I. PENDAHULUAN
Kelapa kopyor (Cocos nucifera ) kultivar kopyor merupakan jenis kelapa yang
menghasilkan buah abnormal yaitu daging buah (endosperma) lepas dari batoknya
dan bertekstur remah. Hal ini terjadi karena tanaman kelapa tersebut tidak memiliki
gen -galaktosidase yang bertanggung jawab terhadap mengerasnya endosperma
untuk menempel pada batok kelapa Di alam, tanaman kelapa kopyor tersebar dalam
populasi yang sangat rendah dan menghasilkan hanya satu atau dua butir buah kopyor
per tandan. Kelapa kopyor alami banyak dijumpai di daerah Lampung, Tangerang,
Pati, Klaten, dan Sumenep. Karena kelangkaan dan rasa khas buah kelapa kopyor
maka harga buah kelapa kopyor lebih dari sepuluh kali lipat dari harga kelapa biasa.
Dengan semakin populernya buah kelapa kopyor di masyarakat, maka semakin
beragam aneka makanan atau minuman yang menggunakan bahan baku daging buah
kelapa kopyor. Daging buah kelapa kopyor bertekstur remah, lepas-lepas yang
mempunyai rasa manis, lezat, dan khas berbeda dibandingkan dengan daging buah
kelapa biasa. Daging buah kelapa kopyor biasanya dibuat sebagai bahan minuman,
campuran es krim, dan aneka kue.
Buah kelapa kopyor tidak dapat ditanam sehubungan dengan rusaknya
endosperma. Embrio tidak bisa berkembang menjadi bibit karena tidak memperoleh
suplai makanan dari endosperma yang rusak. Oleh karena itu, perbanyakan kelapa
kopyor secara konvensional dilakukan dengan menggunakan buah normal yang
dihasilkan dari tanaman kelapa yang telah dikenal menghasilkan buah kopyor.
Misalnya dari satu tandan diperoleh delapan buah kelapa, dua di antaranya kopyor,
sedangkan enam lainnya normal. Enam buah kelapa normal inilah yang disemaikan
untuk menghasilkan bibit kelapa kopyor. Namun, mengingat gen kopyor termasuk
gen resesif maka hanya sekitar 25% dari bibit tersebut yang mempunyai sifat kopyor.
Meningkatnya permintaan terhadap daging buah kelapa kopyor di masyarakat luas
mendorong usaha peningkatan produksi kelapa kopyor melalui perluasan areal
tanaman. Penyediaan bibit sulit dipenuhi melalui perbanyakan konvensional karena
rendahnya persentase bibit yang bersifat kopyor. Untuk itu, teknologi in vitro
menawarkan alternatif guna mengatasi masalah perbanyakan konvensional tersebut.
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia telah berhasil mengembangkan
kultur in vitro kelapa kopyor melalui teknik kultur penyelamatan embrio (embryo
rescue). Dengan teknologi ini tanaman kelapa yang dihasilkan akan menghasilkan
buah yang hampir semuanya kopyor.
2
Urgensi / keutamaan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah untuk memenuhi
ketersedian pohon kelapa kopyor dilingkungan masyarakat dengan dilakukannya
produksi bibit kelapa kopyor secara In vitro. Selain itu, keutamaan lainnya yang ingin
dicapai yaitu keuntungan.