Anda di halaman 1dari 27

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIA DEDARI KUPANG

TENTANG

PEMBERLAKUAN BUKU PEDOMAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN

RSIA DEDARI KUPANG

NO........

DIREKTUR UTAMA RSIA DEDARI KUPANG

Menimbang :

a. Bahwa dalam upaya untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan


kesehatan kepada pasien maka dipandang perlu adanya Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di RSIA Dedari Kupang
b. Bahwa saat ini dipandang perlu adanya revisi Standar Prosedur Kerja
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Dedari Kupang
c. Bahwa pemberlakuan Prosedur dan Tata Laksana Prosedur Kerja
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSIA Dedari Kupang perlu
ditetapkan dengan Surat keputusan direktur

Mengingat

a. Undang Undang RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan


b. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit
c. Keputusan menteri kesehatan nomor 270/menkes/III/2007 tentang
pedoman manajerial pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan
d. Keputusan Menkes nomor 382/menkes/SK/III/2007 tentang pedoman
pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitass kesehatan
e. Kepmenkes RI nomor 1204/menkes/SK/III/2007 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit
f. Kepmenkes RI nomor 129/menkes/SK/III/2008 tentang standar pelayanan
minimal rumah sakit

Menetapkan

Pertama keputusan direktur RSIA Dedari Kupang tentang pemberlakuan buku


panduan pengendalian lingkungan RSIA Dedari Kupang

Kedua semua tindakan pengendalian lingkungan yang dilakukan di RSIA Dedari


Kupang

Ketiga keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan
pembetulan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Kupang

Pada tanggal .......

Direktur utama RSIA Dedari Kupang

(.........................................)
DAFTAR ISI

1. BAB I PENDAHULUAN
1) PENDAHULUAN
2) TUJUAN
3) SASARAN
2. DEFENISI DAN TUJUAN SURVEILANS IRS
1) PENGERTIAN
2) TJUAN SURVEILANS
3. BAB III METODE SURVEILANS
4. BAB IV DEFENISI KASUS
1) JENIS JENIS INFEKSI RUMAH SAKIT
5. BAB V MANAJEMEN SURVEILANS
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah
terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah
sakit. Salah satu program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah
kegiatan surveilans, disamping adanya kegiatan lainnya seperti pendidikan dan
latihan, kewaspadaan isolasi serta kebijakan penggunaan anti mikroba yang
rasional. Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
salah satu kegiatan yang penting dan luas dalam program pengendalian infeksi,
dan suatu hal yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan dari program
PPI.

Ditinjau dari asal atau didapatkannya infeksi dapat berasal dari komunitas
(Community Acquired Infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit
(Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan infeksi
nosokomial. Karena sering kali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi,
maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti
dengan istilah Healthcare associaed Infection (HAIs) dengan pengertian yang
lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada
petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien.
Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit selanjutnya disebut
dengan infeksi rumah sakit (IRS).

Kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini merupakan suatu


proses yang dinamis, komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi,
menganalisa data kejadian yang terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan
melaporkannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil kegiatan
surveilans ini dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksi di fasilitas
pelayanan kesehatan, untuk menentukan adanya kejadian luar biasa (KLB), dan
sebagai tolak ukur kejadian infeksi di rumah sakit. Dengan adanya kegiatan
surveilans pada program PPI di rumah sakit diharapkan dapat menurunkan laju
infeksi.

B. TUJUAN
Diperolehnya petunjuk pelaksanaan agar petugas dapat melaksanakan surveilans
infeksi rumah sakit sesuai dengan pedoman.

C. SASARAN
Semua anggota tim PPI
BAB II
DEFENISI DAN TUJUAN SURVEILANS IRS

A. PENGERTIAN
Kegiatan surveilans IRS adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang dideseminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.

Infeksi rumah sakit (IRS) atau HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di RS atau fasilitas kesehatan yang lain, yang tidak ditentukan
dan tidak dalam masa inkubasi saat pasien masuk RS. IRS juga mencakup infeksi
yang didapat di RS tetapi baru muncul setelah keluar RS dan juga infeksi akibat
kerja pada tenaga kesehatan.

Ruang lingkup pedoman surveilans ini adalah khusus untuk infeksi rumah sakit
(IRS) yang terjadi pada pasien.

B. TUJUAN SURVEILANS
1. Mendapatkan data dasar infeksi rumah sakit
Pada dasarnya data surveilans IRS digunakan untuk mengukur laju angka dasar
(Baseline Rate) dari infeksi rumah sakit. Dengan demikian dapat diketahui
seberapa besar resiko yang dihadapi oleh setiap pasien yang dirawat di rumah
sakit. Sebagian besar (90-95%) dari RS adalah endemik dan ini diluar dari KLB
yang dikenal. Oleh karena itu kegiatan surveilans IRS ditujukan untuk
menurunkan laju angka endemik tersebut.
2. Menurunkan laju infeksi rumah sakit
Dengan surveilans ditemukan factor resiko IRS yang akan diinterfensi sehingga
dapat menurunkan laju angka IRS. Untuk mencapai tujuan ini surveilans harus
berdasarkan cara penggunaan data, sumber daya manusia dan dana yang tersedia.
3. Identifikasi dini KLB infeksi rumah sakit
Bila laju infeksi rumah sakit telah diketahui, maka kita dapat segera mengenali
bila terjadi suatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang
mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (out break) dari
RS. KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau
kematian yang bermakna secara epidimiologis pada daera dalam kurun waktu
tertentu dan merupakan keadaan yang menjurus terjadinya wabah.
KLB rumah sakit adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi RS yang
menyimpang dari angka dasar endemik yang bermakna dalam kurun waktu
tertentu.
Deteksi dini merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya
peningkatan kasus infeksi RS dengan cara melakukan pemantauan secara terus
menerus dan sistematis (surveilans) terhadap faktor resiko terjadinya infeksi
rumah sakit.
Untuk mengenali adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat
menetapkan kejadian tersebut merupakan suatu KLB, sangat diperlukan
keterampilan khusus dari para petugas kesehatan yang bertanggung jawab itu.
Petugas diharapkan mampu memahami kapan suatu keadaan/ kondisi dinyatakan
sebagai KLB. Suatu KLB dinyatakan apabila memenuhi salah satu kriteria
sebagai berikut :
1) Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah
2) Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama tiga kurun waktu
dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
3) Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut
jenis penyakitnya
4) Jumlah penderita baru dalam periode waktu satu bulan menunjukan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per
bulan dalam satu tahun sebelumnya
5) Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama satu tahun
menunjukan kenaikan dua kali atau lebuh dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan dalan tahun sebelumnya
6) Angka kematian khusus suatu penyakit (case fatality rate) dalam satu
kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan
dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama
7) Angka proporsi penyakit(propoptinal rate) penderita baru suatu penyakit
pada suatu periode menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibanding
suatu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama

Tanpa adanya keterampilan tersebut maka pengumpulan data yang dilakukan


tidak ada gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.

4. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan


penanggulangan
Data surveilans yang diolah dengan baik dan disajikan secara rutin dapat
meyakinkan tenaga kesehatan untuk menerapkan PPI. Data ini dapat melengkapi
pengetahuan yang didapat dari teori karena lebih spesifik, nyata dan terpercaya.
Umpan balik mengenai informasi seperti itu biasanya sangat efektif dalam
menggiring tenaga kesehatan untuk melakuakn upaya PPI RS

5. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI RS


Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans serta
upaya pencegahan dan pengendalian telah dijalankan, maka diperlukan surveilans
secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa permasalahan yang ada benar
benar telah terkendalikan. Dengan pemantauan yang terus menerus maka suatu
upaya pengendalian yang nampaknya rasional kadang akhirnya dapat diketahui
bahwa ternyata tidak efektif sama sekali. Sebagai contohbahwa perawatan meatus
setiap hari untuk mencegah IRS saluan kemih yang nampak rasional namun data
surveilans menunjukan bahwa tidak ada manfaatnya.
6. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan
Penatalaksanaan pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan mencegah
penularan infeksi serta menurunkan angka IRS. Surveilans yang baik dapat
menyediakan data dasar sebagai data pendukung rumah sakit dalam upaya
memenuhi standar pelayanan rumah sakit.
7. Salah satu unsur pendukung untuk memenuhi akreditasi RS
Surveilans IRS merupakan salah satu unsur untuk memenuhi akreditasi RS yaitu
pencegahan dan pengendalian infeksi. Akan tetapi, pengumpulan data surveilans
hanya untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan sumber daya yang
luar biasa tanpa memberikan manfaat kepada RS ataupun tenaga yang ada. Oleh
karena itu, surveilans harus dikembalikan kepada tujuan yang sebenarnya yaitu
untuk menurunkan resiko IRS.
BAB III
METODE SURVEILANS

Metode-metode surveilans dapat ditinjau dari beberapa segi yaitu

1. Berdasarkan dari jenis datanya


1) Surveilans hasil (outcome surveilans) adalah survei yang memantau laju
angka (misalnya ILO, IADP, ISK Pneumonia). Surveilans hasil sering
memerlukan dukungan laboratorium mikrobiologi. Selain itu, surveilans
hasil hanya cost-efektif jika suatu tindakan invasive sering dilakukan (<
100 tindakan yang sama perbulan) dan atau beresiko tinggi bagi RS
2) Surveilans proses ( process/proxy surveilance ) adalah surveilans yang
memantau pelaksanaan langka-langka pencegahan IRS. Pencegahan IRS
di kembangkan dalam bundle yaitu serangkaian protocol tetap tindakan
klinis. Derajat kepatuhan terhadap setiap komponenbundle tersebut
dapat mencerminkan besarnya resiko IRS. Surveilans proses dapat di
lakukan meskipun tidak tersedia fasilitas laboratorium mikrobiologi.
Selain itu surveilans proses dapay di terapkan untuk tindakan yang jarang
di lakukan (<100 tindakan yang sama perbulan, misalnya laparatomi
explorative dan tindakan yang beresiko rendah bagi RS misalnya ILO
pada Appendektomi ).

2. Berdasarkan cakupannya
1) Surveilans komprehensif ( hospital-wide / traditional surveilans ) adalah
surveilans yang di lakukan di semua area perawatan untuk
mengidentifikasi pasien yang mengalami infeksi selama di rumah sakit.
Data di kumpulkan dari catatan medis, catatan keperawatan, laboratorium,
dan perawat ruangan. Metode surveilans ini merupakan metode pertama
kali dilakukan oleh CDC pada tahun 1970, namun memerlukan banyak
waktu, tenaga dan biaya.
2) Surveialans Target ( targeted / sentinel surveilans ) adalah surveilans yang
terfokus pada ruangan, kelompok pasien, atau tindakan dengan resiko
infeksi spesifik. Contoh contohnya meliputi surveilans ruang perawatan
intensif (ICU), surveilans pada pasien dengan kateter vena sentral, atau
survailans infeksi luka operasi. Surveilans target akan memberikan hasil
yang lebih tajam dan memerlukan sumber daya yang lebih sedikit.

3. Berdasarkan waktu
1) Surveilans periodik adalah surveilans yang dilakukan secaara rutin dengan
selang waktu tertentu, misalnya satu bulan dalam setiap semester.
Surveilans periodik dapat dilakukan secara berpindah-pindah, misalnya pada
satu atau beberapa unit dalam periode tertentu kemudian pindah ke unit lain.
2) Surveilans prevalensi (prevalensi surveilans) adalah surveilans yang
menghitung semua jumlah IRS, baik kasus lama maupun baru, pada hari
tertentu atau selama periode tertentu. Karena mencakup kasuus lama dan
baru, hasil surveilans prevalensi akan lebih tinggi dari pada laju insiden.
Surveilans prevalensi dapat digunakan untuk tujuan khusus seperti untuk
memperoleh infeksi Methicillin- Resistent Staphylococcus Aureus (MRSA)
atau Vancoycin- Resistent Enterococci (VRE)

4. Berdasarkan jenis rawat


1) Surveilans selama perawatan adalah surveilans yang dilakukan selama
pasien menjalani rawat inap saja. Surveilans selama perawatan lebih mudah
dilakukan, tetapi hanya mencerminkan IRS yang timbul dalam waktu relatif
singkat.
2) Surveilans pasca perawatan (post-discharge surveilans) adalah surveilans
yang dapat dilakukan sesudah pasien keluar dari rumah sakit. Surveilans
pasca rawat dapat mendeteksi IRS yang tidak langsung timbul, seperti ILO
yang bisa timbul 30 hari (tanpa implant) selama 1 tahun sesudah operasi
(dengan implant). Surveilans pasca rawat memerlukan follow-up yang ketat
dari pasien baik melalui pemeriksaan langsung waktu pasien datang kontrol
atau secara tidak langsung yaitu melalui kontak telepon atau surat.

Untuk tersedianya data nasional yang seragam, surveilans yang harus


dilaporkan oleh semua rumah sakit adalah surveilans target dan surveilans pasca
rawat.
BAB IV

DEFENISI KASUS

Infeksi rumah sakit (IRS) merupakan jenis infeksi yang berhubungan erat dengan proses
perawatan pasien. Jadi target yang diselidiki dalam hal ini adalah pasien yang mengalami
perawatan. Dengan demikian semakin lama perawatan resiko terjadinya IRS juga semakin
meningkat. Begitu juga semakin banyak tindakan perawatan yang bersifat infasif akan
meningkatkan terjadinya IRS.

Untuk menentukan apakah itu termasuk kasus IRS atau bukan, perlu bukti-bukti yang
kuat membuktikan bahwa infeksi tersebut memang belum ada dan juga tidak pada waktu
inkubasi saat pasien dirawat. Penyakit infeksi merupakan peyakit yang terjadi tidak secara
spontan spontan, tetapi memerlukan proses waktu yang disebut dengan masa inkubasi. Untuk itu
sering kita butuhkan data-data penunjang baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau bahkan
laboratorium untuk membuktikan jenis infeksi ini.

Jenis - jenis infeksi rumah sakit sangat banyak bergantung dari jenis perawatan dan tindakan

JENIS JENIS INFEKSI RUMAH SAKIT

yang kita lakukan terhadap pasien. Diantara berbagai jenis infeksi rumah sakit yang terjadi, ada 4
jenis infeksi yang dipantau di RSIA Dedari Kupang yaitu :

1) INFEKSI DAERAH OPERASI


Adalah infeksi pada daerah operasi yang terjadi dalam 30 hari pasca bedah
ditandai adanya cairan purulen dari luka operasi, kultur positif dari cairan yang
keluar atau jaringan yang diambil secara aseptik, ditemukan paling tidak satu
tanda infeksi seperti nyeri, bengkak lokal, kemerahan kecuali bila hasil kultur
negatif, dokter yang merawat menyatakan infeksi.
KLASIFIKASI LUKA OPERASI
a. Luka operasi bersih
1) Bila operasi dilakukan pada daerah tanpa radang
2) Operasi tidak membuka
a) Tr. Respiratorius
b) Tr. Orofaring
c) Tr. Gastrointestinal
d) Tr. Urinarius
e) Tr. bilier
3) Operasi berencana dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa
drain tertutup
b. Luka operasi bersih terkontaminasi
1) Bila operasi membuka
a) Tr. Respiratorius
b) Tr. Orofaring
c) Tr. Gastrointestinal
d) Tr. Urinarius
e) Tr. Reproduksi (kecuali ovarium)
f) Tr. Bilier

Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage) Tr. Biliaris,


apendix, vagina, dan orofaring.

c. Luka operasi terkontaminasi


Operasi yang dilakukan pada kulit yang terbuka, tetapi masih dalam
waktu emas ( Golden Periode ) yaitu dibawah 6 jam.
d. Lukaoperasi kotor / dengan infeksi
1) Daerah dengan luak terbuka lebih dari 6 jam setelah kejadian
terdapat jaringan luas yang kotor.
2) Operasi melalui daerah purulen
3) Operasi pada perforasi Tr. Digestivus, urogenitalis, Tr.
Respiratorius yang terinfeksi.
BATASAN KEADAAN LUKA PASCA BEDAH

a. Tidak infeksi
Bila klinis bersih dan luka operasi sembuh permanen
b. Kemungkinan infeksi
Bila dari luka operasi keluar cairan terus dan ada tanda tanda radang
tetapi pada pemeriksaan biakan kuman dari cairan serus tersebut tidak
didapat pertumbuhan kuman.
c. Infeksi
Bila dari luka operasi keluar pus dengan hassil biakan kuman positif atau
keluar pus dari luka operasi dengan atau tanpa dibuktikan hasil
pemeriksaan mikrobiologis atau luka dibuka oleh dokter yang merawat
karena ada tanda inflamasi atau dokter yang merawat menyatakan luka
terinfeksi.

FAKTOR RESIKO ILO

Faktor resiko terjadinya ILO dapat berasal dari :

a. Kondisi pasien sendiri seperti usia, obesitas, penyakit berat, ASA Score,
karier MRSA, lama rawat pra operasi, malnutrisi, DM, penyakit
keganasan
b. Prosedur operasi: cukur rambut sebelum operassi, jenis tindakan,
antibiotik profilaksis, lamanya operasi, tindakan lebih dari satu jenis,
benda asing, tranfusi darah, operasi emergensi
c. Jenis operasi : operasi bersih terkontaminasi, operasi terkontaminasi,
operasi kotor
d. Perawatan pasca infeksi : tempat perawatan, tindakan tindakan
keperawatan dan lamanya perawatan

Batasan infeksi lika operasi nosokomial di RSIA Dedari Kupang

a) Infeksi pada luka insisi terjadi pada waktu selama 30 hari pasca bedah
atau sampai satu tahun bila ada implant
b) Terdapat paling tidak satu keadaan dibawah ini :
1) Keluar cairan purulen dari luka insisi tapi bukan berasal dari
rongga atau organ
2) Dapat di isolasi kuman penyebab dari biakan cairan atau jaringan
yang diambil secara aseptik dari tempat insisi superficial
3) Sekurang-kurangnya terdapat
Satu tanda atau gejala infeksi sebagai berikut : rasa nyeri,
pembengkakan yang terlokalisir, kemerahan atau hangat
pada perabaan
Insisi terpaksa harus dibuka oleh dokter dan hasil biakan
positif atau tidak dilakukan biakan
4) Dokter yang menangani menyatakan infeksi

2) INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER


Infeksi aliran darah primer (IADP) adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa
ada organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi. Pasien disebut
IAD bila memenuhi paling sedikit satu kriteria dibawah ini :
1. Terdapat kuman patogen yang dikenal dari satu kali atau lebih biakan
darah dan biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi
ditempat lain.
2. Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
Demam >380C
Menggigil
Hipotensi
3. Pasien berumur 1 tahun dengan paling sedikit satu dari tanda-tanda
berikut
Demam >380C
Hipotermi < 370C
Apnea
Bradikardi
Di RSIA Dedari Kupang, untuk pencegahan dan pengendalian infeksi aliran darah
primer yang disurvey adalah :

a. Phlebitis
Adalah infeksi pada dinding vena yang timbul karena tindakan infasif pada
pemasangan kanule kateter intravena.
Infeksi ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan kemerahan dengan atau
tanpa nanah pada daerah bekas tususkan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam
setelah pemasangan infus atau kurang dari waktu tersebut bila infus masih
terpasang.
Tanda dan Gejala Phlebitis
Kemerahan pada tempat penusukan dan sekitarnya
Rasa panas pada tempat penusukan
Rasa sakit pada tempat penusukan dan bila ditekan terasa sakit
Kemerahan sepanjang vena yang ditusuk
Timbul pada tempat penusukan

Penyebab Phlebitis :

1. Kimia

Karena osmolaritas dan pH cairan

2. Mekanis
a. Pemilihan tempat penusukan jarum dan pemilihan vena
b. Pemilihan jarum
c. Pelaksanaan fiksasi
d. Penggunaan cairan dingin
3. Bakterial
a. Cairan infus terkontaminasi
b. Tempat penusukan terkontaminasi

Skala Phlebitis
0 : tidak ada phlebitis
1 : - ada kemerahan dan oedema pada penusukan jarum
Kemerahan disertai kesakitan atau tidak
Oedema muncul atau tidak
Tidak ada garis kemerahan
Tidak ada cord yang bisa dipegang
2 : tanda phlebitis no. 1 disertai kemerahan sepanjang vena

Ada garis kemerahan sepanjang vena

3 : tanda phlebitis no. 1 dan 2 ditambah

Sepanjang vena yang ditusuk terasa mengeras

Batasan phlebitis yang tercatat/menjadi laporan PPI :

1. Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa ditemukan


penyebab lainnya :
a. Demam (380C), sakit, eritema, atau panas apada vaskular yang
terlibat dan,
b. Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intervaskular tumbuh > 15
koloni mikroba, dan
c. Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif
2. Adanya aliran nanah pada vaskular yang terlibat
3. Untuk pasien < 1 tahun, minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut,
tanpa ditemukan penyebab lainnya :
a. Demam (>380C rectal), hipotermi (<370C rectal), apneu,
bradikardia, letargi atau sakit, eritema atau panas pada waktu
vaskular yang terlibat, dan
b. Kultur semikuantitatif dari ujung kanula intervaskular tumbuh >15
koloni mikroba, dan
c. Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif
4. Terjadi dalam waktu < 3x24 jam / 72 jam
3) INFEKSI SALURAN KEMIH

Adalah infeksi karena invasi mikroba dalam saluran kemih.

Dalam batasan ini termasuk :

ISK Simtomatis
ISK Asimtomatis
ISK Lainnya/Nasokomial
a. Batasan Infeksi Saluran Kemih Simtomatis
Memenuhi salah satu dari tanda / gejala kriteria berikut ini :
1. Demam (temperatur >380C)
2. Disuria
3. Urgensi (Nikuri/anyang anyangan)
4. Polakisuria
5. Nyeri suprapubis

Ditambah salah satu atau lebih berikut ini :

Adanya bakteriuria, yaitu ditemukan kuman tidak lebih dari 2


spesies pada biakan kuman dengan jumlah koloni sbb :
104 atau lebih bila urin diambil dengan kateter
105 atau lebih diambil urin porsi tengah
1 atau lebih bila urin diambil dengan pungsi suprapubik
Tes carik celup positif untuk lekosit esterase atau nitrit
Piuria (leukositoria) leukosit >10/LPB (lapang pandang besar)
Terlihat kuman dengan pewarnaan gram pada urin yang tidak diputar
Biakan urin menunjukkan pertumbuhan 1 jenis kuman uropatogen
<104 koloni/ml pada pasien yang telah melalui pengobatan
antimikroba yang sesuai
Dokter yang merawat mendiagnosis ISK
b. Batasan Infeksi Saluran Kemih Asimtomatis
Harus memenuhi paling sedikit satu kriteria :
Riwayat menggunakan urin kateter kurang dari 7 hari
Tes konfirmasi mayor positif dari hasil kultur urin yang dilakukan 2x
berturut turut dan,
Tidak terdapat gejala gejala/simptom ISK negatif
Dan salah satu dari hasil dibawah ini :
hasil urin kultur 105 cfu/ml dengan tidak lebih dari 2 jenis kuman
kultur urin dua kali berturut-turut terdapat kuman flora normal yang
sama misalnya S. saprophyticus, S. epidermis dengan jumlah kuman
>105 cfu/ml
c. Batasan Infeksi Saluran Kemih Lainnya/Nasokomial

ISK digolongkan infeksi bila tanda infeki timbul setelah tindakan invasif /
operatif pada traktus genitourinarius di rumah sakit, antara lain :

Kateterisasi
Sistokopi
Endoskopi
Tindakan operatif pada vagina

Harus memenuhi salah satu kriteria :

Ditemukan kuman yang tumbuh dari cairan


Ada abses atau tanda infeksi yang dapat dilihat, pemeriksaan langsung
selama pembedahan atau histopatologi
Ada 2 tanda berikut : demam (suhu > 380C), nyeri lokal, nyeri tekan
pada daerah yang dicurigai infeksi
BATASAN ISK YANG DIPANTAU DI RSIA DEDARI

Memenuhi salah satu dari tanda / gejala kriteria berikut ini :

Demam (temperatur >380C)


Disuria
Urgensi (Nikuri / anyang-anyangan)
Polakisuria
Nyeri suprapubis

Ditambah salah satu atau lebih berikut ini :

Adanya bakteriuria, yaitu ditemukan kuman tidak lebih dari 2 spesies


pada biakan kuman dengan jumlah koloni sbb :
o 104 atau lebih bila urin diambil dengan kateter
o 105 atau lebih diambil urin porsi tengah
o 1 atau lebih bila urin diambil dengan pungsi suprapubik
Tes carik celup positif untuk lekosit esterase atau nitrit
Piuria (leukositoria) leukosit >10/LPB (lapang pandang besar)
Terlihat kuman dengan pewarnaan gram pada urin yang tidak diputar
Biakan urin menunjukkan pertumbuhan 1 jenis kuman uropatogen <104
koloni/ml pada pasien yang telah melalui pengobatan antimikroba yang
sesuai
Pada pasien yang didiagnosa ISK waktu masuk rumah sakit, baru dianggap
infeksi bila ditemukan kuman penyebab yang berbeda dengan kuman
penyebab yang ditemukan pada waktu pasien masuk rumah sakit
Dokter yang merawat mendiagnosis ISK

Strategi penurunan resiko infeksi pada saluran kencing yang dilakukan :

1. SDM harus paham dan terampil dalam melakukan tindakan pemasangan,


perawatan dan pelepasan kateter
2. Indikasi penggunaan kateter harus benar dan sesegera mungkin untuk
dilepas
3. Cuci tangan sebelum dan setelah tindakan
4. Metode pemasangan kateter yang benar
5. Menggunakan sistem tertutup dan steril
Sambungan antara kateter dan urinbag tidak bole terlepas, bila
terlepas harus diganti, bila untuk kondisi tertentu harus dilepas
harus diperlakukan secara steril
Kantong penampung urin tidak boleh menyentuh lantai
Ujung urinbag tidak boleh menyentuh urin yang telah dibuang
6. Aliran urin harus lancar
Fiksasi selang kateter harus adekuat
Selang kateter tidak boleh terlipat
Pengosongan urinbag dengan desinfeksi menggunakan alkohol
swab pada stopper
Bila pasien dipindahkan, untuk sementara selang kateter diklem
untuk menghindari arus balik urin yang berakibat terjadinya ISK.
Hindari jangan mengangkat urinbag diatas kandung kemih.
Urinbag dipasang lebih rendah dari buli-buli

Catatan :

Pada pasien yang didiagnosa ISK waktu masuk rumah sakit, baru dianggap infeksi
bila ditemukan kuman penyebab yang berbeda dengan kuman penyebab yang
ditemukan pada waktu pasien masuk rumah sakit.

4) DEKUBITUS
Adalah suatu kondisis kerusakan/kematian kulit atau jaringan bawah kulit, bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan terus menerus
sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Faktor faktor terjadi dekubitus :
a. Faktor internal
Umur tua (75 tahun)
Penurunan kemampuan sistem kardiovaskular (DM, Anemia,
Hipoalbumin, penyakit neurologi)
Status gizi (under atau overweight)
b. Faktor eksternal
Kebersihan tempat tidur
Peralatan medik yang memfiksasi (post op)
Perubahan posisi yang kurang

Penampilan klinis dekubitus :


a. Derajat I : radang epidermis
b. Derajat II : radang dermis hingga subkutan
c. Derajat III : radang faskia sampai otot
d. Derajat IV : radang sampai tampak tulang
Perawatan dekubitus :
a. Derajat I : dirawat dengan air hangat, lotion dimasase 2-3 kali sehari
b. Derajat II : dirawat dengan syarat aseptic suasana dingin dan hangat, obat-
obatan
c. Derajat III : luka bersih, eksudat dialirkan, oksigenasi dijaga, antibiotika
sistemik
d. Derajat IV : perawatan diatas dilanjutkan, perlu tindakan bedah?
BAB V

MANAJEMEN SURVEILANS

1. Identifikasi kasus
Apabila ditemukan kasus IRS, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan disini yaitu:
1) Apakah kasus IRS didapatkan secara pasif atau aktif?
Kasus didapatkan secara pasif yaitu kasus yang dapat dibuat oleh orang yang tidak
duduk didalam komite PPI/ tim PPI yang dipercaya untuk mencatat dan melaporkan bila
menumukan infeksi selama perawatan. Misalnya tersedia formulir yang diisi oleh dokter
maupun perawat yang merawat bila menemukan kasus IRS pada pasien.
Kasus yang didapat secara aktif adalah kasus IRS yang diperoleh dan dibuat oleh orang
yang terlatih dan hampir selalu dari komite PPI/ Tim PPI yang mencari data dari
berbagai sumber untuk mengumpulkan informasi dan memutuskan apakah terjadi IRS
atau tidak.

2) Kasus IRS didapatkan berdasarkan klinis pasien atau temuan laboratorium?


Surveilans yang didasarkan pada temuan klinis pasien, menelaah factor resiko,
memantau prosedur perwatan pasien yang terkait dengan prinsip-prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi. Dalam hal ini diperlukan pengamatan langsung diruangan
perawatan dan diskusi dengan dokter atau perawat yang merawat.
Surveilans yang berdasarkan pada temuan laboratorium, semata-mata didasarkan atas
hasil pemeriksaan laboratorium,semata mata didasarkan atas pemeriksaan laboratorium
sediaan klinik.oleh karena itu infeksi yang tidak dikultur yaitu yang didiagnosis secara
klinik (berdasarkan gejala dan tanda klinik) saja seperti sepsis dapat
terlewatkan,sementara hasil biakan positif tanpa konfirmasi klinik dapat secara salah
diinterpretasisikan sebagai IRS (misalnya hasil positif hanya merupakan hasil kolonisasi
dan bukan infeksi)
3) Kasus IRS didapat secara prospektif atau retrospektif
Yang di maksud dengan surveilens prospektif adalah pemantauan setiap pasien selama
dirawat di rumah sakit dan untuk pasien operasi sampai setelah pasien pulang (satu
bulan operasi tanpa implant dan satu tahun operasi dengan implant).Surveilans
retrospektif hanya mengandalkan catatan medik setelah pasien pulang untuk
menemukan ada tidaknya IRS.Keuntungan yang paling utama pada surveilans
prospektif adalah:
a. Dapat langsung menentukan klkuster dari infeksi
b. Adanya kunjungan komite/tim PPI diruang perawatan.
c. Memungkinkan analisa data berdasarkan waktu dan dapat memberikan umpan
balik.Kelemahanya adalah memerlukan sumberdaya yang lebih besar
dibandingkan survilens retrospektif.

2. Pengumpulan dan pencatatan data


Tim PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut diatas,karena mereka yang
memiliki ketrampilan dalam mengidentifikasi IRS sesuai dengan kriteria yang
ada.Sedangkan pelaksanaan pengumpilan data ada IPCN yang dibantu IPCLN.Banyak
sumber data diperlukan dalam pelaksanaan surveilans IRS tergantung dari jenis pelayanan
medic yang diberikan oleh suatu Rumah sakit.Komite / tim PPI pada suatu infeksi baru dan
juga untuk mencari rujukan mengenai cara pencegahanya dan cara
pengendalianya.Pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1) Pengumpulan data numerator
Pengumpulan data yang dilakukan IPCN dibantu oleh IPCLN dengan melihat
program otomatis database elektronik,tetapi tetap IPCN/IPCO yang membuat
keputusan final tentang adamya IRS berdasarkan criteria yang dipakai untuk
menetukan adanya IRS.Di RSIA dedari Kupang pengumpulan data harian dilakukan
oleh IPCLN dengan cara bila terbukti ada infeksi,formulir DP C12 -1 dan atau DPC
12-10 dilengkapi dan dilaporkan.
2) Pengumpulan data denominator
Pengumpulan data ini juga dapat dilakukan IPCN / IPCLN yang sudah dilati.Dta
juga dapat diperoleh asalkan data ini secara substansial tidak berbeda dengan data
yang dikumpilkan secara manual.Jenis data yang dikumpulkan adalah :
a. Jumlah populasi pasien yang beresiko tekena infeksi
b. Untuk data laju densitas insiden IRS yang berhubunga dengan alat
(ventilator,central line,kateter urin) pada area yang dilakukan
survailans,jumlahkan hitungan harian ini pada akhir periode surveilans untuk
digunakan sebagai data denominator.
c. Untuk laju SSI atau untuk mengetahui indeks resiko : catat informasi untuk
prosedur operasi yang dipilih untuk surveilans (misal jenis prosedur, tanggal,
factor resiko, dll)

Di RSIA Dedari Kupang pengumpulan data denominator dilakukan oleh IPCN dibantu
oleh IPCLN yaitu : melengkapi formulir DP C12-2 formulisr pelaporan infeksi
nosokomial yang sudah terakses lewat komputerisasi
Data jumlah tindakan OK untuk surveilans ILO, data jumlah pasang cateter untuk
surveilans ISK secara otomatis sudah terekap dalam sistem IT.
Data pasien yang beresiko terjadi dekubitus direkap oleh masing-masing unit dan
apabila menemukan kasus dekubitus, datanya dimasukkan ke sistem IT.

Teknik pengumpulan data:


1) Pengumpulan data numerator dan debominator dilakukan oleh IPCN yang
dibantu oleh IPCLN
2) Data denominator dikumoulkan setiap hari yaitu jumlah pasien,jumlah
pemakaian alat kesehatan dan jumlah kasus operasi .
3) Data numerator dikumpulkan bila ada kasus baru infeksi.

3. Analisa data
Analisa data dilakukan untuk menentukan dan menghitung laju,ada tiga laju yang dipakai
dalam surveilans IRS yaitu :
1) Incidence
Adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit yang timbul dalam suatu kelompok
populasi tertentu dalam kurun waktu tertentu pula
2) Prevalence
Adalah jumlah total kasus baik baru maupun lama suatu kelompok populasi dalam
satu kurun waktu tertentu (periode prevalence) atau dalam satu kurun waktu tertentu
(point prevalence)
3) Incidence dencity
Adalah rata rata instant dimana infeksi terjadi,relatif terhadap besaran populasi yang
bebas infeksi.Di RSIA dedari Kupang masih menggunakan incidence rate dalam
menentukan dan menghitung laju IRS

4. Evaluasi,rekomendasi dan diseminasi


Hasil surveilens dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan program PPIRS dalam
satu waktu tertentu
a) Setiap satu bulan sekali IPCN membuat rekapan untuk bahan pelaporan ke ktua PPI
b) Bila terjadi KLB,maka ketua PPI melaporkan kepada direktur dan kepala penjaminan
mutu RS.
c) Setiap tiga bulan sekali ketua PPI melaporkan data dan evaluasi kepada direktur,
komite medik dan kepala unit terkait.

Surveilans yang dilakukan RSIA dedari meliputi :


1. Survei tentang IDO
2. Survei tentang IADP(ILI dan infeksi vena sentral)
3. Survei tentang dekubitus
4. Survei tentang ISK

Anda mungkin juga menyukai