Anda di halaman 1dari 132

LANDASAN DAN INOVASI PEMBELAJARAN

DISUSUN OLEH

Dwi Cahyadi Wibowo, M. Pd.


NIDN. 1126108901

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PERSADA KHATULISTIWA SINTANG
SINTANG KALIMANTAN BARAT
2015
PENDAHULUAN

Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta


didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003). Mencapai tujuan pendidikan nasional
tersebut tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu sinergi yang
kuat antar semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan untuk dapat
mewujudkannya. Pemerintah, tenaga kependidikan, masyarakat, dan peserta didik
harus memiliki kesiapan dan usaha yang prima untuk mencapai tujuan pendidikan
yang dicita-citakan tersebut.

Banyak komponen yang menentukan keberhasilan pendidikan dalam


mencapai tujuannya. Sehubungan dengan itu, Pidarta (2007:36) menyatakan,
berhasil atau tidaknya suatu pendidikan sangat ditentukan oleh personalianya.
Hasbullah (2006:21) menjelaskan bahwa jabatan guru merupakan pekerjaan mulia
dan agung karena guru merupakan ujung tombak untuk mencerdaskan bangsa.
Dari pendapat tersebut jelas tersurat bahwa pendidik adalah faktor yang sangat
berperan dalam menyukseskan pendidikan. Oleh karena itu, pendidik harus
memiliki power yang signifikan sebagai modal untuk dapat mencapai
keberhasilan pendidikan.

Salah satu modal utama yang harus dimiliki pendidik untuk dapat
melaksanakan program pendidikan dengan baik tentunya adalah dengan
menguasai inovasi pembelajaran. Inovasi yang dilakukan tentunya harus
bertumpu pada suatu landasan ideal dalam melaksanakan pembelajaran. Hal-hal
yang harus dikuasai tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Landasan pembelajaran yang mencakup konsep belajar, mengajar, dan


pembelajaran, konsep pendekatan, strategi, model, metode, dan teknik
pembelajaran, teori-teori pembelajaran, serta standar nasional pendidikan.
2. Inovasi pembelajaran yang mencakup konsep inovasi dalam pembelajaran
dan pembelajaran inovatif serta inovasi-inovasi dalam pembelajaran.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | i


Dengan dikuasainya pengetahuan tentang landasan dan inovasi
pembelajaran tersebut oleh pendidik, maka tujuan pendidikan menjadi selangkah
lebih dekat untuk dicapai.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | ii


LANDASAN PEMBELAJARAN

Bab I
Konsep Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memiliki wawasan tentang landasan pembelajaran, yang
menyangkut pemahaman tentang hakikat belajar, mengajar, pembelajaran, teori-
teori belajar, konsep pendekatan, strategi, model, metode dan teknik
pembelajaran, standar nasional pendidikan, terutama yang relevan dengan
pengembangan pendidikan dasar.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa menguasai hakikat tentang belajar mengajar, pembelajaran,
jenis-jenis belajar, prinsip-prinsip belajar dan pengajaran, komponen-komponen
belajar, terutama yang relevan dengan pengembangan pendidikan dasar.

Indikator :
Setelah mempelajari Bab I, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian belajar, mengajar, dan pembelajaran.
2. Mengidentifikasi jenis-jenis belajar.
3. Menyebutkan prisip-prinsip belajar dan pembelajaran.
4. Menjelaskan komponen-komponen pembelajaran.

Sekolah sebagai tempat terjadinya proses belajar, mengajar, dan


pembelajaran. Proses belajar, mengajar, dan pembelajaran yang terjadi merupakan
hal urgen yang perlu mendapatkan perhatian. Perhatian tentang proses belajar,

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 1


mengajar, dan pembelajaran tentu saja dapat terjadi dengan optimal bila kita
memahami hakikat dari belajar, mengajar, dan pembelajaran. Dengan memahami
hakikat belajar, mengajar, dan pembelajaran, tentunya kita menjadi lebih memiliki
gambaran tentang bagaimana setidaknya hal yang mesti kita lakukan dalam upaya
mengoptimalkan pelaksanaan proses belajar, mengajar, dan pembelajaran yang
dilakoni.
Belajar merupakan segala proses atau usaha yang dilakukan secara sadar,
sengaja, aktif, sistematis dan integratif untuk menciptakan perubahan-perubahan
dalam dirinya menuju kearah sempurna yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan serta perubahan yang terjadi bersifat kontinyu dan terarah.
Mengajar dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang tersistem dari sebuah
lingkungan yang terdiri dari pendidikan dan peserta didik untuk saling
berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar untuk
mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Sedangkan, pembelajaran adalah
proses yang dialami siswa menuju kearah sempurna akibat dari interaksi antara
sejumlah komponen pembelajaran.
Jenis-jenis belajar, dapat diklasifikasikan menjadi delapan, diantaranya:
belajar isyarat, belajar stimulus-respon, belajar rangkaian, belajar asosiasi verbal,
belajar membedakan, belajar konsep, belajar hukum atau aturan, dan belajar
pemecahan masalah. Berpedoman pada proses pembelajaran dan berbagai faktor
yang mempengaruhinya, maka harus diperhatikan beberapa prinsip-prinsip umum
yang dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sehingga
diharapkan mampu mengefektifkan proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah komponen yang
meliputi: tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, metode, alat dan
sumber, serta evaluasi. Guru harus mampu mengorganisir dan mengelola
komponen-komponen belajar secara optimal, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan output atau kualitas proses dan hasil belajar.
Dalam unit ini kita akan mempelajari tentang belajar, mengajar,
pembelajaran, jenis-jenis belajar, prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran,
komponen-komponen pembelajaran, terutama yang relevan dengan
pengembangan pendidikan dasar. Secara khusus unit ini terdiri atas:

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 2


1. Definisi belajar, mengajar, dan pembelajaran.
2. Jenis-jenis belajar.
3. Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran.
4. Komponen-komponen pembelajaran.

1.1 Definisi Belajar, Mengajar, dan Pembelajaran


Banyak para ahli mengemukakan pandangannya tentang belajar dan
pandangan tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pandangan
seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakannya yang berkaitan dengan
belajar serta proses pembelajarannya. Sebagai contoh, guru yang menganggap
bahwa belajar itu merupakan latihan, maka dalam kegiatannya pun cenderung
memberikan latihan-latihan. Hal ini tentu akan berbeda dengan guru yang
mengartikan belajar sebagai suatu proses penghafalan. Dengan demikian, perlu
dirumuskan pengertian belajar secara jelas, sehingga kita mengetahui apa yang
dimaksud dengan belajar.
Gagne (dalam Munandir, 1990:3) mendefinisikan belajar sebagai
perubahan dalam disposisi manusia atau kapabilitas yang berlangsung selama satu
masa waktu dan tidak semata-mata disebabkan oleh proses pertumbuhan.
Perubahan yang dimaksud dalam hal ini bisa berupa perubahan tingkah laku,
peningkatan kecakapan, serta perubahan predisposisi yang mencakup sikap, minat
atau nilai.
Harold Spears (dalam Sadirman, 2007) memberikan batasan bahwa
learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen,
to follow direction. Jadi, belajar itu merupakan serangkaian kegiatan
mendengarkan, membaca, mengamati, meniru, dan sebagainya sebagai proses
menuju perubahan prilaku.
Sejalan dengan hal tersebut, Slameto (2003:2), mendefinisikan pengertian
belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan yang
terjadi adalah diri seseorang dapat dilihat baik dari segi sifat, maupun jenisnya.
Oleh karena itu, perubahan tingkah laku yang terjadi tidak semuanya dapat

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 3


diklasifikasikan sebagai hasil dari belajar. Perubahan perilaku bisa saja sebagai
akibat dari proses perkembangan dan pertumbuhan, seperti halnya kematangan
atau maturation.
Berdasarkan pendapat di atas mengenai pengertian belajar, maka dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang berupa serangkaian kegiatan mendengarkan, membaca, mengamati,
meniru, dan sebagainya untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan yang berlangsung selama satu masa waktu, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.
Perubahan prilaku yang terjadi, tidak semuanya dapat digolongkan sebagai
belajar. Slameto (2003) menjelaskan bahwa ciri-ciri perubahan tingkah laku
dalam pengertian belajar, antara lain:
1. Perubahan terjadi secara sadar
Seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan dalam
dirinya. Sebagai contoh, setelah belajar seseorang menyadari bahwa
kecakapannya dan pengetahuannya bertambah. Berbeda dengan perubahan
tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar.
Orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu. Dengan
demikian, seseorang dikatakan belajar apabila orang yang bersangkutan
menyadari perubahan yang terjadi.
2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang
berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang
terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam kegiatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah
dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan demikian, jika semakin banyak usaha belajar yang dilakukan,
maka semakin banyak dan semakin baik perubahan yang diperoleh.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 4


4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat tetap atau permanen.
Hal ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
tetap. Lain halnya dengan perubahan yang bersifat sementara seperti
berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan sebagainya. Hal
tersebut tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar.
5. Perubahan dalam belajar bertujuan dan terarah
Perbuatan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar
disadari. Hal ini berarti perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada
tujuan yang akan dicapai.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar
meliputi perubahan seluruh tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu,
sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Apabila terjadi proses belajar, maka secara bersamaan terjadi proses
mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan
suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Menurut Tyson dan
Caroll (dalam Juprimalino, 2012) mengemukakan bahwa mengajar adalah a way
working with students . . . A process of interaction, the teacher does something to
student, the students do something in retern. Dari definisi tersebut tergambar
bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik
antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
Alvin W. Howard (dalam Slameto, 2003), mendefinisikan mengajar
sebagai aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk
mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals,
appreciations, dan knowledge.
Hamalik (2008) merumuskan konsep mengajar sebagai penyampaian
pengetahuan kepada peserta didik, pewarisan kebudayaan kepada siswa,
mengorganisasikan lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa.
Dengan demikian, maka melalui kegiatan mengajar akan mempersiapkan peserta
didik untuk menjadi warga Negara yang baik sesuai dengan tuntutan masyarakat.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 5


Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa mengajar
merupakan suatu aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari
pendidikan dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu
kegiatan sehingga terjadi proses belajar untuk mencapai tujuan pengajaran yang
diharapkan.
Sejalan dengan adanya perkembangan dalam dunia pendidikan, kita
mengenal adanya pengajaran lama dan pengajaran baru. Pengajaran lama atau
yang dikenal dengan pengajaran tradisional, memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya: a) pengajaran lebih terpusat pada guru, b) kurangnya penggunaan
media pembelajaran, c) metode yang diterapkan kurang inovatif, dan d) jarang
mengaitkan materi pembelajaran dengan lingkungan siswa.
Mengacu pada kelemahan-kelemahan pengajaran tradisional, maka
muncullah pola pengajaran baru yang lebih inovatif, untuk mengatasi
permasalahan dalam pengajaran. Keunggulan dari pengajaran baru, antara lain: a)
penerapan metode pembelajaran yang lebih inovatif, b) menekankan pada
pembelajaran yang terpusat pada siswa, c) mempertimbangkan tingkat
perkembangan peserta didik, dan d) adanya variasi dalam pemilihan media
pembelajaran.
Seiring dengan perkembangan proses pengajaran, maka proses pengajaran
berkembang menjadi proses pembelajaran. Pembelajaran adalah proses yang
dialami siswa menuju kearah sempurna akibat dari interaksi antara sejumlah
komponen pembelajaran. Perbedaan antara pengajaran dan pembelajaran adalah
pengajaran berfokus pada suatu kegiatan/usaha dalam penyampaian suatu
pengetahuan sebagai pelajaran, baik secara formal maupun informal kepada
peserta didik. Sedangkan pembelajaran berfokus pada suatu kegiatan, cara dan
proses yang mengkondisikan seseorang untuk belajar dan lebih memfokuskan
pada kegiatan yang dirancang untuk interaksi siswa dengan diri dan
lingkungannya agar peserta didik dapat belajar secara optimal melalui kegiatan
intruksional edukatif yang dilakukan pendidik.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 6


1.2 Jenis-jenis belajar
Berkenaan dengan proses belajar yang terjadi pada diri siswa, Gagne
(dalam Winataputra, 2008) mengemukakan delapan jenis belajar. Penjabaran
kedelapan jenis belajar tersebut adalah sebagai berikut.
1.2.1 Belajar Isyarat (Signal Learning)
Belajar melalui isyarat adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu
karena adanya tanda atau isyarat. Misalnya berhenti berbicara ketika mendapat
isyarat telunjuk menyilang mulut sebagai tanda tidak boleh ribut atau berhenti
mengendarai sepeda motor diperempatan jalan pada saat tanda lampu merah
menyala.
1.2.2 Belajar Stimulus-Respon (Stimulus-Response Learning)
Belajar stimulus-respon terjadi pada diri individu karena ada rangsangan
dari luar. Misalnya, menendang bola ketika ada bola di depan kaki, berbaris rapi
karena ada komando, berlari karena mendengar suara anjing menggonggong di
belakang, dan sebagainya.
1.2.3 Belajar Rangkaian (Chaining Learning)
Belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses stimulus
respon (S-R) yang telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang
segera atau spontan seperti konsep gerakan dalam permainan bola basket yang
terjadi karena sebelumnya telah mempelajari gerakan dasar seperti passing,
shooting, lay up, pivot, dan sebagainya pada saat mendapatkan penjagaan dari
lawan secara ketat.
1.2.4 Belajar Asosiasi Verbal (Verbal Association Learning)
Belajar asosiasi terjadi bila individu telah mengetahui sebutan bentuk dan
dapat menangkap makna yang bersifat verbal. Misalnya perahu itu seperti badan
itik atau kereta api seperti keluang (kaki seribu) atau wajahnya seperti bulan
kesiangan.
1.2.5 Belajar Membedakan (Discrimination Learning)
Belajar membedakan bila individu berhadapan dengan benda, suasana,
atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal yang
jumlahnya banyak itu. Misalnya membedakan jenis tumbuhan atas dasar urat

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 7


daunnya, suku bangsa menurut tempat tinggalnya, dan negara menurut tingkat
kemajuannya.
1.2.6 Belajar Konsep (Concept Learning)
Belajar konsep terjadi bila individu menghadapi berbagai fakta atau data
yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu pengertian atau makna yang abstrak.
Misalnya, binatang, tumbuhan dan manusia termasuk makhluk hidup, negara-
negara yang maju termasuk developed-countries aturan-aturan yang mengatur
hubungan antar negara termasuk hukum internasional.
1.2.7 Belajar Hukum atau Aturan (Rule Learning)
Belajar aturan/hukum terjadi bila individu menggunakan beberapa
rangkaian peristiwa atau perangkat data yang terdahulu atau yang diberikan
sebelumnya dan menerapkannya atau menarik kesimpulan dari data tersebut
menjadi suatu aturan. Misalnya, ditemukan bahwa benda memuai bila dipanaskan,
iklim suatu tempat dipengaruhi oleh tempat kedudukan geografi dan astronomi di
muka bumi, harga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan, dan sebagainya.
1.2.8 Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving Learning)
Belajar pemecahan masalah terjadi bila individu menggunakan berbagai
konsep atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan, misalnya, mengapa harga
bahan bakar minyak naik, mengapa minat masuk perguruan tinggi menurun.
Proses pemecahan masalah selalu bersegi jamak dan satu sama lain saling
berkaitan.
Urutan jenis-jenis belajar tersebut merupakan tahapan belajar yang bersifat
hierarkis. Jenis belajar yang pertama merupakan prasyarat bagi berlangsungnya
jenis belajar berikutnya. Seorang individu tidak akan mampu melakukan belajar
pemecahan masalah apabila individu tersebut belum menguasai belajar aturan,
konsep, membedakan dan seterusnya.

1.3 Prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran


Sadirman (2007) mengemukakan beberapa prinsip tentang belajar, antara
lain:
1. Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 8


2. Belajar memerlukan proses dan tahapan-tahapan serta kematangan diri
para siswa.
3. Belajar akan lebih efektif, bila didorong dengan motivasi, terutama
motivasi dari dalam atau intrinsic motivation.
4. Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan dan pembiasaan
(conditioning).
5. Kemampuan belajar seseorang harus diperhitungkan dalam rangka
menentukan isi pelajaran.
6. Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif
mampu membina sikap, keterampilan, dan cara berpikir kritis, bila
dibandingkan dengan hafalan.
7. Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak mempengaruhi
kemampuan belajar yang bersangkuatan.
8. Bahan pelajaran yang bermakna, lebih mudah dan menarik dipelajari,
daripada bahan yang kurang bermakna.
9. Informasi tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan, serta
keberhasilan siswa, banyak membantu kelancaran dan kegairahan belajar.
10. Belajar sedapat mungkin diubah ke dalam bentuk aneka ragam tugas,
sehingga anak-anak melakukan dialog dalam dirinya atau mengalami
sendiri.
Berpedoman pada proses pembelajaran dan berbagai faktor yang
mempengaruhinya, maka harus diperhatikan beberapa prinsip-prinsip umum yang
dijadikan pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sumiati dan Asra
(2009), mengemukakan beberapa prinsip-prinsip umum dalam pembelajaran,
antara lain:
1. Mengajar harus berdasarkan pengalaman yang sudah dimiliki siswa
Apa yang telah dipelajari merupakan dasar dalam mempelajari materi yang
akan diajarkan. Oleh karena itu, tingkat kemampuan siswa sebelum proses
pembelajaran harus diketahui guru. Tingkat kemampuan semacam ini
disebut entry behavior. Entry behavior dapat diketahui diantaranya dengan
melakukan pre test.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 9


2. Pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan harus bersifat praktis
Materi pembelajaran yang berkaitan dengan segi kehidupan yang bersifat
praktis pada umumnya dapat menarik minat siswa untuk mempelajarinya.
Dengan mengaitkan setiap materi pembelajaran dengan situasi kehidupan
yang bersifat praktis, dapat memunculkan makna materi tersebut bagi
siswa. Dengan merasakan materi pembelajaran yang bermakna, muncul
rasa ingin tahu yang pada akhirnya dapat meningkatkan minat siswa untuk
mempelajarinya.
3. Mengajar harus memperhatikan perbedaan individual siswa
Ada perbedaan individual dalam kesanggupan belajar. Setiap individu
memiliki kemampuan potensial yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu, mengajar harus memperhatikan perbedaan tingkat
kemampuan masing-masing siswa.
4. Kesiapan (readiness) dalam belajar sangat penting dijadikan landasan
dalam belajar
Kesiapan dapat didefinisikan sebagai keadaan kapasiti (kemampuan
potensial) secara memadai dalam hubungannya dengan tujuan
pembelajaran. Jika siswa sudah siap untuk melakukan proses belajar, maka
hasil belajar dapat diperoleh dengan baik. Sebaliknya, jika siswa tidak
siap, tidak akan diperoleh hasil yang baik. Oleh karena itu, pembelajaran
dilaksanakan jika individu mempunyai kesiapan.
5. Tujuan pembelajaran harus diketahui siswa
Tujuan pembelajaran merupakan rumusan tentang perubahan perilaku apa
yang akan diperoleh setelah proses pembelajaran diketahui. Jika tujuan
diketahui, maka siswa mempunyai motivasi untuk belajar. Agar tujuan
pembelajaran mudah diketahui, maka harus dirumuskan secara khusus.
6. Mengajar harus mengikuti prinsip psikologi tentang belajar
Para psikologi merumuskan prinsip bahwa belajar itu harus bertahap dan
meningkat. Oleh karena itu, mengajar harus mempersiapkan materi
pembelajaran yang bersifat gradual seperti yang diuraikan sebelumnya,
yaitu: dari sederhana kepada yang kompleks, konkret kepada yang abstrak,
general kepada yang kompleks, dan sebagainya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 10


Dengan memperhatikan beberapa prinsip-prinsip pembelajaran,
diharapkan mampu mengefektifkan proses pembelajaran yang dilaksanakan.

1.4 Komponen-komponen Pembelajaran


Sebagai suatu sistem, kegiatan belajar mengajar mengandung sejumlah
komponen yang meliputi: tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar,
metode, alat dan sumber, serta evaluasi. Adapun penjelasan masing-masing
komponen tersebut, antara lain:
1. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan
pembelajaran. Tujuan dalam pengajaran adalah suatu cita-cita yang
bernilai normatife. Dengan kata lain, dalam tujuan terdapat sejumlah nilai
yang harus ditanamkan kepada peserta didik. Nilai-nilai itu nantinya akan
berpengaruh terhadap sikap, dan perilaku dalam lingkungan sosialnya.
2. Bahan Pelajaran
Bahan pelajaran merupakan substansi yang akan diasampaikan dalam
proses belajar mengajar. Tanpa bahan belajar proses belajar mengajar tidak
akan berjalan. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan bahan ajar yang akan
diberikan kepada peserta didik.
3. Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Dalam
kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen
pembelajaran, dan akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan anak
didik terlibat dalam sebuah interaksi dengan bahan pelajaran sebagai
mediumnya. Dalam interaksi itulah, siswa yang lebih aktif dan guru hanya
berperan sebagai motivator dan fasilitator.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru sebaiknya memperhatikan
perbedaan individual anak didik, yaitu pada aspek biologis, intelektual,
dan psikologis. Kerangka demikian, dimaksudkan agar guru mudah dalam
melakukan pendekatan kepada setiap anak didik secara individual.
Pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut, akan merapatkan hubungan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 11


guru dengan anak didik, sehingga memudahkan melakukan pendekatan
Mastery Learning yang merupakan salah satu strategi belajar-mengajar
pendekatan individual.
4. Metode
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh
guru dan penggunaannya yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak akan dapat
melaksanakan tugasnya, bila tidak menguasai metode mengajar. Oleh
karena itu, disinilah kompetensi guru diperlukan dalam pemilihan metode
yang tepat. Dengan menguasai dari berbagai macam metode dan bisa
menempatkan pada situasi dan kondisi yang sesuai dengan keadaan siswa.
5. Alat
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai
tujuan pembelajarann. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
mencapai tujuan pembelajaran, alat mempunyai fungsi, yakni sebagai
perlengkapan, pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat
sebagai tujuan.
Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat dan alat bantu
pembelajaran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan,
perintah, larangan, dan sebagainya. Sedangkan alat bantu pembelajaran
adalah berupa globe, papan tulis, kapur tulis, gambar, diagram, slide,
video, dan sebagainya.
6. Sumber Belajar
Belajar-mengajar telah diketahui maknanya. Bukan berproses dalam
kehampaan, tetapi berproses dalam kemaknaan yang didalamnya ada
sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik. Nilai-nilai tersebut,
tidak mungkin datang dengan sendirinya, akan tetapi diambil dari berbagai
sumber guna dipakai dalam proses belajar mengajar.
Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali terdapat dimana-mana,
misalnya di sekolah, halaman, pusat kota, pedesaan, dan diberbagai tempat

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 12


lainnya. Pemanfaatan sumber-sumber pengajaran tersebut, tergantung pada
kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebijakan lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut, terdapat komponen-komponen yang
berinteraksi dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran bukan
merupakan kegiatan yang tunggal, tetapi banyak faktor yang berkontribusi dan
berinteraksi di dalamnya. Komponen-komponen yang berinteraksi dalam proses
pembelajaran dapat dilihat pada gambar 1.1.

INSTRUMENTAL

Gambar 1.1 Komponen-komponen Pembelajaran

Komponen-komponen pembelajaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.


1. Input Masukan (Raw Input)
Input masukan atau yang disebut masukan mentah (raw input). Dalam hal
ini, komponen masukan (raw input) yang dimaksud adalah siswa yang akan
mengikuti proses pendidikan dengan kualitas yang dimilikinya. Berdasarkan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Redaksi Sinar Grafika, 2011: 3),
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi
diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu. Aunurrahman (2010: 132) mengemukakan bahwa peserta
didik adalah individual yang memiliki keunikan. Kualitas individual siswa

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 13


tersebut dapat berupa potensi kecerdasan, bakat, minat belajar, kepribadian siswa,
dan sebagainya. Sebagai contoh yakni apabila kualitas masukan itu rendah atau
tidak mendukung terwujudnya prestasi belajar yang tinggi, tentunya tidak dapat
diharapkan menjadi lulusan yang bermutu tinggi.
2. Input Alat (Instrumental Input)
Komponen masukan yang berperan sebagai alat pendidikan (insrumental
input) adalah semua faktor yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi proses pembelajaran maupun pendidikan. Komponen masukan
yang berperan sebagai alat pendidikan (insrumental input) misalnya kurikulum,
media pengajaran, alat evaluasi hasil belajar, fasilitas/sarana dan prasarana, guru,
dan tenaga kependidikan lainnya. Menurut Joko Susilo (2008: 34), guru dan
tenaga non guru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, prasarana
dan sarana merupakan masukan instrumental (instrumental input) yang
memungkinkan dilaksanakannya pemrosesan masukan mentah menjadi tamatan.
Aspek kualitas masukan (raw input) yang bermutu juga dipengaruhi oleh faktor
input alat (instrumental input). Betapapun tingginya kualitas masukan (peserta
didik), tetapi tidak didukung oleh kurikulum yang tepat, kualitas guru dan
komitmennya yang baik, dan sebagainya tentulah akan sulit untuk mewujudkan
tercapainya mutu pendidikan yang tinggi.
3. Input Lingkungan (Environmental Input)
Komponen lingkungan pendidikan (enviromental input) dapat berupa
sosial budaya masyarakat, aspirasi pendidikan orang tua siswa, kondisi fisik
sekolah, kafetaria sekolah, dan lain-lain. Menurut Joko Susilo (2008: 34), corak
budaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan
keamanan negara merupakan faktor lingkungan atau masukan lingkungan
(environmental input) yang secara langsung atau tidak langsung bisa berpengaruh
terhadap berperannya masukan instrumental dalam pemrosesan masukan mentah.
Secara langsung maupun tidak langsung aspek ini akan mempengaruhi proses
pembelajaran dan muaranya pada masalah mutu lulusan. Misalnya jam belajar
efektif banyak yang hilang karena anak mengikuti acara budaya setempat,
menyambut pejabat yang datang, atau guru mengisi rapor. Aspirasi pendidikan
orang tua yang rendah juga tidak dapat mendukung terwujudnya proses

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 14


pembelajaran yang baik. Misalnya untuk membayar uang SPP atau foto copy buku
begitu susahnya, tetapi untuk membeli kebutuhan lainnya begitu mudah seperti
beli sepeda motor, perabot rumah tangga, dan sebagainya. Hal ini menandakan
perhatian orang tua terhadap kemajuan belajar anak rendah. Contoh lainnya yakni
anak tidak dapat konsentrasi belajar dengan baik karena menahan kencing, sebab
kalau mau ke WC air tidak ada, anak perutnya lapar tetapi kafetaria sekolah tidak
ada atau tidak menarik untuk berbelanja. Contoh lain yaitu pada jam belajar anak
duduk-duduk, merokok di warung, sedangkan yang punya warung/kedai tidak
mau peduli tentang hal itu, tetapi yang diutamakan adalah yang penting
dagangannya laku. Kondisi lingkungan yang demikian jelas tidak kondusif untuk
mewujudkan proses pembelajaran yang baik.
Secara singkat faktor-faktor tersebut di atas, faktor siswa sebagai raw
input, dengan berbagai karakteristiknya adalah merupakan titik sentral dalam
proses pembelajaran, karena siswa yang harus mengalami proses pembelajaran,
dan para siswa pulalah yang seharusnya paling bertanggung jawab atas
pembelajaran dirinya. Guru yang merupakan bagian dari instrumental input
mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran. Guru harus
mampu berfungsi sebagai manager of learning. Guru harus mampu mengorganisir
dan mengelola potensi-potensi dalam pembelajaran, baik potensi raw input,
instrumental input, maupun potensi environmental input agar terjadi interaksi
yang optimal, yang pada akhirnya dapat meningkatkan output atau kualitas proses
dan hasil belajar. Oleh karena itu, guru harus mampu memilih dan menetapkan
strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik pebelajar (siswa),
karakteristik materi ajar, serta memperhatikan faktor instrumental dan faktor
lingkungan belajar.
Dapat disimpulkan pada dasarnya ketiga input sistem pendidikan harus
diupayakan dan didukung oleh semua pihak untuk kesuksesan dalam mencapai
pendidikan yang bermutu dan berkualitas.

Latihan :
1. Jelaskan hakikat belajar, mengajar, dan pembelajaran!
2. Sebutkan dan jelaskan secara singkat jenis-jenis belajar!

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 15


3. Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip pembelajaran!
4. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen pembelajaran!

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 16


TEORI-TEORI BELAJAR

Bab II
Teori-teori Belajar

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memiliki wawasan tentang landasan pembelajaran, yang
menyangkut pemahaman tentang hakikat belajar, mengajar, pembelajaran, teori-
teori belajar, konsep pendekatan, strategi, model, metode dan teknik
pembelajaran, standar nasional pendidikan, terutama yang relevan dengan
pengembangan pendidikan dasar.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa menguasai hakikat teori-teori belajar, yang relevan dengan
pengembangan pendidikan dasar.

Indikator :
Setelah mempelajari Bab II, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan teori belajar behavioristik
2. Menjelaskan teori belajar kognitif
3. Menjelaskan teori belajar sosial
4. Menjelaskan teori belajar humanistik

Berbicara tentang belajar, banyak definisi yang dikemukakan para ahli


tentang belajar, dengan pertimbangan tertentu para ahli melakukan penelitian dari
sudut pandang yang berbeda. Dari perbedaan pandangan tentang belajar ini
melahirkan teori-teori belajar yang berbeda sesuai dengan sudut pandangan yang
diyakini. Teori yang dimaksud antara lain teori-teori belajar behavioristik, teori
belajar ini memandang bahwasannya belajar merupakan perubahan tingkah laku

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 17


sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Beberapa tokoh
penganut teori behavioristik setuju dengan teori belajar behavioristik namun ada
beberapa perbedaan pendapat diantara mereka. Tokoh-tokoh dalam aliran
behavioristik sebagai berikut. Teori belajar menurut Thorndike, stimulus adalah
semua yang dapat merangsang terjadinya respon seperti pikiran, perasaan atau hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Teori belajar yang sejalan dengan
Teori belajar menurut Thorndike, ini antara lain Teori belajar menurut Watson,
Teori belajar menurut Clark Hull, Teori belajar menurut Edwin Guthrie. Teori
Belajar Menurut Skiner, pendapat Skinner mengenai belajar mampu mengungguli
konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Stimulus
yang diberikan kepada seseorang akan saling berinteraksi dan menghasilkan
respon. respon yang dihasilkan juga menimbulkan konsekuensi. Selain Teori
Belajar Behavioristik, teori belajar kognitif juga merupakan teori belajar yang
dikemukakan para ahli. Teori belajar ini dianut oleh beberapa tokoh, yaitu belajar
menurut pandangan Piaget, teori belajar Bruner, belajar menurut pandangan
Ausubel, yang terlebih dahulu memperkenalkan empat macam belajar, yaitu
belajar penerimanaan (reception learning), belajar penemuan (discovery/inquiry
learning), belajar hafalan (route learning), dan belajar bermakna (meaningful
learning). Teori belajar sosial, teori yang juga dikemukakan oleh para ahli ini
dianut oleh beberapa tokoh, seperti belajar sosial-kognitif menurut pandangan Lev
Vygotsky dan belajar sosial-kognitif menurut pandangan Albert Bandura yang
berdasarkan tiga asumsi, yaitu bahwa individu melakukan pembelajaran dengan
meniru apa yang ada di lingkungannya, terutama perilaku-perilaku orang lain.
Terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya. Dan asumsi
yang ketiga, bahwa hasil pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan
verbal yang diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Teori belajar humanistik,
merupakan teori yang bersifat abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat.
Beberapa tokoh penganut teori ini adalah teori belajar menurut pandangan Kolb,
teori belajar menurut pandangan Honey dan Mumford, teori belajar menurut
pandangan Habermas dan teori belajar menurut pandangan Bloom dan Krathwohl.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 18


Dalam unit ini kita akan mempelajari tentang teori-teori belajar dari
berbagai sudut pandang ahli psikologi. Adapun secara khusus hal-hal yang akan
kita pelajari adalah sebagai berikut.

1. Teori belajar behavioristik


2. Teori belajar kognitif
3. Teori belajar sosial
4. Teori belajar humanistik

2.1 Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik memandang belajar merupakan perubahan


tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dapat dikatakan belajar jika mampu menunjukan perubahan tingkah
lakunya. Menurut Uno (2005:7) belajar merupakan perubahan tingkah laku yang
dialami siswa dengan menunjukkan perubahan dalam hal kemampuan untuk
bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi stimulus dan
respon. Sejalan dengan Uno, Budiningsih (2005:20) juga menyatakan bahwa yang
terpenting dalam teori ini adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan
keluaran berupa output yang berupa respon. Stimulus merupakan rangsangan yang
diberikan guru kepada siswa untuk membantu siswa dalam belajar. Sedangkan
yang dimaksud respon adalah tanggapan atau reaksi siswa terhadap stimulus yang
diberikan guru. Teori behavioristik menekankan pada pengukuran. Oleh karena
itu, apapun stimulus yang diberikan guru dan respon yang ditunjukan siswa
haruslah dapat diukur, karena dengan melakukan pengukuran perubahan tingkah
laku siswa dapat dilihat. Hal penting lain yang ditekankan adalah reinsforcement
atau penguatan. Penguatan mampu mengarahkan siswa untuk memperkuat
timbulnya respon dan respon yang ditunjukan pun bermacam-macam.

Beberapa tokoh penganut teori behavioristik setuju dengan teori belajar


behavioristik namun ada beberapa perbedaan pendapat diantara mereka. Tokoh-
tokoh dalam aliran behavioristik sebagai berikut.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 19


2.1.1 Teori belajar menurut Thorndike
Thorndike sependapat bahwa belajar adalah hasil dari interaksi stimulus
dan respon. Menurut Thorndike (Budianingsih, 2005:21) stimulus adalah semua
yang dapat merangsang terjadinya respon seperti pikiran, perasaan atau hal lain
yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon merupakan reaksi
yang ditunjukkan siswa dapat berupa pikiran, perasaan atau tindakan. Jadi
perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar tidak hanya saja bersifat
konkret namun juga bersifat tidak konkret/abstrak. Meskipun aliran behaviorisme
mengutamakan pengukuran namun ada tingkah laku yang tidak dapat diukur.
Teori Thorndike juga disebut aliran koneksionisme.

Hukum-hukum dalam teori koneksionisme menurut Abimanyu (2008:1-3)


sebagai berikut.

1. Hukum Kesiapan (Low of readiness)


Kaitan antara stimulus dan respon mudah terbentuk jika ada kesiapan pada
diri seseorang. Hukum kesiapan meliputi:
a. Jika seseorang memiliki kesiapan merespon atau bertindak akan
memberi kepuasan dan kepuasan akan mengakibatkan tindakan lain;
b. Jika seseorang memiliki kesiapan untuk merespon, tetapi tidak
dilakukan akibatnya orang tersebut memiliki tindakan lain.
c. Jika seseorang belum memiliki kesiapan merespon, maka respon yang
diberikan menimbulkan ketidakpuasan.
Jadi erat kaitannya persiapan seseorang dalam belajar dengan keberhasilan
belajar. Kesiapan yang matang mempermudah seseorang untuk memahami
pembelajaran.
2. Hukum Latihan (Low of Exercise)
Hukum latihan ini meyakini bahwa hubungan stimulus dan respon akan
lebih kuat karena latihan yang dilakukan. Semakin sering suatu pelajaran
diulang maka pelajaran itu semakin dipahami, begitu pula sebaliknya
hubungan stimulus dan respon akan semakin lemah jika jarang dilakukan
latihan apalagi dihentikan.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 20


3. Hukum Akibat (Low of effect)
Hukum akibat ini didasarkan atas pendapat yang menyatakan bahwa suatu
tindakan yang diikuti oleh akibat yang menyenangkan akan cenderung
diulang-ulang. Akibat dari tindakan yang tidak menyenangkan cenderung
akan dihindari. Maka dari itu, untuk membentuk respon yang positif, siswa
diusahakan merasa senang misalnya dengan cara memberikan pujian atau
hadiah kepada siswa.
4. Transfer Latihan (Transfer of training)
Teori transfer latihan merupakan teori yang mengutamakan implikasi
pembelajaran di sekolah. Apa yang pernah dipelajari siswa di sekolah
harus berguna di masa yang akan datang. Throndike berkeyakinan bahwa
pengajaran yang baik diawali dengan memahami apa yang akan
diajarakan.

2.1.2 Teori belajar menurut Watson


Tokoh aliran behavioristik yang muncul setelah Throndike adalah Watson.
Watson meyakini bahwa belajar memang hasil interaksi antara stimulus dan
respon. Tingkah laku yang terbentuk akibat hasil interaksi memang berupa
tingkah laku yang dapat diukur maupun yang tidak dapat diukur, namun bagi
Watson tingkah laku yang dapat diukurlah yang merupakan hasil interaksi
stimulus dan respon. Perubahan tingkah laku siswa yang tidak dapat diukur
memang hal yang penting, namun perubahan yang tidak dapat diamati tidak dapat
menjelaskan apakah siswa tersebut mengalami tindak belajar.

2.1.3 Teori belajar menurut Clark Hull


Clark hull adalah tokoh behavioristik yang terpengaruh oleh teori Carles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku
bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Menurut Hull (dalam Uno,
2005:8) menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuas biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajar pun selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun
respon yang muncul tidak selalu sama.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 21


2.1.4 Teori belajar menurut Edwin Guthrie
Hubungan antara stimulus dan respon juga digunakan Guthrie dalam
menjelaskan pengertian belajar. Guthrie tidak sependapat dengan Clark dan Hull
mengenai stimulus yang selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis. Menurut
Guthrie (Uno, 2005:9) hubungan antar stimulus dengan respon merupakan faktor
kritis dalam belajar. Pemberian stimulus yang sering akan memperkuat respon.
Respon yang lebih kuat inilah akan menjadi suatu kebiasaan. Hal lain yang
ditekankan dalam teori ini adalah hukuman (punishment) dalam belajar. Hukuman
mampu memberikan mengubah kebiasaan seseorang jika diberikan pada saat yang
tepat.

2.1.5 Teori Belajar menurut Skinner


Pendapat Skinner mengenai belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Hubungan antara stimulus
dan respon disajikan secara sederhana yaitu perubahan tingkah laku melalui
interaksi dalam lingkungannya. Stimulus yang diberikan kepada seseorang akan
saling berinteraksi dan menghasilkan respon. Respon yang dihasilkan juga
menimbulkan konsekuensi. Maka dari itu, konsekuensi yang muncul menciptakan
perilaku. Skiner juga mempercayai penguatan negatif. Penguatan negatif tidak
sama dengan hukuman. Menurut Skinner (dalam Budiningsih, 2005:26)
perbedaan hukuman dan penguatan negatif terletak pada bila hukuman diberikan
sebagai stimulus respon yang akan muncul berbeda dengan respon yang sudah
ada, sedangkan penguatan negatif sebagai stimulus harus dikurangi agar respon
yang sama semakin kuat. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan positif,
keduanya bertujuan untuk memperkuat respon.

2.2 Teori Belajar Kognitif


Teori belajar kognitif mengacu pada wacana psikologi kognitif, dan
berupaya menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau
cognition dalam aktifitas belajar. Cognition diartikan sebagai aktifitas
mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan, dan menggunakan pengetahuan.
Tekanan utama psikologi kognitif adalah struktur kognitif, yaitu perbendaharaan
pengetahuan pribadi individu yang mencakup ingatan jangka panjang (long-term

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 22


memory). Psikologi kognitif memandang manusia sebagai makhluk yang selalu
aktif mencari dan menyeleksi informasi untuk diproses. Perhatian utama psikologi
kognitif adalah pada upaya memahami proses individu mencari, menyeleksi,
mengorganisasikan, dan menyimpan informasi. Belajar kognitif berlangsung
berdasar skemata atau struktur mental individu yang mengorganisasikan hasil
pengamatannya. Beberapa tokoh penganut aliran ini adalah Jean Piaget, Bruner,
dan Ausubel.

2.2.1 Belajar menurut pandangan Piaget


Seorang pakar biologi dari Swiss Jean Piaget menyatakan bahwa
perkembangan kognitif merupakan suatu proses di mana tujuan individu melalui
suatu rangkaian yang secara kualitatif berbeda dalam berpikir. Hal yang diperoleh
dalam satu peringkat akan merupakan dasar bagi peringkat selanjutnya. Piaget
memandang bahwa kognitif merupakan hasil dari pembentukan adaptasi biologis.
Perkembangan kognitif terbentuk melalui intreaksi yang konstan antara individu
dengan lingkungan melalui dua proses yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi
ialah proses penataan segala sesuatu yang ada di lingkungan, sehingga menjadi
dikenal oleh individu. Adaptasi ialah proses terjadinya penyesuaian antara
individu dengan lingkungan. Adaptasi terjadi dalam dua bentuk, yaitu asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi ialah proses menerima dan mengubah apa yang
diterima dari lingkungan agar bersesuaian dengan dirinya. Akomodasi ialah
proses individu mengubah dirinya agar bersesuaian dengan apa yang diterima dari
lingkungannya. Di samping itu, interaksi dengan lingkungan dikendalikan oleh
adanya prinsip keseimbangan (equilibrium) yaitu upaya individu agar
memperoleh keadaan yang seimbang antara keadaan dirinya dengan tuntutan yang
datang dari lingkungannya.
Inteligensi merupakan dasar bagi perkembangan kognitif. Inteligensi
merupakan suatu proses berkesinambungan yang menghasilkan struktur dan
diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungan,
individu akan memperoleh pengetahuan dengan menggunakan asimilasi,
akomodasi, dan dikendalikan oleh prinsip keseimbangan. Pada masa bayi dan
kanak-kanak, pengetahuan itu bersifat subjektif, dan akan berkembang menjadi
objektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja dan dewasa.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 23


Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan berpikir logis dari masa
bayi hingga dewasa, yang berlangsung melalui empat peringkat, yaitu:

Peringkat sensomotorik :0 - 1,5 tahun

Peringkat preoperasional : 1,5 - 6 tahun

Peringkat concrete operasional : 6 - 12 tahun

Peringkat formal operasional : 12 tahun ke atas

Dalam peringkat sensorimotor (0 1,5 tahun), aktivitas kognitif berpusat


pada aspek alat indera (sensori) dan gerak (motor). Artinya, dalam peringkat ini
anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat
inderanya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan
kognitif selanjutnya. Aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses
penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.
Dalam peringkat pre-operasional (1,5 6 tahun), anak telah menunjukkan
aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal di luar dirinya. Aktivitas
berpikirnya belum mempunyai sistem yang terorganisasikan. Anak sudah dapat
memahami realitas di lingkungan dengan menggunakan tanda-tanda dan simbol.
Cara berpikir anak pada peringkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten,
dan tidak logis. Cara berpikir anak pada peringkat ini ditandai dengan ciri-ciri : (a)
tranductive reasoning, yaitu cara berpikir yang bukan induktif dan deduktif tetapi
tidak logis, (b) ketidakjelasan hubungan sebab akibat, yaitu anak mengenal
hubungan sebab akibat secara tidak logis, (c) animism, yaitu menganggap bahwa
semua benda itu hidup seperti dirinya, (d) artificialism, yaitu kepercayaan bahwa
segala sesuatu di lingkungannya itu mempunyai jiwa seperti manusia, (e)
perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang ia lihat atau
dengar, (f) mental experiment, yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya, (g) centration, yaitu anak
memusatkan perhatiannya kepada sesuatu cirri yang paling menarik dan
mengabaikan ciri yang lainnya, (h) egocentrism, artinya anak melihat dunia
lingkungannya menurut kehendak dirinya sendiri.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 24


Dalam peringkat concrete operational (6 12 tahun), anak telah dapat
membuat pemikiran tentang situasi atau hal konkrit secara logis. Perkembangan
kognitif pada peringkat operasi konkret, memberikan kecakapan anak untuk
berkenaan dengan konsep-konsep klasifikasi, hubungan dan kuantitas. Konsep
kualifikasi adalah kecakapan anak untuk melihat secara logis persamaan-
persamaan suatu kelompok objek dan memilihnya berdasarkan ciri-ciri yang
sama. Konsep hubungan ialah kematangan anak memahami hubungan antara
suatu perkara dengan perkara lainnya. Konsep kuantitas yaitu kesadaran anak
bahwa suatu kuantitas akan tetap sama meskipun bentuk fisiknya berubah, asalkan
tidak ditambah atau dikurangi.
Peringkat formal operational (12 tahun ke atas), perkembangan kognitif
ditandai dengan kemampuan individu untuk berpikir secara hipotesis dan berbeda
dengan fakta, memahami konsep abstrak, dan mempertimbangkan kemungkinan
cakupan yang luas dari perkara yang sempit. Perkembangan kognitif pada
peringkat ini merupakan ciri perkembangan remaja dan dewasa menuju kearah
proses berpikir dalam tingkat yang lebih tinggi. Peringkat berpikir ini sangat
diperlukan dalam pemecahan masalah (problem solving).
Proses pembelajaran akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
peringkat perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaknya banyak diberi
kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya, dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.
Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau
berinteraksi dengan lingkungan dan secara aktif mencari dan menemukan
berbagai hal di lingkungannya. Kurikulum hendaknya dibuat sedemikian rupa
agar tidak terpisahkan dari lingkungan sosial budaya anak.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran, antara
lain:
1. Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena
itu, dalam mengajar guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berpikir anak.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 25


2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu agar anak dapat berinteraksi dengan
lingkungan dengan sebaik-baiknya.
3. Bahan pelajaran yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru
tetapi tidak asing baginya.
4. Beri peluang agar anak belajar sesuai dengan peringkat perkembangannya.
5. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling
berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.

2.2.2 Teori Belajar Bruner


Salah satu teori belajar kognitif yang sangat berpengaruh adalah teori
Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning).
Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian
pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil
yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar
bermakna.
Menurut Bruner, belajar akan lebih bermakna bagi peserta didik jika
mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang
dipelajari. Untuk memperoleh struktur informasi, peserta didik harus aktif di mana
mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci dari pada hanya
sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu guru harus memunculkan
masalah yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegiatan penemuan
(Trianto, 2007: 33).

Proses belajar akan berjalan dengan baik jika siswa menemukan suatu
aturan (konsep, teori, definisi) melalui contoh-contoh yang mewakili aturan yang
menjadi sumbernya. Siswa dibimbing secara induktif untuk memahami
kebenaran. Pandangan Bruner bahwa teori belajar bersifat deskriptif sedangkan
teori pembelajaran itu bersifat preskriptif (Uno,2005:12).

Selain ide tentang belajar penemuan (discovery learning), Bruner juga


berbicara tentang adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 26


Bruner menyatakan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Pertama, tahap enaktif,
dimana individu melakukan aktivitas dalam upaya memahami lingkungannya.
Kedua, tahap ekonik, dimana individu melihat dunia melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Ketiga, tahap simbolik, dimana individu mempunyai gagasan
abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika berpikirnya. Komunikasi
dalam hal ini dilakukan dengan pertolongan sistem simbol.

Lebih lanjut, Bruner juga menyatakan bahwa pembelajaran sesuatu tidak


perlu menunggu sampai seseorang mencapai suatu tahap perkembangan tertentu.
Apabila bahan pembelajaran yang diberikan diatur dengan baik, seseorang dapat
belajar meskipun umurnya belum memadai. Seseorang dapat belajar apapun
asalkan materi pembelajaran disusun berdasarkan urutan isi dimulai dari yang
sederhana dan sesuai dengan karakteristik perkembangan kognitifnya. Artinya,
perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menata strategi
pembelajarannya sesuai dengan isi bahan yang akan dipelajari dan tingkat
perkembangannya.

2.2.3 Teori Belajar Ausubel


Sebelum sampai pada pengertian belajar menurut Ausubel, terlebih dahulu
diperkenalkan empat macam belajar, yaitu belajar penerimanaan (reception
learning), belajar penemuan (discovery/inquiry learning), belajar hafalan (route
learning), dan belajar bermakna (meaningful learning). Untuk memperjelas
gambaran ke empat macam belajar dapat dilihat pada gambar 2.1.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 27


Belajar Menjelaskan hubungan Pengajaran audio- Penelitian ilmiah

Bermakna antara konsep-konsep tutorial yang baik

Penyajian melalui Bekerja di lab Sebagaian besar

ceramah atau buku sekolah/kampus penelitian ilmiah

Daftar perkalian Menerapkan rumus- Pemecahan dengan

Belajar rumus untuk meme- coba-coba

Hafalan cahkan masalah

Belajar Penerimaan Belajar Penemuan Belajar Penemuan

Mandiri
Dari gambar 2.1 tampak bahwa ada tiga macam belajar, dengan dua
Gambar 2.1 Dua Kontinum Belajar
dimensi yang terpisah. Dimensi berhubungan dengan cara informasi (materi
pelajaran) itu disajikan pada pebelajar melalui penerimaan atau penemuan.
Dimensi kedua iakah menyangkut cara bagaimana pebelajar dapat mengaitkan
informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta-
fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan
diingat pebelajar.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan


pada pebelajar baik dengan bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi
itu dalam bentuk final, maupun bentuk belajar penemuan yang mengharuskan
pebelajar untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh informasi itu. Dalam
tingkat kedua, pebelajar menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada
pengetahuan yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi belajar bermakna.
Tetapi pebelajar itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru
itu tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada pada struktur
kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

Ausubel dalam bukunya yang berjudul Educational Psychology : A


Cognitive View mengatakan bahwa :

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 28


"The most important single factor influencing learning is what the learner
already knows. Ascertain this and tech him accordingly"

Pernyataan Ausubel inilah yang menjadi inti teori belajarnya, yaitu belajar
bermakna. Jadi agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau pengetahuan baru
harus dikaitkan dengan konsep yang telah ada dalam struktur kognitif pebelajar.

2.3 Teori Belajar Sosial


Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional (behavioristik). Teori belajar sosial (sosial learning theory)
menekankan bahwa lingkungan-lingkungan yang dihadapkan pada seseorang
secara kebetulan lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh
orang itu melalui perilakunya sendiri. Penganut aliran ini Albert Bandura dan Lev
Vigotsky.

2.3.1 Belajar Sosial-Kognitif Menurut Pandangan Albert Bandura


Albert Bandura mengemukakan teori pembelajaran yang dikenal dengan
teori pembelajaran sosial-kognitif atau pembelajaran melalui peniruan. Teori
Bandura berdasarkan tiga asumsi, yaitu : pertama, bahwa individu melakukan
pembelajaran dengan meniru apa yang ada dilingkungannya, terutama perilaku-
perilaku orang lain. Perilaku orang lain yang ditiru disebut perilaku model atau
perilaku contoh. Apabila peniruan itu memperoleh penguatan, maka perilaku yang
ditiru itu akan menjadi perilaku dirinya. Proses pembelajaran menurut proses
kognitif individu dan kecakapan dalam membuat keputusan. Asumsi yang kedua,
ialah terdapat hubungan yang erat antara pelajar dengan lingkungannya.
Pembelajaran terjadi dalam keterkaitan antara tiga pihak, yaitu lingkungan,
perilaku, dan faktor-faktor pribadi. Asumsi yang ketiga, ialah bahwa hasil
pembelajaran adalah berupa kode perilaku visual dan verbal yang diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari.
Atas dasar ketiga asumsi tersebut, maka teori pembelajaran Bandura
disebut sosial-kognitif karena proses kognitif dalam diri individu memegang
peranan dalam pembelajaran, sedangkan pembelajaran terjadi karena adanya
pengaruh lingkungan sosial. Individu akan mengamati perilaku di lingkungannya

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 29


sebagai model, kemudian ditirunya sehingga menjadi perilaku miliknya. Dengan
demikian, maka teori Bandura ini disebut teori pembelajaran melalui peniruan.
Perilaku individu terbentuk melalui peniruan terhadap perilaku di lingkungan,
pembelajaran merupakan suatu proses bagaimana membuat peniruan yang sebaik-
baiknya sehingga bersesuaian dengan keadaan dirinya dan tujuannya.
Proses pembelajaran menurut Bandura, terjadi dalam tiga komponen
(unsur) yaitu: (1) perilaku model (contoh), (2) pengaruh perilaku model, dan (3)
proses internal pelajar. Jadi individu melakukan pembelajaran dengan proses
mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian
mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya
sendiri. Perilaku model ialah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya.
Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, cita-cita, tujuan,
dan sebagainya) maka perilaku itu akan ditiru. Fungsi perilaku model ialah (1)
untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu, (2) untuk memperkuat atau
memperlemah perilaku yang telah ada, (3) untuk memindahkan pola-pola perilaku
yang baru.
Model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan rangsangan
kepada individu yang membuat individu memberikan tindak balas apabila terjadi
hubungan antara rangsangan dengan keadaan dirinya. Macam-macam model
boleh berasal dari ibu bapak, orang tua, orang dewasa, guru, pemimpin, teman
sebaya, anggota keluarga, anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berprestise
seperti penemu, pahlawan, bintang film dan sebagainya. Dalam kaitan dengan
pembelajaran, ada tiga macam model, yaitu : (1) live model, (2) symbolic model,
dan (3) verbal description model. Live model ialah model yang berasal dari
kehidupan nyata, misalnya perilaku orang tua di rumah, perilaku guru, teman
sebaya, atau perilaku yang dilihat sehari-hari di lingkungannya. Symbolic model,
ialah model-model yang berasal dari sesuatu perumpamaan, misalnya dari cerita
dalam buku, radio, TV atau dari berbagai peristiwa lainnya. Verbal description
model, ialah model yang dinyatakan dalam suatu uraian verbal (kata-kata),
misalnya petunjuk atau arahan untuk melakukan sesuatu seperti arahan
menggunakan alat, mendemonstrasikan percobaan, melakukan eksperimen dan
sebagainya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 30


Dalam kaitannya dengan pembelajaran di kelas, guru hendaknya
merupakan tokoh perilaku bagi siswa-siswanya. Proses kognitif siswa hendaknya
memberikan dukungan bagi proses pembelajaran, dan guru membantu siswa
dalam mengembangkan perilaku pembelajaran. Guru hendaknya memperhatikan
karakteristik siswa, terutama yang berkenaan dengan perbedaan individual,
kesediaan, motivasi, dan proses kognitifnya. Hal lain yang harus diperhatikan
ialah kecakapan siswa dalam pembelajaran untuk belajar dan penyelesaian
masalah dalam pengajaran. Proses pembelajaran hendaknya tidak terpisah dari
lingkungan sosial, artinya apa yang dilakukan dalam pembelajaran hendaknya
memiliki keterkaitan dan padanan dengan kehidupan sosial budaya nyata siswa.
Dalam mengembangkan proses pembelajaran yang efektif, teori ini
menyarankan strategi sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan model-model perilaku yang akan digunakan dalam
kelas.
2. Mengembangkan perilaku yang memberikan nilai-nilai secara fungsional,
dan memilih perilaku-perilaku model.
3. Mengembangkan urutan atau peringkat proses pembelajaran.
4. Menerapkan aktivitas pembelajaran dan membimbing aktivitas
pembelajaran siswa dalam membentuk proses kognitif dan motorik.

2.3.2 Belajar Sosial-Kognitif Menurut Pandangan Lev Vygotsky


Lev Vygotsky melihat pengalaman langsung siswa sebagai kunci dalam
pembelajaran. Satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan
adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.
Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa
untuk menemukan atau menerapkan ide- ide mereka sendiri, dan mengajar siswa
menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk
belajar. (Trianto, 2007)
Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yaitu hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas. Menurut piaget, manusia memiliki
struktur pengetahuan dalam otaknya. Pengalaman yang sama bagi beberapa orang

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 31


akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disampaikan
struktur pengetahuan dalam otak manusia tersebut. Struktur pengetahuan dalam
otak manusia melalui dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah
struktrur pengetahuan baru dibuat atau dibangun atas dasar struktur pengetahuan
yang sudah ada. Akomodasi maksudnya struktur pengetahuan yang sudah ada
dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan dengan hadirnya pengalaman
baru. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang
siap untuk diambil dan diingat. Menurut Vygotsky (dalam Djamarah, 2006:100)
pemerolehan pengetahuan seseorang berasal dari sumber-sumber sosial diluar
dirinya. Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman. Pemahaman
berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila selalu diuji dengan
pengalaman baru. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada
hakikatnya pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan
interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan
penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky,
fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep
budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu berada dalam
zone of proximal development mereka. Zone of proximal development adalah
jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam
kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat kemampuan
perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Teori Vygotsky yang lain adalah scaffolding. Scaffolding adalah
memberikan kepada seorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap
awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut serta memberikan
kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru
dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, serta menguraikan masalah ke
dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya. Pertama,
menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 32


dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam
masing-masing zone of proximal development mereka. Kedua, pendekatan
Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar
Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif
terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa
dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah
Vygotsky banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain
dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut Vygotsky, anak-anak lahir
dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti kemampuan untuk memahami
dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki
fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan
masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai alat
kebudayaan tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat
itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua
selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain
secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin
anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama
dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Inti dari teori Vygotsky lebih menekankan pada peran aspek sosial dalam
pengembangan intelektual atau kognitif anak. Vygotsky memandang bahwa
kognitif anak berkembang melalui interaksi sosial. Anak mengalami interaksi
dengan orang yang lebih tahu.
Secara singkat, teori perkembangan sosial berpendapat bahwa interaksi
sosial dengan budaya mendahului. Maksudnya dari relasi dengan budaya
membuat seorang anak mengalami kesadaran dan perkembangan kognisi. Jadi
intinya Vygotsky memusatkan perhatiannya pada hubungan dialektik antara
individu dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan. Pengetahuan
terbentuk sebagai akibat dari interaksi sosial dan budaya seorang anak.
Pengetahuan tersebut terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pengetahuan spontan dan
pengetahuan ilmiah. Pengetahuan spontan mempunyai sifat lebih kurang
teridentifikasi secara jelas, tidak logis, dan sistematis. Sedangkan pengetahuan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 33


ilmiah sebuah pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal dan sifatnya
lebih luas, logis, dan sistematis. Kemudian proses belajar adalah sebuah
perkembangan dari pengertian spontan menuju pengertian yang lebih ilmiah.

2.4 Teori Belajar Humanistik


Teori belajar humanistik merupakan teori yang bersifat abstrak dan lebih
mendekati bidang kajian filsafat. Teori ini lebih menekankan pada isi yang
dipelajari daripada proses pembelajaran itu sendiri. Teori ini lebih sering
memaparkan tentang konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
diinginkan, serta tentang proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.
Pemahaman belajar yang ideal yang menjadikan teori humanistik dapat
memanfaatkan apapun asalkan tujuannya untuk memanusiakan manusia. Banyak
tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya Kolb, Honey dan Mumford,
Habermas, Bloom dan Krathwohl.

2.4.1 Teori Belajar Menurut Pandangan Kolb


Kolb memiliki pandangan yang berbeda tentang belajar. Menurut Kolb
(Uno, 2005:15) belajar dibagi menjadi empat tahapan yaitu pengalaman konkret,
pengamatan aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimentasi aktif. Tahap
paling awal dalam proses belajar adalah siswa dapat mengalami peristiwa,
merasakannya, dan mampu menceritakan peristiwa tersebut tanpa perlu
mengetahui kenapa dan bagaimana kejadian itu. Kemampuan inilah yang pertama
terjadi dalam proses belajar. Tahap kedua dalam belajar adalah semakin lama
siswa akan mampu mengamati peristiwa yang dialaminya. Siswa akan mencari
tahu dan memikirkan peristiwa tersebut. Rasa ingin tahu siswa akan makin
berkembang, dan inilah kedua yang terjadi dalam proses belajar. Pada tahap
ketiga, siswa akan mulai membuat abstaksi atau teori mengenai sesuatu yang
pernah diamatinya. Pada tahap ini, siswa sudah mampu membuat generalisasi
meskipun tampak berbeda. Pada tahap akhir, siswa mampu mengaplikasikan
konsep-konsep, teori dan aturan dalam situasi nyata.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 34


2.4.2 Teori Belajar Menurut Pandangan Honey dan Mumford
Tokoh lainnya yang mengikuti aliran humanistik adalah Honey dan
Mumford yang juga membagi belajar menjadi empat golongan. Golongan yang
pertama adalah kelompok aktivis. Kelompok ini adalah orang-orang yang
memiliki kesenangan melibatkan diri dalam aktifitas untuk memperoleh
pengalaman baru. Kelompok ini cenderung kurang mempertimbangkan secara
matang karena hanya menjalankan kesenangan. Kelompok yang kedua adalah
kelompok reflektor. Kelompok ini adalah lawan dari kelompok aktivis. Dalam
melakukan suatu tidakan mereka lebih berhati-hati dan mempertimbangkan segala
sesuatunya. Kelompok Teoris adalah kelompok ketiga dalam kelompok belajar
menurut Honey dan Mumford. Kelompok ini cenderung bersifat kritis, suka
menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan nalar. Dan kelompok
yang terakhir adalah kelompok pragmatis. Kelompok ini memiliki sifat yang
praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori dan konsep, yang terpenting
adalah sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan serta bermanfaat jika
dipraktikan.

2.4.3 Teori Belajar Menurut Pandangan Habermas


Habermas dalam pandangannya menyatakan bahwa belajar sangat
dipengaruhi oleh interaksi, baik dengan lingkungannya maupun dengan sesama
manusia. Maka dari itu, Habermas membagi belajar menjadi tiga yaitu belajar
teknis, belajar praktis, dan belajar emansipatoris. Yang dimaksud dengan belajar
teknis adalah belajar dengan mengaitkan lingkungan alam secara tepat. Belajar
teknis menekankan pada menguasai dan mengelola lingkungan alam sekitar
dengan baik. Sedangkan belajar praktis adalah belajar dengan cara berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya. Dalam tahap belajar ini siswa menciptakan
hubungan yang baik dengan sesamanya. Yang terakhir adalah belajar
emansipatoris. Belajar emansipatoris menekankan pada upaya seseorang dalam
mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi akan terjadi perubahan dan
transformasi budaya dengan lingkungan sosialnya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 35


2.4.4 Teori Belajar Menurut Pandangan Bloom dan Krat Wohl
Benjamin S. Bloom dalam teorinya yang dijelaskan oleh Arikunto
(2009:116) dikatakan bahwa tujuan belajar dirangkum dalam tiga ranah yang
dikenal dengan sebutan taksonomi Bloom. Melalui taksonomi ini, banyak pakar
pendidikan mengembangkan teori maupun praktek pembelajaran. Tiga kawasan
yang dimaksud adalah (1) domain kognitif, yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, tingkatannya adalah pengetahuan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) domain afektif yang berisi perilaku-
perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, tingkatannya adalah
pengenalan, merespon, penghargaan, pengorganisasian, pengamalan dan; (3)
domain psikomotor yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
keterampilan motorik, tingkatannya adalah peniruan, penggunaan, ketepatan,
perangkaian dan naturalisasi.

Latihan

1. Sebutkan, jelaskan, dan klasifikasikan teori-teori belajar!

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 36


ISTILAH-ISTILAH PEMBELAJARAN

Bab III
Konsep Pendekatan, Strategi, Model, Metode dan Teknik
Pembelajaran

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memiliki wawasan tentang landasan pembelajaran, yang
menyangkut pemahaman tentang hakikat belajar, mengajar, pembelajaran, teori-
teori belajar, konsep pendekatan, strategi, model, metode dan teknik
pembelajaran, standar nasional pendidikan, terutama yang relevan dengan
pengembangan pendidikan dasar.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa menguasai konsep tentang pendekatan, strategi, model, metode
dan teknik pembelajaran terutama yang relevan dengan pengembangan
pendidikan dasar.

Indikator :
Setelah mempelajari Bab III, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan konsep pendekatan pembelajaran
2. Menjelaskan konsep strategi pembelajaran
3. Menjelaskan konsep model pembelajaran
4. Menjelaskan konsep metode pembelajaran
5. Menjelaskan konsep teknik pembelajaran
6. Menjelaskan hubungan pendekatan, strategi, model, metode, dan teknik
pembelajaran

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 37


Sebagai seorang pendidik, keahlian dalam mengaplikasikan kegiatan
pembelajaran maupun mengajar adalah hal yang sangat penting. Untuk melakukan
kegiatan pembelajaran maupun mengajar, kita memerlukan bekal ilmu
pengetahuan yang berupa strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran,
metode pembelajaran, dan teknik pembelajaran. Dengan modal pengetahuan
tentang strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran,
dan teknik pembelajaran, kita akan lebih dapat mengatasi permasalahan-
permasalahan pendidikan yang kita temui saat kita praktek di dunia pendidikan
sebagai seorang pendidik.

Dalam unit ini kita akan mempelajari konsep pendekatan, strategi, model,
metode dan teknik pembelajaran, terutama yang relevan dengan pengembangan
pendidikan dasar. Secara khusus kita akan mempelajari tentang beberapa hal
sebagai berikut:

1. Konsep pendekatan pembelajaran


2. Konsep strategi pembelajaran
3. Konsep model pembelajaran
4. Konsep metode pembelajaran
5. Konsep teknik pembelajaran
6. Hubungan pendekatan, strategi, model, metode, dan teknik pembelajaran

3.1 Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan pembelajaran berbeda dengan strategi atau metode dalam
pembelajaran. Sanjaya (2008:127) mengemukakan pendekatan dapat diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang
merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih
sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari
metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Sejalan dengan Sanjaya,
Abimanyu juga menyampaikan pandangannya tentang pendekatan. Menurut
Abimanyu (2008:2-4) pendekatan adalah cara umum dalam memandang
permasalahan dan objek kajian pembelajaran. Pendekatan bersangkutan dengan
cara-cara umum dalam menyikapi suatu masalah sehingga dapat mencari

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 38


pemecahannya. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Student-centered Approach (SCA) adalah pendekatan yang didasarkan


pada pandangan bahwa mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan
dengan harapan agar siswa belajar. Dalam konsep ini yang penting adalah
belajarnya siswa. Yang penting dalam mengajar adalah mengubah perilaku.
Dalam konteks ini mengajar tidak ditentukan oleh lamanya serta banyaknya
materi yang disampaikan, tetapi dari dampak proses pembelajaran itu sendiri. Bisa
terjadi guru hanya beberapa menit saja di muka kelas, namun waktu yang sangat
singkat itu membuat siswa sibuk melakukan proses belajar, itu sudah dikatakan
mengajar.

Dalam SCA, mengajar tidak ditentukan oleh selera guru, akan tetapi sangat
ditentukan oleh oleh siswa itu sendiri. Hendak belajar apa siswa dari topik yang
harus dipelajari, bagaimana cara mempelajarinya, bukan hanya guru yang
menentukan tetapi juga siswa. Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai
dengan gayanya sendiri. Dengan demikian peran guru berubah dari sebagai
sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator, artinya guru lebih banyak
sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar. Tujuan utama mengajar adalah
untuk membelajarkan siswa. Oleh sebab itu, kriteria keberhasilan proses mengajar
tidak diukur dari sejjauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran, melainkan
diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar. Dengan demikian
guru tak lagi berperan hanya sebagai sumber belajar tapi berperan sebagai orang
yang membimbing dan memfasilitasi agar siswa mau dan mampu belajar. Inilah
makna proses pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa tidak dipandang sebagai
objek belajar yang dapat diatur dan dibatasi oleh kemauan guru, melainkan siswa
ditempatkan sebagai subjek yang belajar sesuai dengan minat, bakatnya, dan
kemampuan yang dimikinya. Oleh sebab itu materi apa yang seharusnya dipelajari
dan bagaimana mempelajarinya tidak semata-mata ditentukan oleh keinginan
guru, tetapi memperhatikan setiap perbedaan siswa.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 39


Ciri kedua: siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses mengajar sebagai
proses mengatur lingkungan, siswa tidak dianggap sebagi organisme yang pasif
yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai organisme
yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang. Mereka adalah individu
yang memiliki potensi dan kemampuan.

Ciri ketiga, proses pembelajaran berlangsung dimana saja. Sesuai dengan


karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, maka proses
pembelajaran dapat terjadi di mana saja. Kelas bukanlah satu-satunya tempat
belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan
kebutuhuhan dan sifat materi pelajaran. Ketika siswa akan belajar tentang fungsi
pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar siswa.

Ciri terakhir, pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan. Tujuan


pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk
mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh
karena itulah penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran,
akan tetapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan perilaku siswa itu
sendiri. Untuk itulah metode dan strategi yang digunakan guru tidak hanya
sekedar metode ceramah, tetapi menggunakan berbagai metode.

Teacher-centered approach (TCA) adalah suatu pendekatan belajar yang


berdasar pada pandangan bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan dan
keterampilan (Smith, dalam Sanjaya, 2008:96). Cara pandang bahwa
pembelajaran (mengajar) sebagai proses menyampaikan atau menanamkan ilmu
pengetahuan ini memili beberapa ciri sebagai berikut.

Pertama memakai pendekatan berpusat pada guru atau teacher-centered


approach. Dalam TCA gurulah yang harus menjadi pusat dalam KBM. Dalam
TCA, guru memegang peran sangat penting. Guru menentukan segalanya. Mau
diapakan siswa? Apa yang harus dikuasai siswa, semua tergantung guru. Bahkan
seorang guru di TCA memiliki hak legalitas keabsahan pengetahuan (yang benar
itu seperti yang dikatakan guru). Oleh karena begitu pentingnya peran guru, maka

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 40


biasanya proses pengajaran hanya akan berlangsung manakala ada guru, dan tak
mungkin ada pembelajaran apabila tidak ada guru.

Sehubungan dengan pembelajaran yang berpusat pada guru, minimal ada


tiga peran utama yang harus dilakukan guru, yaitu: guru sebagai perencana;
sebagai penyampai informasi; dan sebagai evaluator.

Selain guru sebagai pusat yang menentukan segalanya dalam


pembelajaran, ciri lain adalah siswa ditempatkan sebagai objek belajar. Siswa
dianggap sebagai organisme yang pasif, yang belum memahami apa yang harus
dipahami, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk memahami
segala sesuatu yang disampaikan guru. Peran siswa adalah sebagai penerima
informasi yang diberikan guru. Jenis pengetahuan dan keterampilan kadang tidak
mempertimbangkan kebutuhan siswa, akan tetapi berangkat dari pandangan yang
menurut guru dianggap baik dan bermanfaat.

Sebagai objek belajar, kesempatan siswa untuk mengembangkan


kemampuan sesuai dengan bakat dan minatnya, bahkan untuk belajar sesuai
dengan gaya belajarnya menjadi terbatas. Sebab dan proses pembelajaran
segalanya diatur dan ditentukan oleh guru.

Ciri yang ketiga adalah kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan
waktu tertentu. Misalnya dengan penjadwalan yang ketat, siswa hanya belajar
manakala ada kelas yang telah didesain sedemikian rupa sebagai tempat belajar.
Adanya tempat yang telah ditentukan, sering pengajaran terjadi sangat formal,
siswa duduk di bangku berjejer, dan guru didepan kelas. Demikian juga hanya
dalam waktu yang diatur sangat ketat. Misalnya manakala waktu belajar satu
materi tertentu telah habis, maka segera siswa akan belajar materi lain sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan. Cara mengajarinya pun seperti bagian-
bagian yang terpisah, seakan-akan tak ada kaitannya antara materi pelajaran yang
satu dengan lainnya.

Ciri keempat, tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi


pelajaran. Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejuah mana siswa
dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi pelajaran itu

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 41


sendiri adalah pengetahuan yang bersumber dari materi pelajaran yang
disampaikan di sekolah. Sedangkan mata pelajaran itu sendiri merupakan
pengelaman-pengalaman manusia masa lalu yang disusun secara sistematis dan
logis, kemudian diuraikan dalam buku-buku pelajaran dan selanjutnya isi buku itu
harus dikuasai siswa. Kadang-kadang siswa tidak perlu memahami apa gunanya
mempelajari bahan tersebut. Oleh karena kriteria keberhasilan ditentukan oleh
penguasaan materi pelajaran, maka alat evaluasi yang digunakan biasanya adalah
tes hasil belajar tertulis (paper and pencil test) yang dilaksanakan secara periodik.

3.2 Strategi Pembelajaran


Pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran. Pada awalnya strategi digunakan dalam bidang
kemiliteran. Strategi diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer
untuk memenangkan suatu peperangan. Strategi berasal dari kata strategos
(Yunani) yang mengandung makna perwira atau jendral yang merencanakan suatu
siasat untuk mencapai kemenangan. Saat ini penggunaan kata srategi tidak hanya
dalam bidang militer tetapi digunakan juga di bidang pendidikan. Pada dasarnya
strategi pembelajaran merupakan konsep yang multidimensi dalam arti dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang. Menurut Abimanyu (2008:2-2) strategi
pembelajaran adalah keputusan bertindak secara sreategis dalam memodifikasi
dan menyelesaikan komponen-komponen system instruksional untuk lebih
mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran. Sementara itu, J. R David
(Sanjaya, 2008:126) menyebutkan bahwa a plan, method, or series of activities
designed to achieves a particular educational goal. Strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam strategi pembelajaran terkandung
makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat
konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu
pelaksanaan pembelajaran.

Dari segi pengaturan guru dan siswa, klasifikasi dapat didasarkan atas
(a)pengaturan guru, (b) hubungan guru-siswa, dan (c) pengaturan siswa. Dari segi
pengaturan guru, dapat dibedakan atas (i) strategi pembelajaran dengan/oleh

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 42


seorang guru, dan (ii) strategi pembelajaran dengan/oleh team teaching. Dari segi
hubungan guru-siswa, dapat dibedakan atas (i) strategi pembelajaran tatap muka
yaitu pembelajaran dimana guru dan siswa berada dalam satu ruangan/kelas
dengan komunikasi/interaksi pembelajaran yang berlangsung secara face-to-face
communication. dan (ii) strategi pembelajaran jarak jauh yaitu pembelajaran
dimana guru dan siswa tidak berada dalam satu ruangan/kelas sehingga
komunikasi/interaksi pembelajaran berlangsung melalui penggunaan
media/teklnologi pembelajaran sebagai perantara. Kegiatan mengajar yang Anda
lakukan di sekolah/kelas Anda selama ini adalah contoh dari pembelajaran tatap
muka, sementara kegiatan-kegiatan perkuliahan yang Anda ikuti dalam rangka
program pendidikan jarak jauh ini adalah contoh pembelajaran jarak jauh.
Selanjutnya dari segi pengaturan siswa, dapat dibedakan atas (i) strategi
pembelajaran individual, yaitu pembelajaran yang diorganisir secara individual
dengan orientasi pemberian kesempatan kepada setiap siswa secara individual
untuk belajar sesuai dengan kemampuan sendiri dengan tujuan untuk
mengembangkan potensi/kemampuan setiap individu secara optimal, (ii) strategi
pembelajaran kelompok kecil yaitu pembelajaran dimana siswa-siwa diorganisir
dalam kelompok-kelompok kecil, besarnya 2-7 orang untuk mendiskusikan
dan/atau mengerjakan topik/tugas-tugas yang diperhadapkan kepada mereka, dan
(iii) strategi pembelajaran klasikal yaitu pembelajaran dimana sejumlah siswa
yang diasumsikan memiliki usia dan kemampuan yang relatif sama dikumpulkan
dalam satu kelas, kemudian diajar oleh seorang guru dengan menggunakan format
pembelajaran yang sama untuk seluruh murid dalam kelas.

Dari segi pengolahan pesan, klasifikasi dapat didasarkan atas (a) peranan
guru dan siswa dalam mengolah pesan, dan (b) proses pengolahan pesan. Dari
segi peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan, strategi pembelajaran
dibedakan atas (i) strategi ekspositorik dan (ii) strategi heuristik. Strategi
ekspositorik merupakan strategi pembelajaran yang lebih berorientasi pada guru
dalam arti semua pesan pembelajaran (yang diharapkan untuk dikuasai oleh
murid) telah diolah dalam bentuk barang jadi oleh guru untuk selanjutnya
disampaikan kepada murid. Guru aktif memberi penjelasan aatau informasi secara
terperinci tentang bahan pengajaran dengan tujuan utama memindahkan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 43


pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai kepada siswa. Peran guru dalam
strategi pembelajaran ekspositorik ini adalah penyusun program pembelajaran,
pemberi informasi yang benar, penyedia fasilitas, pembimbing siswa dalam
memperoleh informasi/pesan, dan penilai pemerolehan informasi, sementara
siswa lebih berperan sebagai pencari/penerima informasi/pesan belajar, pemakai
media/sumber belajar, dan menyelesaikan tugas-tugas yang diperhadapkan
kepadanya. Dalam pada itu, strategi heuristik merupakan strategi pembelajaran
yang menghendaki siswa untuk terlibat aktif dalam proses pengolahan pesan-
pesan belajar (tujuan pembelajaran). Strategi ini lebih berpusat pada siswa
(student-centre) dan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual,
berpikir kritis dan memecahkan masalah dari para siswa. Dalam strategi heuristik,
peranan guru adalah menciptakan suasana berpikir sehingga murid berani
bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah, sebagai fasilitator dalam
pembelajaran dan penelitian, sebagai rekan diskusi siswa dalam klasifikasi dan
pencarian alternatif pemecahan masalah, dan sebagai pembimbing penelitian,
pendorong keberanian berpikir alternatif dalam pemecahan masalah, sementara
peranan siswa adalah mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan
pemecahan masalah, pelaku aktif dalam belajar melakukan penelitian, penjelajah
tentang masalah dan metode pemecahan masalah, serta penemu pemecahan
masalah.

Dari segi proses pengolahan pesan, strategi pembelajaran dibedakan atas


(i) strategi deduktif, dan strategi induktif. Strategi deduktif adalah strategi
pembelajaran dengan proses pengolahan pesan yang berlangsung dari hal-hal
yang bersifat umum menuju ke hal-hal yang bersifat khgusus. Pada garis
besarnya, strategi pembelajaran deduktif meliputi langkah-langkah (a) guru
mengemukakan generalisasi, (b) penjelasan konsep-konsep, dan (c) pencarian data
yang dilakukan oleh siswa. Dalam pada itu, strategi induktif adalah strategi
pembelajaran dengan proses pengolahan pesan yang berlangsung dari hal-hal
yang bersifat khusus menuju ke hal-hal yang bersifat umum. Langkah-langkah
pembelajaran strategi induktif, pada garis besarnya terdiri atas (a) pengajuan
data/fakta atau peristiwa khusus, (b) penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta,
dan (c) penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep. Bila sudah ada teori

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 44


yang benar pada umumnya dirumuskan hipotesis, (d) terapan generalisasi pada
data baru atau hipoptesis, dan (e) penarikan kesimpulan lanjut.

Dari segi strutur peristiwa belajar-mengajar, strategi pembelajaran


dibedakan atas (i) strategi yang bersifat tertutup, dan (ii) strategi yang bersifat
terbuka. Pada strategi pembelajaran tertutup, semua komponen pembelajaran
seperti penentuan tujuan, materi/media/sumber-sumber belajar serta
prosedur/langkah-langkah pembelajaran yang akan ditempuh/dilaksanakan di
kelas, semuanya telah dirancang/dilakukan secara ketat oleh guru tanpa
melibatkan siswa.. Dalam pada itu, pada strategi pembelajaran terbuka siswa
diberi peluang/kesempatan untuk memberikan urunan dalam merancang/
menentukan komponen-komponen pembelajaran termasuk dalam menentukan
prosedur/langkah-langkah pembelajaran sementara pembelajaran berlangsung.

Dari segi tujuan belajar, Robert Gagne (1984) mengelompokkan kondisi-


kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) sesuai dengan tujuan-tujuan belajar
yang ingin dicapai. Dalam hal ini, Gagne memengemukakan adanya 5 jenis
tujuan/hasil belajar, yaitu (a) verbal information (informasi verbal) yaitu
kemampuan untuk menyatakan atau mengungkapkan kembali secara verbal
pengetahuan ataukah informasi yang telah dimilikinya dalam arti bahwa
seseorang yang telah memiliki pengetahuan tertentu berkemampuan untuk
menuangkan pengetahuan itu dalam bentuk bahasa (baik lisan maupun tertulis
yang memadai) sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain, (b)
intelectual skills (kecakapan intelektual) menunjuk kepada kemampuan untuk
berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya asendiri dalam bentuk suatu
representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata,
gambar). Cakupan dari kecakapan intelektual ini meliputi kecakapan yang sangat
sederhana sampai kepada kemampuan yang bersifat kompleks sesuai kapasitas
intelektual yang dimilki seseorang. Kecakapan intelektual ini terdiri atas 4 sub
kemampuan yang bersifat hierarkhi, yaitu: diskriminasi, konsep, kaidah, dan
prinsip (c) cognitive strategies (strategi kognitif) menunjuk pada kemampuan
mengatur cara/proses belajar dan mengelola/mengorganisir proses berpikir dalam
arti yang seluas-luasnya. Seseorang yang memiliki strategi kognitif yang baik

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 45


akan jauh lebih efisien dan efektif dalam mempergunakan semua konsep dan
kaidah yang dimilikinya dibandingkan dengan seseorang yang tidak
berkemampuan demikian. Strategi kognitif ini oleh Ruthkopf dinamakan
mathemagenic activities, oleh Skinner dinamakan self management behavior,
dan oleh penganut teori pemrosesan informasi dinamakan executive control
processes, (d) motor skills (keterampilan motorik menunjuk kepada kemampuan
untuk melakukan rangkaian gerak-gerik jasmani yang dikemudikan oleh sistem
saraf disertai koordinasi yang memadai antara kerja otak dan proses psikologis
yang mengatur gerak itu dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi
antara berbagai anggota badan secara terpadu , dan (e) attitudes (sikap dan nilai)
menunjuk kepada kemampuan internal yang sangat berperan dalam menentukan
dan mengambil suatu tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan
untuk bertindak.

3.3 Model Pembelajaran


Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dalam
proses pembelajaran yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Santyasa
(2007:7) juga menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran
cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran.
An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to
help students achieve a learning objective. Sejalan dengan pendapat Santyasa,
model pembelajaran menurut Abimanyu (2008:2-6) adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran. Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih
luas dari pada suatu strategi, metode atau prosedur pembelajaran. Model
pembelajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang luas dan menyeluruh.
Model pembelajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi bagi guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 46


Suatu model pembelajaran memiliki sintaks pembelajaran yang
menggambarkan keseluruhan urutan alur proses atau kegiatan pembelajaran.
Sintaks model pembelajaran menunjukkan dengan jelas langkah-langkah apa yang
perlu dilakukan oleh guru atau siswa dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Dengan demikian, Setiap model pembelajaran memerlukan sistem
pengelolaan dan lingkungan belajar yang berbeda. Oleh karena itu pemilihan
model pembelajaran sangat perlu memperhatikan karakteristik siswa, lingkungan
belajar, dan tujuan belajar yang ingin dicapai. Pemilihan model pembelajaran
yang tepat akan berpengaruh terhadap kualitas proses pembelajaran.
Model pembelajaran menurut Joyce & Weill (2000) memiliki unsur-unsur
sebagai berikut: (1) sintaks, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem
pendukung, dan (5) dampak instruksional dan pengiring.
Sintaks ialah tahap-tahap kegiatan dari model itu. Sistem sosial ialah pola
interaksi yang terjadi di antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru. Apakah
iklim kelas demokratis atau otoriter, kegiatan kelompok atau individual,
bagaimana cara pemecahan masalah yang timbul dalam kelas. Prinsip reaksi ialah
pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru melihat dan
memperlakukan siswa, termasuk bagaimana seharusnya guru memberikan respon
terhadap mereka. Prinsip ini memberi petunjuk bagaimana seharusnya guru
menggunakan aturan permainan yang berlaku pada setiap model. Sistem
pendukung ialah segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk
melaksanakan model tersebut. Dampak instruksional ialah hasil belajar yang dapat
dicapai dengan cara mengarahkan para siswa untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan. Dampak pengiring (nurturant effect) ialah hasil belajar lainnya yang
dihasilkan oleh suatu proses belajar mengajar, sebagai akibat terciptanya suasana
belajar yang dialami langsung oleh para siswa tanpa pengarahan langsung dari
guru. Joyce dan Weil (2000) menambahkan bahwa dampak instruksional adalah
hasil belajar yang dicapai atau yang berkaitan langsung dengan materi
pembelajaran, sementara dampak pengiring adalah hasil belajar sampingan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 47


(iringan) yang dicapai sebagai akibat dari penggunaan model pembelajaran
tertentu.

Selanjutnya berdasarkan karakteristik dari setiap model pembelajaran


tersebut, Joyce dan Weil mengklasifikasi model-model pembelajaran kedalam
empat rumpun model, yaitu :

1. Rumpun Model Pengolahan Informasi (The Information Processing Models).


Model-model pembelajaran yang termasuk dalam rumpun ini bertolak dari
prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia dengan memperkuat
dorongan-dorongan internal (datang dari dalam diri) untuk memahami dunia
dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, merasakan adanya masalah
dan mengupayakan jalan keluarnya serta pengembangkan bahasa untuk
mengungkapkannya. Kelompok model ini menekankan pada peserta didik agar
memilih kemampuan untuk memproses informasi sehingga peserta didik yang
berhasil dalam belajar adalah yang memiliki kemampuan dalam memproses
informasi.

Dalam rumpun model pembelajaran ini terdapat 7 model pembelajaran,


yaitu :
a. Pencapaian Konsep (Concept Attainment)
b. Berpikir induktif (InductiveThinking)
c. Latihan Penelitian (Inquiry Training)
d. Pemandu Awal (Advance Organizer)
e. Memorisasi (Memorization)
f. Pengembangan Intelek (Developing Intelect)
g. Penelitian Ilmiah (Scientic Inquiry)
2. Rumpun Model Personal (Personal Models)
Rumpun model personal bertolak dari pandangan kedirian atau selfhood
dari individu. Proses pendidikan sengaja diusahakan yang memungkinkan
seseorang dapat memahami diri sendiri dengan baik , sanggup memikul tanggung
jawab untuk pendidikan dan lebih kreatif untuk mencapai kualitas hidup yang
lebih baik. Penggunaan model-model pembelajaran dalam rumpun personal ini

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 48


lebih memusatkan perhatian pada pandangan perseorangan dan berusaha
menggalakkan kemandirian yang produktif sehingga manusia menjadi semakin
sadar diri dan bertanggung jawab atas tujuannya. Dalam rumpun model personal
ini terdapat 4 model pembelajaran, yaitu :

a. Pengajaran Tanpa Arahan (Non Directive Teaching)


b. Model Sinektik (Synectics Model)
c. Latihan Kesadaran (Awareness Training)
d. Pertemuan Kelas (Classroom Meeting)
3. Rumpun Model Interaksi Sosial (Social Models)
Penggunaan rumpun model interaksi sosial ini menitik beratkan pada
pengembangan kemampuan kerjasama dari para siswa. Model pembelajaran
rumpun interaksi sosial didasarkan pada dua asumsi pokok, yaitu (a) masalah-
masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui kesepakatan-
kesepakatan yang diperoleh di dalam dan dengan menggunakan proses-proses
sosial, dan (b) proses sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk
melakukan perbaikan masyarakat dalam arti seluas-luasnya secara build-in dan
terus menerus.

Dalam rumpun model interaksi sosial ini terdapat 5 model pembelajaran,


yaitu :
a. Investigasi Kelompok (Group Investigation)
b. Bermain Peran (Role Playing)
c. Penelitian Yurisprudensial (Jurisprudential UInquiry)
d. Latihan Laboratoris (Laboratory Training)
e. Penelitian Ilmu Sosial
4. Rumpun Model Sistem Perilaku (Behavioral Systems)
Rumpun model system perilaku mementingkan penciptaan sistem
lingkungan belajar yang memungkinkan penciptaan sistem lingkungan belajar
yang memungkinkan manipulalsi penguatan tingkah laku (reinforcement) secara
efektif sehingga terbentuk pola tingkah laku yang dikehendaki. Model ini

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 49


memusatkan perhatian pada perilaku yang terobservasi dan metode dan tugas
yang diberikan dalam rangka mengkomunikaksikan keberhasilan.

Dalam rumpun model sistem perilaku ini terdapat 5 model pembelajaran,


yaitu :
a. Belajar Tuntas (Mastery Learning)
b. Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)
c. Belajar Kontrol Diri (Learning Self Control)
d. Latihan Pengembangan Keterampilan dan Konsep (Training for Skill and
Concept Development)
e. Latihan Assertif (Assertive Training).

3.4 Metode Pembelajaran


Metode secara sederhana dapat diartikan sebagai cara. Metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sudah direncanakan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia,
(Purwadarminta, 1984:649) metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir
baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Metode dalam pembelajaran tidak
hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi saja, sebab sumber
belajar dalam kegiatan pembelajaran mempunyai tugas yang luas yaitu sebagai
penyampai informasi juga mempunyai tugas untuk mengelola kegiatan
pembelajaran sehingga siswa dapat belajar untuk mencapai tujuan belajar secara
tepat. Knowles (dalam Sudjana, 2005:14) menyatakan bahwa method the
organization of the prospective participants for purposes of education. Dengan
kata lain metode yang dimaksud adalah pengorganisasian peserta didik dalam
pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan. Tidak jauh berbeda dengan
pendapat Abimanyu mengenai metode pembelajaran. Abimanyu (2008:2-6)
berpendapat bahwa metode adalah cara atau jalan yang digunakan dalam
menyajikan atau melaksanakan aktivitas pembelajaran. Jadi, metode pembelajaran
dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai
tujuan pembelajaran.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 50


3.5 Teknik Pembelajaran
Teknik dapat diartikan secara luas, namun dalam bidang pendidikan teknik
dapat diartikan sebagai cara menerapkan metode pembelajaran. Teknik
merupakan penjabaran mengenai suatu metode. Sanjaya (2008:127) menjelaskan
bahwa teknik merupakan cara yang dilakukan seseorang dalam melaksakan
metode. Taktik sendiri sering disamakan dengan teknik. Taktik merupakan gaya
yang diguanakan seseorang dalam melaksanakan metode pembelajaran. Morris
(dalam Sudjana, 2005:13) menyebutkan bahwa the systemic procedure by which
a complex or scientific task is accomplished, or the degree of skill or command of
fundamentals exhibited in any performance. Pada dasarnya teknik yang
dimaksud adalah prosedur yang sistematis yang sistematis sebagai petunjuk dalam
melaksanakan suatu pekerjaan, keterampilan dalam suatu penampilan. Teknik
juga dapat diartikan sebagai ragam khas penerapan suatu metode dengan latar
penerapan tertentu (Abimanyu,2008:2-6).

3.6 Hubungan Pendekatan, Strategi, Model, Metode dan Teknik


Pembelajaran
Istilah pendekatan dan strategi sering diartikan sama, dan dalam model
biasanya termasuk di dalamnya ada metode, strategi dan pendekatan yang
digunakan. Pendekatan (approach) dapat dipandang sebagai suatu rangkaian
tindakan yang terpola atau terorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu
(misalnya dasar filosofis, prinsip psikologis, prinsip didaktis, atau prinsip
ekologis), yang terarah secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian pola tindakan tersebut dibangun di atas prinsip-prinsip yang
telah terbukti kebenarannya sehingga tindakan-tindakan yang terorganisir dapat
berjalan secara konsisten ke arah tercapainya tujuan atau teratasinya suatu
masalah. Pendekatan mengandung sejumlah komponen yaitu tujuan, pola
tindakan, metode atau teknik, sumber-sumber yang digunakan, dan prinsip-
prinsip.

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik


pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah
apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 51


dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir
yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan
teknik pembelajaran.

Komparabilitas antara pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik, dan


model pembelajaran dapat dilihat pada table 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1 Komparabilitas antara pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik, dan
model pembelajaran

Term
No Sisi Komparabilitas
Pembelajaran
1 Pendekatan Lebih merupakan titik tolak atau sudut pandang
pembelajaran guru terhadap proses pembelajaran yang sifatnya
masih sangat umum; di dalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode
pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
2 Strategi Lebih bersifat konseptual untuk mencapai suatu
pembelajaran tujuan pembelajaran.
3 Metode Menekankan pada cara yang digunakan guru untuk
pembelajaran mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
4 Teknik Lebih mengarah pada implementasi metode secara
pembelajaran spesifik dan teknis.
5 Taktik Lebih mengarah pada gaya mengajar seorang guru
pembelajaran yang bersifat personal. Di sini bertemu antara ilmu
(mengajar) dan seni.
6 Model Bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi,
pembelajaran metode, teknik, dan taktik pembelajaran.

Posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat


divisualisasikan dalam gambar 3.1 sebagai berikut.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 52


Model Pembelajaran

Pendekatan Pembelajaran
M M
(Student or Teacher Center)
O O
D D
E E
L L
Strategi Pembelajaran
P (expotision-discovery learing or P
E group-individual learning) E
M M
B B
E E
L Metode Pembelajaran L
Ceramah, diskusi, dsb
A A
J J
A A
R Tehnik pembelajaran R
A A
N N

Model Pembelajaran

Gambar 3.1 Posisi hierarki antara pendekatan, strategi, model, metode,


teknik pembelajaran.

Latihan

1. Jelaskan perbedaan antara pendekatan, strategi, model, metode, teknik


pembelajaran!
2. Jelaskan hubungan pendekatan, strategi, model, metode, dan teknik
pembelajaran!

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 53


STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Bab IV
Standar Nasional Pendidikan

Standar Kompetensi :
Mahasiswa memiliki wawasan tentang landasan pembelajaran, yang
menyangkut pemahaman tentang hakikat belajar, mengajar, pembelajaran, teori-
teori belajar, konsep pendekatan, strategi, model, metode dan teknik
pembelajaran, standar nasional pendidikan, terutama yang relevan dengan
pengembangan pendidikan dasar.

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa memahami hakikat dan peran standar kelulusan, standar isi,
standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana
prasarana, standar penilaian, standar pengelolaan, serta standar pembiayaan.

Indikator :
Setelah mempelajari Bab IV, mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menguraikan hakikat standar nasional pendidikan.
2. Menjelaskan delapan standar nasional pendidikan.
3. Menjelaskan posisi dan peran standar proses dalam pembelajaran.
4. Menjelaskan kaitan standard isi, standar proses, dan standar penilaian
dalam praktik pembelajaran.

Di dalam dunia pendidikan dikenal istilah standar nasional pendidikan.


Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan,

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 54


standar tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Sebagai pendidik yang
berkecimpung di dunia pendidikan sudah seyogyanya mengaplikasikan
pendidikan yang berlandaskan standar nasional pendidikan serta mengetahui pula
pentingnya dan sejarah keberadaan standar nasional pendidikan.

Di dalam pembelajaran, kita memiliki standar yang mengatur tentang hal


ini. Standar tersebut adalah standard proses. Posisi dan peran penting standar
proses adalah pada pengaturan satuan pendidikan yang harus melakukan
perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian
hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya
proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Dalam unit ini kita akan mengkaji tentang standar nasional pendidikan.
Secara khusus hal-hal yang akan kita pelajari adalah sebagai berikut.

1. Hakikat standar nasional pendidikan


2. Delapan standar nasional pendidikan
3. Posisi dan peran standar proses dalam pembelajaran
4. Kaitan standar isi, standar proses, dan standar penilaian dalam praktik
pembelajaran

4.1 Hakikat Standar Nasional Pendidikan


Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Untuk memahami standar nasional pendidikan, penting untuk dipahami
arti dari suatu sistem itu sendiri. Uno (2010:11) mengatakan bahwa sistem adalah
suatu kesatuan unsur-unsur yang saling berinteraksi secara fungsional yang
memperoleh masukan menjadi keluaran. Berdasarkan pendapat tersebut hal ini
berarti bahwa (1) sistem pendidikan nasional memiliki unsur-unsur yang saling
terkait, (2) masing-masing unsur sistem pendidikan nasional memiliki fungsi yang
berbeda, dan (3) sistem pendidikan nasional memiliki suatu tujuan umum yang
membuat masing-masing unsur yang berbeda fungsi itu terkait untuk mewujudkan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 55


tujuan umum tersebut. Tujuan umum dalam sistem pendidikan nasional yang
dimaksud tentunya adalah tujuan pendidikan nasional. Pada pasal 3 undang-
undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Jadi untuk dapat diwujudkannya tujuan
pendidikan nasional tersebut, maka sangat penting untuk diatur agar setiap
komponen pendidikan nasional berfungsi sebagaimana yang diharapkan sehingga
sistem pendidikan nasional dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional
tersebut.
Sebagai upaya untuk memastikan agar sistem pendidikan nasional berjalan
sebagaimana yang diharapkan, maka diberlakukanlah standar nasional
pendidikan. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun
2005 pasal 1 dinyatakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kriteria minimal tersebut seharusnya dapat dipenuhi untuk
dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut.
Kehadiran Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dapat dipandang sebagai tonggak penting untuk menuju
pendidikan nasional yang terstandarkan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut
dikatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dengan lingkup terdiri 8 standar, yaitu: (1) standar isi; (2) standar
proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga
kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7)
standar pembiayaan; dan (8) standar penilaian pendidikan.
Dilihat dari fungsi dan tujuannya, Standar Nasional Pendidikan memiliki
fungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, dan
bertujuan untuk menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 56


kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat.
Dalam Peraturan Pemerintah ini terdapat pasal-pasal yang mengamanatkan
perlunya dibuat Peraturan Menteri sebagai penjabaran lebih lanjut dari delapan
standar pendidikan dimaksud. Hingga akhir tahun 2009 pemerintah melalui
Mendiknas (era kepemimpinan Bambang Sudibyo) telah berhasil menerbitkan
sejumlah PERMENDIKNAS yang dijadikan sebagai payung hukum bagi
penyelenggaraan pendidikan.

4.2 Delapan Standar Nasional Pendidikan


Dalam pasal 35 Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
dinyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana
dan berkala. Kedelapan standar ini selanjutnya diatur dalam peraturan menteri
pendidikan nasional untuk dapat diterapkan di seluruh Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan harapan terwujudnya suatu sistem pendidikan yang dapat
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Adapun masing-masing standar
pendidikan nasional tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.2.1 Standar Isi


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 1
ayat 5 menyebutkan bahwa standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat
kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Hal ini menunjukkan bahwa standar ini berisi kompetensi-kompetensi yang
diharapkan harus dikuasai peserta didik melalui ruang lingkup materi
sebagaimana yang diatur di dalamnya pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Pada pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005
menyebutkan bahwa standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi
untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 57


Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa standar isi diatur dengan harapan
tercapainya standar kompetensi lulusan.
Pada pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun
2005 dinyatakan pula bahwa standar isi memuat kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender
pendidikan/akademik. Kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar,
kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik
dijelaskan dalam lampiran peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun
2006. Dalam lampiran permen tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut.
1. Kerangka dasar kurikulum mencakup bagian kelompok mata pelajaran,
prinsip pengembangan kurikulum, dan prinsip pelaksanaan kurikulum.
2. Struktur kurikulum pendidikan umum terdiri dari bagian struktur
kurikulum SD/MI, struktur kurikulum SMP/MTs, struktur kurikulum
SMA/MA, struktur kurikulum pendidikan kejuruan, struktur kurikulum
pendidikan khusus, dan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
terbagi dalam lampiran 1 (standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk
tingkat SD/MI dan SDLB), lampiran 2 (standar kompetensi dan
kompetensi dasar untuk tingkat SMP/MTs dan SMPLB), dan lampiran 3
(standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk tingkat SMA/MA,
SMALB, dan SMK/MAK).
3. Beban belajar diatur sesuai dengan tingkat pendidikan (SD/MI/SDLB,
SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK) dan kelasnya.
4. Kalender pendidikan memuat alokasi waktu dan penetapan kalender
pendidikan.
Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor
22 tahun 2006 pasal 1 juga disebutkan bahwa standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup
materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi
lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Hal ini imenunjukkan
bahwa tingkat kompetensi minimal tersebut harus dikuasai oleh peserta didik
melalui proses pembelajaran yang direncanakan melalui penuangan standar

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 58


kompetensi dan kompetensi dasar dalam silabus maupun rencana pelaksanaan
pembelajaran.
Penjelasan tentang Standar Isi secara lengkap tercantum pada Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 tahun 2006.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk tingkat SD/MI dan SDLB
tercantum dalam lampiran 1, Standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk
tingkat SMP/MTs dan SMPLB pada lampiran 2, dan standar kompetensi dan
kompetensi dasar untuk tingkat SMA/MA, SMALB, dan SMK/MAK pada
lampiran 3.

4.2.2 Standar Kompetensi Lulusan


Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal
1 ayat 4 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa lulusan sebagai hasil dari suatu sistem pendidikan
harus memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan seperti yang dirumuskan
dalam standar kompetensi lulusan tersebut.
Pada pasal 25 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun
2005 dijelaskan bahwa standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman
penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Standar
kompetensi lulusan meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
Penjelasan secara lebih lengkap mengenai standar kompetensi lulusan
terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor
23 tahun 2006. Pada pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 23 tahun 2006 disebutkan bahwa standar kompetensi lulusan
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman
penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar kompetensi lulusan
meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan
menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan
standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Penjelasan mengenai Standar

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 59


kompetensi lulusan tercantum pada lampiran peraturan menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia nomor 23 tahun 2006.
Penjelasan mengenai Standar kompetensi lulusan yang tercantum pada
lampiran peraturan menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 23
tahun 2006 terdiri dari standar kompetensi lulusan satuan pendidikan, standar
kompetensi kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran
sekolah menengah atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA). Isi dari masing-masing
bagian tersebut dapat digambarkan secara singkat sebagai berikut.
1. Standar kompetensi lulusan satuan pendidikan memuat standar kompetensi
lulusan satuan pendidikan SD/MI/SDLB/Paket A, standar kompetensi
lulusan satuan pendidikan SMP/MTs/SMPLB/Paket B, standar kompetensi
lulusan satuan pendidikan SMA/MA/SMALB/Paket C, dan standar
kompetensi lulusan satuan pendidikan SMA/MAK.
2. Standar kompetensi kelompok mata pelajaran memuat standar kompetensi
lulusan kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, standar
kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi, standar kompetensi lulusan kelompok mata
pelajaran estetika, dan standar kompetensi lulusan kelompok mata
pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
3. Standar kompetensi lulusan mata pelajaran meliputi SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, Pendidikan Luar Biasa ABDE (SDLB ABDE, SMPLB ABDE,
dan SMALB ABDE), dan SMK/MAK.
4. Standar kompetensi mata pelajaran sekolah menengah atas (SMA)/
Madrasah Aliyah (MA) memuat standar kompetensi mata pelajaran
pendidikan agama islam, pendidikan agama Kristen, pendidikan agama
Katolik, pendidikan agama Hindu, pendidikan agama Budha, Pendidikan
kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, fisika,
biologi, kimia, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, seni budaya,
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan, teknologi informasi dan
komunikasi, keterampilan, bahasa asing, sastra Indonesia, dan antropologi.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 60


Secara detail, standar kompetensi lulusan tersebut dijelaskan dalam
lampiran peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 23
tahun 2006.

4.2.3 Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 1
ayat 7 menyebutkan bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah
kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta
pendidikan dalam jabatan. Hal ini berarti, standar ini mengatur
persyaratan/kriteria seorang pendidik atau tenaga kependidikan dalam suatu
sistem pendidikan nasional.
Pada pasal 28 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun
2005 juga dijelaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik
adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundangundangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen
pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak
usia dini meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
professional, dan kompetensi sosial. Seseorang yang tidak memiliki ijazah
dan/atau sertifikat keahlian tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan
diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan
kesetaraan.
Selanjutnya pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 16 tahun 2007 pasal 1 disebutkan bahwa setiap guru wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara
nasional. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru tercantum dalam
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 16
tahun 2007. Pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 16 tahun 2007 dijelaskan berbagai hal secara jelas mengenai
standar kualifikasi akademik tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 61


lampiran permen tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan ini dijelaskan tentang kualifikasi akademik
guru dan standar kompetensi guru. Kedua bagian tersebut dapat dirinci sebagai
berikut.
1. Kualifikasi akademik guru memuat bagian kualifikasi akademik guru
melalui pendidikan formal dan kualifikasi akademik guru melalui uji
kelayakan dan kesetaraan.
2. Standar kompetensi guru memuat bagian standar kompetensi guru
PAUD/TK/RA, standar kompetensi guru kelas SD/MI, standar kompetensi
guru mata pelajaran SD/MI, standar kompetensi guru SMP/MTs, standar
kompetensi guru SMA/MA, dan standar kompetensi guru SMK/MAK
yang masing-masing terdiri atas empat kompetensi utama yakni
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan professional, serta
dijabarkan dengan penjelasan kompetensi inti guru.
Secara detail, standar kualifikasi akademik tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan tersebut dijelaskan dalam lampiran peraturan menteri pendidikan
nasional Republik Indonesia nomor 16 tahun 2007, permendiknas no. 24 tahun
2008, dan permendiknas no. 25 tahun 2008.

4.2.4 Standar Pengelolaan


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 1
ayat 9 menyebutkan bahwa standar pengelolaan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi,
atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan.
Dalam standar ini diatur cara mengelola jalannya pendidikan agar terlaksana
secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.
Pada pasal 49 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun
2005 dijelaskan bahwa pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan
dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 62


otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan
perundangundangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong
kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan, dan
area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan
tinggi.
Selain itu, pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 19 tahun 2007 pasal 1 disebutkan bahwa setiap satuan
pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara
nasional. Standar pengelolaan pendidikan tercantum dalam Lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 19 tahun 2007.
Pada lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
nomor 19 tahun 2007 dijelaskan standar pengelolaan secara lebih detail. Standar
pengelolaan sebagaimana yang tercantum dalam lampiran permen tersebut terdiri
atas bagian perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan
evaluasi, kepemimpinan sekolah/madrasah, sistem informasi manajemen, dan
penilaian khusus. Secara lebih rinci, isi dari tiap-tiap bagian tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Perencanaan program memuat penjelasan tentang visi sekolah/madrasah,
misi sekolah/madrasah, tujuan sekolah/madrasah, dan rencana kerja
sekolah/madrasah.
2. Pelaksanaan rencana kerja memuat penjelasan tentang pedoman
sekolah/madrasah, struktur organisasi sekolah/madrasah, pelaksanaan
kegiatan sekolah/madrasah, bidang kesiswaan, bidang kurikulum dan
kegiatan pembelajaran, bidang pendidik dan tenaga kependidikan, bidang
sarana dan prasarana, bidang keuangan dan pembiayaan, budaya dan
lingkungan sekolah/madrasah, dan peran serta masyarakat dan kemitraan
sekolah/madrasah.
3. Pengawasan dan evaluasi memuat penjelasan tentang program
pengawasan, evaluasi diri, evaluasi dan pengembangan KTSP, evaluasi
pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, dan akreditasi
sekolah/madrasah.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 63


4. Kepemimpinan sekolah/madrasah memuat penjelasan tentang kriteria cara,
tugas, dan wewenang untuk menjadi kepala sekolah/wakil kepala sekolah
sampai pada tugas kepala sekolah.
5. Sistem informasi manajemen memuat penjelasan tentang pengelolaan
sistem informasi manajemen sampai pada komunikasi antar warga
sekolah.
6. Penilaian khusus memuat penjelasan tentang keberadaan sekolah/madrasah
yang pengelolaannya tidak mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan
yang dapat memperoleh pengakuan Pemerintah atas dasar rekomendasi
BSNP.
Secara detail, standar pengelolaan tersebut dijelaskan dalam lampiran
peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 19 tahun 2007.

4.2.5 Standar Penilaian


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 1
ayat 11 menyebutkan bahwa standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
hasil belajar peserta didik. Standar penilaian ini tentunya diharapkan dapat
menjadi patokan dalam melaksanakan penilaian terhadap keberhasilan pencapaian
kompetensi peserta didik. Pada pasal 63 peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 19 tahun 2005 menjelaskan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik,
penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh
Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas
penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan tinggi.
Secara lebih jelas, standar penilaian dijabarkan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 20 tahun 2007. Pasal 1 peraturan
menteri tersebut menyebutkan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional. Standar penilaian pendidikan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 64


tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2007.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2007 dimuat beberapa bagian yakni pengertian, prinsip
penilaian, teknik dan instrumen penilaian, mekanisme dan prosedur penilaian,
penilaian oleh pendidik, penilaian oleh satuan pendidikan, dan penilaian oleh
pemerintah. Secara rinci, bagian-bagian tersebut memuat berbagai hal yang dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. Pengertian yang dijelaskan pada bagian tersebut mencakup pengertian
standar penilaian pendidikan, penilaian, ulangan, ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian
sekolah/madrasah, ujian nasional, dan kriteria ketuntasan minimal.
2. Prinsip penilaian terdiri dari komponen sahih, objektif, adil, terpadu,
terbuka, menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria,
dan akuntabel.
3. Teknik dan instrumen penilaian memuat berbagai jenis teknik yang dapat
digunakan dalam penilaian serta aturan tentang instrumen penilaian
pendidikan.
4. Mekanisme dan prosedur penilaian memuat pelaksanaan penilaian,
perancangan strategi penilaian oleh pendidik, sampai pada penyampaian
hasil analisis data UN (ujian nasional).
5. Penilaian oleh pendidik memuat berbagai kegiatan yang harus dilakukan
pendidik dalam melakukan penilaian.
6. Penilaian oleh satuan pendidikan memuat berbagai kegiatan atau prosedur
yang harus dilakukan satuan pendidikan dalam melakukan penilaian.
7. Penilaian oleh pemerintah memuat berbagai aturan tentang pelaksanaan
penilaian oleh pemerintah yakni melalui pelaksanaan UN.
Secara detail, standar penilaian tersebut dijelaskan dalam lampiran
peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 20 tahun 2007.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 65


4.2.6 Standar Sarana dan Prasarana
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 1
ayat 8 menyebutkan bahwa standar sarana dan prasarana adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat
bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang
diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi. Pada pasal 42 Peraturan pemerintah
Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 menjelaskan bahwa setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana
yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat
berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan
ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Selanjutnya, pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 24 tahun 2007 pasal 1 disebutkan bahwa standar sarana dan
prasarana untuk sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), dan sekolah menengah atas/madrasah
aliyah (SMA/MA) mencakup kriteria minimum sarana dan kriteria minimum
prasarana. Standar Sarana dan Prasarana tercantum pada Lampiran Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
nomor 24 tahun 2007 memuat berbagai hal yaitu standar sarana dan prasarana
SD/MI, standar sarana dan prasarana SMP/MTs, dan standar sarana dan prasarana
SMA/MA. Secara lebih rinci, masing-masing bagian tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 66


1. Standar sarana dan prasarana SD/MI berisi penjelasan tentang satuan
pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan ketentuan prasarana dan sarana
di SD/MI.
2. Standar sarana dan prasarana SMP/MTs berisi penjelasan tentang satuan
pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan kelengkapan prasarana dan
sarana di SMP/MTs.
3. Standar sarana dan prasarana SMA/MA berisi penjelasan tentang satuan
pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan kelengkapan prasarana dan
sarana di SMA/MA.
Secara detail, standar sarana dan prasarana tersebut dijelaskan dalam
lampiran peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 24
tahun 2007.
Penting untuk diketahui, pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 pasal 2 disebutkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan bagi satu kelompok pemukiman permanen dan
terpencil yang penduduknya kurang dari 1000 (seribu) jiwa dan yang tidak bisa
dihubungkan dengan kelompok yang lain dalam jarak tempuh 3 (tiga) kilo meter
melalui lintasan jalan kaki yang tidak membahayakan dapat menyimpangi standar
sarana dan prasarana sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tersebut.

4.2.7 Standar Pembiayaan


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 1
ayat 10 menyebutkan bahwa standar pembiayaan adalah standar yang mengatur
komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama
satu tahun. Pada pasal 62 Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005
menjelaskan bahwa pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal
kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan meliputi gaji pendidik dan tenaga

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 67


kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan
pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya,
air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 69 tahun 2009 pasal 1 disebutkan bahwa standar biaya operasi
nonpersonalia untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan
SMALB adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi
nonpersonalia selama 1 (satu) tahun untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK,
SDLB, SMPLB, dan SMALB sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan
agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan
berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. Pada pasal 2 peraturan menteri
tersebut dinyatakan bahwa standar biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 per
sekolah/program keahlian, per rombongan belajar, dan per peserta didik untuk
SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB menggunakan
basis biaya operasi nonpersonalia per sekolah/program keahlian, per rombongan
belajar, dan per peserta didik untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB,
SMPLB, dan SMALB di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Besaran standar
biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 per sekolah/program keahlian, per
rombongan belajar, dan per peserta didik, serta besaran presentase minimum biaya
alat tulis sekolah (ATS) dan bahan dan alat habis pakai (BAHP), untuk SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, SMK, SDLB, SMPLB, dan SMALB adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri tersebut. Penghitungan standar
biaya operasi nonpersonalia tahun 2009 untuk masing-masing daerah dilakukan
dengan mengalikan biaya operasi nonpersonalia DKI Jakarta dengan indeks
masing-masing daerah, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan
Menteri tersebut.
Pada pasal 3 peraturan menteri tersebut dinyatakan bahwa satuan
pendidikan dasar dan menengah yang belum bisa memenuhi Standar Nasional
Pendidikan menggunakan biaya satuan yang lebih rendah dari standar biaya
tersebut.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 68


4.2.8 Standar Proses
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 1
ayat 6 menyebutkan bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan
untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Pada Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 19 ayat 3 disebutkan bahwa setiap satuan
pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Sedemikian
penting dan vitalnya standar proses untuk dipahami dan dilaksanakan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka pembahasan secara lebih
mendetail akan dijabarkan dalam sub bagian khusus tentang standar proses.

4.3 Posisi dan Peran Standar Proses dalam Pembelajaran


Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal
1 ayat 6 disebutkan bahwa standar proses adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk
mencapai standar kompetensi lulusan. Selanjutnya, pada pasal 19 ayat 3
disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran,
dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien. Sesuai dengan pasal 19 ayat 3 tersebut, maka selanjutnya
dijelaskan pada pasal 20 pada peraturan pemerintah tersebut bahwa perencanaan
proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang
memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Kemudian pada pasal 21
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 dijelaskan bawa
pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3)
harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban
mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap
peserta didik, dan rasio maksimal jumlah peserta didik setiap pendidik.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 69


Pada pasal 22 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun
2005 dijelaskan bahwa penilaian hasil pembelajaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (3) pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
menggunakan berbagai teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang
harus dikuasai. Teknik penilaian sebagaimana dimaksud berupa tes tertulis,
observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk mata
pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara
individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester. Pada
pasal 23 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005
dijelaskan bahwa pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan
pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Penjelasan lebih rinci tentang standar proses terdapat dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007. Pada
pasal 1 peraturan menteri tersebut disebutkan bahwa standar proses untuk satuan
pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran. Standar Proses tercantum pada Lampiran
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 41 tahun 2007.
Dalam lampiran peraturan menteri tersebut dijelaskan secara rinci hal-hal sebagai
berikut.
1. Perencanaan proses pembelajaran meliputi penjelasan tentang silabus
dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata
pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator
pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu,
metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan
sumber belajar.
2. Pelaksanaan proses pembelajaran terdiri atas penjelasan tentang
persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 70


3. Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur
tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses
pembelajaran.
4. Pengawasan proses pembelajaran terdiri dari penjelasan tentang
pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan dan tindak lanjut.
Untuk lebih memahami standar proses, maka penjelasan secara detail sesuai
dengan lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
nomor 41 tahun 2007 dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Perencanaan proses pembelajaran
a. Silabus

Menurut Mulyasa (2009:190) berpendapat bahwa silabus adalah


rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema
tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar
yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.

Majid (2009) mengemukakan silabus adalah rancangan


pembelajaran yang berisi rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada
jenjang dan kelas tertentu, sebagai hasil dari seleksi, pengelompokkan,
pengurutan, dan penyajian materi kurikulum, yang dipertimbangkan
berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat.

Ribut Wahyu Eriyanti (Lise Chamisijatin, dkk, 2008: 6-48)


mengungkapkan bahwa silabus merupakan bagian integral dari KTSP,
sebagai penjabaran dari standar kompetensi dan kompetensi dasar ke
dalam materi pelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan
alokasi waktu serta sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran.

Berdasarkan BSNP (2006) silabus adalah rencana pembelajaran


pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 71


pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

Berdasarkan Kurikulum 2006 (Standar Isi), silabus adalah jabaran


standar isi dan kompetensi dasar ke dalam indikator, waktu yang
diperlukan untuk mencapai kompetensi dasar, pengalaman belajar
(learning experience) yang bisa diselenggarakan oleh guru untuk peserta
didik, penilaian untuk kompetensi dasar dan indikatornya, serta sumber
belajar yang disarankan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan


bahwa silabus adalah bagian integral dari KTSP yang berupa suatu
rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu yang merupakan jabaran standar isi dan kompetensi dasar ke
dalam indikator, waktu yang diperlukan untuk mencapai kompetensi
dasar, pengalaman belajar yang bisa diselenggarakan oleh guru untuk
peserta didik, penilaian untuk kompetensi dasar dan indikatornya, serta
sumber belajar yang disarankan, sebagai hasil dari seleksi,
pengelompokkan, pengurutan, dan penyajian materi kurikulum, yang
dipertimbangkan berdasarkan ciri dan kebutuhan daerah setempat yang
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.

Silabus wajib memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran,


standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu,
dan sumber belajar. Dengan lengkapnya berbagai komponen tersebut,
akan memudahkan guru untuk melaksanakan pembelajaran yang telah
direncanakan dalam silabus.

Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan


Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), serta panduan
penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Standar isi
sesuai dengan peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun
2006 dan standar kompetensi lulusan sesuai peraturan menteri

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 72


pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006, dijadikan panduan dalam
mengembangkan silabus agar tidak menyimpang dari standar yang
ditetapkan dan berjalan beriringan.

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara


mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/ madrasah atau
beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan. Jadi, apabila
guru belum mampu ataupun ada sebab lain yang menyebabkan guru tidak
bisa mengembangkan silabus sendiri, maka diperbolehkan untuk
membuatnya secara berkelompok sebagaimana yang disebutkan tersebut.

Pengembangan silabus disusun di bawah supervisi dinas


kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD
dan SMP, dan dinas provinsi yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
untuk SMA dan SMK, serta departemen yang menangani urusan
pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
Pengawasan dan kontrol oleh dinas pendidikan sangat penting agar
silabus yang dikembangkan sesuai dengan harapan sistem pendidikan
nasional dan standar nasional pendidikan.

b. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)


Ribut Wahyu Eriyanti (Lise Chamisijatin, dkk, 2008: 6-48)
mengatakan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana
yang menggambarkan skenario pembelajaran untuk mencapai satu
kompetensi atau lebih yang ditetapkan dalam standar isi. Lise
Chamisijatin (2008: 9-3) mengemukakan bahwa rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan ke dalam silabus. Menurut
Mulyasa (2009:212), rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana
yang menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk
mencapai satu atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar
Isi dan dijabarkan dalam silabus. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 73


dapat disimpulkan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran adalah
rencana berupa skenario pembelajaran yang menggambarkan prosedur
dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi atau
lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan
ke dalam silabus.
RPP dijabarkan dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar
peserta didik dalam upaya mencapai KD. Jadi, RPP dijabarkan
berpatokan dari silabus untuk dapat membentuk kompetensi yang
diharapkan pada peserta didik.
Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP
secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu
kali pertemuan atau lebih. Maka, perlu diperhatikan bahwa untuk satu
KD disusun satu RPP. RPP tersebut bisa terdiri dari satu pertemuan atau
lebih, sesuai dengan rancangan pembelajaran dengan acuan pencapaian
KD.
Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang
disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Jadi, perencanaan
kegiatan pembelajaran tidak boleh lepas dari penjadwalan di satuan
pendidikan agar tidak terjadi kelebihan atau kekurangan waktu dalam
pembelajaran.
Komponen RPP sesuai dengan permendiknas RI nomor 41 tahun
2007 adalah sebagai berikut.
1) Identitas mata pelajaran
Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester,
program-program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah
pertemuan.
2) Standar kompetensi

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 74


Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal
peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau
semester pada suatu mata pelajaran.
3) Kompetensi dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai
peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.
4) Indikator pencapaian kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau
diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu
yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional
yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan.
5) Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang
diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
a) Materi ajar
Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan
rumusan indikator pencapaian kompetensi.
b) Alokasi waktu
Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk
pencapaian KD dan beban belajar.
c) Metode pembelajaran
Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
mencapai kompetensi dasar atau seperangkat indikator yang telah
ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan
situasi dan kondisi peserta didik, serta karakteristik dari setiap
indikator dan kompetensi yang hendak dicapai pada setiap mata

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 75


pelajaran. Pendekatan pembelajaran tematik digunakan untuk
peserta didik kelas 1 sampai kelas 3 SD/M I.
d) Kegiatan pembelajaran yang direncanakan dalam RPP harus
terbagi dalam tahapan-tahapan khusus sebagai berikut.
(1) Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan
pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi
dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi
aktif dalam proses pembelajaran. Motivasi kepada peserta
didik di awal kegiatan pembelajaran diharapkan dapat
membuat peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan
dengan baik.

(2) Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan
sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
Secara lebih jelas, kegiatan pembelajaran yang menyangkut
kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi) akan
dijelaskan pada bagian pelaksanaan pembelajaran.
(3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan
dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan
refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Penutup tidak boleh
dilupakan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran dalam
mencapai kompetensi yang telah ditentukan.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 76


(4) Penilaian hasil belajar
Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar
disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan
mengacu kepada Standar Penilaian.
(5) Sumber belajar
Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi
dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
c. Prinsip penyusunan RPP
1) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin,
kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar,
bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar,
kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2) Mendorong partisipasi aktif peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik
untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif,
inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan
kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remedi.
5) Keterkaitan dan keterpaduan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan
keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan
sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik,

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 77


keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas aspek belajar, dan
keragaman budaya.
6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi
informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan
efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
d. Pelaksanaan proses pembelajaran
Persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran
1) Rombongan belajar
Jumlah maksimal peserta didik setiap rombongan belajar adalah:
SD/MI : 28 peserta didik
SMP/MT : 32 peserta didik
SMA/MA : 32 peserta didik
SMK/MAK : 32 peserta didik
2) Beban kerja minimal guru
a) beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih
peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan
b) beban kerja guru sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas
adalah se kurang-kurang nya 24 (dua puluh empat) jam tatap
muka dalam 1 (satu) minggu.
3) Buku teks pelajaran
a) buku teks pelajaran yang akan digunakan oleh se-
kolah/madrasah dipilih melalui rapat guru dengan
pertimbangan komite sekolah/madrasah dari buku-buku teks
pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri
b) rasio buku teks pelajaran untuk peserta didik adalah 1 : 1 per
mata pelajaran
c) selain buku teks pelajaran, guru menggunakan buku
panduan guru, buku pengayaan, buku referensi dan sumber
belajar lainnya

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 78


d) guru membiasakan peserta didik menggunakan buku-buku
dan sumber belajar lain yang ada di perpustakaan
sekolah/madrasah.
4) Pengelolaan kelas
a) guru mengatur tempat duduk sesuai dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran, serta aktivitas
pembelajaran yang akan dilakukan
b) volume dan intonasi suara guru dalam proses
pembelajaran harus dapat didengar dengan baik oleh
peserta didik
c) tutur kata guru santun dan dapat dimengerti oleh peserta
didik
d) guru menyesuaikan materi pelajaran dengan kecepatan dan
kemampuan belajar peserta didik
e) guru menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan,
keselamatan, dan keputusan pada peraturan dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran
f) guru memberikan penguatan dan umpan balik terhadap
respons dan hasil belajar peserta didik selama proses
pembelajaran berlangsung
g) guru menghargai peserta didik tanpa memandang latar
belakang agama, suku, jenis kelamin, dan status sosial
ekonomi
h) guru menghargai pendapat peserta didik
i) guru memakai pakaian yang sopan, bersih, dan rapi
j) pada tiap awal semester, guru menyampaikan silabus mata
pelajaran yang diampunya
k) guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai
dengan waktu yang dijadwalkan.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 79


e. Pelaksanaan pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP.
Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti
dan kegiatan penutup.

1) Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
a) menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran
b) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
c) menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
akan dicapai
d) menyampaikan cakupan materi dan penjelasan/uraian
kegiatan sesuai silabus.

2) Kegiatan Inti
Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai KD yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat
dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi
proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
a) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, guru:
(1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas
dan dalam tentang topik/tema materi yang akan
dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang
jadi guru dan belajar dari aneka sumber
(2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 80


pembelajaran, dan sumber belajar lain
(3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik
serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan
sumber belajar lainnya
(4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap
kegiatan pembelajaran
(5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
laboratorium, studio, atau lapangan.
b) Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru:
(1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang
beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna
(2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas,
diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru
baik secara lisan maupun tertulis
(3) memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa
takut
(4) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
kooperatif dan kolaboratif
(5) memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat
untuk meningkatkan prestasi belajar
(6) menfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi
yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara
individual maupun kelompok
(7) memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan kerja
individual maupun kelompok
(8) memfasilitasi peserta didik melakukan pameran,
turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan
(9) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan
yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri
peserta didik.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 81


c) Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru:
(1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam
bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan peserta didik
(2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber
(3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan
(4) memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh
pengalaman yang bermakna dalam mencapai
kompetensi dasar:
i. berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam
menjawab pertanyaan peserta didik yang
menghadapi kesulitan, dengan menggunakan
bahasa yang baku dan benar
ii. membantu menyelesaikan masalah
iii. memberi acuan agar peserta didik dapat
melakukan pengecekan hasil eksplorasi
iv. memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh
v. memberikan motivasi kepada peserta didik yang
kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3) Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru:
a) bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri
membuat rangkuman/simpulan pelajaran
b) melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan
yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram
c) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
pembelajaran
d) merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 82


dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik
e) menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
berikutnya.
f. Penilaian hasil pembelajaran
Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan
sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan
memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian dilakukan secara
konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan
non tes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya, berupa tugas, proyek dan/atau
produk portofolio dan penilaian diri. Secara khusus, penilaian
pendidikan diatur dalam standar penilaian pendidikan sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya.
g. Pengawasan proses pembelajaran
1) Pemantauan
a) Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil
pembelajaran.
b) Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok
terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara,
dan dokumentasi.
c) Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan
pengawas satuan pendidikan.
2) Supervisi
a) Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pem-
belajaran.
b) Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara
pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 83


c) Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas
satuan pendidikan.
3) Evaluasi
a) Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk me-
nentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan,
mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil
pembelajaran.
b) Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan
cara:
(1) membandingkan proses pembelajaran yang dilak-
sanakan guru dengan standar proses
(2) mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pem-
belajaran sesuai dengan kompetensi guru.
c) Evaluasi proses pembelajaran memusatkan pada ke-
seluruhan kinerja guru dalam proses pembelajaran.
4) Pelaporan
Hasil kegiatan pemantauan, supervisi, dan evaluasi proses
pembelajaran dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
5) Tindak lanjut
a) Penguatan dan penghargaan diberikan kepada guru yang telah
memenuhi standar.
b) Teguran yang bersifat mendidik diberikan kepada guru yang
belum memenuhi standar.
c) Guru diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pe-
nataran lebih lanjut.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 84


4.4 Kaitan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian dalam
Praktik Pembelajaran

Standar
Isi

Standar Standar
Penilaian Proses

Gambar 4.1 Kaitan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian

Keterkaitan antara standar isi, standar proses, dan standar penilaian dalam
praktik pembelajaran sangat erat hubungannya. Keterkaitan antara standar isi,
standar proses, dan standar penilaian dalam praktik pembelajaran bagaikan
lingkaran yang tidak ada ujungnya. Standar isi yang mencakup lingkup materi
minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan
minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu menjadi pedoman dalam
penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan. Pedoman inilah yang
kemudian menjadi dasar dalam pengembangan kurikulum pembelajaran yang
dirancang sebagai rencana untuk dilaksanakan dalam praktek pembelajaran.
Dalam praktek pembelajaran, hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan dan
pelaksanaan dalam pembelajaran semuanya diatur dalam standar proses karena
standar proses mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan
proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses
pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Selanjutnya hal yang tidak kalah pentingnya dalam pengembangan kurikulum
selain mengacu pada aturan yang diatur melalui standar isi dan standar proses,
langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah evaluasi/penilaian terhadap

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 85


hasil belajar siswa yang diatur secara khusus dalam standar penilaian walaupun
juga disinggung di dalam standar proses. Begitu pentingnya aspek
evaluasi/penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk diperhatikan dikarenakan
aspek inilah yang menjadi tolak ukur sejauh mana ketercapaian standar isi yang
diharapkan. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai, maka perlu mengecek
kembali dan menindak lanjuti pelaksanaaan maupun perencanaan pembelajaran
yang telah dilakukandengan memperhatikan prosedur, maupun mekanisme yang
diatur dalam standar proses serta standar penilaian. Begitu seterusnya proses yang
terjadi antara standar isi, standar proses dan standar penilaian.

Secara singkat, dapat disimpulkan standar isi sebagai arah yang diinginkan
dalam praktek pembelajaran. Untuk mencapai standar isi, langkah-langkah yang
perlu diperhatikan dalam praktek pembelajaran diatur dalam standar proses.
Selanjutnya dilakukan evaluasi/penilaian terhadap hal-hal yang telah dilakukan
dalam praktek pembelajaran untuk mengetahui ketercapaian standar isi.

Latihan
1. Uraikanlah hakekat standar nasional pendidikan!
2. Jelaskan masing-masing standar, dari delapan standar pendidikan yang
ada!
3. Jelaskan posisi dan peran standar proses dalam pembelajaran!
4. Jelaskan kaitan standar isi, standar proses, dan standar penilaian dalam
praktik pembelajaran!

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 86


KONSEP INOVASI PEMBELAJARAN

Bab V
Konsep Inovasi dalam Pembelajaran

Standar Kompetensi

Mahasiswa menguasai konsep inovasi dalam pembelajaran di sekolah dasar


dan mampu mengaplikasikan inovasi pembelajaran dalam konsteks pendidikan
dasar.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa menguasai konsep inovasi dalam pembelajaran, konsep


pembelajaran yang berpusat pada siswa/ student center learning (SCL), hakikat
perspektif konstruktivis dalam pembelajaran, dan konsep pembelajaran
kontekstual, dalam konsteks pendidikan dasar.

Indikator

Setelah mempelajari Bab V, mahasiswa diharapkan mampu:


1. Menjelaskan konsep inovasi dalam pembelajaran.
2. Menjelaskan konsep pembelajaran yang berpusat pada siswa/ student
center learning (SCL).
3. Menjelaskan hakikat perspektif konstruktivis dalam pembelajaran.
4. Menjelaskan konsep pembelajaran kontekstual.

Seiring dengan berjalannya waktu, keberhasilan pembelajaran di dunia


pendidikan semakin dipertanyakan. Problematika yang terjadi bagaikan
permasalahan yang tanpa solusi. Hal ini membuat praktisi-praktisi serta para ahli
berupaya untuk mencarikan solusi-solusi. Solusi-solusi pun mulai bermunculan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 87


dengan ide-ide baru yang penuh inovasi sehingga menyebabkan adanya
perubahan paradigma, dari paradigma lama beralih ke paradigma baru.
Inovasi-inovasi dalam dunia pendidikan mulai menjadi pilihan yang harus
dilaksanakan. Inovasi-inovasi tersebut dilakukan menyentuh seluruh aspek
pendidikan baik dari segi kurikulum, pembelajaran, program-program pendidikan,
metode-metode yang digunakan dan sebagainya. Diantara ke semuanya hal yang
paling penting adalah bagaiman memperbaiki hasil dari pembelajaran. Untuk itu
kita sebagai guru perlu mengetahui, memahami dan mengaplikasikan inovasi-
inovasi dalam pembelajaran tersebut.
Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk memecahkan
suatu masalah tertentu (Syaefudin, 2008:3). Inovasi pendidikan adalah inovasi
dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan.
Jadi inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode, yang dirasakan atau
diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang
(masyarakat) baik berupa hasil invensi dan/atau diskaveri, yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan masalah pendidikan.
Diantara inovasi yang sedang digalakkan pada bidang pendidikan di era saat ini
adalah pembelajaran berpusat pada siswa / students center learning (SCL).
Peran guru dalam SCL adalah sebagai fasilitator yang menciptakan
suasana pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam
proses inkuiri dan mengupayakan pembelajaran beriklim nyata atau bermakna
bagi siswa. Pada dasarnya pembelajaran berpusat pada siswa adalah suatu kaedah
untuk meningkatkan pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaran dan
bertujuan untuk menggalakkan peserta didik menjadi pembelajar yang aktif,
meningkatkan kemahiran berfikir kreatif dan berfikir taraf tinggi, menambahkan
keyakinan diri, memberi murid peluang membuat penyampaian dan bercakap,
merangsang siswa menghasilkan ide dan memberi pendapat, mendorong siswa
membina ilmu dan mewujudkan suasana kerjasama. SCL pada dasarnya mengarah
pada teori pembelajaran konstruktivis, dimana siswa terlibat belajar tidak terlepas
dari faktor intern (asimilasi, akomodasi) dan faktor ekstern (sosial budaya) siswa.
Perspektif konstruktivis mempunyai pemahaman tentang belajar yang
lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 88


penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai
penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi belajar akan
mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai
upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan yang bersifat subyektif.
Perspekstif konstruktivis dalam proses pembelajaran di kelas dilihat
sebagai proses konstruksi pengetahuan oleh siswa. Dimana mengharuskan siswa
bersikap aktif. Dalam proses ini siswa mengembangkan gagasan atau konsep baru
berdasarkan analisis dan pemikiran ulang terhadap pengetahuan yang diperoleh
pada masa lalu dan masa kini. Pembelajaran konstruktivis disusun berorientasi
lebih pada kebutuhan dan kondisi siswa dengan memicu rasa ingin tahu dan
ketrampilan memecahkan masalah.
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang berorientasi pada
penciptaan semirip mungkin dengan situasi dunia nyata. Melalui pembelajaran
kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi nyata, sehingga dapat membantu siswa untuk memahami materi
pelajaran. Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL) merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penjelasan ini dapat dimengerti
bahwa pembelajaran kontekstual adalah strategi yang digunakan guru untuk
menyampaikan materi pelajaran melalui proses memberikan bantuan kepada
siswa dalam memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri dalam lingkungan
sosial dan budaya masyarakat.
Dalam unit ini kita akan mempelajari konsep inovasi dalam pembelajaran.
Secara khusus kita akan mempelajari tentang hal-hal sebagai berikut.
1. Konsep inovasi dalam pembelajaran.
2. Konsep pembelajaran yang berpusat pada siswa/ student center learning
(SCL).
3. Hakikat perspektif konstruktivis dalam pembelajaran.
4. Konsep pembelajaran kontekstual.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 89


5.1 Konsep Inovasi dalam Pembelajaran
5.1.1 Pengertian Inovasi dalam Pembelajaran
Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk dalam bidang pendidikan, merupakan suatu upaya untuk
menjembatani masa sekarang dan masa yang akan datang dengan jalan
memperkenalkan pembaharuan-pembaharuan yang cenderung mengejar efisiensi
dan efektivitas.
Pembaharuan mengiringi perputaran zaman yang tidak henti-hentinya
berputar sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan. Kebutuhan akan
layanan individual terhadap peserta didik dan perbaikan kesempatan belajar bagi
mereka, telah menjadi pendorong utama timbulnya pembaharuan pendidikan.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan harus mampu mengantisipasi perkembangan
tersebut dengan terus menerus mengupayakan suatu program yang sesuai dengan
perkembangan anak, perkembangan zaman, situasi, kondisi, dan kebutuhan
peserta didik.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata inovasi artinya penemuan
baru yang berbeda dari yang sudah ada atau pembaharuan tentang sesuatu yang
dikenal sebelumnya berupa ide, metode, atau alat. Kata penemuan juga sering
digunakan untuk menerjemahkan kata dari bahasa inggris discovery dan
invention. Ada juga yang mengaitkan antara pengertian inovasi dan
modernisasi, karena keduanya membicarakan usaha pembaharuan. Untuk
memperluas wawasan serta memperjelas pengertian inovasi pendidikan, maka
perlu dibicarakan dulu tentang pengertian discovery, invention, dan innovation
sebelum membicarakan tentang pengertian inovasi pendidikan.
Discovery adalah penemuan sesuatu yang sebenarnya benda atau hal yang
ditemukan itu sudah ada, tetapi belum diketahui orang. Invensi (invention) adalah
penemuan sesuatu yang benar-benar baru, artinya hasil kreasi manusia yang
ditemui benar-benar sebelumnya belum ada. Inovasi ialah suatu ide, barang,
kejadian, metode yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invention
maupun diskoveri. Inovasi diadakan untuk mencapai tujuan tertentu atau untuk
memecahkan suatu masalah tertentu (Syaefudin, 2008:3).

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 90


Inovasi pembelajaran adalah inovasi dalam pembelajaran atau inovasi
untuk memecahkan masalah pembelajaran. Jadi inovasi pembelajaran ialah suatu
ide, barang, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi
seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) baik berupa hasil invensi dan/atau
diskaveri, yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran atau untuk
memecahkan masalah pembelajaran.

5.1.2 Karakteristik Inovasi dalam Pembelajaran


Everett M. Rogers (1983:14-16) mengemukakan lima karakteristik inovasi
meliputi: 1) keunggulan relatif (relative advantage), 2) kompatibilitas
(compatibility), 3) kerumitan (complexity), 4) kemampuan diuji cobakan
(trialability) dan 5) kemampuan diamati (observability).
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih
baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa
segi, seperti segi ekonomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain.
Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat
inovasi tersebut dapat diadopsi.
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten
dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi.
Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah
sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang
sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan
mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang
sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka
semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi
dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam
seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan
cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan
(mendemonstrasikan) keunggulannya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 91


Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat
terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu
inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut
mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif;
kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan
untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat
kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.

5.2 Pembelajaran yang Berpusat pada Peserta Didik


5.2.1 Konsep Pembelajaran yang Berpusat pada Peserta Didik
Menurut sejarahnya, pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(untuk selanjutnya, dalam tulisan ini akan digunakan istilah asingnya yaitu
Student-Centered Learning, disingkat SCL) lahir pada awal abad ke-20, yaitu
pada saat orang-orang mulai meyakini bahwa pendidikan harus memperhitungkan
peserta didik sebagai unsur aktif dalam proses inkuiri, yaitu proses memecahkan
masalah yang dihadapinya sendiri. Dibawah pengaruh perspektif pendidikan yang
disebut Progressive Education (lahir di Amerika Serikat) yang meyakini bahwa
pengalaman langsung adalah inti dari belajar. Para pendukung Progressive
Education menentang pembelajaran yang menganggap bahwa peserta didik
sebagai kantong kosong yang baru berisi bila diisi oleh guru (teori Tabula rasa).
Peran guru adalah sebagai fasilitator dan pemandu dalam proses pemecahan
masalah peserta didik (Marhaeni, 2008).
John Dewey adalah pelopor pandangan progresif ini. Dia menegaskan
bahwa kelas adalah laboratorium yang memotret kehidupan yang sebenarnya. Dia
mengajak guru untuk menggunakan masalah riil sehari-hari untuk dipecahkan
oleh peserta didik, sebagai bahan pembelajaran. Dewey menekankan bahwa
pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang memuat masalah-masalah
nyata yang sedang dihadapi, tidak tentang hal-hal yang abstrak bagi peserta didik.
Dewey dikenal dengan filosofi pendidikan learning by doing.
SCL dilandasi oleh paham konstruktivisme. Konstruktivisme berarti
bahwa peserta didik membangun (to construct) pemahamannya tentang dunia.
Berbicara mengenai konstruktivisme bukanlah berbicara tentang suatu teknik

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 92


tertentu dalam pembelajaran, melainkan kita berfikir tentang proses perolehan
pengetahuan dan asesmennya. Ada dua kata kunci dalam konstruktivisme, yaitu
aktif (active) dan makna (meaning) (Elliott, dkk, 2000); dimana pembelajaran
konstruktivis tersebut digambarkan sebagai berikut:
Peserta didik tidak semata-mata merekam atau mengingat materi yang
dipelajari, melainkan mengkonstruksi suatu representasi mental yang unik
tentang materi tersebut, tugas yang akan dipentaskan, memilih informasi yang
dianggapnya relevan, dan memahami informasi tersebut berdasarkan
pengetahuan yang ada padanya, dan kebutuhannya. Peserta didik
menambahkan informasi yang diperlukannya tidak selalu dari materi yang
disediakan guru. Ini merupakan suatu proses yang aktif karena peserta didik
harus melakukan berbagai kegiatan kognitif, afektif, dan psikomotorik agar
informasi tersebut bermakna bagi dirinya .

Belakangan, berbagai interpretasi muncul tentang bagaimana konstruksi


pengetahuan itu terwujud pada peserta didik; ada yang mengatakan bahwa peserta
didik itu sendiri mampu membangunnya, tapi ada pula yang mengatakan bahwa
konstruksi pengetahuan terjadi dalam interaksi sosial seperti teman sebaya, dan
keluarga. Yang pertama diwakili oleh J. Piaget, yang mengatakan bahwa
konstruksi makna terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah akuisisi pengetahuan yang sesuai dengan yang telah ada sebelumnya; dan
akomodasi adalah proses akuisisi terhadap hal-hal baru yang belum ada dalam
skema (pengetahuan yang tersimpan dibenak) yang bersangkutan. Di lain pihak,
Vygotsky mengatakan bahwa konstruksi pengetahuan terjadi melalui proses
interaksi sosial dengan orang lain yang lebih mampu (dalam istilah Vygotsky:
skilled individuals). Diyakini bahwa konstruksi makna akan terjadi jika proses
akuisisi pengetahuan dilakukan dalam lingkungan sosial budaya yang sesuai.
Dari kedua pendapat ahli konstruktivis tersebut, pada dasarnya siswa
mengkonstruksi pengetahuannya tidak terlepas dari faktor intern dan ekstern
siswa. Faktor intern yang dimaksud adalah dimana siswa mengasimilasi dan
mengakomodasi pengetahuannya di dalam benak siswa, namun faktor intern ini
tidak bisa terlepas begitu saja dari faktor ekstern siswa yaitu proses interaksi
sosial siswa terhadap lingkungan sosialnya. Melalui interaksi sosial ini, siswa

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 93


dapat menggali pengetahuannya dengan bantuan orang-orang disekitarnya yang
lebih dewasa, seperti orang tua dan guru. Dalam proses interaksi sosial ini
menurut Vygotsky dikenal istilah zone proximal development (ZPD), pelajar
memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan
aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual
menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk
mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat
perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang
dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya
guru, orang tua, atau teman-teman sebayanya yang lebih maju (Gagnon & Collay,
2001).

5.2.2 Karakteristik dan Tujuan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa


Berdasarkan hakikat SCL tersebut di atas, maka dapat dilihat perbedaan
antara SCL dengan pembelajaran yang berpusat pada guru dan berorientasi
pencapaian materi (Teacher-centered, content-oriented/TCCO), pada tabel 5.1.

Tabel 5.1 Perbedaan antara SCL dengan pembelajaran yang berpusat pada guru

Teacher Centered Student-Centered Learning


Pengetahuan ditransfer dari Peserta didik secara aktif
guru ke peserta didik mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan yang dipelajarinya
Peserta didik menerima Peserta didik secara aktif terlibat di
pengetahuan secara pasif dalam mengelola pengetahuannya
Lebih menekankan pada Penguasaan materi dan juga
penguasaan materi mengembangkan karakter peserta
didik (life-long learning)
Biasanya memanfaatkan media Multimedia
tunggal
Fungsi guru sebagai pensuplai Guru sebagai fasilitator, evaluasi
informasi utama dan evaluator dilakukan bersama dengan peserta
didik

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 94


Proses pembelajaran dan Terpadu dan berkesinambungan
asesmen dilakukan secara
terpisah
Menekankan pada jawaban Menekankan pada pengembangan
yang benar saja pengetahuan.Kesalahan menunjukkan
proses belajar dan dapat digunakan
sebagai salah satu sumber belajar
Cocok untuk pengembangan Untuk pengembangan ilmu
ilmu dalam satu disiplin saja interdisipliner
Iklim belajar lebih individual Iklim yang tercipta lebih bersifat
dan kompetitif kolaboratif, suportif, dan kooperatif
Proses pembelajaran hanya Peserta didik dan guru belajar
terjadi pada peserta didik bersama dalam mengembangkan,
konsep, dan keterampilan
Perkuliahan mengambil porsi Perkuliahan dan berbagai kegiatan
waktu terbanyak lain dalam proses belajar
Penekanan pada ketuntasan Penekanan pada pencapaian target
Materi kompetensi
Penekanan pada cara Penekanan pada bagaimana cara
pembelajaran yang dilakukan peserta didik belajar. Penekanan pada
oleh guru problem-based learning dan skill
competency

Jadi pada dasarnya pembelajaran berpusat pada siswa adalah suatu kaedah
untuk meningkatkan pelibatan peserta didik dalam proses pembelajaran dan
bertujuan untuk menggalakkan peserta didik menjadi pembelajar yang aktif,
meningkatkan kemahiran berfikir kreatif dan berfikir taraf tinggi, menambahkan
keyakinan diri, memberi murid peluang membuat penyampaian dan bercakap,
merangsang siswa menghasilkan ide dan memberi pendapat, mendorong siswa
membina ilmu dan mewujudkan suasana kerjasama.
Berdasarkan uraian singkat di atas, peran guru dan siswa dalam SCL
diantaranya sebagai berikut (Marhaeni, 2007).

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 95


Peran Guru
a. Bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran
b. Mengkaji kompetensi mata pelajaran yang harus dikuasai siswa pada akhir
pembelajaran
c. Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat menyediakan
beragam pengalaman belajar
d. Membantu siswa mengakses informasi, menata, dan memprosesnya untuk
dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan hidup sehari-hari
e. Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar siswa yang
relevan dengan kompetensi yang akan diukur.
Peran siswa
a. Mengkaji kompetensi yang disampaikan guru
b. Mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan oleh guru
c. Membuat rencana pembelajaran untuk mata pelajaran yang diikutinya
d. Belajar secara aktif dalam kelompok maupun individual (dengan cara
mendengar, membaca, menulis, diskusi, pemecahan masalah; serta terlibat
dalam kegiatan berfikir tingkat tinggi seperti analisis, sintesis, dan
evaluasi).

5.3 Perspektif Konstruktivis dalam Pembelajaran


Para psikolog Eropa, Jean Piaget dan Lev Vygotsky mempunyai peran
instrumental dalam mengembangkan konsep konstruktivisme. Perspektif ini
mengatakan, seperti yang juga dikatakan oleh Piaget, bahwa pelajar dengan umur
berapapun terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan
mengonstruksikan pengetahuannya sendiri. Pengetahuan tidak statis, tetapi
berevolusi dan berubah secara konstan selama pelajar mengonstruksikan
pengalaman-pengalaman baru yang memaksakan mereka untuk mendasarkan diri
pada memodifikasi pengetahuan sebelumnya. Menurut Piaget, bahwa proses
belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni (1) asimilasi; (2) akomodasi; (3)
equilibrasi (Hamzah, 2005:10). Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 96


baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Piaget mengklasifikasikan tahap perkembangan kognitif yang dilalui
siswa dalam empat tahapan perkembangan, yaitu tahap sensori motor (ketika anak
berumur 1,5 sampai 2 tahun); tahap pra-operasional (2/3 sampai 7/8 tahun); tahap
operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun); dan tahap operasional formal (14
tahun atau lebih).

Vygotsky percaya bahwa intelek berkembang ketika individu menghadapi


pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi
diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman ini dalam usaha
menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan baru dengan
pengetahuan sebelumnya dan mengonstruksikan makna baru. Keyakinan
Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting.
Vygotsky menekankan pentingnya aspek sosial kultur belajar (Brewer, 2007:9).
Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu
pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual pelajar.
Salah satu ide kunci yang berhasil dari minat Vygotsky pada aspek sosial
pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development.

Menurut Vygotsky, pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang


berbeda. Tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial.
Tingkat perkembangan aktual menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan
kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga
memiliki tingkat perkembangan potensial, yang oleh Vygotsky didefinisikan
sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan
orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman-teman sebayanya yang lebih
maju. Zona yang terletak diantara tingkat perkembangan actual dan tingkat
perkembangan potensial pelajar disebutnya sebagai zone of proximal
development. Nilai penting dari ide-ide Vygotsky adalah belajar terjadi melalui
interaksi sosial dengan guru dan teman sebaya, dengan tantangan dan bantuan
yang tepat guru dan sebaya yang lebih mampu, siswa maju ke zone of proximal
development tempat pembelajaran baru terjadi (Sugiyanto, 2009:154).

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 97


Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotsky
disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan kepada seorang
individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan
kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah
mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang
memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori
pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa
mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan
bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya
pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan.
Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih
tinggi menjadi optimum.

5.4 Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


Dibawah pengaruh perspektif konstruktivis, pembelajaran yang dianggap
dapat menjawab tantangan pendidikan global sekarang ini (pendidikan yang
bermakna, bukan pendidikan yang membebani hidup) adalah pembelajaran yang
bersifat kontektual (dikenal dengan istilah Contextual Teaching and Learning,
disingkat CTL).
CTL adalah strategi pembelajaran yang menghubungkan antara konten
pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, dan mendorong peserta didik
mengaitkan antara pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya di sekolah
dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga, warganegara, dan dunia kerja
(Marhaeni, 2007).
CTL merupakan respons dari ketidakpuasan praktek pembelajaran yang
sangat menekankan pada pengetahuan abstrak atau konseptual semata-mata.
Pembelajaran demikian memang cocok untuk melahirkan para akademisi, tetapi
tidak menyiapkan peserta didik untuk menjadi seorang professional; dengan kata
lain, pembelajaran yang terlampau abstrak telah mengabaikan aspek kontekstual
atau terapan dari pengetahuan tersebut.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 98


Bagi peserta didik, proses pembelajaran tradisional yang menekankan
pada pengetahuan abstrak/konseptual lebih pasif daripada pembelajaran yang
kontekstual. Pada proses pembelajaran tradisional tersebut, peserta didik
diharapkan untuk memahami dan menyusun informasi dalam pikirannya melalui
kegiatan mendengarkan guru dan membaca materi yang ditugaskan. Sesuai
dengan itu, maka metode pengajaran lebih berpusat pada guru. Tidak semua
peserta didik memiliki kemampuan untuk menyerap informasi secara abstrak, oleh
karena itu banyak peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar. Juga
banyak yang lulus sekolah tetapi tidak mampu berada di masyarakat sebagai
anggota yang bermutu.
Penguasaan terhadap pengetahuan faktual atau a need-to-know basis
masih tetap diperlukan sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi
pengetahuan itu lebih mudah untuk dipahami jika diperoleh dari pengalaman
langsung, daripada peserta didik hanya menghafal dan menyimpan informasi itu
dalam pikirannya sampai suatu saat nanti diperlukan (Marhaeni, 2010).
Apprenticeship (belajar untuk mencapai keahlian tertentu, magang) adalah
suatu metode pembelajaran yang menghubungkan pembelajaran dengan dunia
nyata. Dalam CTL, pembelajaran konsep-konsep abstrak dilakukan dengan
prinsip-prinsip apprenticeship tersebut. Karena yang dipelajari adalah konsep
yang lebih berkaitan dengan kognisi daripada keterampilan, maka
pembelajarannya disebut dengan cognitive apprenticeship.
Cognitive apprenticeship adalah suatu metode melatih peserta didik dalam
menyelesaikan suatu tugas. Ada tiga hal utama yang harus dilakukan guru
sebelum pembelajaran dilakukan, yaitu: (1) terlebih dahulu menetapkan
kompetensi yang harus dicapai peserta didik, (2) menunjukkan manfaat dari tugas
yang diberikan, dan (3) memberi peluang untuk keberagaman cara belajar peserta
didik.
Dalam cognitive apprenticeship, dilakukan visualisasi konsep-konsep
abstrak, memahami konsep, dan menggunakannya untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan. Terkait dengan konsep keberagaman tersebut, dalam CTL perlu
dilakukan diversified learning strategies, yaitu penggunaan strategi pembelajaran
yang bervariasi namun kontekstual. Metode ceramah dalam beberapa hal masih

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 99


diperlukan, tetapi metode-metode yang berpusat pada peserta didik (student-
centered) seperti metode inkuiri dan metode kooperatif akan lebih membantu
peserta didik mengembangkan kompetensi dengan baik. Begitu juga, perlu
dilakukan differentiated teaching strategies, yaitu pembelajaran yang demokratis
dimana peserta didik mendapat peluang yang luas untuk memahami informasi
sesuai dengan kecenderungan yang dimiliki masing-masing. Disini kita diingatkan
dengan konsep multiple intelligence dari Gardner, yang menekankan bahwa setiap
individu memiliki kecenderungan yang dominan dalam dirinya, dan keberhasilan
individu tersebut (dalam belajar dan bekerja) besar dipengaruhi oleh apakah dia
dapat memanfaatkan kecenderungannya tersebut untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan yang dihadapi.
Pemberdayaan (empowerment) sangat diperlukan dalam CTL.
Pemberdayaan peserta didik dapat dilakukan dengan cara: (1) Fading (menjauh
secara pelahan), yaitu dukungan guru dikurangi sedikit demi sedikit hingga
akhirnya peserta didik dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri; (2)
Articulation ( penyampaian), yaitu kesempatan untuk peserta didik terlibat dalam
percakapan atau diskusi mengenai pengetahuannya dalam rangka memecahkan
masalah; (3) Reflection (refleksi, melihat kediri-sendiri), yaitu kegiatan dimana
peserta didik dapat membandingkan kemampuan dan keterampilannya dengan
ahli di bidangnya; dan (4) Exploration (eksplorasi, berkarya), yaitu saat dimana
guru mendorong peserta didik untuk mencoba menemukan dan memecahkan
persoalan secara mandiri.
Texas Collaborative for Teaching Excellence (2005) mengajukan suatu
strategi dalam melakukan pembelajaran kontekstual yang diakronimkan menjadi
REACT, yaitu: relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferring.
1. Relating: yaitu belajar dalam konteks menghubungkan apa yang hendak
dipelajari dengan pengalaman atau kehidupan nyata. Untuk itu, bawa
perhatian peserta didik pada pengalaman, kejadian, dan kondisi sehari-hari.
Lalu, hubungkan/kaitkan hal itu dengan pokok bahasan baru yang akan
diajarkan.
2. Experiencing: yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, mencari, dan
menemukan sendiri. Memang, pengalaman itu dapat diganti dengan video,

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 100


atau bacaan (dan bahkan kelihatannya dengan cara ini belajar bisa lebih
cepat), tetapi strategi demikian merupakan strategi pasif, artinya, peserta
didik tidak secara aktif/langsung mengalaminya.
3. Applying: yaitu belajar mengaplikasikan konsep dan informasi dalam
konteks yang bermakna. Belajar dalam konteks ini serupa dengan simulasi,
yang seringkali dapat membuat peserta didik mencita-citakan sesuatu, atau
membayangkan suatu tempat bekerja dimasa depan. Simulasi seperti bermain
peran merupakan contoh yang sangat kontekstual dimana peserta didik
mengaplikasikan pengetahuannya seperti dalam dunia nyata. Seringkali juga
dilakukan berupa pengalaman langsung (firsthand experience) seperti
magang.
4. Cooperating: yaitu proses belajar dimana peserta didik belajar berbagi
(sharing) dan berkomunikasi dengan peserta didik lain. Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu strategi utama dalam CTL, karena pada
kenyataannya, karyawan berhasil adalah yang mampu berkomunikasi secara
efektif dan bisa bekerja dengan baik dalam tim. Aktivitas belajar yang relevan
dengan pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok; dan kesuksesan
kelompok tergantung pada kinerja setiap anggotanya. Peer grouping juga
suatu aktivitas pembelajaran kooperatif. Beberapa teknik pembelajaran
kooperatif akan diulas pada bagian lain dari makalah ini.
5. Transferring : yaitu belajar dalam konteks pengetahuan yang sudah ada,
artinya adalah, peserta didik belajar menggunakan apa yang telah dipelajari
untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Aktivitas dalam pembelajaran
ini antara lain adalah pemecahan masalah (problem solving).

Latihan

1. Jelaskan konsep inovasi pembelajaran!


2. Jelaskan dan lengkapi dengan aplikasi pembelajaran yang berpusat pada
siswa!
3. Jelaskan hakikat perspektif konstruktivis dalam pembelajaran!
4. Jelaskan konsep pembelajaran kontekstual!

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 101


JENIS STRATEGI PEMBELAJARAN

Bab VI
Jenis Strategi Pembelajaran
Standar Kompetensi

Mahasiswa menguasai jenis-jenis strategi pembelajaran.

Kompetensi Dasar

Mahasiswa memahami dan mengaplikasikan metode pembelajaran yang lebih


berpusat pada guru dan siswa.

Indikator

Setelah mempelajari Bab VI, mahasiswa diharapkan mampu:


1. Mengaplikasikan metode ceramah.
2. Mengaplikasikan metode demonstrasi.
3. Mengaplikasikan metode diskusi.
4. Mengaplikasikan metode simulasi.
5. Mengaplikasikan metode tanya jawab.
6. Mengaplikasikan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and
learning)
7. Mengaplikasikan pembelajaran tematik.
8. Mengaplikasikan metode problem solving.
9. Mengaplikasikan strategi pembelajaran inkuiri.
10. Mengaplikasikan metode eksperimen.
11. Mengaplikasikan metode kooperatif.

Seperti telah dikemukakan di muka, metode adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nya-ta agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Ini berarti, metode digunakan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 102


untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demi-kian, metode
dalam rangkaian sistem pembelajaran memegang peran yang sangat penting.
Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat ter-gantung pada cara
guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran
hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui peng-gunaan metode
pembelajaran.
Berikut ini disajikan beberapa metode pembelajaran yang bisa diguna-kan untuk
mengimpelementasikan strategi pembelajaran.

A. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini
senantiasa bagus bila pengunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, di-dukung
alat dan media serta memperhatikan batas-batas kemungkinan penggu-nannya.
Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering digu-nakan oleh
setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh bebera-pa pertimbangan
tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru atau pun siswa. Guru
biasanya belum merasa puas manakala dalam proses penge-lolaan pembelajaran
tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar
manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga
ada guru yang berceramah berarti ada proses bela-jar dan tidak ada guru berarti
tidak ada belajar. Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran eks-positori.

1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah


Ada beberapa kelebihan sebagai alasan mengapa ceramah sering digu-nakan.
a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.
Murah dalam arti proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang
lengkap, berbeda dengan metode yang lain seperti demonstrasi atau peragaan.
Sedangkan mudah, memang ceramah hanya mengandalkan su-ara guru,
dengan demikian tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
b. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi
pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh
guru dalam waktu yang singkat.
c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang mana yang perlu
ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena se-
penuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan cera-mah.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 103


e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi le-bih
sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam, atau tidak
memerlukan persiapan-persiapan yang rumit. Asal siswa dapat menempati
tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah dapat dilakukan.
Di samping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa
kelemahan, di antaranya:
a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas
pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini memang kelemahan yang pa-ling
dominan, sebab apa yang diberikan guru adalah apa yang dikuasai-nya,
sehingga apa yang dikuasai siswa pun akan tergantung pada apa yang dikuasai
guru.
b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terja-
dinya verbalisme.
c. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah se-ring
dianggap sebagai metode yang membosankan. Sering terjadi, walau pun
secara fisik siswa ada di dalam kelas, namun secara mental siswa sa-ma sekali
tidak mengikuti jalannya proses pembelajaran; pikirannya me-layang ke
mana-mana, atau siswa mengantuk, oleh karena gaya bertutur guru tidak
menarik.
d. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa su-dah
mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa di-beri
kesempatan untuk bertanya, dan tidak ada seorang pun yang bertanya, semua
itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.

2. Langkah-langkah Menggunakan Metode Ceramah


Ada tiga langkah pokok yang harus diperhatikan, yakni persiapan, pe-laksanaan
dan kesimpulan. Langkah-langkah tersebut diantaranya adalah:
a. Tahap Persiapan
Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah:
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai.
2) Menentukan pokok-pokok materi yang akan diceramahkan.
3) Mempersiapkan alat bantu.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini ada tiga langkah yang harus dilakukan:
1) Langkah Pembukaan.
Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang
menentukan. Keberhasilan pelaksanaan ceramah sangat ditentukan oleh langkah
ini.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 104


2) Langkah Penyajian.
Tahap penyajian adalah tahap penyampaian materi pembelajaran de-ngan cara
bertutur. Agar ceramah berkualitas sebagai metode pembe-lajaran, maka guru
harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada materi pembelajaran yang
sedang disampaikan.
3) Langkah Mengakhiri atau Menutup Ceramah.
Ceramah harus ditutup dengan ringkasan pokok-pokok matar agar ma-
teri pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak terbang
kembali. Ciptakanlah kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa tetap
mengingat materi pembelajaran.
Perlu diperhatikan, bahwa ceramah akan berhasil baik, bila didukung oleh
metode-metode lainnya, misalnya tanya jawab, tugas, latihan dan lain-lain.
Metode ceramah itu wajar dilakukan bila: (a) ingin mengajarkan topik baru, (b)
tidak ada sumber bahan pelajaran pada siswa, (c) menghadapi se-jumlah siswa
yang cukup banyak.
B. Metode Demonstrasi
Demonstrasi merupakan metode yang sangat efektif, sebab membantu siswa untuk
mencari jawaban dengan usaha sendiri berdasarkan fakta atau data yang benar.
Metode demonstrasi merupakan metode penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang suatu proses, situasi
atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan. Sebagai metode
penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara lisan oleh guru.
Walaupun dalam proses demonstrasi peran siswa hanya seka-dar memerhatikan,
akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan pelajaran lebih konkret. Dalam
strategi pembelajaran, demonstrasi dapat digunakan un-tuk mendukung
keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori dan inkuiri.

1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Demonstrasi


Sebagai suatu metode pembelajaran demonstrasi memiliki beberapa ke-lebihan, di
antaranya:
a. Melalui metode demonstrasi terjadinya verbalisme akan dapat dihindari, sebab
siswa disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang dije-laskan.
b. Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tak hanya mendengar,
tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi.
c. Dengan cara mengamati secara langsung siswa akan memiliki kesempat-an
untuk membandingkan antara teori dan kenyataan. Dengan demikian siswa
akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran.
Di samping beberapa kelebihan, metode demonstrasi juga memiliki beberapa
kelemahan, di antarannya:

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 105


a. Metode demonstrasi memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab tan-pa
persiapan yang memadai demonstrasi bisa gagal sehingga dapat menye-babkan
metode ini tidak efektif lagi. Bahkan sering terjadi untuk mengha-silkan
pertunjukan suatu proses tertentu, guru harus beberapa kali menco-banya
terlebih dahulu, sehingga dapat memakan waktu yang banyak.
b. Demonstrasi memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang mema-dai
yang berarti penggunaan metode ini memerlukan pembiayaan yang lebih
mahal dibandingkan dengan ceramah.
c. Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khu-
sus, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih profesional. Di samping itu
demonstrasi juga memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk
keberhasilan proses pembelajaran siswa.

2. Langkah-langkah Menggunakan Metode Demonstrasi


a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan:
1) Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses de-
monstrasi berakhir.
2) Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dila-kukan.
3) Lakukan uji coba demonstrasi.

b. Tahap Pelaksanaan
1) Langkah pembukaan.
Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperha-tikan, di
antaranya:
a) Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat mem-
perhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
b) Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa.
c) Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa, misal-nya
siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dari
pelaksanaan demonstrasi.

2) Langkah pelaksanaan demonstrasi.


a) Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa
untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaanpertanyaan yang me-ngandung
teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memper-hatikan
demonstrasi.
b) Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang
menegangkan.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 106


c) Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan
memerhatikan reaksi seluruh siswa.
d) Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan le-
bih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.

3) Langkah mengakhiri demonstrasi.


Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu di-akhiri
dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan
demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk
meyakinkan apakah siswa memahami proses demons-trasi itu atau tidak. Selain
memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi
bersama tentang jalannya proses de-monstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya.

C. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang menghadapkan siswa pada
suatu permasalahan. Tujuan utama metode ini adalah untuk memecah-kan suatu
permasalahan, menjawab pertanyaan, menambah dan memahami pengetahuan
siswa, serta untuk membuat suatu keputusan (Killen, 1998). Ka-rena itu, diskusi
bukanlah debat yang bersifat mengadu argumentasi. Diskusi lebih bersifat
bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu se-cara bersama-sama.
Selama ini banyak guru yang merasa keberatan untuk menggunakan metode
diskusi dalam proses pembelajaran. Keberatan itu bia-sanya timbul dari asumsi:
(1) diskusi merupakan metode yang sulit diprediksi hasilnya oleh karena interaksi
antar siswa muncul secara spontan, sehingga hasil dan arah diskusi sulit
ditentukan; (2) diskusi biasanya memerlukan wak-tu yang cukup panjang, padahal
waktu pembelajaran di dalam kelas sangat terbatas, sehingga keterbatasan itu
tidak mungkin dapat menghasilkan sesua-tu secara tuntas. Sebenarnya hal ini
tidak perlu dirisaukan oleh guru. Sebab, dengan perencanaan dan persiapan yang
matang kejadian semacam itu bisa dihindari.
Dilihat dari pengorganisasian materi pembelajaran, ada perbedaan yang sangat
prinsip dibandingkan dengan metode sebelumnya, yaitu ceramah dan demonstrasi.
Kalau metode ceramah dan demonstrasi materi pelajaran sudah diorganisir
sedemikian rupa sehingga guru tinggal menyampaikannya, maka pada metode ini
bahan atau materi pembelajaran tidak diorganisir sebelum-nya serta tidak
disajikan secara langsung kepada siswa, matari pembelajaran ditemukan dan
diorganisir oleh siswa sendiri, karena tujuan utama metode ini bukan hanya
sekadar hasil belajar, tetapi yang lebih penting adalah proses be-
lajar.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 107


Secara umum ada dua jenis diskusi yang biasa dilakukan dalam proses
pembelajaran. Pertama, diskusi kelompok. Diskusi ini dinamakan juga disku-si
kelas. Pada diskusi ini permasalahan yang disajikan oleh guru dipecahkan oleh
kelas secara keseluruhan. Pengatur jalannya diskusi adalah guru. Kedua, diskusi
kelompok kecil. Pada diskusi ini siswa dibagi dalam beberapa kelom-pok. Setiap
kelompok terdiri dari 3-7 orang. Proses pelaksanaan diskusi ini dimulai dari guru
menyajikan masalah dengan beberapa submasalah. Setiap kelompok memecahkan
submasalah yang disampaikan guru. Proses diskusi diakhiri dengan laporan setiap
kelompok.

1. Kelebihan dan Kelemahan Metode Diskusi


Ada beberapa kelebihan metode diskusi, manakala diterapkan dalam kegiatan
belajar mengajar.
a. Metode diskusi dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif, khususnya dalam
memberikan gagasan dan ide-ide.
b. Dapat melatih untuk membiasakan diri bertukar pikiran dalam mengatasi
setiap permasalahan.
c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan
secara verbal. Di samping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk meng-
hargai pendapat orang lain.
Selain beberapa kelebihan, diskusi juga memiliki beberapa kelemahan, di
antaranya:
a. Sering terjadi pembicaraan dalam diskusi dikuasai oleh 2 atau 3 orang siswa
yang memiliki keterampilan berbicara.
b. Kadang-kadang pembahasan dalam diskusi meluas, sehingga kesimpulan
menjadi kabur.
c. Memerlukan waktu yang cukup panjang, yang kadang-kadang tidak sesu-ai
dengan yang direncanakan.
d. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat yang bersifat emosional yang
tidak terkontrol. Akibatnya, kadang-kadang ada pihak yang merasa
tersinggung, sehingga dapat mengganggu iklim pembelajaran.
2. Jenis-jenis Diskusi
Terdapat bemacam-macam jenis diskusi yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran, antara lain:
a. Diskusi Kelas
Diskusi kelas atau disebut juga diskusi kelompok adalah proses peme-cahan
masalah yang dilakukan oleh seluruh anggota kelas sebagai peserta dis-kusi.
Prosedur yang digunakan dalam jenis diskusi ini adalah: (1) guru mem-bagi tugas
sebagai pelaksanaan diskusi, misalnya siapa yang akan menjadi moderator, siapa

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 108


yang menjadi penulis; (2) sumber masalah (guru, siswa, atau ahli tertentu dari luar)
memaparkan masalah yang harus dipecahkan selama 10-15 menit; (3) siswa diberi
kesempatan untuk menanggapi permasalahan setelah mendaftar pada moderator;
(4) sumber masalah memberi tanggapan; dan (5) moderator menyimpulkan hasil
diskusi.
b. Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil dilakukan dengan membagi siswa dalam kelom-pok-
kelompok. Jumlah anggota kelompok antara 3-5 orang. Pelaksanaannya dimulai
dengan guru menyajikan permasalahan secara umum, kemudian ma-salah tersebut
dibagi-bagi ke dalam submasalah yang harus dipecahkan oleh setiap kelompok
kecil. Selesai diskusi dalam kelompok kecil, ketua kelompok menyajikan hasil
diskusinya.
c. Simposium
Simposium adalah metode mengajar dengan membahas suatu persoalan
dipandang dari berbagai sudut pandang berdasarkan keahlian. Simposium di-
lakukan untuk memberikan wawasan yang luas kepada siswa. Setelah para
penyaji memberikan pandangannya tentang masalah yang dibahas, maka sim-
posium diakhiri dengan pembacaan kesimpulan hasil kerja tim perumus yang
telah ditentukan sebelumnya.
d. Diskusi Panel
Diskusi panel adalah pembahasan suatu masalah yang dilakukan oleh beberapa
orang panelis yang biasanya terdiri dari 4-5 orang di hadapan audi-ens. Diskusi
panel berbeda dengan jenis diskusi lainnya. Dalam diskusi panel audiens tidak
terlibat secara langsung, tetapi berperan hanya sekadar peninjau para panelis yang
sedang melaksanakan diskusi. Oleh sebab itu, agar diskusi panel efektif perlu
digabungkan dengan metode lain, misalnya dengan meto-de penugasan. Siswa
disuruh untuk merumuskan hasil pembahasan dalam dis-kusi.

3. Langkah-langkah Melaksanakan Diskusi


Agar penggunan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-
langkah sebagai berikut:

a. Langkah Persiapan
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya:
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum
maupun tujuan khusus.
2) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tu-juan
yang ingin dicapai..
3) Menetapkan masalah yang akan dibahas.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 109


4) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pe-
laksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya,
petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus,
manakala diperlukan.
b. Pelaksanaan Diskusi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah:
1) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi ke-
lancaran diskusi.
2) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya me-
nyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan diskusi sesuai
dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan.
3) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetap-kan.
Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memerhatikan suasana atau iklim
belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling
menyudutkan, dan lain sebagainya.
4) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi un-tuk
mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
5) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang di-
bahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah
pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus.

c. Menutup Diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hen-daklah dilakuan
hal-hal sebagai berikut:
1) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai de-ngan
hasil diskusi.
2) Me-review jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta
sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya.

D. Metode Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau ber-buat
seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian
pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk me-mahami tentang
konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu. Simulasi dapat digunakan sebagai
metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pem-belajaran dapat
dilakukan secara langsung pada objek yang sebenarnya. Gladi resik merupakan
salah satu contoh simulasi, yakni memperagakan proses terjadinya suatu upacara
tertentu sebagai latihan untuk upacara sebenarnya supaya tidak gagal dalam
waktunya nanti. Demikian juga untuk mengembang-kan pemahaman dan

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 110


penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simu-lasi akan sangat
bermanfaat.
Metode simulasi bertujuan untuk: (1) melatih keterampilan tertentu baik
bersifat profesional maupun bagi kehidupan sehari-hari, (2) memperoleh pe-
mahaman tentang suatu konsep atau prinsip, (3) melatih memecahkan masalah, (4)
meningkatkan keaktifan belajar, (5) memberikan motivasi belajar kepada siswa,
(6) melatih siswa untuk mengadakan kerjasama dalam situasi kelompok, (7)
menumbuhkan daya kreatif siswa, dan (8) melatih siswa untuk mengembangkan
sikap toleransi.

a. Kelebihan dan Kelemahan Metode Simulasi


Terdapat beberapa kelebihan dengan menggunakan simulasi sebagai metode
mengajar, di antaranya adalah:
1) Simulasi dapat dijadikan sebagai bekal bagi siswa dalam menghadapi situasi
yang sebenarnya kelak, baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat, maupun
menghadapi dunia kerja.
2) Simulasi dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena melalui simulasi
siswa diberi kesempatan untuk memainkan peranan sesuai dengan to-pik yang
disimulasikan.
3) Simulasi dapat memupuk keberanian dan percaya diri siswa.
4) Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan da-lam
menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
5) Simulasi dapat meningkatkan gairah siswa dalam proses permbelajaran.
Di samping memiliki kelebihan, simulasi juga mempunyai kelemahan, di
antaranya:
1) Pengalaman yang diperoleh melalui simulasi tidak selalu tepat dan sesuai
dengan kenyataan di lapangan.
2) Pengelolaan yang kurang baik, sering simulasi dijadikan sebagai alat hi-buran,
sehingga tujuan pembelajaran menjadi terabaikan.
3) Faktor psikologis seperti rasa malu dan takut sering memengaruhi siswa dalam
melakukan simulasi.

b. Jenis-jenis Simulasi
Simulasi terdiri dari beberapa jenis, di antaranya:
1) Sosiodrama
Sosiodrama adalah metode pembelajaran bermain peran untuk meme-cahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan fenomena sosial, permasa-lahan yang
menyangkut hubungan antara manusia seperti masalah kenakalan remaja,
narkoba, gambaran keluarga yang otoriter, dan lain sebagainya. Sosi-odrama

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 111


digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-
masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya.
2) Psikodrama
Psikodrama adalah metode pembelajaran dengan bermain peran yang bertitik
tolak dari permasalahan-permasalahan psikologis. Psikodrama biasa-nya
digunakan untuk terapi, yaitu agar siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang dirinya, menemukan konsep diri, menyatakan reaksi terha-dap tekanan-
tekanan yang dialaminya.
3) Role Playing
Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari
simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi
peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada
masa mendatang. Topik yang dapat diangkat untuk role playing misalnya
memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambar-an keadaan
yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi.
4) Peer Teaching
Peer teaching merupakan latihan mengajar yang dilakukan oleh siswa kepada
teman-teman calon guru. Selain itu peer teaching merupakan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan seorang siswa kepada siswa lainnya dan salah satu
siswa itu lebih memahami materi pembelajaran.
5) Simulasi Game
Simulasi game merupakan bermain peranan, para siswa berkompetisi untuk
mencapai tujuan tertentu melalui permainan dengan mematuhi peratur-an yang
ditentukan.

c. Langkah-langkah Simulasi
1) Persiapan Simulasi
a) Menetapkan topik atau masalah serta tujuan yang hendak dicapai oleh
simulasi.
b) Guru memberikan gambaran masalah dalam situasi yang akan disimu-
lasikan.
c) Guru menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi, peranan yang
harus dimainkan oleh para pemeran, serta waktu yang disedia-kan.
d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya khusus-nya
pada siswa yang terlibat dalam pemeranan simulasi.
2) Pelaksanaan Simulasi
a) Simulasi mulai dimainkan oleh kelompok pemeran.
b) Para siswa lainnya mengikuti dengan penuh perhatian.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 112


c) Guru hendaknya memberikan bantuan kepada pemeran yang menda-pat
kesulitan.
d) Simulasi hendaknya dihentikan pada saat puncak. Hal ini dimaksudkan
untuk mendorong siswa berpikir dalam menyelesaikan masalah yang
sedang disimulasikan.
3) Penutup
a) Melakukan diskusi baik tentang jalannya simulasi maupun materi ce-rita
yang disimulasikan.Guru harus mendorong agar siswa dapat mem-berikan
kritik dan tanggapan terhadap proses pelaksanaan simulasi.
b) Merumuskan kesimpulan.

E. Metode Tugas dan Resitasi


Metode tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi le-bih luas
dari itu. Tugas dan resitasi merangsang anak untuk aktif belajar baik secara
individu atau kelompok. Tugas dan resitasi bisa dilaksanakan di rumah, di sekolah,
di perpustakaan dan tempat lainnya.
Jenis-jenis tugas sangat banyak tergantung pada tujuan yang akan dica-pai, seperti
tugas meneliti, menyusun laporan, dan tugas di laboratorium.
Langkah-langkah menggunakan metode tugas/resitasi:
1. Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan; tu-juan yang
akan dicapai, jenis tugas dan tepat, sesuai dengan kemampuan siswa, ada petunjuk
yang dapat membantu dan sediakan waktu yang cukup.
2. Langkah Pelaksanaan Tugas
a) Diberikan bimbingan/pengawasan oleh guru.
b) Diberikan dorongan sehingga anak mau melaksanakannya.
c) Diusahakan atau dikerjakan oleh anak sendiri.
d) Mencatat semua hasil yang diperoleh dengan baik dan sistematik.
3. Fase Pertanggungjawaban Tugas
Hal yang perlu diperhatikan adalah:
a) Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang telah dikerjakan.
b) Ada tanya jawab dan diskusi.
c) Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes atau nontes atau cara
lainnya.
Fase mempertanggungjawabkan tugas inilah yang disebut resitasi.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 113


F. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan ter-jadinya
komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama
terjadi dialog antara guru dan siswa. Guru bertanya siswa menja-wab atau siswa
bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat ada-nya hubungan timbal
balik secara langsung antara guru.
Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain:
1. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab.
1) Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran yang telah
dikuasai oleh siswa.
2) Untuk merangsang siswa berfikir.
3) Memberi kesempatan pada siswa untuk mengajukan masalah yang belum
dipahami.
2. Jenis pertanyaan.
Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanya-an ingatan
dan pertanyaan pikiran:
1) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana
pengetahuan sudah tertanam pada siswa. Biasanya pertanyaan berpangkal
kepada apa, kapan, di mana, berapa, dan yag sejenisnya.
2) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana
cara berpikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya
pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa, bagaimana.
3. Tehnik mengajukan pertanyaan.
Berhasil tidaknya metode tanya jawab, sangat bergantung kepada tehnik guru
dalam mengajukan pertanyaanya. Metode tanya jawab biasanya di-pergunakan
apabila:
1) Bermaksud mengulang bahan pelajaran.
2) Ingin membangkitkan siswa relajar.
3) Tidak terlalu banyak siswa.
4) Sebagai selingan metode ceramah.

G. Metode Kerja Kelompok


Metode kerja kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok mengan-
dung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sebagai satu kesa-tuan
(kelompok) tersendiri ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil (sub-sub
kelompok). Kelompok bisa dibuat berdasarkan:
a. Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas itu
sifatnya heterogin dalam belajar.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 114


b. Perbedaan minat belajar, dibuat kelompok yang terdiri atas siswa yang punya
minat yang sama.
c. Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang akan kita berikan.
d. Pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal siswa yang tinggal da-lam
satu wilayah yang dikelompokkan dalam satu kelompokan sehingga
memudahkan koordinasi kerja.
e. Pengelompokan secara random atau dilotre, tidak melihat faktor-faktor lain.
f. Pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ada kelompok pria dan kelom-pok
wanita.
Sebaiknya kelompok menggambarkan yang heterogin, baik dari segi kemapuan
belajar maupun jenis kelamin. Hal ini dimaksudkan agar kelompok-kelompok
tersebut tidak berat sebelah (ada kelompok yang baik dan ada ke-lompok yang
kurang baik) .
Kalau dilihat dari segi proses kerjanya maka kerja kelompok ada dua macam,
yaitu kelompok jangka pendek dan kelompok jangka panjang.
1) Kelompok jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam ke-
lompok tersebut hanya pada saat itu saja, jadi sifatnya insidental.
2) Kelompok jangka panjang, artinya proses kerja dalam kelompok itu bu-kan
hanya pada saat itu saja, mungkin berlaku untuk satu periode tertentu sesuai
dengan tugas/masalah yang akan dipecahkan.
Untuk mencapai hasil yang baik, maka faktor yang harus diperhatikan dalam kerja
kelompok adalah:
1) Perlu adanya motif (dorongan) yang kuat untuk bekerja pada setiap ang-gota.
2) Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai satu unit dipecahkan bersa-ma,
atau masalah dibagi-bagi untuk dikerjakan masing-masing secara in-dividual.
Hal ini bergantung kepada kompleks tidaknya masalah yang akan dipecahkan
3) Persaingan yang sehat antarkelompok biasanya mendoronganak untuk be-
lajar.
4) Situasi yang menyenangkan antar anggota banyak menentukan berahsil
tidaknya kerja kelompok.

H. Metode Problem Solving


Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya se-kedar
metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam
problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan
mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
Langkah-langkah metode problem solving.
1) Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 115


2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain.
3) Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini
tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di
atas.
4) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban
sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawab-an
ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas,
diskusi, dan lain-lain.
5) Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan ter-akhir
tentang jawaban dari masalah tadi.

I. Metode Sistem Regu (Team Teaching)


Team Teaching pada dasarnya ialah metode mengajar dua orang guru atau lebih
bekerja sama mengajar sebuah kelompok siswa, jadi kelas dihadapi beberapa
guru.
Sistem regu banyak macamnya, sebab untuk satu regu tidak senantiasa guru
secara formal saja, tetapi dapat melibatkan orang luar yang dianggap
perlu sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan metode Team Teaching.
a. Harus ada program pelajaran yang disusun bersama oleh team tersebut,
sehingga betul-betul jelas dan terarah sesuai dengan tugas masing-masing
dalam team tersebut.
b. Membagi tugas tiap topik kepada guru tersebut, sehingga masalah bim-bingan
pada siswa terarah dengan baik.
c. Harus dicegah jangan sampai terjadi jam bebas akibat ketidak hadiran se-
seorang guru anggota tim.

J. Metode Latihan (Drill)


Metode latihan pada umumnya digunakan untuk memeperoleh suatu ke-tangkasan
atau keterampilan dari apa yang telah dipelajari. Mengingat latihan ini kurang
mengembangkan bakat/inisiatif siswa untuk berpiki, maka hendak-nya
guru/pengajar memperhatikan tingkat kewajaran dari metode Drill.
1. Latihan, wajar digunakan untuk hal-hal yang bersifat motorik, seperti me-
nulis, permainan, pembuatan, dan lain-lain.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 116


2. Untuk melatih kecakapan mental, misalnya perhitungan penggunaan ru-mus-
rumus, dan lain-lain.
3. Untuk melatih hubungan, tanggapan, seperti penggunaan bahasa, grafik,
simbul peta, dan lain-lain.
Prinsip dan petunjuk menggunakan metode Drill.
1. Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan
tertentu.
2. Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mula-mula
kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk kemudian bisa lebih sem-
purna.
3. Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
4. Harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa.
5. Proseslatihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang essensial dan bergu-na.

K. Metode Karyawisata (Field-Trip)


Karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri, ber-
beda dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti kun-jungan
ke luar kelas dalam rangka belajar.
Contoh: Mengajak siswa ke gedung pengadilan untuk mengetahui sis-tem
peradilan dan proses pengadilan, selama satu jam pelajaran. Jadi, karya-wisatadi
atas tidak mengambil tempat yang jauh dari sekolah dan tidak memer-lukan waktu
yang lama. Karyawisata dalam waktu yang lama dan tempat yang jauh disebut
study tour.
Langkah- langkah Pokok dalam Pelaksanaan Metode Karyawisata
1. Perencanaan Karyawisata
a) Merumuskan tujuan karyawisata.
b) Menetapkan objek kayawisata sesuai dengan tujuan yang hendak di-capai.
c) Menetapkan lamanya karyawisata.
d) Menyusun rencana belajar bagi siswa selama karyawisata.
e) Merencanakan perlengkapan belajar yang harus disediakan.
2. Pelaksanaan Karyawisata
Fase ini adalah pelaksanaan kegiatan belajar di tempat karyawisata de-ngan
bimbingan guru. Kegiatan belajar ini harus diarahkan kepada tujuan yang telah
ditetapkan pada fase perencanaan di atas.
3. Tindak Lanjut
Pada akhir karyawisata siswa diminta laporannya baik lisan maupun
tertulis, mengenai inti masalah yang telah dipelajari pada waktu karyawi-sata.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 117


L. Strategi Pembelajaran Ekspositori
1. Pengertian
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang me-nekankan
kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada
sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran
secara optimal. Dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan lang-sung oleh
guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Materi pe-lajaran
seakanakan sudah jadi. Karena strategi ekspositori lebih menekankan kepada
proses bertutur, maka sering juga dinamakan strategi chalk and talk.

2. Karakteristik Pembelajaran Ekspositori


Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori di antaranya:
a. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran
secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam
melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya de-ngan
ceramah.
b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang
sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus di-hafal
sehingga tidak menuntut siswa untuk berpikir ulang.
c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendi-ri.
Artinya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat
memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali
materi yang telah diuraikan.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sa-ngat
dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara
terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu da-pat dikuasai
siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik
(academic achievement) siswa. Metode pembelajaran dengan kuli-
ah merupakan bentuk strategi ekspositori.

3. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Ekspositori


Tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik diban-dingkan
dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran
bisa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam menca-pai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, pertimbang-an pertama
penggunaan strategi pembelajaran adalah tujuan apa yang harus dicapai.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 118


Dalam penggunaan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip
berikut ini, yang harus diperhatikan oleh setiap guru.

a. Berorientasi pada Tujuan


Walaupun penyampaian materi pelajaran merupakan ciri utama dalam
strategi pembelajaran ekspositori melalui metode ceramah, namun tidak ber-
arti proses penyampaian materi tanpa tujuan pembelajaran. Justru tujuan itu-lah
yang harus menjadi pertimbangan utama dalam penggunaan strategi ini. Karena
itu sebelum strategi ini diterapkan terlebih dahulu guru harus meru-muskan tujuan
pembelajaran secara jelas dan terukur. Seperti kriteria pada umumnya, tujuan
pembelajaran harus dirumuskan dalam bentuk tingkah laku yang dapat diukur atau
berorientasi pada kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Hal ini sangat penting
untuk dipahami, karena tujuan yang spesifik me-mungkinkan kita bisa mengontrol
efektivitas penggunaan strategi pembela-jaran. Memang benar, strategi
pembelajaran ekspositori tidak mungkin dapat mengejar tujuan kemampuan
berpikir tingkat tinggi, misalnya kemampuan untuk menganalisis, mensintesis
sesuatu, atau mungkin mengevaluasi sesua-tu, namun tidak berarti tujuan
kemampuan berpikir taraf rendah tidak perlu dirumuskan. Justru tujuan itulah
yang harus dijadikan ukuran dalam menggu-nakan strategi ekspositori.

b. Prinsip Komunikasi
Proses pembelajaran dapat dikatakan sebagai proses komunikasi, yang menunjuk
pada proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) ke-pada seseorang
atau sekelompok orang (penerima pesan). Pesan yang ingin disampaikan dalam
hal ini adalah materi pelajaran yang diorganisir dan disu-sun sesuai dengan tujuan
tertentu yaang ingin dicapai. Dalam proses komuni-kasi guru berfungsi sebagai
sumber pesan dan siswa berfungsi sebagai pene-rima pesan.
Dalam proses komunikasi, bagaimanapun sederhananya, selalu terjadi urutan
pemindahan pesan (informasi) dari sumber pesan ke penerima pesan. Sistem
komunikasi dikatakan efektif manakala pesan itu dapat mudah ditang-kap oleh
penerima pesan secara utuh. Sebaliknya, sistem komunikasi dikata-kan tidak
efektif, manakala penerima pesan tidak dapat menangkap setiap pe-san yang
disampaikan. Kesulitan menangkap pesan itu dapat terjadi oleh ber-bagai
gangguan (noise) yang dapat menghambat kelancaran proses komuni-kasi. Akibat
gangguan (noise) tersebut memungkinkan penerima pesan (sis-wa) tidak
memahami atau tidak dapat menerima sama sekali pesan yang ingin disampaikan.
Sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian,
maka prinsip komunikasi merupakan prinsip yang sangat penting untuk

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 119


diperhatikan. Artinya, bagaimana upaya yang bisa dilakukan agar setiap guru dapat
menghilangkan setiap gangguan (noise) yang bisa meng-ganggu proses komunikasi.
c. Prinsip Kesiapan
Siswa dapat menerima informasi sebagai stimulus yang kita berikan, terlebih
dahulu kita harus memosisikan mereka dalam keadaan siap baik se-cara fisik
maupun psikis untuk menerima pelajaran. Jangan mulai kita sajikan mata
pelajaran, manakala siswa belum siap untuk menerimanya.
d. Prinsip Berkelanjutan
Proses pembelajaran ekspositori harus dapat mendorong siswa untuk mau
mempelajari materi pelajaran lebih lanjut. Pembelajaran bukan hanya berlang-sung
pada saat itu, akan tetapi juga untuk waktu selanjutnya. Ekspositori yang berhasil
adalah manakala melalui proses penyampaian dapat membawa siswa pada situasi
ketidakseimbangan (disequilibrium), sehingga mendorong mere-ka untuk mencari
dan menemukan atau menambah wawasan melalui proses belajar mandiri.
Keberhasilan penggunaan strategi ekspositori sangat tergantung pada kemampuan
guru untuk bertutur atau menyampaikan mated pelajaran.

4. Langkah-langkah Pelaksanaan Strategi Ekspositori


Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori, yaitu:
a. Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk meneri-ma
pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan lang-kah yang
sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan
strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah persiapan.
Beberapa hal yang harus dilakukan dalam langkah persiapan di antara-nya adalah:
1) Berikan sugesti yang positif dan hindari sugesti yang negatif.
2) Mulailah dengan mengemukakan tujuan yang harus dicapai.
3) Bukalah file dalam otak siswa.
b. Penyajian (Presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru harus dipikirkan guru dalam
penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat dengan mudah
ditangkap dan dipahami oleh siswa. Karena itu, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pelaksanaan langkah ini, yaitu: (1) penggunaan bahasa, (2)
intonasi suara, (3) menjaga kontak mata dengan siswa, dan (4) mengguna-kan
joke-joke yang menyegarkan.
c. Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran de-ngan
pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 120


menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah di-milikinya.
Langkah korelasi dilakukan untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran,
baik makna untuk memperbaiki struktur pengetahuan yang telah dimilikinya
maupun makna untuk meningkatkan kualitas kemampuan berpikir dan
kemampuan motorik siswa.
d. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti {core) dari materi pelajaran
yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat
penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyim-pulkan siswa
akan dapat mengambil inti sari dari proses penyajian.
e. Mengaplikasikan (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mere-ka
menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting
dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini gu-ru akan
dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi
pelajaran oleh siswa. Teknik yang biasa dilakukan pada langkah ini di antaranya:
(1) dengan membuat tugas yang relevan dengan materi yang telah disajikan, (2)
dengan memberikan tes yang sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.

5. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Ekspositori


a. Keunggulan
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan strategi pembelajaran yang banyak
dan sering digunakan. Hal ini disebabkan strategi ini memiliki bebe-rapa
keunggulan, di antaranya:
1) Dengan strategi pembelajaran ekspositori guru bisa mengontrol urutan dan
keluasan materi pembelajaran, ia dapat mengetahui sampai sejauh mana siswa
menguasai bahan pelajaran yang disampaikan.
2) Strategi pembelajaran ekspositori dianggap sangat efektif apabila materi
pelajaran yang harus dikuasai siswa cukup luas, sementara itu waktu yang
dimiliki untuk belajar terbatas.
3) Melalui strategi pembelajaran ekspositori selain siswa dapat mendengar
melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi pelajaran, juga sekaligus siswa
bisa melihat atau mengobservasi (melalui pelaksanaan demonstrasi).
4) Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini bisa digunakan untuk jumlah
siswa dan ukuran kelas yang besar.

b. Kelemahan
Di samping memiliki keunggulan, strategi ekspositori juga memiliki kelemahan,
di antaranya:

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 121


1) Strategi pembelajaran ini hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang
memiliki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. Untuk siswa
yang tidak memiliki kemampuan seperti itu perlu digunakan strate-gi lain.
2) Strategi ini tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik
perbedaan kemampuan, perbedaan pengetahuan, minat, dan bakat, serta
perbedaan gaya belajar.
3) Karena strategi lebih banyak diberikan melalui ceramah, maka akan sulit
mengembangkan kemampuan siswa dalam hal kemampuan sosialisasi,
hubungan interpersonal, serta kemampuan berpikir kritis.
4) Keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori sangat tergantung kepada apa
yang dimiliki guru, seperti persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri,
semangat, antusiasme, motivasi, dan berbagai kemampuan seperti kemam-puan
bertutur (berkomunikasi), dan kemampuan mengelola kelas. Tanpa itu sudah
dapat dipastikan proses pembelajaran tidak mungkin berhasil.
5) Oleh karena gaya komunikasi strategi pembelajaran lebih banyak terjadi satu
arah (one-way communication), maka kesempatan untuk mengontrol
pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan sangat terbatas pula. Di
samping itu, komunikasi satu arah bisa mengakibatkan pengetahuan yang
6) dimiliki siswa akan terbatas pada apa yang diberikan guru.

M. Strategi Pembelajaran Inkuiri


Strategi pembelajaran Inkuiri menekankan kepada proses mencari dan
menemukan. Materi pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam
strategi ini adalah mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan
guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing siswa untuk be-lajar. Strategi
pembelajaran inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembela-jaran yang
menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan
menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Pro-ses
berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Strategi pembelajaran ini sering juga dinamakan strategi heuristic, yang berasal
dari bahasa Yunani, yaitu heuriskein yang berarti saya menemu-kan.

1. Ciri-ciri Strategi Pembelajaran Inkuiri


Pertama, strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara mak-simal
untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan siswa
sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan
sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka
berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 122


Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga
diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri {self belief). Dengan de-
mikian, strategi pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai sum-ber
belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa. Akti-vitas
pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara gu-ru dan
siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik berta-nya
merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri.
Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inkuiri adalah
mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau
mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental.
Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inkuiri siswa tak hanya ditun-tut
untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat
menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya menguasai pe-
lajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara opti-mal.
Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala
ia bisa menguasai materi pelajaran.
Strategi pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari pendekatan pem-belajaran
yang berorientasi kepada siswa (student centered approach). Dika-takan
demikian, sebab dalam strategi ini siswa memegang peran yang sangat dominan
dalam proses pembelajaran.

2. Prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran Inkuiri


a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan kemampuan ber- pikir.
Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain berorientasi ke-pada hasil
belajar juga berorientasi pada proses belajar.
b. Prinsip Interaksi
Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik inter-aksi antara
siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi anta-ra siswa dengan
lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru
bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau pengatur
interaksi itu sendiri.
c. Prinsip Bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi ini adalah guru
sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyaan
pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses berpikir. Karena itu,
kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah inkuiri sangat diperlukan.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 123


d. Prinsip Belajar untuk Berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar adalah proses
berpikir (learning how to think), yakni proses mengembangkan po-tensi seluruh
otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan peng-gunaan otak secara
maksimal.
d. Prinsip Keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan
berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenar-annya.
Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesem-patan kepada
siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka mem-buktikan kebenaran
hipotesis yang diajukannya.

3. Langkah-Langkah Pelaksanaan Strategi Pembelajaran Inkuiri


Secara umum proses pembelajaran dengan menggunakan strategi dapat mengikuti
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau iklim
pembelajaran yang responsif. Pada langkah ini guru mengkondisikan agar siswa
siap melaksanakan proses pembelajaran. Guru merangsang dan Menga-jak siswa
untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang
sangat penting. Keberhasilan startegi ini sangat tergantung pada kemauan siswa
untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam meme-cahkan masalah,
tanpa kemauan dan kemampuan itu tak mungkin proses pem-belajaran akan
berjalan dengan lancar.
b. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan
yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah per-soalan yang
menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dika-takan teka-teki
dalam rumusan masalah yang ingin dikaji disebabkan masalah itu tentu ada
jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses
mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam strategi inku-iri, oleh sebab itu
melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga
sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.
c. Merumuskan Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang se-dang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Perkiraan sebagai
hipotesis bukan sembarang perkiraan, tetapi harus memili-ki landasan berpikir
yang kokoh, sehingga hipotesis yang dimunculkan itu bersifat rasional dan logis.
Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 124


wawasan yang dimiliki serta keluasan pengala-man. Dengan demikian, setiap
individu yang kurang mempunyai wawasan akan sulit mengembangkan hipotesis
yang rasional dan logis.
d. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang dibutuh-kan untuk
menguji hipotesis yang diajukan. Dalam strategi pembelajaran in-kuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting da-lam
pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya me-merlukan
motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan
kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Karena itu, tu-gas dan peran guru
dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-perta-nyaan yang dapat
mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. Sering
terjadi kemacetan berinkuiri adalah manakala siswa tidak apresiatif terhadap
pokok permasalahan. Tidak apresiatif itu biasanya ditun-jukkan oleh gejala-gejala
ketidakgairahan dalam belajar. Manakala guru me-nemukan gejala-gejala
semacam ini, maka guru hendaknya secara terus-me-nerus memberikan dorongan
kepada siswa untuk belajar melalui penyuguhan berbagai jenis pertanyaan secara
merata kepada seluruh siswa sehingga mere-ka terangsang untuk berpikir.
e. Menguji Hipotesis
Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pe-ngumpulan data.
Dalam menguji hipotesis yang terpenting adalah mencari tingkat keyakinan siswa
atas jawaban yang diberikan. Di samping itu, menguji hipotesis juga berarti
mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang
diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh
data yang ditemukan dan dapat dipertang-gungjawabkan.
f. Merumuskan Kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh
berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Merumuskan kesimpulan merupakan gong-
nya dalam proses pembelajaran. Sering terjadi, karena ba-nyaknya data yang
diperoleh, menyebabkan kesimpulan yang dirumuskan ti-dak fokus pada masalah
yang hendak dipecahkan. Karena itu, untuk menca-pai kesimpulan yang akurat
sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa
data mana yang relevan.

4. Strategi Pembelajaran Inkuiri Sosial


Terjadinya ledakan pengetahuan, menuntut perubahan pola mengajar dari yang
hanya sekadar mengingat fakta yang biasa dilakukan melalui strate-gi
pembelajaran dengan metode kuliah (lecture) atau dari metode latihan (drill) dalam

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 125


pola tradisional, menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis (critical
thinking). Strategi pembelajaran yang dapat mengembangkan kemam-puan berpikir
itu adalah strategi inkuiri sosial.
Menurut Bruce Joyce, inkuiri sosial merupakan strategi pembelajaran
dari kelompok sosial (social family) subkelompok konsep masyarakat (concept of
society). Subkelompok ini didasarkan pada asumsi bahwa metode pendi-dikan
bertujuan untuk mengembangkan anggota masyarakat ideal yang dapat hidup dan
dapat mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat. Karena itulah siswa harus
diberi pengalaman yang memadai bagaimana caranya memecah-kan persoalan-
persoalan yang muncul di masyarakat. Melalui pengalaman itulah setiap individu
akan dapat membangun pengetahuan yang berguna bagi diri dan masyarakatnya.
Inkuiri sosial dapat dipandang sebagai suatu strategi pembelajaran yang
berorientsi kepada pengalaman siswa.
Ada tiga karakteristik pengembangan strategi inkuiri sosial. Pertama, adanya
aspek (masalah) sosial dalam kelas yang dianggap penting dan dapat mendorong
terciptanya diskusi kelas. Kedua, adanya rumusan hipotesis seba-gai fokus untuk
inkuiri. Ketiga, penggunaan fakta sebagai pengujian hipotesis.
Dari karakteristik inkuiri seperti yang telah diuraikan di atas, maka tam-pak
inkuiri sosial pada dasarnya tidak berbeda dengan inkuiri pada umumnya.
Perbedaannya terletak pada masalah yang dikaji adalah masalah-masalah so-sial
atau masalah kehidupan masyarakat.

5. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Pembelajaran Inkuiri


Strategi Pembelajaran Inkuiri merupakan strategi pembelajaran yang banyak
dianjurkan, karena strategi ini memiliki beberapa keunggulan, di an-taranya:
a. Startegi ini merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.
b. Startegi ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan
gaya belajar mereka.
c. Startegi ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembang-an
psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses pe-rubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman.
d. Keuntungan lain adalah strategi pembelajaran ini dapat melayani kebutuh-an
siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang
memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang
lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan, strategi ini juga mempunyai kelemah-an, di
antaranya:

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 126


a. Jika strategi ini digunakan sebagai strategi pembelajaran, maka akan sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
b. Strategi ini sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur
dengan kebiasaan siswa dalam belajar.
c. Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.
d. Selama kriteria keberhasiJan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa
menguasai materi pelajaran, maka startegi ini akan sulit diimplementasi-kan
oleh setiap guru.

N. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)


1. Pengertian
Strategi Pembelajaran Kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang
holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna mate-ri
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks
kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga
siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan
(ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah
dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bu-kan mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya.
Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas
guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesu-atu yang baru
datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begi-tulah peran guru di
kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubung-an antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembela-jaran efektif,

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 127


yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan
(inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan
penilaian sebenarnya (authentic assessment).

2. Langkah-langkah CTL
CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas
yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan CTL dalam kelas cu-kup mudah.
Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam CTL adalah
sebagai berikut.
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan kete-rampilan
barunya.
b. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
c. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d. Ciptakan masyarakat belajar.
e. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
f. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
g. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

3. Karakteristik Pembelajaran CTL


1) Kerjasama.
2) Saling menunjang.
3) Menyenangkan, tidak membosankan.
4) Belajar dengan bergairah.
5) Pembelajaran terintegrasi.
6) Menggunakan berbagai sumber.
7) Siswa aktif.
8) Sharing dengan teman.
9) Siswa kritis guru kreatif.
10) Dinding dan lorong-lorong penuh dengan hasil kerja siswa, peta-peta, gambar,
artikel, humor dan lain-lain.
11) Laporan kepada orang tua bukan hanya rapor tetapi hasil karya siswa, la-poran
hasil pratikum, karangan siswa dan lain-lain
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupa-kan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan
topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pem-belajaran,
media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, lang-kah-langkah
pembelajaran, dan authentic assessment-nya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 128


Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi
tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya. Secara umum tidak ada
perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konven-sional dengan
program pembelajaran kontekstual. Program pembelajaran konvensional lebih
menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (je-las dan operasional),
sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual le-bih menekankan pada
skenario pembelajarannya.

Landasan dan Inovasi Pembelajaran | 129

Anda mungkin juga menyukai