Anda di halaman 1dari 20

Epidermis: merupakan epitel ektoderm, terdiri dari keratinosit, melanosit, Sel

Langerhans, Sel Merkel.


Stratum basalis mengadakan siklus proliferasi untuk pembaruan epidermis dan
semakin berpindah ke permukaan kulit, mengalami diferensiasi yang kemudian
mengalami keratinisasi. Epidermis merupakan jaringan yang dinamis dimana sel-
selnya secara konstan mengadakan pergerakan yang tidak tersinkronisasi, kinetik
proliferasi dan arah maupun kecepatan migrasi populasi sel masing-masing berbeda
dari yang lainnya, sehingga keratinosit tidak hanya melewati keratinosit itu sendiri
tetapi juga melewati melanosit atau sel Langerhans dimana sel tersebut bergerak ke
permukaan kulit. Pada saat yang sama sel-sel tersebut dihubungakan melalui tenaga
koherensi yang menjamin kontinuitas epitel. Stabilitas sel dipertahankan oleh
kompleks membrana basalis yang melekatkan epidermis ke derms dan stratum
korneum. daya kohesi tersebut hilang pada permukaan epidermis dimana cornified
cell deskuamasi.

Gangguan Kinetik Sel Epidermis

Homeostatis epidermis diatur oleh: laju mitotik sel germinativum, laju deskuamasi
korneosit, pertumbuhan sel epidermal.

- Akantosis: meningkatnya proliferasi sel ditambah dengan adanya pembesaran sel


germinativum dan meningkatnya laju mitosis sehingga populasi sel epidermis
bertambah yang mengakibatkan epidermis bertambah luas. Dapat disebabkan oleh
virus atau menunjukkan sinyal yang mencapai epidermis dari dermis atau pembuluh
darah. Sehingga pergerseran rasio prliferasi sel yang beristirahat, dengan adanya G1
atau G2 maka meningkatkan turn over epidermis dan meningkatkan volume sel
germinativum yang terletak pada dermo-epidermal junction.

Pada akantosis adanya hubungan epidermis dan jaringan ikat di bawahnya, karena
penebalan epidermis dan pemanjangan rete ridge yang biasanya disertai dengan
pemanjangan papilla jaringan ikat, yang memanjang ke epitelium.
Epidermal atrofi disebabkan oleh adanya penurunan kinetik sel epidermis sehingga
turn over epidermis menurun. Adanya penyusutan volume sel germinativum dan
pendataran rete ridge, epidermis menjadi lebih tipis.

Gangguan kinetik sel epidermis pada arsitektur dan komposisi startum korneum
misalnya hiperkeratosis dimana adanya penebalan startum korneum dikarenakan
meningkatknya produksi atau penurunan deskuamasi corneosyte. Pada ortokeratosis,
stratum korneum tampak normal tetapi adanya perbedaan kohesi dan bentuk pada sel
tanduk. Penebalan startum korneum dapat terjadi oleh adanya startum granulosum
yang immatur.

Gangguan diferensiasi sel epidermis

Parakeratosis yaitu gangguan diferensiasi epidermis dimana keratinisasi yang


dipercepat menghasilkan retensi nuklei piknotik sel epidermis, dan stratum
garanulosumnya masih rudimenter atau belum terdapat seluruhnya, tetapi granulai
kecil ultrastuktural keratohyalin dapat dideteksi. Dapat juga disebabkan diferensiasi
yang tidak sempurna pada sel germinativum postmitotik yang terlihat secara
morfologi pada lapisan epidermis dimana keratinisasi biasanya terjadi secara lengkap
(startum korneum). Dapat juga karena waktu transit sel germinativum post mitotik
nya menurun (normal 14 hari). Parakeratosis epidermis cellophane-stripped menjadi
terlihat secara mikroskopis 1 jam setelah trauma, dimana disini parakeratosis tidak
menunjukkan gangguan diferensiasi, tetapi merupakan hasil dari trauma langsung
seluler. Pada beberapa penyakit kulit, dimana patologi terdapat pada atau sekitar
pembuluh darah superfisial dermis, parakeratosis dapat timbul sebagai fenomena
epidermis sekunder 24 jam setelah erupsi. Pada kasus ini parakeratosis merupakan
sinya yang disampaikan pada sel epidermin lapisan atas bahwa sudah diferensiasi
jauh. Maka, definisi parakeratosis dapat terjadi karena gangguan diferensiasi dan
maturasi dan trauma seluler langsung.

Diskeratosis merupakan korrnifikasi prematur sel pada lapisan epidermis, yang


meiliki sitoplasma eusinofilik dan terbungkus filamen keratin tersusun dalam agregat
sitoplasma. Hal tersebut menghasilkan rusaknya skeleton sitoplasmik dimana
menurunkan kemampuan menyesuaikan bentuk dan membentuk sesuai kebutuhan
keratinosit terdekat. Diskeratosis berhubungan dengan akantolisis, tetapi tidak
sebaliknya. Diskeratosis menunjukkan kerusakan seluler ireversibel. Pada beberapa
penyakit hal ini merupakan ekspresi genetik gangguan keratinisasi dimana filamen
keratin menempel pada tempat asal desmosomal dan beragregasi pada sitoplasma
perinuklear. Contoh: aktinik keratosis, karsinoma sel squamosa. Dapat juga
disebabkan oleh adanya apoptosis atau trauma fisik dan kimia langsung.

Gangguan koherensi epidermal


Disebabkan ketidakseimbangan pembentukan dan hilangnya hubungan interseluler.
Kohesi epidermal yang mengatur gerakan sel epidermis. Baik desmosom dan
substansi interseluler mengatur kohesi interseluler.
Vesikulasi: hilangnya kohesi antara sel epidermis dan secondary influx caran dari
dermis.
Cavitas intraepidermal : adanya kematian sel dan lisis sel epidermis.

Spongiosis: hilangnya kohesi (sekunder) antara sel epidrmal karena influx cairan
jaringan pada epidermis, misalnya eksudat serous dari dermis. Jika semakin
bertambah maka sel ruptur dan lisis dan terbentuk mikrcavitas (vesikel spongiotic).
Gabungan mikrokavitas membentuk bula. Sel epidermis juga dipisahkan oleh leukosit
yang mengganggu kohesi intraepidermal. Karena adanya akumulasi leukosit PMN
maka akan membentuk pustul.

Akantolisis: Kehilangan kohesi (primer) sel epidermis. Dimulai dari pemisahan


interdesmosom sel membran keratonosit,diikuti hilangnya desmosom. Sel intak tetapi
tidak menempel. Adanya gaps interseluler maka terjadi influx cairan dari dermis
dapat terbentuk di suprabasal, midepidermal, atau subcorneal.
Akantololisis bisa terjadi pada pemfigus dimana terdapat interaksi autoantibodi dan
determinant antigen pada membran keratinosist dan dimediasi oleh epidermal
protease.

Gangguan Kohesi Dermal-Epidermal


Gangguan pada zona ini biasanya terjadi karena gangguan kohesi dermal-epidrmal
dan menimbulkan lepuh. Bula / lepuh tersebut biasanya terdapat subepidermal
(mikroskopik). Bula subepidermal dapat terjadi di epidermal seperti pada
epidermolisis bullosa simplex. Pada pemfigoid bulosa terdapat celah melalui lamina
lucida membrana basalis yang disebabkan autoantibodi terhadap antigen pada
cytomembran di sel basal.

Epidermis: Jaringan yang selalu mempbarui, epitel squamosa yang mengalami


keratinisasi . Ketebalannya 0.4 hingga 1.5mm, atau 1.5 hingga 4 mm pada kulit yang
tebal. Sel terbanyak yaitu keratinosist yang terdapat pada 4 lapisan. Sel-senya
berpindah ke luar dari sel basal dan terakhir keratinosit yang sudah berdiferensiasi
ditemukan di startum korneum. Terdapat juga sel melanosit, sel langerhans dan sel
Merkel. Melanosit dan sel Langerhan pindah ke epidermis saat perkembangan
embrionik, sel Merkel berdiferensiasi in situ. Sel immigran seperti limfosit terdapat
transien dan pada kulit normal biasanya jarang terdapat. Epidermis menempel pada
lamina basalis.

Keratinosit

Merupakan sel ektodermal, 80 persen sel epidermis. Mengandung filamen keratin


sitoplasma dan membentuk desmosom atau hubungan desmosom dengan sel terdekat.
Keratinisasi telah diatur secara genetik, melibatkan peningkatan ukuran sel dan
pendataran bentuk sel, timbulnya organel sel baru dan perubahan metabolisme sel
yang berhubungan dengan keratinisasi, perubahan membran plasma, antigen
permukaan sel dan reseptor, degradasi organel sel, dan dehidrasi. Hasil dari
keratinisasi merupakan keratinosit yang mati (korneosit) yang mengandung filamen
keratin, matrix protein. Diferensiasi diatur oleh ekstrinsik dan instrinsik.

Lapisan Basal
Lapisan basal/ stratum germinativum aktif membelah, terdiri dari keratinosit bentuk
kolumner yang menempel ke membrana basalis. Sel basal mengandung inti yang
besar.Terdapat organel golgi, retikulum endoplasma halus, mitokondria, lisosom, dan
ribosome yang terdapat pada sitoplasma, adanya vakuola yang terikat membran yang
mengandung melanosom berpigmen yang ditransfer dari melanosit dengan
fagositosis.

Stratum spinosum
Bentuknya spine-like appearance, polihedral dan memiliki inti bulat. Sel bagian atas
stratum spinosum lebih besar, lebih datar dan mengandung organel lamella granules.
Sel pada stratum spinosim mengandung cabang filamen keratin yang besar. Struktur
desmosom abnormal atau rusaknya desmosom mengakibatkan sel menjadi bulat dan
memisah (akantolisis) dan membentuk bula dan vesikel dalam epidermis yang dapt
mengakibatkan eksfoliasi beberpa lapisan epidermis. Perubahan tersebut terdapat
pada pemfigus, dimana pasien memproduksi autoantibodi yang terikat spesifik pada
desmoglein 1 dan 3, atau eksotoksin SSSS yang memotong desmoglein 1.

Stratum granulosum
Terdapat pembentukan komponen / organel dalam programmed cell death dan
pembentukan barier superfisial water impermeable. Pada sel-selnya masil terdapat
adanya organel untuk metabolisme tetapi didominasi oleh granula keratohyalin yang
mengandung Loricrin ( protein evelope cornified cell).
Transisi dari stratum granulosum menjadi cornified cell. Sel granulosum tidak hanya
mensintesis, modifikasi, protein dalam keratinisasi tetapi juga berperan dalam
destruksi yang terprogram. Hal ini terjadi dalam transisi yang singkat dari sel granar
menjadi cornified cell. Perubahan meliputi hilangnya inti dan kandungan seluler
kecuali filamen keratin dan matrix filaggrin.

Stratum Korneum
Transisi lengkap menjadi sel tanduk memberikan proteksi mekanik pada kulit dan
bariier kehilangan cairan dan substansi solubel ke lingkungan. Barier startum
korneum terbentuk dari corneosit rendah lemak tinggi protein dan dikelilingi matrik
ekstraselluler lipid. Sel tanduk yang datar, bentuk polihedral. Bentuknya dan
kandungan selnya untuk mempertahankan integritas startum korneum sehingga dapat
deskuamasi. Ini sel stratum korneum hilang tetapi masih pada pada sel kyang
berkeratinisasi yang immatur (parakeratosis) - psoriasis. Sisa organel terutama
membran dan pigmen melanin terkadang terdapat pada sel normal.

Perubahan struktur, komposisi, dan fungsi cornified cell menyertai pergerakannya ke


atas ke permukaan kulit. Sel pada lapisan yang lebih dalam startum korneum, kadang
disebut startum compactum itu lebih tebal dan lebih padat.
Melanosit

Merupakan sel dendritic, sel pembentuk pigmen berasal dari neural crest di startum
basalis. Pada kulit individu post natal, badan sel melanosit meluas ke dermis dibawal
lapisan basal. Melanosit kontak dengan keratinosit pada lapisan basal dan lapisan
superfisial di atasnya tetapi tidak membentuk junction di lapisan manapun. Melanosit
terlihat secara mikroskopik sitoplasmanya pucat, inti oval dan melanosom.
Diferensiasi melanosit berhubungan dengan fungsinya yaitu melanogenesis, dan
transfer pigmen pada keratinosit.

Melanosom yang terlibat dalam sintesis eumelanin coklat atau hitam berbentuk ellips
dan lemella konsentris, melanosome yang mensintesis pigmen pheomelanin merah
atau kuning berbentuk spreoif. Ukuran melanosom ditentukan secara genetik. Kulit
hitam biasanya mengandung melanosom lebih besar dari kulit putih.

Terdapat hubungan antara keratinosit dan melanosit yaitu melanosit bergantung dalam
diferensiasi dan fungsinya. Sekitar 36 keratinosit basal dan suprabasal berdampingan
secara fungsional dengan melanosit. Dengan agregasi tersebut melanosit transfer
pigmen yang terbungkus melanosom pada keratinosit yang terhubung melalui dendrit,
sehingga pigmen didistribusikan melalui lapisan basal dan lapisan atasnya dimana
melindungi kulit dengan mengabsorosi radiasi yang berbahaya. Dengan adanya
keratinosit, melanosom hidup secara individual atau teragregasi ikatan membran
(melanosom kompleks). Distribusi melanosom dalam keratinosi bervariasi pada ras-
ras. Melanosom dalam keratinosit didegradasi oleh enzim lisosom selama diferensiasi
sel dan bergerak ke atas. Beberapa melanosom dapat ada pada startum korneum.
Keratinosit menghasilkan faktor suluble yang mengatur proliferasi melanosit, dendrit
dan melanisasi.Keratinosit menghasilkan faktor pertumbuhan mitogenic untuk
melanosit (TGF-a) dan juga memproduksi faktor penghambat pertumbuhan.
Proliferasi melanosit, melanogenesis , dan juga transfer pigmen juga tergantung dari
faktor hormonal (MSH dan sex hormon), mediator inflaasi dan vitamin D3 yang
disintesis di epidermis.

Warna kulit normal manusia ditentukan oleh aktivitas melanongenic dalam melanosit,
sintesis melanin, produksi melanosom, ukurannya, bentuk, dan warna, dan metode
dimana melanosom ditransfer pada keratinosit dan distribusi pada keratinosit.

Sel Merkel
Merupakan sel yang beradaptasi lambat, tipe I mekanoreseptor terletak diantara basal
keratinosit dan bergabung dengan desmosomal junction. Sel merkel menerima stimuli
ketika keratinosit berubah bentuk dan respo terhadap transmiter kimiawi. Keduanya
ditemukan di kulit berambut dan bibir, dan regio cavitas oral.

Sel Langerhans
Berasal dari sumsum tulang, memproses antigen dan mempresentasikan pada limfosit
T. 2-8 persen dari total populasi sel epidermis. Selain terdapat pada epidermis juga
terdapat pada epitel squamos termasuk cavitas oral, esofasus dan vagina dan ogan
limfoid, dan pada dermis normal. Sel Langerhan meangkap antigen tetapi stimulan
lemah terhadap T cell yang belum tersensitisasi. Sel langerhans yang teraktivasi
bermigrasi setelah kontak dengan antigen tidak fagositik tetapi stimulator yang potent
pada sel T. Langerhan merupakan sel dendritik dan tidak membentuk junction dengan
sesel lainnya. Terdistribusi di startum basalis, spinosum, dan granulosum, tetapi lebih
banyak di lapisan basal. Fungsinya menurun dengan adanya radiasi UVB.

Taut Dermo-Epidermal
Mengadung basal kertinosit dan sedikit dermal fibroblast.

Dermis
Ketebalan dermis dari 0.3 - 4 mm. Terdapat jaringan ikat longgar, jaringan ikat
kolagen, fibroblas, makrofag dan sel mast, limfosit, sel plasma, leukosit lainnya.
Source: www.anatomyatlases.org

Jaringan Ikat Dermis


Terdapat jaringan ikat kolagen dan elastis.

Jaringan Ikat Kolagen


Merupakan jaringan ikat terbanyak pada kulit. Berperan 75% berat kering kulit dan
menghasilkan ketegangan dan elastisitas. Pada dewasa terdapat paling banyak
kollagen tipe I (80-90%), III, dan V.
Jaringan Ikat Elastis
Ada juga di pembuluh darah,limfe, pembungkus folikel rambut.

Pars Papillaris
Terdapat jaringan ikat collagen tipis dan diameter kecil dan jaringan elastis oxytalan.
Biasanya jaringan elastis matur tidak ditemukan di pars papilare normal, tetapi
terdapat pada pasien dengan penyakit genetik jaringan ikan, pada usia tua. Terdapat
sel fibroblast yang berproliferasi dengan cepat dengan mensintesis prostaglandin lebih
banyak dibandingan pars retikularis. Terdapat perpanjangan kapiler dari plexus
subpapillary pada epidermis dalam papilla dermis.
Pars papilarus jarang terlibat perubahan patologik.

Pars reticularis
Terdapat jaringan ikat dengan diameter yang besar, matur, cabang serat elastis
membentuk superstruktur sekitar cabang serat kolagen.Serat elastin dan kolagen
ukurannya meningkat secara progresif ke arah hipodermis. Dibagi menjadi pars
retikularis bagian atas yang mengandung serat kolagen ukuran intermediet dan serat
elastin horizontal dan pars retikularis bawah dimana banyak terdapat sel fibroblast
dan sel inflamatorry yang bermigrasi pada jaringan tersebut melalui plexus
subpapillary.

Sel pada Dermis : Fibroblast, Makrofag, mast sel ditemukan paling banyak di pars
papilaris mengelilingi pembuluh darah plexus subpapillary, tetapi juga pada pars
retikularis dimana ditemukan di antara serat kolagen. Terdapat sedikit limfosit
disekitar pembuluh darah. Terdapat sel schwann meliputi serat saraf.

Fibroblast berasal dari mesenkim yang migrasi melalui jaringan dan untuk
mensintesis dan degardasi jaringan ikat fibrosa dan non fibrosa. Sehingga berfungsi
untuk menghasilkan matrix ekstraseluler dan menghasilkan hubungan antara
epidermis dan dermis.

Monosit, makrofag dan dermal dendrosit merupakan sistem fagositosis mononuklear


pada kulit. Makrofag berasal dari sel prekursor sumsum tulang kemudian
berdiferensiasi menjadi monosit pada darah. Sel mast berasal dari CD34 stem sel.
Seperti basofil, sel mast mengandung granula dan menyimpan histamin, keduanya
mensintesis faktor kemotaktik eusinofilik dan memiliki antibodi IgE terikat pada
membran plasma. Dermal dendrosit adalah fibroblast yang tidak spesifik dan
ditemukan juga di lemak subcutan.

Pembuluh Darah Kulit


Pada kulit terdapat banya pembuluh darah dan plexus horizontal yang terletak pada
dermis dan mensuplai adneksa epidermis. Meliputi arteriol/terminal arteriol,
precapillary sphincter, kapiler arteri dan vena, venule postkapiler dan collecting
venule. Pembuluh darah di dermis merupakan cabang kecil dari arteri
musculocutaneus yang menembus lemak subkutan dan memasuki dermis pars
retikularis bagian bawah dimana membentuk plexus arteriolar horizontal. Arteriol
naik ke atas secara vertikal menuju epidermis. Arteriol memiliki 2 lapisan otot polos.
Pada junction antara pars papilaris dan retikularis dermis, terminal arteriol
membentuk plexus subpapillary. Di lapisan ini hanya terdapat sedikit serat elastin dan
1 lapisan otot polos sehingga membentuk precapillary sphincter. Loop kapiler
memanjang dari terminal arteriol pada dermis pars papillare. Kemudian turun ke
bawah membentuk kapiler vena, terbentuk dari plexus subpapilary yang terletak
diatas dan dibawah plexus arteriolar. Kemudian menjadi venule postcapillary.
Postcapillary venule dan plexus subpapillary merespon mediator inflamasi dengan
membentuk celah sehingga terdapat ekstravasasi cairan dan sel.

Pembuluh Limfe Kulit

Hipodermis
Terdapat jaringan lemak, folikel rambut yang aktif tumbuh, dan terdapat kelenjar
ekrin dan aprokrin. Adiposit berasal dari mesenkim. Terbagi dalam lobulus dan ada
septa. Saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limfe terdapat dalam septa. Lemak
subkutan mulai terbentuk trimester 3 fetus dan sempurna pada bayi baru lahir.
Adiposit mensekresi hormon leptin untuk menghasilkan sinyal feedback dalam
regulasi lemak.
Terdapat 2 kelenjar, yaitu Kelenjar Sebasea dan Kelenjar Sudorifera yang terdiri atas
kelenjar Ekrin dan apokrin
Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea mulai tumbuh dalam janin pada minggu ke 13 hingga 15 dari
tonjolan folikel rambut. Setelah terbentuk sempurna, galndula tetap menempel pada
folikel rambut melalui sebuah duktus dimana sebum dapat mengalir pada kanalis
folikel hingga mencapai permukaan kulit. Glandula sebasea terdapat pada seluruh
folikel rambut pada tubuh, kecuali pada telapak tangan dan kaki. Glandula sebasea
yang dikenal sebagai Fordyce spots terkadang ada pada epitel mulut dan duktusnya
langsung bermuara pada permukaan.
Glandula sebasea ada yang unilobular, multilobular, dan bervariasi ukurannya
meskipun pada individu yang sama dan area anatomi yang sama. Ukuran terbesar dan
kelanjar yang terpadat terletak pada muka dan kulit kepala.
Kelenjar sebasea mengeluarkan lipid dengan adanya disintegrasi sel-selnya dengan
sebuah proses yang dinamakan sekresi holokrin. Sel yang terluar didalam membrana
basalis merupakan sel yang kecil, berinti dan tanpa lemak. Lapisan ini mengandung
sel yang membelah yang mengisi kembali kelenjar setelah sel-sel hilang selama
proses ekskresi lipid.Sel-sel tersebut pindah ke tengah kelenjar untuk mulai produksi
lipid yang terakumulasi dalam droplet. Pada akhirnya sel-sel menggelembung dengan
droplet lipid dan inti beserta struktur lainnya hilang. Setelah sel mendekat pada
duktus, sel tersebut hancur dan melepaskan kandungannya. Hanya lipid netral yang
mencapai permukaan kulit. Protein, asam nukleat, dan membran fosfolipid digunakan
kembali.Aktivitas kelenjar sebasea tinggi saat baru lahir, tetapi turun dan hampir tidak
berfungsi saat usia 2 hingga 6 tahun. Pada usia 7, sekresi sebum mulai meningkat
hingga remaja. Mulai usia 20-an terdapat penurunan sekitar 23% per 10 tahun pada
pria dan 32% pada wanita.
Sebum mengandung squalen, kolesterol, kolesterol ester, wax ester, dan trigliserid.
Selama perjalan sebum melalui kanalis rambut, enzim bakteri menghidrolisis
beberapa trigliserida, sehingga kombinasi lipid yang mencapai permukaan kulit
mengandung asam lemak bebas. Kelenjar sebasea dikendalikan oleh androgen dan
retinoid, melanokortin, esterogen, progesteron.
Kelainan kelenjar sebasea yaitu acne vulgaris.

Patogenesis terjadinya acne vulgaris yaitu:


1. Penebalan pada lapisan keratin dan tersumbatnya duktus sebasea yang
menyebabkan terjadinya komedo tertutup (whiteheads) atau terbuka
(blackheads) (berikut akan dijelaskan mengenai komedo).

2. Meningkatnya sekresi sebum.

3. Meningkatnya pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes pada saluran


sebasea.

4. Peradangan pada sekitar kelenjar sebasea.

Kelenjar Ekrin
Secara umum, keringan dari kelenjar ekrin merupakan respon fisiologi terhadap
peningkatan suhu tubuh selama latihan fisik atau stres termal dan juga dimana
manusia meregulasi suhu tubuhnya dengan kehilangan panas secara evaporasi.
Kegagalan mekanisme tersebut dapat menimbulkan heat exhaustion, heat stroke,
hipertermia dan kematian. Manusia memiliki 2-4 juta kelenjar keringat ekrin yang
terdistribusi di seluruh permukaan tubuh. Aktivitas sekresi kelenjar ekrin berfungsi: 1)
sekresi ultrafiltrat cairan plasma-like precursor dalam respon terhadap acetilkolin. 2)
reabsorpsi sodium pada kelebihan air oleh ductus, produksi keringat hipotonik. Dalam
kondisi ekstrim, dimana konsumsi air mencapai beberapa liter sehari, fungsi
reabsorpsi ductus berperan penting dalam menjaga elektrolit. Selain itu juga ekskresi
komponen metal berat, substansi organik dan makromolekul.

Anatomi
Paling banyak terdapat pada kaki dan paling sedikit pada punggung. Kelenjar ekrin
berasal dari epidermal ridge sebagai cord sel epitel yang tumbuh ke bawah; kelanjar
apokrin berasal dari bagian atas folikel rambut - solid epitelial bud. Kelenjar ekrin
memiliki 2 lapisan dan lumennya dibentuk pada fetus antara bulan ke 4-8, dan
lumennya melebar menyerupai kelenjar pada dewasa. Terdiri atas 2 segmen, secretory
coil dan ductus.

Regulasi suhu tubuh internal merupakan fungsi tubuh yang fundamental. Area
preoptic hypotalamus berperan penting dalam regulas suhu tubuh; panas lokal pada
khipothalamus preoptic mengaktivasi keringat, vasodilatasi dan nafas cepat, dimana
adanya suhu dingin pada area preoptic mengakibatkan vasokontriksi dan menggigil.
Elevasi suhu di hipotalamus terkait dengan peningkatan suhu badan menghasilkan
stimulus kuat dalam termoregulator respon keringat. Suhu kulit mempengaruhi laju
keringat melalui serat sarat C.

Laju keringat pada tubuh ditentukan oleh jumlah kelenjar yang aktif dan laju keringat
rata-rata. Laju maksimal bervariasi antara 2-20nL/menit/kelenjar.

Komposisi Kelenjar Ekrin

1. Ion inorganik. Kelenjar dibentuk dalam 2 tahap: 1.Sekresi cairan primer


mengandung isotonik NaCL oleh secretary coil 2. reabsopsi NaCl dari cairan oleh
duktus. Selain itu juga terdapat potasium dan HCO3.

2. Air, Laktat, urea, ammonia, asam amino, protein dan protease.

Kelainan kelenjar ekrin dapat terjadi karena berbagai macam sebab, termasuk tidak
berfungsinya pusat kelenjar, perubahan pada ppreganlionic efferent sympathetic
pathways, perubahan sympathetic ganglia atau postganglionic sympathetic fiber;
respon terhadap reseptor farmakologi.

a. Hiperhidrosis(kortikal/emosional,volar,aksilar,hipotalamus, medularis,
spinal, kompensatorik)
Hiperhidrosis adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan sekresi
keringat ekrin, dibagi dua jenis neural dan non neural berdasarkan
mekanisme kerja dan respon yang ditimbulkan.
b. Anhidrosis
Suatu keadaan hilangnya sebagian aktifitas kelenjar keringat. Jarang
terjadi secara menyeluruh sehingga lebih tepat disebut sebagai
hipohidrosis. Biasanya kondisi anhidrosis pada satu tempat diikuti
terjadinya hiperhidrosis kompensatoris pada kelenjar keringat lain yang
berfungsi sempurna. Penyebabnya dibagi 3, yaitu: neuropati, perubahan
tingkat kelenjar non neural perifer dan idiopatik.
c. Miliaria
Suatu keadaan dimana pori-pori keringat tertutup sehingga timbul
retensi keringat di kulit. Terbentuknya sumbat parakeratotik di duktus
diduga akibat lesi pada sel epidermis pembentuk duktus. Lesi terjadi
akibat maserasi yang ditimbulkan air yang berasal dari keringat yang
berlebihan (lingkungan tropis dengan suhu dan kelembaban udara yang
tinggi). Tingkat obstruksi dalam duktus ekrin menentukan tipe miliaria
yang ditimbulkan, ada 3 macam:
Miliaria kristalina
Sumbatan superfisial pada stratum korneum. Vesikel yang
terbentuk menyerupai kristal jernih. Asimtomatik dan vesikel
sifatnya mudah pecah.
Miliaria rubra
Sumbatan terjadi pada epidermis yang lebih dalam. Disertai
gejala eritem dan pruritus akibat vasodilatasi perifer dan
stimulasi reseptor gatal oleh ensim sel epidermis yang rusak.
Lesi ditemukan ekstra folikuler
Miliaria profunda
Sumbatan terjadi pada taut dermoepidermal. Berupa papul
putih dengan diameter 1-3 mm, predileksi di tubuh/ektremitas.
Dapat menimbulkan komplikasi hiperhidrosis fasial
kompensatorik
d. Dishidrosis
Adalah erupsi vesikuler, rekuren non inflamasi pada telapak tangan atau
kaki. Sinonim pomfolik.

Kelenjar Apokrin
Mulai berkembang saat pubertas dari eccrine-like precursor gland dan terdapat pada
axilla dewasa. Distimulasi oleh kolinergik, adrenergik dan laju sekresi nya 10 kali
dari kelenjar ekrin, karena merupakan kelanjar besar. Berperan penting dalam axilary
hiperhidrosis. Ditemukan di axilla dan perineum.

Fungsi
Berfungsi odoriferous, terutama sexual attractant, penanda teritorial dan sinyal
bahaya, dan berperan dalam peningkatan resistensi friksional dan sensibilitas taktil.
Dapat pula untuk produksi pheromon.
Komposisi
Komposisinya milky dan kental tanpa bau ketika pertama kali disekresi. Aksi
bakterial berperan dalam produksi bau. Karena muaranya bersamaan dengan glandula
sebasea maka sekresinya bercampur sebum. Hal ini disebut milky appearance dengan
adanya kanulasi duktus sudosebaceous.
Kelainan kelenjar apokrin meliputi:
Bromhidrosis adalah suatu keadaan dimana bau yang hebat
menusuk hidung keluar dari kulit. Terdapat dua jenis, bromhidrosis
apokrin (akibat penguraian keringat apokrin oleh bakteri Gram
negatif) dan bromhidrosis ekrin (akibat degradasi mikrobiologik
pada stratum korneum yang melunak karena produksi keringat
ekrin yang berlebihan
Kromhidrosis adalah kelainan yang ditandai adanya sekresi
keringat apokrin yang berwarna, ada dua bentuk klinis : fasial dan
aksiler. Terjadinya diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah
ekskresi keringat apokrin diikuti oleh oksidasi yang meningkat
pada lipofuchsin (pigmen bentuk granuler yang normal terdapat
pada kelenjar apokrin)
Hidradenitis supurativa
Hidradenitis supurativa
Definisi : merupakan penyakit kronis supuratif dan sikatrikal pada kulit
lokasi kelenjar apokrin, terutama di aksila dan anogenital.
Etiopatogenesis : pada awalnya terjadi sumbatan keratin pada duktus
apokrin distal diduga karena gesekan (trauma ketika mencukur rambut
atau pakaian yang ketat) atau iritasi bahan kimia (anti persipiran
deodoran), selanjutnya terjadi pelebaran duktus, diikuti masuknya
bakteri ( yang tersering stapilokokus, streptokokus dan e. Coli) yang
kemudian terjebak di bawah tempat yang tersumbat. Bakteri tumbuh
dan berkembang dengan lingkungan nutrisi dalam duktus apokrin.
Selanjutnya terjadi peradangan yang menyolok pada kelenjar apokrin
yang tersumbat.
Manifestasi klinik : Awalnya terjadi bisul eritem yang nyeri tanpa
puncak pustuler, pada daerah apokrin. Biasanya soliter, jika multiple
jarang lebih dari tiga. Dalam beberapa hari menjadi abses yang
membesar dan tanpa terapi akan pecah mengeluarkan cairan purulen
atau seropurulen, pada penyembuhan terjadi fibrosis. Secara
keseluruhan terdapat tiga stadium :
Stadium I
Terjadinya abses soliter, atau bila multipel biasanya terpisah, tanpa
ada jaringan parut atau sinus.
Stadium II
Terjadinya abses yang rekuren dengan sinus-sinus dan sikatrik,
dapat tunggal atau multipel tapi lesi masih terpisah.
Stadium III
Terjadinya abses yang difus dengan sinus-sinus multipel dan saling
berhubungan.

Sel Meisner merupakan ujung reseptor sentuhan. Sel merkel merupakan ujung
reseptor rabaan.

Lapisan Kulit dari bawah ke atas


1. Stratum basale/ stratum germinativum / Stratum silindrikum / Stratum
pigmentosum tersusun dari sel-sel berbentuk kolumner yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal junction.Sel basal ini mengadakan mitosis dan berfungsi
reproduktif. Lapisan ini terdiri dari 2 jenis sel yaitu sel sel yang berbentuk kolumnar
dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, dihubungkan satu dengan yang
lainnya oleh jembatan antar sel dan sel pembentuk melanin (melanosit) yang
merupakan sel berwarna merah muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan
mengandung butir pigmen (melanosom).
2. Stratum spinosum tersusun dari beberapa lapis sel diatas startum basale. Berbentuk
polihedral dengan inti bulat/lonjong. Pada mikroskop biasanya tampak mempunyai
tonjolan sehingga tampak seperti duri yang disebut "prickle cell /spina" dan terlihat
saling berhubungan dan di dalamnya terdapat tonofibril sebagai Intercellular Bridge.
Pada lapisan ini terjadi mitosis.
3. Stratum granulosum. Terdiri 2-4 lapis sel yang rapat dan berbentuk polihedral
rendah atau belah ketupat pipih dan sejajar sumbu panjang permukaan kulit. Dalam
sitoplasma terdapat butir-butir tercat gelap dengan hematoxilin yang merupakan
keratohialin.
4. Stratum lusidum. Lapisan gepeng tanpa inti. Tidak jelas terlihat dan bila terlihat
berupa lapisan tipis yang homogen, terang jernih dan afinitasnya terhadap bahan
warna kecil, inti dan batas sel tak terlihat. Stratum lusidum terdiri dari protein eleidin.
Lebih terlihat di telapak tangan dan kaki.
5. Stratum korneum merupakan lapisan terluar epidermis dimana eleidin berubah
menjadi keratin yang tersusun tidak teratur sehingga serabut elastis dan retikulernya
lebih sedikit sel-sel saling melekat erat terdiri 15-20 lapisan. Terdiri dari epitel gepeng
yang telah mati.

Sumber: Lecture Note Histologi I Bagian Histologi Universitas Diponegoro

Anamnesis menurut Fitzpatrick.


Lebih menekankan pada pemeriksaan pasien sebelum mendapatkan riwayat pasien
(anamnesis), karena 1) Ketepatan diagnosis lebih tinggi saat pemeriksaan visual, 2)
Dugaan tersebut mempunyai kekuatan untuk mengeliminasi pertimbangan penting
mengenai Dfferential Diagnosis, 3) Lesi dan erupsi dermatologi sangat jelas sehingga
riwayat pasien tidak diperlukan untuk diagnosis.
Namun, beberapa riwayat pasien diagnosis untuk mencegah kesalahan dalam
mendiagnosa. Riwayat tersebut sebaliknya dapat digunakan untuk panduan dalam
pemeriksaan selanjutnya atau memperbaiki pemeriksaan yang dilakukan. Riwayat
dalam penyakit kulit harus meliputu onset, deskripsi munculnya lesi pertama kali,
detail pertumbuhan dan perluasan lesi. Dalam memperoleh riwayat, pertanyaan secara
hati-hati perlu dilakukan dalam menjelaskan hubungan antara onset erupsi pertama
kali atau rekurensi pada 1) pekerjaan pasien; 2) terapi yang diperoleh pasien
sebelumnya baik pada dokter maupun pengobatan sendiri; 3) diagnosis dan terapi dan
bagaimana hasilnya; 4) pengalaman pasien dengan resep maupun terapi non resep
yang didapat; 5)paparan terhadap sinar matahari dan variasi iklim; 6) lingkungan
termasuk kontak dengan tumbuhan, hewan, kimia, metal; 7)keadaan fisiologi seperti
menstruasi dan kehamilan dan 8) makanan.
Dan juga harus didapatkan riwayat penggunaan obat baik secara oral maupun
parenteral.
Source: Fitzpatrick Dermatology in General Medicine edisi 6.
Faktor predisposisi skabies: kepadatan penduduk, imigrasi, kebersihan yang buruk
dan kontak seksual.
Source: repository USU.

Pada Diabetes Melitus, hiperglikemia menyebabkan Nonenzymatic Glycosylation


(NEG) termasuk pada kolagen. NEG menyebabkan pembentukan Advanced
Glycosylation End Products (AGEs) yang bertanggung jawab pada penurunan
solubilitas asam dam pencernaan colagen kulit. Karena adanya akumulasi AGEs maka
kulit pasien diabetes menjadi tebal dan adanya keterbatasan gerak pada sendi.
Source: Fitzpatrick Dermatology in General Medicine edisi 6.

Riwayat sosial penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh penyakit
yang diderita terhadap pasien sendiri dan keluarga, pekerjaan juga berisiko
menimbulkan penyakit tertentu

Kelainan histopatologi epidermis


1. Hiperkeratosis adalah penebalan stratum korneum.
Sebagai contoh callus, clavus.
a. Parakeratosis.
b. Ortokeratosis dengan inti sel-sel stratum yang masih ada. Oleh karena
sel-sel tersebut sehingga bila kena sinar matahari akan terlihat pantulan
sinar seperti mika (oleh karena ada pembiasan sinar). Contoh lesi pada
psoriasis.
2. Hipergranulosis yaitu penebalan stratum granulosum.
3. Akantosis yaitu penebalan stratum spinosum.
4. Hiperplasia yaitu penebalan epidermis akibat adanya pertambahan jumlah sel.
5. Hipoplasia yaitu suatu keadaan dimana epidermis yang menipis akibat
berkurangnya sel-sel.
6. Hipertrofi adalah epidermis yang bertambah tebal dengan adanya sel-sel yang
bertambah besar.
7. Atrofi adalah keadaan dimana epidermis mengalami penipisan karena sel-selnya
mengecil.
8. Spongiosis adalah kelainan dengan adanya pengumpulan cairan di ruang antar
sel yang satu dengan sel yang lain menjadi renggang.
9. Degenerasi balon adalah sel-sel epidermis membulat akibat odemanya sel-sel.
10. Eksositosis adalah suatu keadaan adanya sel-sel radang di dalam epidermis.
11. Sel Diskeratotik adalah suatu kelainan keratinisasi sel epidermis yang lebih
awal. Dimana sitoplasma menjadi eosinofil dan intinya menjadi lebih kecil.
12. Nekrosis adalah kematian sel atau jaringan pada makhluk hidup.
13. Degenerasi hidropik adalah adanya ruangan berisi cairan di atas atau dibawah
stratum basal yang kemudian bergabung menjadi satu sehingga merusak stratum
basal yang teratur seperti pagar menjadi tidak teratur.
14. Cleft adalah adanya suatu ruangan yang tidak berisi cairan.

Kelainan histopatologi dermis:


1. Papilomatosis adalah papil-papil yang tumbuh secara berlebihan dan melebihi
permukaan kulit.
2. Degenerasi hialin.
Peristiwa dimana serabut-serabut kolagen menjadi satu dan berwarna
kemerah-merahan.
3. Fibrosis.
Pertumbuhan serabut-serabut kolagen dimana susunan anyaman serabut ini
berubah dan jumlah sel-sel fibroblaspun bertambah.
4. Sklerosis.
Serabut-serabut kolagen bertambah disertai dengan perubahan susunan
anyaman dan jumlah sel-sel fibroblas yang berkurang.

Topikal antibiotik
Panduan umum dalam memberikan antibiotik topikal
Berikan antibiotik topikal tipis pada kulit, sebagai gold standar yaitu ujung jari, dan
secara umum, tidak boleh digunakan lebih dari 3 kali dalam sehari.
Sumber: http://www.gulfdermajournal.com/pdf/2010-04/1.pdf

Obat teratogenik yang digunakan dalam Dermatology (www.fda.gov)


1. Acitetin
2. Finasteride
3.Fluorouracil
4.Griseovulvin
5. Goserelin
6. Isotretinoin
7. Methotrexate
8. Podophyllin
9. Stanozolol
10. Tazaroten
11. Thalidomid

Menggaruk Memodulasi dan Meregulasi Gatal


Tindakan menggaruk (scratching) merupakan tindakan yang mengaktivasi serabut
saraf A- termielinasi yang akan menekan proses rangsang gatal di tingkat substansia
gelatinosa korda spinalis dan mengaktivasinya. Mekanisme modulasi gatal pada
umumnya menggunakan sistem gerbang (gated mechanism). Selain itu, akar dorsal
juga menerima sinyal inhibisi dari daerah periakuaduktus otak tengah. Selain itu,
menggaruk akan merangsang serabut saraf C polimodal yang akan menimbulkan
impuls nyeri dan menginhibisi timbulnya impuls gatal.
Sumber: Moschella SL. Hurley HJ. (editor). Dermatology: third edition

Anda mungkin juga menyukai