Anda di halaman 1dari 37

BAB II

GAMBARAN UMUM
PELAYANAN KESEHATAN

2.1 Geografi dan Demografi


Puskesmas Panga merupakan salah satu Pelayanan Kesehatan Masyarakat yang berada

di Kede Panga. Secara geografis Panga terletak pada posisi 0427-0433 LU dan 9758 -

9702 BT dengan ketinggian 10 m dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 28C - 32C.

Luas wilayah kerja Puskesmas Panga mencapai 51,86 Km. Secara administratif

wilayah kerja Puskesmas Panga terdiri dari 1 Kecamatan dan 17 desa/kelurahan. Luas masing-

masing desa dapat dilihat pada table 1 bawah ini:

Tabel

Luas Wilayah Kerja Puskesmas Panga Menurut Desa Tahun 2011

No Desa KECAMATAN LUAS (Km)


JUMLAH

Sumber : BPS Keude Panga 2011.

Kecamatan Panga di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Panga Barat, sebelah

Selatan dengan Kecamatan Panga Lama, Sebelah barat dengan Kecamatan Panga Timur.

Pada Tahun 2007 tercatat jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Panga sebanyak

54-638 jiwa. Di tahun berikutnya terus mengalami peningkatan sehingga menjadi 64.661 jiwa

pada tahun 2008 selanjutnya menurun pada tahun 2011 menjadi 53-731 jiwa.

Pada tahun 2007 tercatat jumlah penduduk laki-laki mencapai 26.780 jiwa (49,01%)

dari total jumlah penduduk, sementara jumlah penduduk perempuan sebanyak 27.652 jiwa (

50,67% ). Komposisi jumlah penduduk perempuan tetap mendominasi meskipun dengan

besaran yang sedikit mengalami penurunan, dimana pada tahun 2010 jumlahnya tercatat

mencapai 50,51% hingga akhir tahun 2011 tercatat besaran jumlah penduduk perempuan

sebanyak 26.200 jiwa (49,51%), sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 27.131 jiwa (

50,49%).

Dari jumlah penduduk Deusa Panga tahun 2011 sebanyak 52,34% diantaranya

merupakan penduduk yang termasuk dalam kategori usia produktif, sedangkan penduduk yang

belum dan non produktif ( anak-anak/remaja dan lanjut usia ) sebesar 47,66%.

Kepadatan penduduk wilayah kerja Puskesmas Panga tahun 2011 dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel-2
Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Panga Tahun 2011

No LUAS JUMLAH

WILAYAH KEPADATAN

(km) PENDUDUK

Penduduk /km
Rumah

10

11

12

13

JUMLAH

Tabel diatas menggambarkan bahwa secara rata-rata distribusi dan sebaran jumlah

penduduk wilayah kerja Puskesmas Panga belum merata atau sebanding dengan luas wilayah

dari tiap desa. Terdapat sejumlah desa dengan wilayah yang relatif luas namun belum

diimbangi dengan jumlah penduduk yang ada di desa tersebut.

2.2. Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Keude Panga

Struktur organisasi Puskesmas Panga berdasarkan Qanun Keude Panga Nomor 4 Tahun

2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan

Kecamatan Panga adalah:


1) Struktur Organisasi Puskesmas Panga, terdiri dari :

a. Kepala Puskesmas

b. Kepala Tata Usaha

c. Koordinator Pelayanan Kesehatan Dasar;

d. Koordinator Kesehatan Masyarakat, Jamkesmas, JKA, dan Kesga;

e. Koordinator Bidan Desa;

f. Kepala Puskesmas Pembantu Kuala langsa

g. Kepala Puskesmas Pembantu Telaga Tujuh

2) Kepala Tata Usaha, terdiri dari :

a. Pengelola Umum dan Kepegawaian;

b. Bendahata Rutin / BOK;

c. Pengelola Barang / Inventaris;

d. Pengelola Perencanaan dan Pelaporan.

3) Koordinator Pelayanan Kesehatan Dasar, terdiri diri :

a. Kepala Poli Umum;

b. Kepala Poli Anak;

c. Kepala Poli dan Pengelola Program Usila;

d. Kepala Poli dan Pengelola Program Kesehatan Jiwa;

e. Kepala dan Pengelola Program KB;

f. Kepala Poli Mata;

g. Kepala Ruang Rekam Medis;

h. Kepala Apotik;

i. Kepala Laboratorium;

j. Kepala UGD dan Rawat Inap;

k. Kepala Ruang Bersalin;


l. Pengelola Program Gizi / TPG;

m. Kepala Poli Gigi dan

n. Pengelola Program UKS.

4) Koordinator Kesehatan Masyarakat, Jamkesmas, JKA dan Kesga, terdiri dari :

a. Pengelola Program Kesehatan Lingkunga;

b. Koordinator Imunisasi;

c. Petugas Survelians;

d. Pengelola Program Promosi Kesehatan;

e. Pengelola Program Diare & MTBS;

f. Pengelola Program DBD;

g. Pengelola Program TB Paru & Kusta

h. Pengelola Program Malaria;

i. Pengelola Program Rabie, Filaria dan Frambusia;

j. Pengelola Program ISPA;

k. Bendahara Jamkesmas dan

l. Sekretaris Jamkesmas.

5) Koordinator Bidan Desa, terdiri dari :

a. Bidan Desa Gp.

b. Bidan Desa Gp

c. Bidan Desa Gp

d. Bidan Desa Gp

e. Bidan Desa Gp

f. Bidan Desa Gp

g. Bidan Desa Gp

h. Bidan Desa Gp
i. Bidan Desa Gp

j. Bidan Desa Gp

k. Bidan Desa Gp

l. Bidan Desa Gp

m. Bidan Desa Gp

Puskesmas Panga mempunyai tugas melakukan tugas umum pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan di bidang kesehatan, pengendalian penyakit, penyehatan

lingkungan, dan kefarmasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam menjalankan tugasnya, Kepala Puskesmas mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Mengkoordinir penyusunan dan membuat perencanaan tingkat puskesmas berdasarkan data

program sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk

pedoman pelaksanaan tugas;

2. Merumuskan kebijaksanaan operasional dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3. Memberika / membagi tugas kepada bawahan dan Puskesmas pembantu sesuai dengan

bidang tugas masing-masing agar memahami tugasnya;

4. Memimpin urusan Tata Usaha, Unit-unit Pelayanan, Puskesmas Pembantu / bidan dan

bawahan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat agar pelaksanaan tugas

berjalan sesuai dengan rencana kerja yang telah di tetapkan;

5. Memberika petunjuk dan bimbingan teknis kepada bawahan berdasarkan pembagian tugas

agar pelaksanaan tugas berjalan sesuai dengan yang diharapkan;

6. Mengkoordinasikan dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan mengecek hasil kegiatan

secara langsung atau melalui laporan kegiatan untuk mengetahui kelancaran serta hambatan

yang terjadi;
7. Membina dan memotivasi bawahan dalam upaya peningkatan produktivitas kerja dan

pengembangan karir;

8. Mengawasi kegiatan program di bidang kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan

agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar;

9. Memimpin pelaksanaan kegiatan program di bidang kesehatan melalui koordinasi dalam

rangka pengembangan atau peningkatan kesehatan;

10. Melakukan koordinasi kegiatan dengan intansi terkait sesuai dengan ketentuanyang berlaku

dalam rangka sinkronisasi pelaksanaan tugas;

11. Menandatangani naskah / surat dinas sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan dalam

rangka kelancaran tugas administrasi;

12. Mengkoordinasi kebutuhan usulan anggaran berdasarkan kebutuhan unit kerja untuk

mendukung pelaksanaan kegiatan;

13. Mengawasi pelaksanaan kegiatan baik secara langsung maupun melalui laporan dalam

rangka pencapaian sasaran / target yang telah di tetapkan;

14. Menilai prestasi kerja para bawahan sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan kinerja

dan karier;

15. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan puskesmas berdasarkan realisasi program kerja dan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai bahan dalam penyusun program kerja

berikutnya;

16. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan sebagai bahan informasi dan pertanggung jawaban

kepada Kepala Dinas Kesehatan;

17. Melaksanakan tugas lain yang diberikan atasan.

2.3. Kinerja Pelayanan Kesehatan

Kondisi kesehatan penduduk merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan.

Hal ini dikarenakan aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia sebagai pelaku pembangunan. Kondisi kesehatan penduduk dapat ditinjau dari derajat

kesehatan dan status kesehatan penduduk.

Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Panga menghadapi persoalan ganda di bidang

kesehatan. Pada satu sisi penduduk Panga rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular

akibat kondisi lingkungan dan fasilitas sanitasi yang belum memadai. Pada sisi lain kasus-kasus

penyakit degeneratif pun meningkat tajam. Derajat kesehatan masyarakat tidak hanya di

tentukan oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan tetapi

dipengaruhijuga oleh faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan, perilaku dan keturunan. Faktor-

faktor ini berpengaruh pada usia harapan hidup, kejadian morbiditas (kesakitan), mortalitas

(kematian) dan status gizi serta faktor lain.

Upaya pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Panga dilaksanakan dengan tujuan

agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang paripurna, sesuai dengan kondisi

yang diderita, merata untuk seluruh lapisan masyarakat, meningkatkan status kesehatan

masyarakat khususnya kelompok rentan, seperti bayi, Balita, ibu hamil, ibu bersalin dan ibu

menyusui. Gambaran secara umum derajat kesehatan dapat dilihat pada beberapa pencapaian

program pelayanan kesehatan berikut ini :

2.3.1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Upaya pelayanan kesehatan ibu dan anak yang telah dilakukan selama ini untuk mengurangi

kematian ibu terutama akibat eklamsi, perdarahan, dan infeksi pada saat kehamilan dan

persalinan serta kematian bayi akibat afiksia ( kesukaran bernafas) dan Berat Badan Lahir

Rendah antara lain mengupayakan peningkatan kunjungan pemeriksaan kehamilan, persalinan

yang di tolong oleh tenaga kesehatan dan kunjungan terhadap bayi baru lahir serta sejumlah

kegiatan lain yang menjadi bagian dari upaya peningkatan pencapaian program kesehatan ibu

dan anak.
Untuk mengetahui besaran masalah kesehatan ibu, indikator yang digunakan adalah

Angka Kematian Ibu( AKI ). AKI adalah jumlah ibu yang meninggal akibat kehamilannya,

persalinannya dan nifasnya. Perhitungan AKI sulit dilakukan ditingkat Kabupaten / Kota

dikarenakan jumlah kelahiran hidup tidak mencapai 100.000 kelahiran dan masih ada

kemungkinan under reported. Tahun 2011 diwilayah kerja Puskesmas Panga kematian ibu

sebanyak 2 kasus yang terdiri dari 1 kasus kematian ibu hamil ( usia 20-30 Tahun ). AKI

tahun 2011 di Aceh sebesar 158 per 100.00 KH dengan kematian tertinggi terjadi pada ibu

bersalin dengan usia resiko tinggi antara 20-34 tahun.

Penyebab utama kematian ibu adalah pendarahan, eklamsia, infeksi, abortus, partus lama

dan lain-lain. Upaya efektif untuk menurunkan AKI adalah dengan mendeteksi dini kehamilan

risiko tinggi oleh tenaga kesehatan, meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan

ibu dan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan profesional di fasilitas

kesehatan, meningkatkan penggunaan kontrasepsi paska persalinan dan penanganan

komplikasi maternal. Selain itu peningkatan kapasitas tenaga kesehatan berbasis kompetensi

khususnya petugas kesehatan ibu dan anak masih sangat perlu dilakukan secara konsisten

mengingat kematian banyak terjadi pada saat persalinan.

Untuk Angka Kematian Bayi (AKB) di Aceh tahun 2011 sebesar 8 per 1000 kelahiran

hidup (Nasional 32/1000 KH) dan Angka Kematian Balita (AKABA) sebesar 9,2 per 1000

kelahiran hidup. Angka kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada bayi sebelum

mencapai usia 1 tahun sedangkan AKABA adalah jumlah anak yang meninggal sebelum

mencapai usia 5 tahun. AKB di panga terbanyak terjadi tahun 2009 sebesar 9 per 1000

kelahiran hidup dan terjadi penurunan tahun 2011 sebesar 7 per 1000 kelahiran hidup. AKB

diwilayah kerja Puskesmas Panga Tahun 2011 sebesar 2 per 1000 kelahiran hidup.
Beberapa hasil kegiatan atau program kesehatan Ibu dan Anak (KIA) yang telah

dilaksanakan adalah :

1). Pelayanan Kesehatan Antenatal

Pelayanan antenatal merupakan gambaran besar ibu hamil yang telah mendapatkan

pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali kunjungan dengan distribusi

kunjungan sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan dua dan dua kali pada triwulan

ketiga. Angka ini digunakan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan kepada ibu hamil,

dimana peningkatan pada cakupan pelayanan ini mengindikasikan bahwa kelompok ibu

hamil mudah untuk mendapatkan pelayanan dengan ketersediaan sarana dan tenaga kesehatan

yang memadai mulai dari pelayanan pada bidan di desa sampai ke pelayanan puskesmas dan

jaringannya. Secara umum cakupan K1 tahun 2011 sebesar 96,8% dan cakupan K4 sebesar

93,2%. Angka ini menunjukkan cakupan kunjungan ibu hamil sudah mencapai target

nasional untuk K1 yang harus dicapai tahun 2015 sebesar 95%.

Tabel 3

Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) Menurut Desa Tahun 2011

No Desa Cakupan (%)


Panga

Sumber : Pengelola KIA Puskesmas Panga Tahun 2011

2). Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin.

Pertolongan persalinan merupakan salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan Tingginya

angka kematian ibu salah satunya disebabkan oleh rendahnya angka pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan, disamping keterlambatan pemberian pertolongan dan kondisi kesehatan

pada masa kehamilan ibu. Untuk puskesmas Panga tahun 2011 cakupan pertolongan persalinan

oleh tenaga kesehatan adalah 92,6%, ini menunjukkan bahwa masih terdapat pertolongan

persalinan yang dilakukan oleh petugas yang bukan tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan, selain itu mobilitas ibu yang akan melahirkan ditempat lain juga turut

menjadi penyebab rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan.

Tabel 4

Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang memilik Kompetensi Kebidanan Di Puskesmas

Panga Tahun 2011

No Desa Cakupan (%)


Panga

Sumber : Pengelola KIA Puskesmas Panga Tahun 2011

3). Pelayanan Kesehatan Bayi

Pelayanan kesehatan bayi digambarkan melalui kunjungan neonatal dan kunjungan bayi.

Untuk melihat aksesibilitas dan mutu pelayanan neonatal yang adekuat digunakan indikator

Kunjungan Neonatus (KN) 1 dan Kunjungan Neonatus Lengkap. KN1 adalah pelayanan

kesehatan neonatal dasar, kunjungan pertama pada 6-24 jam setelah lahir, sedangkan KN

lengkapadalah pelayanan kesehatan dasar meliputi pemberian ASI eksklusif, pencegahan

infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan

pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 bila tidak diberikan pada saat lahir dan

manajemen terpadu bayi muda. Cakupan KN1 tahun 2011 adalah 99,6 persen dan KN lengkap

sebesar 102,8 persen dari jumlah neonatus dimana terjadi peningkatan dibandingkan dengan

tahun 2010 (95%). Untuk cakupan kunjungan bayi sebesar 90,8% di tahun 2011 menurun

dibandingkan tahun 2010 sebesar 101 persen. Kunjungan bayi adalah kunjungan bayi berumur

29 hari-11 bulan di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, rumah bersalin
dan rumah sakit ) maupun kunjungan rumah, posyandu, tempat penitipan anak, panti asuhan

dan mendapat pelayanan dari petugas kesehatan.

4). Pelayanan Keluarga Berencana (KB)

Salah satu indikator pencapaian pelayanan keluarga berencana (KB) adalah persentase

peserta KB baru dan KB aktif. Untuk tahun 2011 cakupan peserta KB aktif belum mencapai

target nasional sebesar 70 persen, di Puskesmas Panga peserta KB baru sebesar 11 persen dari

jumlah pasangan usia subur (PUS) dan KB aktif sebesar 30,2 persen dengan jenis kontrasepsi

yang paling banyak digunakan adalah suntikan dan pil.

Tabel 5

Pencapaian Program Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Panga Tahun 2011

Target Realisasi Capaian

No Indikator Kinerja SPM Tahun 2011

2.3.2. Gizi

Dalam program gizi ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu : pemberian vitamin

A pada bayi, Balita dan ibu nifas, pemberian tablet Fe (Tablet besi) pada ibi hamil, pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI), pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, jumlah

bayi yang mendapat ASI eksklusif dan penimbangan balita serta kegitan lainnya yang

dilaksanakan dalam peningkatan kinerja program gizi.

Vitamin A merupakan zat gizi yang sangat di perlukan bagi bayi dan ibu nifas karena zat gizi

ini sangat penting dalam proses fisiologis tubuh berlangsung secara normal termasuk

pertumbuhan sel, meningkatkan fungsi penglihatan, meningkatkan imunologis dan

pertumbuhan badan. Pemberian vitamin A yang rutin dilakukan dalam setahun dua kali yaitu

pada bulan februari dan bulan agustus. Cakupan pemberian vitamin A bagi bayi ( 6-11 bulan)

tahun 2011 sebesar 96,6 persen dan pada anak Balita (1-4 tahun) yang mendapat vitain A 2 kali

ditahun 2011 (94,01%). Sedangkan cakupan vitamin A pada ibu nifas pada tahun 2011 sebesar

21,1 persen. Hal ini menjadi tugas bagi tenaga kesehatan diseluruh wilayah Panga agar lebih

proaktif untuk menelusuri Balita yang telah mendapat vitamin A sehingga cakupan pemberian

vitamin A 2 kali pada balita terjadi peningkatan.

Pada tahun 2009 dan tahun 2010 cakupan ibu hamil yang mendapat Fe 1 belum

mencapai target nasional 90% yaitu 50,93% dan 64,8%, namun terjadi penurunan di tahun 2011

yaitu 62,31%. Demikian juga dengan cakupan bumil yang mendapat Fe-3 masih jauh dari

pencapaian, yaitu pada tahun 2009 adalah 48,01%, tahun 2010 sebesar 64,31% dan tahun 2011

sebesar 58,38%. Hal ini terjadi dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

manfaat tablet Fe dan efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi tablet ini sehingga ibu

hamil kurang menyukainya untuk dikonsumsi, untuk itu masih diperlukan upaya penyuluhan

kepada ibu hamil tentang manfaat dan waktu yang tepat mengkonsumsi tablet Fe dengan tujuan

mengurangi efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi tablet tersebut.

Dilihat berdasarkan indikator kasus gizi buruk selama kurun waktu beberapa tahun

terakhir (2007-2011) menunjukkan penurunan, walaupun pada tahun 2011 terdapat sedikit
peningkatan. Pada tahun 2010 terdapat 1 kasus gizi buruk, meningkat di tahun 2011 menjadi 2

kasus gizi buruk. Dalam hal ini kedua balita penderita gizi buruk seluruhnya mendapatkan

penanganan dan perawatan di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk, sesuai

dengan target SPM bidang kesehatan dimana cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan

sebesar 100 persen. Upaya penurunan angka gizi buruk harus terus dilakukan diantaranya

dengan pemantauan tumbuh kembang balita melalui sarana pelayanan kesehatan dan

jaringannya, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), pelaksanaan bulan

penimbangan ( setiap bulan november), penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya gizi

buruk dan meningkatkan peran aktif masyarakat dalam kegiatan posyandu dan kegiatan lainnya

yang berbasis masyarakat agar status gizi pada Balita dapat dipantau secara terus menerus.

Dalam cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif belum terdapat peningkatan yang

cukup signifikan dari tahun sebelumnya, di tahun 2011 cakupan bayi yang mendapat ASI

eksklusif baru mencapai 13,1 persen. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang

hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan. Rendahnya cakupan ini banyak

dipengaruhi oleh budaya memberikan makanan dan minuman terlalu dini kepada bayi baru

lahir, akibat dari pengetehuan keluarga tentang ASI eksklusif yang masih sangat minim

disamping itu juga dikarenakan gencarnya propaganda susu formula dan perilaku ibu terhadap

pemberian ASI eksklusif.

Di sisi lain kegiatan penimbangan Balita terus dilakukan dengan tujuan terpantaunya

pertumbuhan dan perkembangan anak setiap bulan mulai umur 1-5 tahun di posyandu sehingga

dapat terdeteksi secara dini gangguan tumbuh kembangnya. Manfaat penimbangan balita setiap

bulan di pos pelayanan Terpadu ( Posyandu ) adalah untuk mengetahui apakah balita tumbuh

sehat, untuk mengetahui dan mencegah gangguan pertumbuhan balita, untuk mengetahui balita

yang sakit, balita yang berat badannya dua bulan berturut-turut tidak naik, balita yang berat

badannya Bawah Garis Merah ( BGM ) dan dicurigai gizi buruk sehingga dapat dirujuk dan
mendapat penanganan secara dini di puskesmas. Kementerian Kesehatan telah mencanangkan

bulan penimbangan dimana pada bulan november dilaksanakan penimbangan balita secara

menyeluruh pada wilayah kerja Puskesmas sehingga seluruh balita dapat dipantau

pertumbuhan dan perkembangannya serta pencegahan terjadinya kasus gizi buruk. Indikator

program yang dihitung untuk cakupan penimbangan balita adalah D/S yaitu cakupan jumlah

balita yang ditimbang berat badannya di sarana pelayanan kesehatan termasuk posyandu dan

tempat penimbangan lainnya. Pada tahun 2011 cakupan D/S balita yang ditimbang sebesar 31,2

persen dan Balita yang ditimbang yang naik berat badannya sebesar 37,4% serta balita dengan

BGM sebesar 2,5 %.

Penyebab rendahnya cakupan balita yang ditimbang adalah masih kurangnya

pemahaman masyarakat tentang manfaat pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak

balita, masih kurangnya peran serta masyarakat dalam kegiatan posyandu dan masih adanya

pemahaman masyarakat tentang posyandu yang hanya digunakan sebagai tempat pelayanan

mendapatkan imunisasi anak sehingga anak yang telah mendapatkan imunisasi lengkap tidak

lagi dibawa orang tuanya untuk di timbang setiap bulannya ke Posyandu. Maka dari itu masih

perlunya penyuluhan dan pengarahan kepada masyarakat tentang fungsi dari Posyandu tersebut

dan peningkatan kerja sama dengan perangkat desa dalam upaya meningkatkan kunjungan

masyarakat ke posyandu.

Berdasarkan data dari Seksi Gizi Dinas Kesehatan kasus gizi balita di Panga tahun 2011

adalah sebagai berikut:

Tabel-6

Distribusi Status Gizi Balita Di Puskesmas Panga Tahun 2011.


No JUMLAH BALITA

Desa BALITA DITIMBANG BB BGM Gizi

YANG ADA NAIK Buruk

1 2 3 4 5 6 7

10

11

12

13

Jumlah

Sumber : Profil Kesehtan Puskesmas Panga 2011

2.3.3. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit

1). Malaria

Hasil kegiatan program Malaria di Puskesmas Panga Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

1. Jumlah pederita malaria klinis : 0 org

2. Jumlah penderita positif : 0 org

3. Jumlah penderita diobati : 0 org

4. Annual Malaria Indeks (AMI) : 0,00 per 1000 pddk.

Penderita malaria yang di obati sudah sesuai dengan target nasional 100% ( Low AMI).
2). Diare

Jumlah penderita diare pada tahun 2011 sebanyak 2.273 kasus dan sebanyak 541 kasus diare

terjadi pada balita. Jika dibandingkan dengan tahun 2010 jumlah kasus yang di temukan

sebanyak 1,105 kasus dan 105 kasus pada balita, ini menunjukkan peningkatan angka

kejadian diare yang disebabkan sanitasi kurang memadai.

3). ISPA

Jumlah perkiraan penderita Pneumonia pada balita yaitu 10% dari jumlah balita pada

wilayah dan kurun waktu yang sama. Jumlah penemuan penderita Pneumonia tahun 2010

lebih besar dibandingkan tahun 2011 sebanyak 23 kasus dan 7 kasus masih jauh dari target

nasional.

4). HIV / AIDS

Walaupun berdasarkan struktur budaya masyarakat Aceh yang dominan memeluk agam

islam serta pemberlakuan syariat islam yang sedang digalakkan dan tidak adanya lokalisasi

WTS di wilayah kerja Puskesmas Panga, Puskesmas Panga tetap melaksanakan P2 AIDS

yang merupakan salah satu penyakit kelamin seksual. Tahun 2011 tidak ada kasus HIV /

AIDS.

5). Kusta

Angka kesakitan penyakit kusta tahun 2009 ditemukan 1 penderita PB dan dari tahun 2010

s/d 2011 tidak ditemukan penderita PB. Penderita MB yang telah melakukan pengobatan

pada tahun 2009 dan 2010 sebanyak 1 penderita. Prevalensi kusta tahun 2011 sebesar 0,5

per 100.000 penduduk sudah sesuai dengan target <1 per 100.000 penduduk.

6). Imunisasi

Hasil pelaksanaan kegiatan imunisasi di panga dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel-7

Hasil Pelaksanaan Kegiatan Imunisasi Di Puskesmas Panga Tahun 2009 s/d 2011

Kegiatan 2009 2010 2011

Jlh % Jlh % Jlh %

Jumlah

Bayi

DPT 1

DPT 3

BCG

Campak

Drop Out

Rate

Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Panga Tahun 2011

Jangkauan pelayanan imunisasi yang dilihat dari kelangsungan program (Cakupan Campak

= 77,2% ) masih dibawah target nasional sebesar 90%. Sementara itu, kegiatan BIAS dengan

Imunisasi Difteri Tetanus (DT) dan Tetanus Toksoid (TT) pada awal masuk Sekolah Dasar

setiap bulan November agar terlindungi dari penyakit Tentanus dan Tetanus Neonatorum

(TN) serta penyakit difteri dalam jangka panjang (25 tahun). DT

diberikan pada anak SD kelas 1 dan TT pada anak kelas II dan VI.

7). TB Paru

Kasus TB paru di Puskesmas Panga pada tahun 2011 sebanyak 391 kasus klinis dan 34

kasus positif dengan persentase dengan kesembuhan sebesar 90%. Untuk kasus TB. Paru

positif ada penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sebanyak 46 kasus

sehingga angka penemuan kasus baru TB BTA Positif case detection rate (CDR) pada tahun
2011 sebesar 3,95% masih dibawah target nasional sebesar <70% dan belum mencapai

target angka keberhasilan pengobatan atau Success Rate (SR) nasional > 85%.

8) Demam Berdarah

Penyakit Demam Derdarah (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

wilayah kerja puskesmas panga. Sejalan dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan

penduduk, penyakit ini selalu ditemukan setiap tahun di wilayah kerja Puskesmas panga

didukung dengan kondisi geografis dan musim yang tidak menentu serta kurang efektifnya

fogging fokus dan masih kurangnya kegiatan pemberantasan sarang nyamuk oleh

masyarakat merupakan kondisi yang menyebabkan DBD masih merupakan salah satu

masalah kesehatan Panga.

Jumlah penderita DBD tahun 2011 sebanyak 25 kasus dengan angka kesakitan sebesar

33,3%, bila di bandingkan dengan jumlah kasus DBD tahun 2010 yaitu sebanyak 50 kasus

maka terjadi penurunan kasus dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan insidens rate

(IR) kasus DBD 46,5 per 100.000 penduduk belum mencapai target yaitu <1%.

2.3.4. Usaha Kegiatan Sekolah

Kegiatan kesehatan ini dilaksanakan dalam bentuk pembinaan dan pengembangan

kesehatan siswa melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di institusi pendidikan yang

sekaligus sebagai mata rantai dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pelayanan kesehatan pada UKS adalah pemeriksaan kesehatan umum, kesehatan gigi dan

mulut siswa SD dan setingkat melalui penjaringan kesehatan terhadap murid kelas 1 SD dan

Madrasah Ibtidaiyah yang dilaksanakn oleh tenaga kesehatan bersama guru UKS terlatih dan

dokter kecil.

Tahun 2011 cakupan siswa SD dan setingkatnya yang mendapatkan pelayanan

kesehatan sesuai standar sebesar 8,2% masih belum mencapai target SPM nasional sebesar
100 persen. Sebagian besar penyebab masih rendahnya cakupan adalah waktu pelaksanaan

penjaringan yang tidak tepat, beberapa sekolah tidak mempunyai dokter kecil dan alat

penunjang kegiatan UKS, selain itu faktor kehadiran siswa juga ikut menyebabkan rendahnya

angka cakupan penjaringan.

2.3.5. Kesehatan Lingkunga

1) Perumahan

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggi yang memiliki sumber air bersih, jamban sehat,

tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, kepadatan penghuni dan lantai

rumah. Rumah penduduk/masyarakat diwilayah kerja Puskesmas Panga tahun 2011 dari

2.846 rumah yang diperiksa 54,4% dinyatakan sehat, hal ini masih belum mencapai target

nasional 80%.

2) Penyediaan Sarana Air Bersih (SAB)

Data pada profil kesehatan Puskesmas panga tahun 2011, bahwa dari 4,088 keluarga

diperiksa sarana air bersih yang digunakan didapat akses air bersih melalui sarana sumur

gali ( SGL ) sebesar 5,7%, sumur pompa tangan (SPT) sebesar 9,1%, Penampungan Air

Hujan (PAH) sebesar 7,8% , ledeng 32,0% dan air kemasan 16,0%.

3) Jamban Keluarga (JAGA)

Dari 4.088 jamban keluarga yang diperiksa diwilayah kerja Puskesmas Panga pada tahun

2011 sebanyak 3.291 jamban dinyatakan sehat (82,2%) oleh petugas kesehatan.

4) Tempat-Tempat Umum (TTU)

Pemeriksaan Tempat-Tempat Umum (TTU) yang dilaksanakan oleh petugas sanitarian

Puskesmas Panga tahun 2011 menunjukkan bahwa TTU yang paling banyak terdapat
dipeukan Panga. Jumlah seluruh TTU yang ada sebanyak 174 ditahun 2011 diperiksa 107

TTU dengan persentase TTU yang dinyatakan sehat sebesar 448%.

5)Rumah Tangga Ber-PHBS

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan

atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri

dibidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di

masyarakat. Rumah tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang seluruh anggota

keluarganya yang berperilaku hidup bersih dan sehat yang meliputi sepuluh indikator yaitu

pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi yang diberi ASI eksklusif, balita

ditimbang setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan

sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik dirumah sekali seminggu, makan

sayur dan buah setiap hari, melakukan aktifitas fisik setiap hari dan tidak merokok didalam

rumah.

Dari 2.846 rumah tangga yang dipantau di wilayah kerja Puskesmas Panga pada tahun 2011

sebanyak 1.548 rumah tangga dinyatakan ber-PHBS (54,4%) oleh petugas kesehatan.

2.3.6. Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa

Puskesmas tahun 2009 s/d 2011 tidak ada Kejadian Luar Biasa (KLB) diwilayah kerja

Puskesma Panga. Petugas surveilans terus memantau peningkatan penyakit yang berpotensi

KLB.

2.3.7. Sumber Daya Kesehatan

1) Sumber Daya Manusia Kesehatan

Tenaga kesehatan di Puskesmas panga tahun 2011 berjumlah 110 orang dimana proporsi

tenaga kesehatan yang terbanyak adalah tenaga keperawatan dibandingkan dengan tenaga
kesehatan lainnya. Untuk sumber daya manusia kesehatan sampai dengan tahun 2011, rasio

tenaga kesehatan per 100.000 penduduk belum memenuhi target, seperti untuk tenaga

dokter umum 19 per 100.000 penduduk ( target 30 per 100.000 penduduk ), dokter gigi 4

per 100.000 penduduk ( target 11 per 100.000 penduduk ), perawat 111 per 100.000

penduduk ( target 158 per 100.000 penduduk ) dan bidan sebesar 104 per 100.000 penduduk

sudah melebihi dari target 75 per 100.000 penduduk. Untuk mendapat gambaran secara rinci

tentang jenis dan jumlah tenaga kesehatan di puskesmas panga dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

Tabel-8

Distribusi Jumlah dan Jenis Tenaga Kesehatan di Puskesmas Panga Tahun 2011

Rasio per 100.000

No Tenaga Kesehatan Jumlah Penduduk

10

11
Jumlah dan penyebaran tenaga kesehatan sudah mengalami peningkatan yang cukup berarti.

2) Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan merupakan unsur utama dalam pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan

yang bersumber daya masyarakat yang di sebut Upaya Kesehatan Bersumberdaya

Masyarakat ( UKBM ) yang terdiri atas posyandu, polindes, poskesdes dan desa siaga.

Fasilitas kesehatan yang berasal dari pemerintah terdiri atas puskesmas ( puskesmas

rawatan, puskesmas non-rawatan ), puskesmas pembantu, rumah sakit umum daerah

(RSUD), rumah sakit swasta dan rumah sakit TNI/POLRI.

Secara rinci jumlah sarana kesehatan di Puskesmas Panga tahun 2011 dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel-9

Distribusi Jenis Sarana Kesehatan dan Kepemilikan di wilayah kerja Puskesmas Panga Tahun 2011

Jenis Sarana Kesehatan Kepemilikan Jumlah

Pemerintah / Masyarakat Swasta


Obat esensial dan bahan habis pakai merupakan kunci utama dalam kualitas pelayanan

kesehatan di puskesmas. Tenaga farmasi dan asisten farmasi masih terbatas di puskesmas.

Selain itu banyak kondisi alat kesehatan yang rusak.

3) Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan bersumber dari dana pusat (APBN) yang terdiri atas Jamkesmas dan

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan daerah (APBD) Kota dan Provinsi yang terdiri

dari Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Dana JKA, JKM dan BOK merupakan pembiayaan

upaya kesehatan perorangan untuk upaya kesehatan preventif dan promotif. Tahun 2012

anggaran dana Tugas Pembantuan BOK sebesar Rp. 75.000.000 yang digunakan untuk

program bina gizi dan kesehatan ibu dan anak.

Tabel-10

Distribusi Pembiayaan Kesehatan Sumber Dana APBK Panga Tahun Anggaran 2011 &2012

Pagu Anggaran ( Rupiah) Realisasi (Rupiah) Persentase ( %)

No Jenis Belanja 2011 2012 2011 2012 2011 2012

Total
Ditinjau dari sumber biaya, disamping APBK, masih terlihat adanya tambahan anggaran

dari APBD Provinsi, APBN dari sumber lainnya. Pada tahun 2010 pemerintah Aceh sudah

memberikan jaminan kesehatan ( pembiayaan upaya kesehatan perorangan ) kepada semua

penduduk Aceh yang belum terjamin oleh berbagai jenis jaminan kesehatan dan penduduk

miskin yang terjamin dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas ). Jaminan ini disebut

Jaminan Kesehatan Aceh ( JKA ) yang dimulai pada juni 2010.

2.3.8. Tata Kelola dan Manajemen Organisasi

Berdasarkan analisis organisasi unit kerja jajaran kesehatan dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut :

1 ) Perencanaan dan penganggaran

Perilaku perencanaan kesehatan mulai tingkat provinsi, dinas kesehatan kota sampai dengan

puskesmas menganut sistem historical planning yang berulang persis sama setiap tahun dan

dibuat dalam kurun waktu yang singkat.

2 ) Sistem informasi manajemen dan kesehatan

Aceh belum memiliki sistem informasi kesehatan yang terintegrasi. Oleh karena itu

informasi, data yang tepat dan cepat tidak dapat tersedia sehingga tidak dapat segera diambil

keputusan yang tepat pula. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan tenaga,

sehingga data yang ada tidak mampu di analisis. Disamping itu tidak diberikan umpan balik

kepada puskesmas.

3 ) Otonomi dalam manajemen keuangan

Penyebab utama rendahnya kualitas pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan

pemerintah karena kakunya pengelolaan keuangan. Puskesmas dijadikan sebagai unit yang

tidak responsif terhadap kondisi pelayanan karena penganggaran bergantung pada sistem
line item. Untuk kebutuhan perbaikan alat, obat dan bahan habis pakai relatif sulit di atasi

segera sehingga masyarakat merasa tidak cukup baik dilayani difasilitas kesehatan

pemerintah. Pada sisi lain pada setiap penghasilan yang diperoleh harus disetor ke kas

daerah sehingga fasilitas kesehatan tidak memiliki anggaran setiap saat. Dengan lahirnya

peraturan pemerintah tentang badan layanan umum (BLU), Puskesmas dapat menjadi BLU

namun sampai sekarang Puskesmas Panga belum BLU. Keterlambatan pencairan dana

menyebabkan Puskesmas tidak dapat memberikan pelayanan UKP dan UKM dengan

memadai kepada masyarakat.

4 ) Pedoman dan Petunjuk Teknis

Instrumen-instrumen yang dipakai dalam pelaksanaan program baik ditingkat kota maupun

puskesmas seperti perencanaan 5 tahunan ( microplanning), perencanaan tahunan (

minilokakarya), sistem informasi (SP2TP dan Simpus ), pedoman bimbingan dan supervisi

program sudah lama tidak dibuat dan diajarkan serta tidak dipraktikkan oleh para pengelola

program baik tingkat pembinaan oleh provinsi, bimbingan/supervisi oleh Dinas Kesehatan

maupun pelaksanaan oleh Puskesmas.

2.4. Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan Kesehatan

Kinerja pelayanan kesehatan yang telah dicapai saat ini masih dijumpai beberapa

kegiatan yang belum mencapai target yang ditentukan. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa

permasalahn yang harus diatasi secara terpadu, komprehensif dan tepat,mengingat dampaknya

berpotensi menghambat pembangunan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Panga. Ada

beberapa tantangan dan juga peluang bagi pengembangan pelayanan kesehatan yang

diidentifikasi berdasarkan analisis sistem kesehatan, yaitu :

2.4.1. Tata Kelola Pemerintahan


Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance)

merupakan amanah yang harus diwujudkan dalam upaya meningkatkan peleyanan yang prima

bagi masyarakat. Oleh sebab itu birokrasi dan struktur organisasi pemerintah yang dibentuk

harus efektif dan efisien serta mampu meningkatkan pelayanan publik berkualitas yang

dibutuhkan masyarakat. Karena itu upaya strategis Pemerintah Panga ke depan mulai dari

penataan birokrasi, memodernisasi birokrasi, penataan kembali struktur organisasi, perbaikan

sistem kerja, pembuatan indikator kinerja organisasi dan kinerja pegawai, pembuatan prosedur

operasi standar (SOP) dan penyusunan standar pelayanan minimal (SPM).

Tata kelola pemerintahan yang baik tercermin pula dari pengelolaan keuangan daerah

yang menganut prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas dan profesional. Undang-undang

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 17 ayat (1), mengamanatkan APBD

disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan

daerah. Lebih lanjut dalam penyusunannya diupayakan pula belanja operasional tidak

melampaui pendapatan dalam tahun anggaran bersangkutan. Di sisi lainnya, belanja publik

(belanja langsung) yang berimplikasi langsung terhadap kebutuhan masyarakat harus lebih

besar dari belanja aparatur (belanja tidak langsung).

2.4.2. Tingkat Kemiskinan

Kurun waktu 2007-2011, tingkat kemiskinan di wilayah kerja Puskesmas Panga

cenderung lebih tinggi dari angka kemiskinan nasional, meskipun terlihat lebih rendah dari

Provinsi. Tahun 2011, angka persentase kemiskinan di wilayah kerja Puskesmas Panga

mencapai 14,66 persen, sementara kemiskinan nasional sebesar 12.49 persen dan provinsi

sebesar 19,57 persen. Masih rendahnya capaian pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun

terakhir menyebabkan terhambatnya pengurungan angka kemiskinan wilayah kerja Puskesmas

kerja Puskesmas Panga.


Kebijakan dan implementasi pembangunan yang pro growth, pro job dan pro poor akan

sangat bermanfaat dan memberikan efek pengganda bagi kesinambungan pendapatan

masyarakat. Pengurangan kemiskinan harus dilakukan secara sinergis dan komprehensif yang

melibatkan antar instansi. Dukungan anggaran dan implementasi program pembangunan pro

growth, pro job dan pro-poor dari pemerintah pusat dan pemerintah aceh dinilai pula sangat

strategis serta diharapkan intensitasnya terus meningkat sehingga dapat mengurangi penduduk

miskin secara bertahap dan berkelanjutan.

2.4.3. Sumber Daya Manusia Bidang Kesehatan

Kualitas sumber daya manusia (SDM) berperan penting dalam pembangunan

kesehatan. Manusia sebagai human capital pembangunan tidak akan berfungsi optimal bila

tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM. Panga telah mengalami kemajuan penting

dalam peningkatan kualitas SDM yang diukur dari Human Development Index atau Indeks

Pembanguna Manusia (IPM). Data BPS menunjukkan IPM Panga sebesar 72,22 pada tahun

2007, angka tersebut meningkat signifikan hingga mencapai 74,37 pada tahun 2011 dan

termasuk dalam kategori menengah atas.

Dalam pengukuran IPM bidang kesehatan merupakan komponen utama selain

pendapatan. Membaiknya kinerja kesehatan akan mendorong peningkatan kualitas SDM yang

tercermin dari IPM. Meskipun angka IPM Panga terus meningkat namun angka harapan hidup

sebesar 70,75 tahun (angka maksimum 85 tahun). Sejalan dengan perkembangan IPTEK,

peningkatan kualitas SDM Kesehatan merupakan prioritas yang harus dilaksanakan kurun

waktu 5 tahun ke depan.

Jumlah dan jenis tenaga kesehatan terus meningkat namun pemerataan distribusi tenaga

kesehatan belum terpenuhi sehingga belum menimbulkan dampak terhadap rendahnya akses
masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas, disamping itu juga menimbulkan

permasalahan pada rujukan dan penanganan pasien untuk kasus tertentu.

2.4.4. Upaya Pelayanan Kesehatan

Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat yang ditandai

dengan meningkatnya jumlah poskesdes dan dijaminnya pelayanan kesehatan dasar bagi

masyarakat miskin di Puskesmas. Secara umum terjadi penurunan angka kesakitan namun

penularan infeksi penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

menonjol dan perlu upaya keras untuk mencapai target MDGs. Disamping itu terjadi

peningkatan penyakit tidak menular yang berkontribusi besar terhadap kesakitan dan kematian.

Target cakupan imunisasi belum tercapai, perlu peningkatan upaya preventif dan promotif

seiring dengan upaya kuratif dan rehabilitatif.

Oleh sebab itu pemerataan pelayanan kesehatan berkualitas sesuai dengan standar

pelayanan minimal kesehatan perlu dilakukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan

masyarakat.

2.4.5. Pembiayaan Kesehatan

Komitmen Pemerintah Aceh untuk memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh

penduduk Aceh ( universal coverage ) melalui Jaminan Kesehatan Aceh ( JKA) telah menjadi

peluang menarik tenaga profesional dan investor di bidang kesehatan karena pendanaan yang

pasti. Walaupu JKA ini masih terdapat banyak kekurangan, tetapi hal ini menjadi peluang

sebagai percepatan reformasi pelayanan kesehatan.

Untuk anggaran pembiayaan kesehatan, permasalahannya lebih pada alokasi yang

cenderung pada upaya kuratif dan masih kurangnya anggaran untuk biaya operasional dan

kegiatan langsung untuk Puskesmas. Terhambatnya realisasi anggaran juga terjadi karna proses

anggaran yang terlambat. Akibat dari pembiayaan kesehatan yang masih cenderung kuratif
dibandingkan pada promotif dan preventif mengakibatkan pengeluaran pembiayaan yang tidak

efektif dan efesien, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan pada kecukupan dan

optimalisasi pemanfaatan pembiayaan kesehatan.

2.4.6. Teknologi informasi

Sistem informasi kesehatan menjadi lemah setelah diterapkan kebijakan desentralisasi.

Keterbatasan data menjadi kendala dalam pemetaan masalah dan penyusunan kebijakan.

Pemanfaatan data belum optimal dan surveilans belum dilaksanakan secara menyeluruh dan

berkesinambungan.

Teknologi informasi yang relatif murah dengan jaringan yang sudah tersebar keseluruh

daerah harus dijadikan peluang untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dan sistem

informasi kesehatan agar lebih cepat. Penyediaan pusat data dan informasi secara terpadu,

integratif dan berbasis e-planning (e-klik) dapat mempercepat pengambilan keputusan yang

tepat. Teknologi informasi ini juga dapat digunakan sebagai media promosi kesehatan yang

lebih efektif dibandingkan dengan media-media konvensional. Media konvensional masih

tetap dibutuhkan pada segmen-segmen masyarakat tertentu.

2.4.7. Kerjasama dan Kemitraan

Era globalisasi sebenarnya memiliki tingkat kesalingtergantungan antar sektor yang

tinggi. Oleh karena itu kerja sama dan keterkaitan merupakan prasyarat utama untuk

mewujudkan era baru yang lebih baik yang dilandasi prinsip menang-menang. Kemitraan yang

setara, terbuka dan saling menguntungkan peluang yang baik dalam pengembangan usaha

swasta untuk membangun pelayanan kesehatan yang bermutu dan efisien.

Masyarakat masih ditempatkan sebagai obyek dalam pembangunan kesehatan, promosi

kesehatan belum banyak merubah perilaku masyarakat menjadi Perilaku Hidup Bersih dan

Sehat (PHBS), masyarakat belum dilibatkan dalam penyelenggaraan kesehatan UKM dan lebih
diarahkan dalam pelayanan UKP seperti penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit,

klinik dan sebagainya. Pemanfaatan dan kualitas Upaya Kesehatan Bersumberdaya

Masyarakat (UKBM) seperti posyandu dan Poskesdes masih rendah. Upaya kesehatan juga

belum sepenuhnya mendorong peningkatan atau perubahan pada perilaku hidup bersih dan

sehat yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan yang diderita oeh masyarakat.

2.4.8. Budaya Islami

Penduduk Kecamatan Panga mayoritas pemeluk agama Islam. Banyak ajaran Islam

yang relevan dengan konsep-konsep kesehatan. Relevansi ini sebagai peluang untuk mengubah

perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran agama berkaitan dengan kesehatan.

Pendekatan keagamaan dalam pembangunan kesehatan terutama perubahan perilaku dan

lingkungan merupakan peluang yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.

BAB III
ISU-ISU STRATEGIS

3.1. Identifikasi Permasalahan Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan gambaran situasi kesehatan komprehensif dan kinerja program pelayanan

kesehatan, dapat diidentifikasi permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan prioritas

dalam pembangunan kesehatan Kecamatan Panga 5 tahun mendatang, hal ini dapat dijelaskan

sebagai berikut:

3.1.1. Upaya Pelayanan Kesehatan

a. Kualitas / mutu pelayanan kesehatan belum memenuhi standar pelayanan minimal dan

harapan masyarakat;
b. Pelayanan yang berhubungan dengan pembangunan sumber daya manusia sejak

dini belum optimal dilakukan dan hal itu mengganggu pencapaian SPM dan MDGs;

c. Sistem rujukan yang masih lemah terutama untuk pelayanan ibu hamil bersalin dan

anak balita;

d. Kurangnya feedback hasil kegiatan kepada tingkat dasar;

e. Kurangnya perhatian pada pelayanan laboratorium kesehatan masyarakat dan

kesehatan jiwa dibandingkan dengan pelayanan lain;

f. Pelayanan promotif dan preventif sangat tidak proporsional dengan pelayanan kuratif

dan rehabilitatif.

3.1.2. Sumber Daya Manusia Bidang Kesehatan

a. Kekurangsepadanan tenaga kesehatan yang bekerja pada UKP dan UKM, termasuk

tenaga kesehatan sukarela (kader) yang bekerja di tengah masyarakat;

b. Mekanisme rewards dan punishment belum dilaksanakan secara optimal karena

ketiadaan indikator kinerja yang berdampak pada rendahnya motivasi kerja tenaga

kesehatan;

c. Kemampuan tenaga kesehatan yang belum mampu menjawab perubahan atau

perkembangan kebutuhan (need) masyarakat;

d. Terbatasnya tenaga dalam bidang UKP maupun tenaga UKM yang menjadi tenaga

strategis dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam upaya peningkatan mutu

pelayanan kesehatan;

e. Masih rendahnya mutu tenaga kesehatan dalam mengelola dan memberikan pelayanan

baik UKP maupun UKM;

f. Belum meratanya distribusi sumber daya kesehatan yang berkualitas;

g. Terbatasnya staf teknis yang memiliki kemampuan dalam melakukan evaluasi

kelayakan fasilitas kesehatan dan menangani pemeliharaan perlengkapan kesehatan;


h. Tingginya turn over tenaga kesehatan dari satu unit ke unit yang lain yang

menyebabkan rendahnya kesinambungan program atau pelatihan yang sudah diterima

oleh tenaga tersebut;

i. Kurangnya evaluasi dan supervisi bagi tenaga yang telah dilatih dan belum adanya

standarisasi pelatihan secara profesional; dan

j. Banyak lulusan lembaga pendidikan kesehatan kurang memiliki kompetensi dalam

memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dilapangan.

3.1.3. Pembiayaan Kesehatan

a. Penganggaran kurang terkait dengan perencanaan;

b. Jumlah dan alokasi anggaran kesehatan belum mempertimbangkan kebutuhan

tersedianya akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat sesuai dengan standar

pelayanan kesehatan minimal;

c. Orientasi cenderung pada pembangunan fisik dan kegiatan pengobatan.

Ketidakseimbangan anggaran kesehatan untuk pelayanan UKP dan UKM. Pelayanan

UKM masih minim perhatian.

3.1.4. Fasilitas Kesehatan, Obat dan Alat Kesehatan

a. Lemahnya puskesmas dalam menyelenggaran pelayanan primer baik dari sisi aturan,

manajemen, pembinaan dan keuangan untuk menyelenggarakan pelayanan UKP dan

UKM;

b. Belum adanya standar pembangunan fasilitas kesehatan dan standar ukuran ruang serta

alat sesuai dengan tingkat pelayanan primer sampai dengan tersier;


c. Fisik dan alat kesehatan yang diperoleh dari pemerintah dan donor sering tidak terawat

dengan baik;

d. Kurangnya sarana yang menunjang pengelolaan limbah medis dan obat-obatan yang

berpotensi membahayakan lingkungan dan keamanan masyarakat disekitar fasilitas

kesehatan.

3.1.5. Keterlibatan Masyarakat

a. Banyaknya perilaku masyarakat yang belum mendukung kesehatan dirinya dan orang

lain;

b. Rendahnya keterlibatan masyarakat terutama dalam program kesehatan masyarakat di

pedesaan;

c. Rencananya kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan;

d. Masyarakat belum dilibatkan dalam penyelenggaraan kesehatan UKM dengan sumber

dana dari pemerintah. Masyarakat lebih diarahkan dalam pelayanan UKP seperti

penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit, klinik, apotek dan sebagainya.

3.1.6. Manajemen Kesehatan

a) Manajemen kesehatan dan sistem informasi kesehatan yang belum berjalan secara

optimal karena aspek kemampuan manajemen dan aspek anggaran. Akibatnya sistem

informasi ini belum dapat digunakan untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi program;

b) Perencanaan yang disusun tidak sesuai dengan analisis kebutuhan tetapi lebih mengacu

kepada pagu anggaran yang tersedia;

c) Sistem pengumpulan data kesehatan belum berfungsi dengan optimal dan belum

dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan. Data yang dikumpulkan tidak pernah


dianalisis secara berjenjang, kurangnya sarana penunjang pelaksanaan sistem

informasi kesehatan, serta kurangnya kemampuan SDM pelaksana;

d) Sistem pelaporan tidak tepat waktu, tidak teratur, tidak terpadu karena laporan tersebut

tidak dianalisis dan dijadikan acuan program ke depan, serta umpan balik tidak

diberikan kepada unit pelapor;

e) Belum optimalnya mekanisme koordinasi program dan pelaporan antara rumah sakit

pemerintah dan fasilitas kesehatan swasta lain dengan dinas kesehatan sebagai

penanggung jawab utama kesehatan di Kecamatan Panga; dan

f) Belum optimalnya pengaturan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) untuk semua jabatan

dalam lingkup dinas kesehatan dan puskesmas.

3.1.7. Kebijakan Kesehatan dan Kemitraan Lintas Sektor

a. Masih rendahnya kajian-kajian ilmiah sebgai dasar pengambilan kebijakan dalam

bidang kesehatan;

b. Masih banyak masyarakat yang tinggal di pemukiman yang sanitasinya belum baik;

c. Kebijakan daerah yang memberikan target penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

dari sektor kesehatan, hal ini menyebabkan rendahnya mutu pelayanan kesehatan.

d. Koordinasi dan kerja sama lintas sektoral dalam penanganan isu-isu kesehatan dan

pembangunan berdampak pada kesehatan yang belum berjalan dengan optimal.

3.2. Telaahan Visi, Misi dan Program walikota dan Misi Walikota Kecamatan Panga

Sesuai amanah Undang-undang nomor 25 Tahun 2004 sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional, bahwa visi dan misi dari kepala Daerah/Wakil Kepala daerah terpilih,

dalam hal ini walikota dan wakil walikota Panga terpilih melalui pemilukada tahun 2012,

ditetapkan menjadi dasar visi dan misi pembangunan kota periode 2012-2017. Atas dasar
tersebut, dengan mengedepankan penyelenggaraan pemerintahan yang amanah, Pemerintah

Menetapkan visi pembangunan tahun 2011-2017 sebagai berikut :

Mewujudkan Pangan Menjadi Kecamatan Berperadaban dan Islami

Anda mungkin juga menyukai