
kimberlit didasarkan pada pengenalan fasies batuan yang berbeda. Fasies-fasies yang
berbeda ini diasosiasikan dengan aktivitas magmatic tertentu, yang didefiniskan
antara lain sebagai crater, diatremem, dan batuan hypabyssal(Clement dan Skinner
1985, dan Clement, 1982).

Baik lokasi dan proses pembentukan dari magma kimberlitic masih menjadi
penelaahan yang terus berlanjut. Pengayaan unsur ekstrem dan aspek geokimianya
telah mengundang spekulasi besar mengenai proses pembentukannya, dengan variasi
model pembentukan yang menempatkan area generasi kimberlit di mantel litosfer
sub-kontinen(sub-continental lithospheric mantle, SCLM) atau hingga sedalam zona
transisi. Mekanisme pengayaan unsur yang dijumpai pada kimberlit juga menjadi
topik yang menarik perhatian yang mencakup model peleburan parsial, asimilasi
sedimen tersubduksi atau asal usul sumber magma primer.

Secara historis, kimberlit dibagi menjadi dua varietas berbeda yang diberi
terminologi basaltik atau micaceous yang didasarkan pada pengamatan
petrografi(Wagner, 1914). Di kemudian hari ini direvisi oleh Smith(1983) yang
menamakannya ulang menjadi kimberlit Grup 1 dan Grup 2 berdasarkan afinitas
isotopik dari batuan-batuan ini menggunakan sistem Nd, Sr, dan PB. Mitchell(1995)
kemudian mengajukan pandangan bahwa kimberlit grup 1 dan grup 2 memperlihatkan
perbedaan yang sangat kentara, sehingga keduanya sepertinya tidak berelasi secara
dekat seperti yang telah dipertimbangkan sebelumnya. Dia menunjukkan jika
kimberlit grup 2 memperlihatkan affnitas yang lebih dekat ke lamproites dari pada ke
kimberlit grup 1. Oleh karenanya, Ia mereklasifikasi kimberlit grup 2 menjadi
orangeites untuk mencegah kebingungan.

(1) Kimberlite Grup 1

Kimberlit grup 1 adalah batuan beuka potasik ultramafik yang kaya akan CO 2
dan didominasi oleh susunan mineral olivine forsteritik, ilmenit magnesian, kromium
pyrope, alamandine-pyrope, chromium diopside(pada beberapa kasus subcalcik),
phlogopite, enstatite, dan chromit yang miskin unsur Ti. Kimberlit grup 1
mempertunjukkan tekstur inequigranular khas yang disebabkan kehadiran fenokris
olivine, pyrope, chromian diopside, ilmenit magnesian dan phlogopite dengan ukuran
makrokristik(0.5-10 mm) hingga megakristik(10-200 mm) pada masa dasar dengan
ukuran halus hingga medium. Mineralogi masa dasar, yang lebih menyerupai
komposisi asli batuan beku, mengandung olivine forsteritik, pyrope garnet, Cr-
diopside, ilmenit magnesian dan spinel.

(2) Lamproite Olivine

Olivine lamproite sebelumnya diberi nama kimberlit grup 2 atau orangeites


setelah sebelumnya secara salah dianggap hanya hadir di Afrika Selatan. Kehadiran

10
dan aspek petrologinya, kendati demikian, secara global identik dan seharusnya tidak
direferensi secara salah sebagai kimberlit. Olivin lamproites adalah batuan peralkalin
ultrapotasik yang kaya akan unsur volatile(dominan H 20). Karakteristik yang berbeda
dari olivine lamproites adalah phlogophite makrokris dan mikrophenocris, bersama
masa dasar mika yang bervariasi komposisinya dari phlogopit hingga
tetraferiphlogopit(anomaly phlogopit yang miskin AI sehingga membutuhkan Fe
untuk mesuk ke system tetrahedral). Olivin makrokris dan Kristal primer euhedral
dari masa dasar olivine bersifat umum namun bukan konstituen esensial.

Fase karakteristik primer yang ada pada masa dasar mencakup: pirokesen yang
terzonasi(inti dari diopside yang dikelilingi Ti-aegirin); mineral grup spinel(chromite
magnesian hingga magnetit titaniferus); perovskit kaya Sr dan REE, apatit kaya SR,
phosphate kaya REE(monazite, daqingshanenite), grup mineral potasian barian
holandit, rutile pembawa Nb dan ilmenit pembawa Mn.

2.2 Genesa Intan Kimberlite

Kimberlit adalah batuan beku unik karena mengandung varietas spesies


mineral dengan komposisi kimia yang mengindikasikan bahwa ia terbentuk pada
keadaan tekanan dan temperatur tinggi di dalam mantel. Mineral-mineral ini antara
lain adalah diopside chromium(piroksen), spinel chromium, ilmenit magnesian, dan
garnet pyrope yang kaya akan chromium. Pada umumnya mineral-mineral yang
disebutkan ini tidak dijumpai pada kebanyakan batuan beku, membuatnya menjadi
indikator yang berguna untuk kimberlit. Mineral-mineral indikator ini pada umumnya
akan dicari pada sedimen modern di endapan alluvial. Kehadirannya dapat
mengindikasikan kehadiran kimberlit.

Mineral Carbon terdapat di alam dengan 3 bentuk dasar, yaitu sebagai :

1. Diamond (Intan)- Sangat Keras, dengan kristal (berwarna) jernih

2. Graphite- Lunak, berwarna hitam, tersusun dari (unsur) carbon murni, struktur
molekulernya tidak padat sekuat diamond (intan), hal tersebutlah yang
menjadikan graphite lebih lunak dibandingkan diamond.

3. Fullerite, merupakan mineral yang terbuat dari molekul yang berbentuk bulat
sempurna yang tersusun dari 60 atom Carbon

2.3 Interaksi Fluida

Aspek-aspek Fluida Hidrotermal :

Temperatur

Tekanan

11
Komposisi kimia

Dalam pembentukan alterasi yang paling penting adalah komposisi kimia.


Titik 1 mewakili komposisi larutan chlorine yang dalam kesetimbangan kimia
dengan granodiorit dan starting point dari evolusi fluida hidrothermal

2.4 Tipe Alterasi dari Endapan Intan Kimberlite

Alterasi adalah Setiap perubahan dalam mineralogi suatu batuan yang terjadi
karena proses-proses fisika dan kimia, khususnya oleh aktivitas fluida hydrothermal.
Alterasi dicirikan oleh pembentukan mineral-mineral sekunder yang mengandung
hidroksil (biotit, serisit, khlorit, mineral lempung) disamping kuarsa dan juga
karbonat.

Fenomena Alterasi dapat disebabkan oleh:

Proses diagenesis pada sedimen

Metamorfosa

Proses cooling post magmatic/volkanik

Proses mineralisasi

Produk Alterasi tergantung pada :

Jenis reaksi alterasi

Komposisi batuan samping (wall rock)

Temperatur dan tekanan

Alterasi terjadi akibat reaksi fluida dengan wall rocks. Reaksi dalam proses alterasi:

1. Hydrolisis (keterlibatan H+)

2. Hydration-dehydration (lepasnya molekul air dari fluid ke mineral dan


sebaliknya)

3. Alkali dan alkali tanah metasomatism (substitusi kation)

4. Decarbonation (pembebasan CO2)

5. Silicification (penambahan SiO2)

12
6. Silication (penggantian oleh silikiat)

7. Oksidasi dan reduksi

2.5 Model Konseptual Endapan Intan Kimberlite

Gambar 2.1 Penjelasan skema fasies diatremei pada kimberlite pipes

Morfologi dari kimberlite pipes, dan bentuk klasiknya yang menyerupai


wortel, adalah hasil vulkanisme eksplosif diatreme dari sumber mantel bumi yang
sangat dalam. Eksplosi vulkanik ini menghasilkan kolom batuan yang bergerak ke
atas dari sumbernya yang berupa magma pada bagian mantel dalam. Morfologi

13
kimberlite pipes bervariasi namun secara umum termasuk mencakup komplek
dykes sheeted dari tubuh batuan berbentuk tabular. Pada kedalaman 1.5-2
km(0.93-1.24 mil) dari permukaan, magma bertekanan tinggi ini akan tereksplosi
ke arah atas dan mengembang membentuk diatremei yang berdimensi menyerupai
konikal atas silinder, yang kemudian akan terus dierupsikan ke permukaan.
Ekspresi permukaan akibat fenomena yang dijabarkan sebelumnya ini sangat
jarang terawetkan, sebaliknya apa yang banyak dijumpai dari sisa fenomena
tersebut adalah gunung api maar. Diameter kimberlite pipes pada permukaan
biasanya bisa mencapai ratusan meter hingga beberapa kilometer(mencapai
hingga 0.6 mil). Dua dykes kimberlit berumur jura ditemukan di daerah
Pensylvania. Salah satunya, dykes Gates-Adah, tersingkap di sekitar Sungai
Monongahela pada perbatasan antara Daerah Fayette dan Greene. Dykes Kimberlit
lainnya, Dixonville-Tanoma di Daerah Indiana tengah, tidak tersingkap ke
permukaan dan ditemukan oleh para penambang.

2.6 Mineral Indikator Kimberlit

Kimberlit adalah batuan beku unik karena mengandung varietas spesies


mineral dengan komposisi kimia yang mengindikasikan bahwa ia terbentuk pada
keadaan tekanan dan temperatur tinggi di dalam mantel. Mineral-mineral ini
antara lain adalah diopside chromium(piroksen), spinel chromium, ilmenit
magnesian, dan garnet pyrope yang kaya akan chromium. Pada umumnya
mineral-mineral yang disebutkan ini tidak dijumpai pada kebanyakan batuan beku,
membuatnya menjadi indikator yang berguna untuk kimberlit. Mineral-mineral
indikator ini pada umumnya akan dicari pada sedimen modern di endapan alluvial.
Kehadirannya dapat mengindikasikan kehadiran kimberlit.

2.7 Permodelan dan Struktur Kimberlit

14
Berlian (terdiri dari karbon) dibentuk selama periode satu milyar tahun jauh di
dalam bawah kerak bumi (sekitar 90 mil atau sekitar 150 km dalamnya). Mereka
diangkat ke permukaan melalui gunung berapi, dan sebagian besar ditemukan
pada batu vulkanik (disebut kimberlite) atau di laut yang terbawa oleh arus
ombak. Batu berlian atau batu intan yang sering ditemukan di alam kebanyakan
berumur 1 sampai 3 milyar tahun (bayangkan sebuah intan yang anda genggam
bisa berumur berapa kali lipat generasi nenek moyang anda sebelumnya).
Berlian adalah allotrope karbon dan masing-masing dari mereka (tidak peduli
apa ukurannya) dapat dianggap sebagai satu molekul karbon. Setiap karbon dalam
intan dikelilingi oleh 4 atom karbon lainnya dalam struktur tetrahedral, seperti
piramida. Setiap ikatan atau link itu sama panjangnya dan pembentukan
tetrahedral itu benar-benar teratur. Apa yang membuat berlian sangat keras, non-
volatile dan tahan terhadap serangan kimia adalah kekuatan dan keteraturan ikatan
ini. Secara teoritis, kristal berlian yang besar bisa hanya terdiri dari satu molekul
raksasa karbon.

Gambar struktur sebelah kiri menunjukkan salah satu sel satuan dari struktur
berlian. Pada dasarnya, struktur intan dapat dilihat sebagai wajah kubik array yang
berpusat di tengah dengan setengah dari lubang tetrahedral yang terisi. Penting
untuk dicatat, bagaimanapun, bahwa berlian adalah contoh dari jaringan senyawa
kovalen. Dalam intan, struktur atom-atom dihubungkan oleh ikatan covaelent,
dengan masing-masing atom karbon terikat pada empat lainnya dalam geometri
tetrahedral. Pada intinya, sebuah sampel intan adalah satu molekul yang besar.
Gambar sebelah kanan adalah gambar yang sama tetapi diputar melalui sudut 45
derajat. Ruang terbuka di tengah adalah lubang oktahedral kosong.

15
Ilustrasi yang kiri menggambarkan lebih ke sifat tetrahedal pada molekul
daripada ikatan kovalen dalam model pertama. Masing-masing atom dikelilingi
oleh empat lainnya dan terletak di dalam lubang tetrahedral. Ilustrasi yang kanan
menunjukkan gambar yang sama, tapi diputar dengan sudut 45 derajat. Di bawah
adalah contoh gambar gabungannya.

Berlian dinilai sesuai dengan berat karat, warna, kejernihan dan pemotongannya,
juga dikenal sebagai empat C (carat, cut, clarity dan color). Karat berlian berbeda
dengan karat emas. Karat emas menunjukkan kemurnian - 24 karat mewakili emas
murni. Satu karat intan tambang atau intan sintetik adalah 200 miligram (0,007055
oz). Kata karat berasal dari carob bean. Para dealer berlian sejak dulu
menggunakan kacang carob untuk menyeimbangkan skala mereka karena semua
biji ini memiliki berat yang sama. Tradisi menggunakan batu kelahiran April ini
sebagai cincin pertunangan dimulai tahun 1477 ketika Mary dari Burgundy diberi
cincin berlian oleh Archduke Maximillian dari Austria.

Walaupun berlian mungkin merupakan batu permata yang paling dicari di dunia,
tetapi mereka bukan yang paling langka, gelar itu diberikan pada si ruby merah
murni, maka jangan heran jika batu ruby murni merah lebih mahal dibandingkan
si permata intan. Berlian sering ditemukan dalam jumlah yang banyak dan mereka
ditambang setiap tahun. Karena 80% dari batu tambang berlian tidak cocok untuk
dijadikan sebagai perhiasan, mereka diolah kembali dalam industri atau dijadikan
cincin murah. Walaupun batu berlian dikenal sebagai batu yang paling keras, batu

16
kelahiran April ini juga sangat rapuh dan bisa hancur jika dipukul keras berulang
kali dengan palu atau dengan kekuatan besar lainnya. Kata berlian berasal dari
bahasa Yunani Adamas atau "baja paling keras".

Intan dapat disintesis dengan mengkristal karbon di bawah tekanan dan intan
sintetis sekarang menjadi bisnis besar yang menguntungkan, mengalahkan berlian
tambang jauh. Kadang-kadang disebut sintetis Moissanite dan cubic zirkonia,
keduanya dievaluasi dan dikategorikan dengan skala penilaian yang sama seperti
proses berlian yang ditambang tapi untuk dijual dengan harga yang jauh lebih
murah. Sintetis Moissanite, sebuah duplikasi intan memiliki karakteristik termal
yang sama dengan berlian tambang dan sebagian besar orang termasuk para pakar
batu-batuan sampai sekarang tidak bisa membedakan mereka berdua.

17
BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Studi Kasus


Peranan pembangunan, khususnya untuk bahan galian industri tidak dapat dipisahkan
dari kepentingan masyarakat. Penambangan endapan intan sekunder skala kecil (tambang
rakyat) di Desa Pinang, Kelurahan Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru,
Provinsi Kalimantan Selatan selain dapat menambah pendapatan devisa negara, juga telah
memberikan lapangan pekerjaan. Penambangan endapan intan sekunder dilakukan secara
tambang terbuka dengan sistem tambang semprot yang dikombinasikan dengan mesin
penyedot air dan material. Material hasil penyedotan (penambangan) kemudian disaring
menggunakan grizzly dan sluice box untuk memisahkan ampas (tailing) dengan material
yang mengandung intan (konsentrat). Material yang mengandung intan (konsentrat) yang
diperoleh, kemudian dilakukan pendulangan untuk mendapatkan intan.
Menurut Hidayat (2009) bagi penduduk Desa Cempaka, mendulang intan merupakan
mata pencaharian turun temurun. Para penambang bekerja secara kelompok dengan menggali
lubang tambang sampai kedalaman 15 m, baik itu menggunakan peralatan sederhana maupun
tambang semprot. Hasil penambangan selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan
untuk mencari sebutir intan, selain intan kadang-kadang ditemukan batu akik dan butiran
emas. Intan yang didapat berupa intan mentah (galuh), intan mentah kemudian dibersihkan
dan digosok untuk dijadikan perhiasan. Salah satu tempat penggosokan intan yang terkenal di
Martapura, adalah penggosokan Intan Tradisional Kayu Tangi Martapura.
Kegiatan penambangan endapan intan sistem semprot ini menimbulkan beberapa
masalah seperti perubahan kondisi lingkungan baik secara fisik dan kimia tanah, kualitas air
tanah dan air permukaan, serta topografi lahan. Penambangan endapan intan dengan
kombinasi proses penyemprotan dan penyedotan menghasilkan material lepas (kerakal dan
kerikil) serta lumpur dalam jumlah yang besar sebagai limbah. Limbah ini akan mengendap
di sepanjang aliran sungai atau di tempat-tempat yang rendah di sekitar lokasi penambangan,
sehingga menyebabkan pendangkalan sungai dan pencemaran lingkungan. Pencemaran
lingkungan terutama berupa kekeruhan air, total suspended solid (TSS), besi (Fe), dan
minyak. Kandungan TSS yang tinggi dalam air (badan sungai) menyebabkan byologycal
oxigen demand (BOD) menjadi rendah, sehingga dapat menghambat proses penetrasi sinar
matahari dalam air dan mengganggu kehidupan biota air. Sedangkan kandungan besi (Fe) dan
minyak yang tinggi akan berpengaruh terhadap pemanfaatan air; misal untuk bahan baku air
minum, perikanan maupun pengairan.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji upaya mengurangi konsentrasi bahan
pencemar pada air limbah penambangan endapan intan sekunder dengan membuat kolam-
kolam pengendapan (IPAL Komunal), sehingga kekeruhan air dan konsentrasi bahan

18
pencemar menurun. Endapan lempung yang dihasilkan kemudian diambil untuk diamankan,
pada paska tambang lempung dapat dimanfaatkan sebagai material pengisi lubang bekas
tambang atau dimanfaatkan untuk keperluan lainnya. Sedangkan air limbah dengan bahan
pencemar yang konsentrasinya sudah berkurang, baru di buang ke perairan umum. Efek total
dari proses tersebut adalah upaya mengurangi adanya pencemaran lingkungan akibat
penambangan endapan intan.

Batasan masalah dalam penelitian adalah kajian upaya mengurangi konsentrasi bahan
pencemar hasil penambangan intan sekunder menggunakan 4 (empat) kolam pengendapan
yang dilengkapi dengan saluran air sebagai inlet dan outlet. Unsur-unsur pencemar logam
berat seperti Fe, Mn, Cu, Cd, Zn, dan Pb; serta adanya pencemaran tanah (lahan) dan air
bawah permukaan tanah tidak dibahas.

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam
perencanaan reklamasi paska tambang endapan intan skala kecil pada khususnya, dan
penerapannya dalam industri pertambangan pada umumnya.

Metode kajian yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif, yaitu
dengan melakukan pengukuran dan pengambilan contoh air limbah di lapangan serta analisis
di laboratorium. Pengukuran dilakukan terhadap dimensi kolam pengendapan limbah,
pengambilan contoh air limbah tambang pada kolam pengendapan 1, 2, 3, dan 4. Analisis
limbah cair dilakukan berdasarkan prosedur analisis dari Standar Nasional Indonesia tentang
Air dan Limbah.
Semua Pengujian sampel limbah cair di lakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada
tahun 2010.
Evaluasi kualitas air dilakukan dengan cara membandingkan hasil analisis air limbah
hasil pengendapan (physical treathment) dengan kriteria standar baku kualitas air berdasarkan
kelas (Kelas I, II, III, dan IV) Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan No.5 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Berdasarkan hasil analisis air limbah penambangan yang diambil dari kolam
pengendapan 1, 2, 3, dan 4 (Tabel 3), terlihat bahwa kandungan total suspension solid (TSS)
mengalami penurunan yaitu masing-masing sebesar 22,39 %; 41,09 %; 76,80 % dan 85,54 %.
Semakin banyak pengurangan kandungan TSS dalam air limbah maka kekeruhan air
akan semakin berkurang yang ditunjukkan oleh hasil analisis nilai kekeruhan air dari kolam
pengendapan 1, 2, 3, dan 4 yaitu masing-masing sebesar 817, 765, 405, dan 205 NTU atau
dengan pengurangan nilai kekeruhan masing-masing sebesar 10,81 %; 16,48 %; 55,79 %; dan
77,62.

19
2.2 Metode Penambangan

Cara modern:

1. Intan ditambang Tambang dgn OPEN CUT mining system ini mencapai kedalaman
pit 360-420 m

2. dgn pengeboran dan peledakan batuan.

3. Batuan hasil ledakan diangkut dgn dume truck ke sistem crushing tingkat 1 dimana
dihasilkan batuan berukuran 200mm

4. Selanjutnya batuan berukuran 200mm dibawa pada sistem crushing tingkat 2, dimana
menghasilkan batuan berukuran 60mm

5. Kemudian batuan yang telah berukuran 60mm diangkut menuju High Pressure Roll
Crusher (HPRC), dimana terjadi penghancuran tahap 3 dan menghasilkan ukuran 15-
25mm

6. Tahap akhir, kepingan intan diseleksi menggunakan sinar x, lalu seleksi manual/
dikenal dgn Hand Sorting. Lalu dibentuk sesuai keinginan konsumen.

Cara tradisional :

1. Material berupa pasir, batu-batuan kecil, tanah, lumpur, dan sebagainya telah
bercampur menjadi satu diambil dari dalam lubang galian yang dapat dibuat dengan
kedalaman tertentu.

2. Kemudian dimuat kedalam dulang (berbentuk semacam caping) yang digunakan,


sebagai pendulang intan.

3. Selanjutnya dulang yang telah berisi material tersebut diputar-putar (dilenggang)


dalam air sehingga sedikit demi sedikit material dari dalam diulang terbuang keluar
dari dulang terbawa oleh pusaran air yang timbul akibat proses putaran tsb.

4. Setelah/sesaat pendulang melakukan proses tsb., mengamati sisa material yang berada
dalam dulang. Apakah terdapat intan / tidak.

5. Hal tsb dilakukan begitu seterusnya sampai material yang berada dalam dulang
terbuang habis dari dulang.

20
2.3 Manfaat

Berdasarkan jenisnya intan dibagi 2:

1. Intan mulia / intan permata

biasanya digunakan untuk perhiasan


2. Intan industri/intan sintetis
digunakan sebagai alat pemotong dan pemoles misalnya: sebagai mata gergaji,
mata pahat bor, pemotong kaca.

3.3 Aspek Ekonomi

Kimberlit adalah sumber paling penting dari berlian primer. Banyak kimberlite pipes juga
menghasilkan alluvial yang kaya atau berlian endapan plaser. Sekitar 6,400 kimberlit pipes
telah ditemukan di dunia, dari jumlah tersebut 900 di antaranya diklasifikasikan sebagai
pembawa berlian, dan dari jumlah tersebut hanya 30 yang secara ekonomi menguntungkan
untuk ditambang.

21
BAB VI

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kimberlit adalah batuan beku yang dikenal dalam dunia pertambangan dan geologi
sebagai batuan yang mengandung berlian. Namanya sendiri berasal dari nama sebuah kota di
Afrika Selatan, Kimberley, di mana pada tahun 1871 di kota tersebut ditemukan berlian
dengan kadar 83.5 karat(16.70 g).

Kimberlit hadir di dalam kerak bumi dengan struktur vertikal yang disebut sebagai pipa
kimberlit. Pipa kimberlit adalah sumber terpenting intan yang ditambang saat ini.
Kesepakatan mengenai kimberlit adalah bahwa kimberlit terbentuk di dalam mantel.
Pembentukan terjadi pada kedalaman 150-450 kilometer.

Genesa

(1) Intan terbentuk bersamaan dengan pembentukan batuan ultrabasa misal: peridotit dan
kimberlit
(2) Proses Kristalisasi intan pada kimberlite pipe terbentuk pada kedalaman 60 mil ( 95
km) atau lebih dalam dibawah permukaan bumi dan pada temperatur 15000 20000 C
(3) Proses magmatisasi yang berakumulasi dengan batuan sekitar atau mengisi rekahan
rekahan batuan.

Eksplorasi

(1) Eksplorasi intan sama dengan eskplorasi batuan pada umumnya di mana batuan yang
terdapat intan akan tersingkap ke permukaan.
(2) Hal yang paling penting dalam eksplorasi intan adalah menemukan batuan kimberlite

Penambangan

22
Cara modern:

1. Intan ditambang Tambang dgn OPEN CUT mining system ini mencapai kedalaman
pit 360-420 m

2. dgn pengeboran dan peledakan batuan.

3. Batuan hasil ledakan diangkut dgn dume truck ke sistem crushing tingkat 1 dimana
dihasilkan batuan berukuran 200mm

4. Selanjutnya batuan berukuran 200mm dibawa pada sistem crushing tingkat 2, dimana
menghasilkan batuan berukuran 60mm

5. Kemudian batuan yang telah berukuran 60mm diangkut menuju High Pressure Roll
Crusher (HPRC), dimana terjadi penghancuran tahap 3 dan menghasilkan ukuran 15-
25mm

6. Tahap akhir, kepingan intan diseleksi menggunakan sinar x, lalu seleksi manual/
dikenal dgn Hand Sorting. Lalu dibentuk sesuai keinginan konsumen.

Cara tradisional :

1. Material berupa pasir, batu-batuan kecil, tanah, lumpur, dan sebagainya telah
bercampur menjadi satu diambil dari dalam lubang galian yang dapat dibuat dengan
kedalaman tertentu.

2. Kemudian dimuat kedalam dulang (berbentuk semacam caping) yang digunakan,


sebagai pendulang intan.

3. Selanjutnya dulang yang telah berisi material tersebut diputar-putar (dilenggang)


dalam air sehingga sedikit demi sedikit material dari dalam diulang terbuang keluar
dari dulang terbawa oleh pusaran air yang timbul akibat proses putaran tsb.

4. Setelah/sesaat pendulang melakukan proses tsb., mengamati sisa material yang berada
dalam dulang. Apakah terdapat intan / tidak.

5. Hal tsb dilakukan begitu seterusnya sampai material yang berada dalam dulang
terbuang habis dari dulang.

Kegunaan

Berdasarkan jenisnya intan dibagi 2:

1. Intan mulia / intan permata, biasanya digunakan untuk perhiasan

23
2. Intan industri/intan sintetis , digunakan sebagai alat pemotong dan pemoles
misalnya: sebagai mata gergaji, mata pahat bor, pemotong kaca.

DAFTAR PUSTAKA

Bergman, S. C.; 1987: Lamproites and other potassium-rich igneous rocks: a review
of their occurrences, mineralogy and geochemistry. In: Alkaline Igneous rocks, Fitton,
J.G. and Upton, B.G.J (Eds.), Geological Society of London special publication No.
30. pp. 10319

Clement, C. R., 1982: A comparative geological study of some major kimberlite pipes
in the Northern Cape and Orange free state. PhD Thesis, University of Cape Town.

Clement, C. R., and Skinner, E.M.W. 1985: A textural-genetic classification of


kimberlites. Transactions of the Geological Society of South Africa. pp. 403409.

James K. Russell, Lucy A. Porritt, Yan Lavalle, Donald B. Dingwell. Kimberlite


ascent by assimilation-fuelled buoyancy. Nature, 2012; 481 (7381): 352 DOI:
10.1038/nature10740

Mitchell, R. H., 1995: Kimberlites, orangeites, and related rocks. Plenum Press, New
York.

Mitchell, R. H.; Bergman, S. C. (1991). Petrology of Lamproites. New York: Plenum


Press. ISBN 0-306-43556-X.

Smith, C. B., 1983: Lead, strontium, and neodymium isotopic evidence for sources of
African Cretaceous kimberlite, Nature, 304, pp 5154.

24
Edwards, C. B., Howkins, J.B., 1966. Kimberlites in Tanganyika with special
reference to the Mwadui occurrence. Econ. Geol., 61:537-554.

Nixon, P.H., 1995. The morphology and nature of primary diamondiferous


occurrences. Journal of Geochemical Exoloration, 53: 41-71

Wagner, P. A., 1914: The diamond fields of South Africa; Transvaal Leader,
Johannesberg.

Woolley, A.R., Bergman, S.C., Edgar, AD, Le Bas, M.J., Mitchell, R.H., Rock,
N.M.S. & Scott Smith, B.H., 1996. Classification of lamprophyres, lamproites,
kimberlites, and the kalsilitic, melilitic, and leucitic rocks. The Canadian
Mineralogist, Vol 34, Part 2. pp. 17518

25

Anda mungkin juga menyukai