Anda di halaman 1dari 4

Kulit merupakan organ yang istimewa pada manusia.

Berbeda dengan organ lain, kulit yang terletak


pada sisi terluar manusia ini memudahkan pengamatan, baik dalam kondisi normal maupun sakit.
Manusia secara sadar terus menerus mengamati organ ini, baik yang dimiliki orang lain (misalnya ketika
bertatapan mata) maupun diri sendiri (terkadang hingga menjadi semacam obsesi).

Dari kulit, muncul berbagai aksesori yang terindera manusia; rambut (kasar dan halus), kuku, dan
kelenjar (sekretnya terurai oleh mikroorganisme dan keluarlah bau). Dalam kondisi sehat, kulit beserta
aksesorinya ini menunjang rasa percaya diri seseorang; dalam keadaan sakit, mereka mungkin menjadi
sumber keresahan. Kadang-kadang, kulit yang tidak sehat "bercerita" kepada dokter tentang pasien
yang dihadapinya; banyak berkeringat, sering cuci tangan, punya kebiasaan kuliner tertentu, hobi
bertualang ke alam liar, orangtua yang bertalian darah, berganti-ganti pasangan seksual, pemah sakit
cacar, hingga emosi terpendam yang mungkin saja disangkal.

Tidak jarang, kulit juga mengingatkan dokter untuk melihat lebih jauh dari sekedar di permukaan (not
just skin-deep); kelainan kulit dapat merupakan manifestasi penyakit autoimun, kencing manis,
hipotiroid, kanker darah, kolesterol tinggi, dan lain-lain. Maka, pengetahuan tentang kesehatan kulit
tentu saja tidak dapat dipersempit menjadi persoalan kosmetis belaka.

Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia, dengan berat sekitar 5 kg dan luas 2 m2 pada
seseorang dengan berat badan 70 kg. Bila diamati lebih teliti, terdapat variasi kulit sesuai dengan area
tubuh. Kulit yang tidak berambut disebut kulit glabrosa, ditemukan pada telapak tangan dan telapak
kaki. Pada kedua lokasi tersebut, kulit memiliki relief yang jelas di permukaannya yang disebut
dermatoglyphics.
Lapisan epidermis adalah lapisan kulit dinamis, senantiasa beregenerasi, berespons terhadap
rangsangan di luar maupun dalam tubuh manusia. Tebalnya bervariasi antara 0,4- 1,5 mm. Penyusun
terbesar epidermis adalah keratinosit. Terselip di antara keratinosit adalah sel Langerhans dan
melanosit, dan kadang-kadang juga sel Merkel dan limfosit.

Keratinosit tersusun dalam beberapa lapisan. Lapisan paling bawah disebut stratum basalis, di atasnya
berturut-turut adalah stratum spinosum dan stratum granulosum. Ketiga lapisan epidermis ini dikenal
sebagai stratum Malpighi. Lapisan teratas adalah stratum komeum yang tersusun oleh keratinosit yang
telah mati (komeosit).

Susunan epidermis yang berlapis-lapis ini menggambarkan proses diferensiasi (keratinisasi) yang
dinamis, yang tidak lain berfungsi menyediakan sawar kulit pelindung tubuh dari ancaman di
permukaan.

Keratinosit stratum basalis berbentuk toraks, berjajar di atas lapisan struktural yang disebut basal
membrane zone (BMZ). Keratinosit basal berdiri kokoh di atas BMZ karena protein struktural yang
'memaku' membran sitoplasma keratinosit pada BMZ yang disebut hemidesmosom. Terdapat berbagai
jenis hemidesmosom, yang penting di antaranya adalah BPAg dan integrin. Gangguan pada struktur
hemidesmosom akan menyebabkan kulit tidak dapat menahan trauma mekanik. Pada penyakit
pemfigoid bulosa misalnya, reaksi autoimun yang menghancurkan BPAg akan menyebabkan timbulnya
celah subepidermal yang terletak antara keratinosit basal dan BMZ.

Keratinosit stratum spinosum memiliki bentuk poligonal, berukuran lebih besar daripada keratinosit
stratum basale. Pada pemeriksaan mikroskopik terlihat struktur mirip taji (spina) pada permukaan
keratinosit yang sebenamya merupakan penyambung antar keratinosit yang disebut desmosom.
Desmosom terdiri dari berbagai protein struktural, misalnya desmoglein dan desmokolin. Struktur ini
memberi kekuatan pada epidermis untuk menahan trauma fisis di permukaan kulit. Pada beberapa
penyakit autoimun, misalnya pemfigus, terjadi gangguan terhadap pembentukan desmoglein sehingga
keratinosit tidak lagi terhubung satu dengan yang lain (akantolisis). Pada epidermis terbentuk celah yang
berisi keratinosit yang terlepas dari kesatuannya, yang disebut sel akantolitik. Celah tersebut secara
klinis akan tampak sebagai vesikel atau bula. Ekspresi KIF pada lapisan ini berubah menjadi
K(eratin)1/K10; pada keadaan hiperproliferasi, misalnya psoriasis, ekpresinya berubah menjadi K6/K16.

Keratinosit stratum spinosum mulai membentuk struktur khusus yang disebut lamellar granules (LG)
yang dapat dilihat menggunakan mikroskop elektron. Struktur ini terdiri dari berbagai protein dan lipid,
misalnya glikoprotein, glikolipid, fosfolipid, dan yang terpenting glukosilseramid yang merupakan cikal
bakal seramid, yang kelak akan berperan dalam pembentukan sawar lipid 5 pada stratum komeum.
Sawar lipid akan bersinergi dengan sawar struktural yang terbentuk oleh KIF pada lapisan stratum
komeum.
Pada stratum spinosum dan granulosum terdapat sel Langerhans (SL), sel dendritik yang merupakan sel
penyaji antigen. Antigen yang menerobos sawar kulit akan difagosit dan diproses oleh SL, untuk
kemudian dibawa dan disajikan kepada limfosit untuk dikenali. Dengan demikian, SL berperan penting
dalam pertahanan imunologik manusia. Keratinosit sendiri hingga derajat tertentu juga mampu
membangkitkan respons imunologik dengan cara melepaskan sitokin proinflamasi, jika terjadi jejas yang
mengancam.

Keratinosit stratum granulosum mengandung keratohyaline granules (KG) yang terlihat pada
pemeriksaan mikroskopik biasa. KG mengandung profilagrin dan loricrin yang penting dalam
pembentukan comified cell envelope (CCE). Secara sederhana, keratinosit di stratum granulosum
memulai program kematiannya sendiri (apoptosis), sehingga kehilangan inti dan organel sel penunjang
hidupnya. Profilagrin akan dipecah menjadi filagrin yang akan bergabung dengan KIF menjadi
makrofilamen. Beberapa molekul filagin kelak akan dipecah menjadi molekul asam urokanat yang
memberikan kelembaban stratum komeum dan menyaring sinar ultraviolet. Loricrin akan bergabung
dengan protein-protein struktural desmosom, dan berikatan dengan membran plasma keratinosit.
Proses-proses tersebut menghasilkan CCE yang akan menjadi bagian dari sawar kulit di stratum
komeum. Waktu yang diperlukan bagi keratinosit basal untuk mencapai stratum komeum kira-kira 14
hari, dan dapat lebih singkat pada keadaan hiperproliferasi misalnya psoriasis dan dermatitis kronik.

CCE yang mulai dibentuk pada stratum komeum akan mengalami penataan bersama dengan lipid yang
dihasilkan oleh LG. Susunan kedua komponen sawar kulit tersebut sering dikiaskan sebagai brick-and-
mortar, CCE menjadi batu bata yang diliputi oleh lipid sebagai semen di sekitamya. Matriks lipid
ekstraselular ampuh menahan kehilangan air dan juga mengatur permeabilitas, deskuamasi, aktivitas
peptida antimikroba, eksklusi toksin dan penyerapan kimia secara selektif. Komeosit lebih berperan
dalam memberi penguatan terhadap trauma mekanis, produksi sitokin yang memulai proses
peradangan serta perlindungan terhadap sinar ultraviolet. Waktu yang diperlukan bagi komeosit untuk
melepaskan diri (shedding) dari epidennis kira-kira 14 hari.

Dennis merupakan ianngan di bawah epidennis yang juga memberi ketahanan pada kulit, tennoregulasi,
perlindungan imunologik, dan ekskresi. Fungsi-fungsi tersebut mampu dilaksanakan dengan baik karena
berbagai elemen yang berada pada dennis, yakni struktur fibrosa dan filamentosa, ground substance,
dan selular yang terdiri atas endotel, fibroblas, sel radang, kelenjar, folikel rambut dan saraf.

Serabut kolagen (collagen bundles) membentuk sebagian besar dennis, bersama-sama serabut elastik
memberikan kulit kekuatan dan elastisitasnya. Keduanya tertanam dalam matriks yang disebut ground
substance yang terbentuk dari proteoglikans (PG) dan glikosaminoglikans (GAG). PG dan GAG dapat
menyerap dan mempertahankan air dalam jumlah besar sehingga berperan dalam pengaturan cairan
dalam kulit dan mempertahankan growth factors dalam jumlah besar.
Fibroblas, makrofag dan sel mast rutin ditemukan pada dennis. Fibroblas adalah sel yang memproduksi
protein matriks jaringan ikat dan serabut kolagen serta elastik di dennis. Makrofag merupakan salah
satu elemen pertahanan imunologik pada kulit yang mampu ber-tindak sebagai fagosit, sel penyaji
antigen, maupun mikrobisidal dan tumorisidal.

Subkutis yang terdiri atas jaringan lemak mampu mempertahankan suhu tubuh, dan merupakan
cadangan energi, juga menyediakan bantalan yang meredam trauma melalui pennukaan kulit. Deposisi
lemak menyebabkan terbentuknya lekuk tubuh yang memberikan efek kosmetis. Sel-sel lemak terbagi-
bagi dalam lobus, satu sama lain dipisahkan oleh septa.

Chu DH. Development and structure of the skin. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel! DJ, editor. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. 8"' ed. New York: McGraw-Hill;
2012. p 58-74.

McGrath JA, Uitto J. Anatomy and organization of human skin. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths
C, editor. Rook's Textbook of Dermatology. 8'h ed. Oxford: Blackwell Publishing Ltd; 2010. p 3.1-52.

Anda mungkin juga menyukai