Anda di halaman 1dari 13

PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM SISTEM ISLAM;

KONSEP DAN PRIORITAS

Oleh: Dr. E. Saifullah, Lc., M.A

Tulisan ini mengulas soal pembangunan ekonomi dalam sistem ekonomi Islam
berkenaan dengan landasan dan prioritas. Kata kuncinya adalah: Pembangunan, sebagai
suatu usaha secara terus-menerus berkelanjutan, berdasarkan suatu teori dan strategi,
untuk tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan1.

Pembangunan dengan perencanaan berdasarkan suatu teori dan strategi, dilakukan


terus menerus berkelanjutan, untuk meningkatkan taraf kesejahteraan dan kemakmuran
setiap masyarakat, namun masih menyisakan berbagai masalah kemiskinan dan ketidak-
sejahteraan.

Pemikiran Islam mengenai Konsep Pembangunan, tercakup dalam kata bahasa Arab
yaitu imroh ( ) atau tamr ( ) , keduanya berasal dari kataamaro ( ) ,
demikian juga kalimat istamarokum () ,2 dalam Q.S. Hd: 61, yang berarti
bahwa manusia diminta untuk memakmurkan, atau manusia diciptakan untuk tujuan hidup
makmur sejahtera. Dan pembangunan ekonomi berlandaskan konsep al-Dharriyyt al-
Khams pemeliharaan keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta
memprioritaskan sektor produksi terkait dengan pemenuhan hak dasar kebutuhan
ekonomi masyarakat, dan dalam prakteknya harus disertai anggaran dana secara
proporsional agar menghadirkan pemerataan distribusi kekayaan dan kesejahteraan. Jika
tidak, maka menurut al-adr, Syauq al-Fanjar, Sahyuti dan Amelia Maika, akan terjadi
problem ekonomi berupa kemiskinan dan pengangguran.

Kalimat istamara ( )bermakna permintaan atau perintah bersifat mutlak dari


Allah agar manusia menghadirkan kemakmuran, dengan melakukan pembangunan,3

1
Syafaat, Nizwar dkk, Pertanian menjawab Tantangan Ekonomi Nasional, Yogyakarta, Lapera
Pustaka Utama, 2005, h.10
... 2
3
Al-Ja: Ahkm al-Quran li al- Ja, jilid 3.
hukumnya wajib.4 Pemakmuran hidup di muka bumi mustahil bisa dicapai jika tanpa
kerja, dengan pengertian menghasilkan nilai ekonomi dan sosial yang baru, sebagai
kontribusi terhadap proses pemakmuran dan pencapaian kesejahteraan bersama.

Khursyd5 membedakan pengertian pembangunan ekonomi dalam Islam dari


pemahaman kapitalis, secara prinsipil pemahaman Islam tentang pembangunan
berlandaskan tauhid dan ketuhanan serta konsep kekhalifah-an. Syauq Ahmad Dunya
menambahkan bahwa pembangunan ekonomi menurut Islam dan ekonomi umum tidak
ada perbedaan, kecuali adanya faktor keikhlasan ibadah dalam Islam.6

Membangun sebagai implementasi ibadah, sinkron dengan ketentuan bahwa setiap


amal saleh adalah ibadah bersifat produktif - kontributif, menjamin terpenuhinya
kebutuhan dasar minimal bagi kehidupan setiap individu anggota masyarakat; sebaliknya
ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi, maka hal tersebut tergambar oleh adanya
kemiskinan yang tidak tertanggulangi, disebabkan adanya tindakan atau prilaku
kontraproduktif sebagian individu masyarakat yang tidak bekerja.

Kerja merupakan merupakan unsur pokok pemakmuran bumi, sebab ia menyatu


dengan faktor keadilan distribusi, bagian dari pembangunan menurut Islam. Dimana
dalam kondisi normal, seseorang hanya mendapatkan akses kepada distribusi hasil,
berdasarkan kontribusinya terhadap pertambahan produk dan nilai yang dihasilkannya
melalui kerja. Dan justru hal inilah yang menjamin terjadinya pertumbuhan dalam proses
pembangunan. Sesuai dengan pengertian kerja menurut Islam bersifat produktif,
sedangkan sebaliknya segala tindakan prilaku kontraproduktif, di luar pengertian kerja.

Selanjutnya berdasarkan alasan fungsi sentral unsur kerja dalam pembangunan,


maka dipandang perlu dikemukakan secara ringkas bawa: pengertian pekerjaan dalam
bahasa Arab adalah al-amal ( )adalah seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan,
jika ia melakukannya dengan sengaja; diartikan juga sebagai perbuatan. Pekerja adalah

4
Al-Qurub: Muhammad bin Ahmad al-Anr, Al-Jm Li Ahkm al-Qurn, Beirt, Dr al-Kutub
al-Ilmiyya, 1993, Juz 33, h. 39
5
Ahmad: Khursyid, al-Tanmiya al-Iqtidiya f Ir al-Islm, terj. Rafiq al-Mir, dalam majalah
Abh fi al-Iqtid al-Islm, edisi 2, jld 2, 1985. h. 4565, dalam Nadwa Ishm al-Fikr al-Islm f al-
Iqtid al-Mair, Kairo, IIIT, 1998, h. 236
6
Dunya: Syauq Ahmad, al-Islm wa al-Tanmiya al-Iqtidiya, Kairo, Dr al-Fikr al-Arab, 1979, h.
87.
orang yang bekerja dalam suatu pekerjaan atau pembuatan7 suatu barang maupun jasa;
menjadikan sesuatu.8 atau sesuatu yang dilakukan, diperbuat seseorang dengan sengaja.

Pengertian menurut istilah adalah segala sesuatu berasal dari bekerja atau gerakan
bagian tubuh manapun, dengan kemauan atau tanpa kemauan, bisa berasal dari benda
mati, tumbuh-tumbuhan ataupun hewan. Juga digunakan dalam pengertian gerak-gerik
tingkah laku manusia, seperti amal maruf .9 Mencakup segala manfaat kegunaan dari
hasil yang dilakukan manusia, dengan mendapatkan imbalan; 10segala pekerjaan yang
memberikan manfaat bagi manusia di dunia dan di akherat; 11 Tenaga jasmani dan akal
yang dikeluarkan oleh manusia dalam kegiatan ekonomi yang sesuai syariah, untuk
mendapatkan penghasilan memenuhi kebutuhan hidup.12 Atau didefinisikan:

"
13
"

segala kegiatan dilakukan oleh manusia dengan sengaja, atas kehendaknya, tanpa
pemaksaan; bertujuan untuk menghasilkan nilai materi dan rohani, yang dikontribusikan
bagi pengayaan kehidupan manusia, dan meningkatkan kemakmuran bangsa manusia.

Pembangunan ekonomi dalam pandangan Islam adalah pengembangan produksi


dan kekayaan masyarakat, dengan memanfaatkan sumber daya ekonomi seefisien
mungkin. Sehingga produk yang dihasilkan dalam pembangunan mampu memenuhi
kebutuhan dasar serta menanggulangi kemiskinan.14
7
Muafa: Ibrhm wa khorn, al-Mujam al-Wasi, Istanbl, Dr al-Dawah, 1989, jilid 2, h. 634.
8
al-Syarba: al-Mujam al-Iqtiad al-islm, Beirt, Dr al-Jl, 1981, h. 283. dan Abd: Majduddn
bin Yaqb al-Fairouz, al-Qms al-Muh, h. 4/1
9
Al-Sad: diq Mahdi, al-Amal wa al-amn al-Ijtim fi al-Islm, Baghdd, Mabaah al-
Marif, cet. 2, 1971, h. 6. dalam Al- Ibrhm: Muhammad Uqlah, Hawfiz al-Amal baina al-Islm wa
al-Nazhoriyt al-Wadhiyyah, h. 18.
10
al-Mir: Abdu al-Sam, Muqawwamt al-Iqtid al-Islmi, Kairo, Maktaba Wahbah, cet. I, 1975,
h. 22.
11
Al-Salous: Al Ahmad, Dirsat fi al-aqafa al-Islmiya, (Kuwait: Maktaba al-Falh, 1982), h.
513. dalam Al- Ibrhm: Hawfizh al-Amal baina al-Islm wa al-Nazhoriyt al-Waiyyah, h. 18
12
Al-Sad: al-Amal wa al-amn al-Ijtim fi al-Islm, h. 9
13
Khall: Muhsin, F al-fikr al-Iqtid al-Arab wa al-Islm, Bahgdd, Wizrat al-aqfah wa al-
Ilm, 1982, h. 123, dalam Al- Ibrhm: Hawfizh al-Amal baina al-Islm wa al-Nazhoriyt al-
Wadhiyyah, h. 19
14
Lihat Ajwa: Athif, Mafhum at-Tanmiya al-Iqtishadiya wa al-fikr al-Iqtishadi al-Islami, Jeddah,
Majalah al-Iqtishad wa al-Idarah, Universitas Malik abdul Aziz, vol. 17, Mei 1983, dan Afar: Muhammad
Abd al-Munim, al-Takht wa al-Tanmiya f al-Islm, Jeddah, Dr al-Bayn al-Arab, 1985, h. 125, dalam
Nadw Isham al-Fikri al-Islami fi al-Iqtishad al-Maashir, h. 236-238, lihat juga Khursyid: al-Tanmiya al-
Iqtidiya f Ir Islm, h. 56
Dan pengertian pembangunan dalam Islam tidak lepas dari pandangan terhadap
alam smesta, manusia dan kehidupan, yang dibatasi oleh aqidah, sebagai dasar pemikiran
dalam ekonomi Islam:

Pertama, Alam smesta dan seisinya diciptakan mutlak atas kehendak Allah, yang
mengatur dan menjadikan alam smesta berjalan sesuai sunnahNya, manusia sebagai
bagian dari alam smesta, yang saling bekerja sama dengan bagian lain dari alam smesta.
Dan bersamaan dengan itu, manusia pemegang amanat sebagai khalifah, dengan dibekali
alam dan seisinya. Hal tersebut mengharuskan manusia untuk mengetahui hukum alam
yang mengatur jalan peredaran alam smesta, karena sistim kehidupan manusia hanya
akan harmonis jika aturan hukum yang mengatur perjalanan hidup manusia dalam
mengelola sumberdaya alam sinkron dan sesuai dengan sunnah hukum alam yang
mengatur peredarannya.15 Memahami hukum-hukum Allah yang berkenaan dengan alam,
merupakan suatu keharusan, sehingga memungkinkan manusia untuk melaksanakan
konsep kekhalifah-an, dan melaksanakan kewajiban bekerja, membangun dalam
pengertian yang semestinya, sesuai dengan sistem yang disyariatkan, tidak lepas kendali
dan bebas melakukan apa saja dengan tanpa aturan.

Demikian juga alam smesta dalam pandangan Islam adalah medan yang luas, setiap
individu berhak mendapatkan bagiannya. Kemudian yang akan eksis keberadaannya dan
akan mewarisi bumi, adalah yang paling produktif dan kontributif (alah), sesuai Q.S. al-
Anbiya: 105, yang menyatakan bahwa bumi diwarisi oleh hamba-hamba yang saleh. 16
Dengan pengertian yang paling maksimal menghasilkan kemaslahatan bagi kehidupan di
dunia. Jadi keberhasilan dalam pembangunan menurut Islam, bukan ditentukan oleh
power, tapi faktor maslahat yang paling dominan.

Kedua, bahwa kehidupan dunia terdiri dari dua unsur: jasmani dan rohani. Rohani
atau ruh tersesebut yang menimbulkan adanya dhamir sebagai inside control pada diri
manusia, menjaganya dari prilaku kontraproduktif, dengan keyakinan bahwa prilaku
tersebut tidak akan membebaskannya dari azab pada kehidupan Akhir kelak, dan secara
ekonomis dipastikan berdampak negatif pada kehidupan dunia. Sebaliknya berdampak

15
Thanasy: Ahmad Mahmud, Murtakazat at-Tanmiya al-Iqtishadiya fi al-Minhaj al-Islami, Irbid,
Yarmouk University, 1992, h. 74
. 16
positif, jika tindakan dan prilaku sesuai dhamir tersebut. 17 Berdasarkan pandangan Islam
yang komprehensif terhadap segala segi pembangunan, maka konsep Islam dalam
pembangunan mencakup dua sisi pada manusia, yaitu jasmani dan ruh.

Pembangunan berdasarkan nilai-nilai Islam, dalam rangka menciptakan


kemakmuran hakiki bagi manusia dalam segala segi kehidupan, dengan manusia itu
sendiri sebagai sentral dalam proses pembangunan. maka sesungguhnya pembangunan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi kehormatan dan kemuliaan manusia,
baik segi materi, budaya maupun sosial.18

Islam sebagai agama fitrah, setiap konsep dan pemahaman yang bersumber dari
syariah, akan sinkron dengan fitrah manusia. Proses pembangunan merupakan dasar
proses modernisasi, dengan melaksanakan sejumlah konsep dan pemahaman. Proses
pembangunan menciptakan kemajuan, yang menjadikan masyarakat mempunyai tujuan
masa depan. Setiap individu punya peran nyata, yang terealisasi dalam bentuk hasil
karya, dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut. Kemudian sejauh mana konsep-konsep
dan paham-paham tersebut sesuai dengan fitrah manusia, menjadi penentu dalam proses
modernisasi.19 Pembangunan bukan hanya melakukan produksi, tapi yang dimaksud
adalah mencukupi kebutuhan dasar minimal, disertai keadilan distribusi sebagai faktor
utama dan tidak terpisahkan dari pembangunan. dengan tenaga manusia sebagai salah
satu unsur di dalamnya, bukan hanya proses bersifat ekonomi, tapi juga kemanusiaan
secara konprehensif dan berimbang, bertujuan pembangunan manusia, segi materi dan
rohani. Dalam proses pembangunan ekonomi, Islam berfokus pada 3 prinsip utama: 20

1) Efisiensi pemanfaatan sumberdaya alam secara maksimal.

2) Dalam membangun dan mengembangkan produksi, berpegang pada konsep


prioritas, berdasarkan pemenuhan kebutuhan dasar sebagai jaminan keselamatan maqid
syarah: keselamatan agama, jiwa, keturunan, akal dan harta; untuk menjaga eksistensi

17
Salilah: Samir, al-Tanmiya fi al-Islam wa al-Nuzhum al-Wadhiya, makalah muktamar Islam dan
Pembangunan, editor Farouq abdul Halim Badran, Amman, Jumiya al-Dirasat wa al-Buhuts al-Islamiya,
1985, h. 114.
18
Afar: al-Takhtith wa al-tanmiya fi al-Islam, Jeddah, Dar al-Bayan al-Araby, 1985, h. 125
19
Thanasy: Murtakazat at-Tanmiya al-Iqtishadiya fi al-Minhaj al-Islami h. 42
20
Afar: al-Takhtith wa al-tanmiya fi al-Islam, h. 125
manusia. Sebelum kebutuhan dasar terpenuhi, tidak diperkenankan mengalokasikan
sumberdaya yang ada untuk memproduksi kebutuhan skunder.

3) Mengembangkan sumberdaya dan kekayaan publik, untuk menciptakan


kemakmuran melalui keadilan distribusi, sebagai wujud ketaatan kepada Allah.

Pandangan hidup Islam didasarkan pada tiga prinsip fundamental, yaitu tauhid,
khilafah, dan keadilan (adlah). Tauhid merupakan prinsip terpenting dari ketiganya.
Kedua prinsip lainnya merupakan turunan logika. Tauhid mengandung implikasi bahwa
alam semesta, secara sadar dibentuk dan diciptakan oleh Tuhan yang Maha Kuasa dan
Esa, oleh sebab itu tidak mungkin jagat raya ini muncul secara kebetulan. Segala ciptaan
mempunyai tujuan. Tujuan inilah yang memberikan makna dan arti bagi eksistensi alam
semesta, di mana manusia merupakan salah satu unsur di dalamnya. maka manusia yang
dibekali dengan kebebasan memilih, rasionalitas dan kesadaran moral, yang
dikombinasikan dengan kesadaran ketuhanan, dituntut untuk hidup, termasuk dalam
setiap kegiatan dalam proses pembangunan, dalam kepatuhan kepada Allah. Dengan
demikian, prinsip tauhid bukanlah sekedar pengakuan realitas, tetapi juga suatu respon
aktif terhadapnya.

Tujuan Pembangunan Dalam Ekonomi Islam.

Dalam ekonomi umum, pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan


pendapatan riil per kapita dan perbaikan taraf keadilan dalam distribusi pendapatan.

Berbagai pendapat yang membahas tujuan pembangunan dalam Islam, mengutip


dari pemahaman pemahaman yang sama, kecuali hanya menambahkan beberapa tujuan
pembangunan lainnya, sesuai ciri-ciri dari masyarkat Islam. Antara lain bahwa:
pembangunan bertujuan membangun masyarakat yang bertaqwa; yang menjunjung tinggi
prinsip-prinsip Islam, tercermin dalam tingkah laku masyarakat, sebagai dasar dalam
melakukan produksi kebutuhan secara cukup dan menciptakan keseimbangan ekonomi.21

Ysuf Halbwi, bahwa pembangunan ekonomi adalah proses mewujudkan


kehidupan yang baik,22 Q.S. Al-Nahl: 97,23 ...Sesungguhnya Kami akan memberikan
21
Yusuf: Ibrahim Yusuf, al-Minhaj al-Islami fi at-Tanmiya, dalam Isham al-Fikri al-Islami fi al-
Iqtishad al-Maashir, h. 279
22
Halbw: Nahwu Mafhm Afdhal li al-Tanmiya al-Hadah, h. 63:
... [=dh| ` & & ` = ` 23
kehidupan yang baik kepada setiap laki-laki maupun perempuan yang mengerjakan amal
saleh karena iman.... hal tersebut berdasarkan adanya hubungan mutlak antara amal
saleh (pembangunan) dan kehidupan yang baik.

Adapun tujuan pembangunan ekonomi menurut Islam dalam menekankan bahwa


pembangunan ekonomi harus mampu mencukupi kebutuhan rata-rata setiap individu.
Seperti al-Fanjar yang mengaitkan antara pengertian kebutuhan rata-rata dan
pembangunan ekonomi.24 Sedangkan tujuan pokok pembangunan menanggulangi
kemiskinan; dengan terpenuhinya segala kebutuhan untuk taraf hidup sejahtera. Dan
secara umum mewujudkan keadilan distribusi, pendayagunaan sumberdaya ekonomi
seefisien mungkin, mengembangkan kemampuan produksi dan sumberdaya manusia.
Afar menambahkan: untuk mewujudkan maqid syarah, sebagai hak setiap individu,
sesuai konsep lima masalahat pokok () , yang harus dipenuhi kebutuhan
minimalnya, agar terpelihara keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.25

Berkenaan dengan diskusi akan kemungkinan terjadinya gesekan antara tujuan


pembangunan terkait dengan teori pertumbuhan dan teori distribusi. dibantah Naqw,
bahwa tidak terciptanya keadilan distribusi, adalah tidak sesuai dengan Islam. Artinya
walaupun tercipta pertumbuhan ekonomi yang tinggi, Islam lebih memilih pertumbuhan
yang tidak terlalu tinggi, namun tercipta keadilan distribusi maksimal. Berarti
pembangunan dalam Islam menekankan pada pemerataan distribusi. Menurut Manr:
bahwa pemikiran adanya pertentangan antara keadilan distribusi dengan agregat
pertumbuhan, adalah suatu kenyataan empiris yang belum ada bukti konkrit
membenarkannya.26 Tapi kenyataan adanya pertumbuhan tanpa distribusimerupakan
problema utama dalam perekonomian.

Jika Indeks pembangunan ekonomi dalam sistim konvensional adalah


pertambahan pendapatan riil per kapita, yang biasanya disebut indeks pertumbuhan
ekonomi. Kemudian aliran-aliran modern memberikan indeks-indeks lain seperti keadilan
distribusi pendapatan, atau keberhasilan dalam menanggulangi problem tertentu, seperti
penurunan angka pengangguran, penciptaan lapangan kerja dan lain-lain. Maka menurut
24
Al-Fanjari: Muhammad Syauqi, al-Mazhab al-Iqtishadi fi al-Islam, Jeddah, Markaz Abhats al-
iqtishad al-Islam, 1980, dalam Isham al-Fikri al-Islami fi al-Iqtishad al-Maair, h. 238
25
Afar: at-Takhthit, h. 126, 134
26
Nadw Isham al-Fikri al-Islami fi al-Iqtishad al-Maashir, h. 240
kebanyakan pemerhati terhadap ekonomi Islam, menjadikan agregat pertumbuhan pada
pendapatan riil per kapita sebagai satu-satunya indeks dalam mengukur keberhasilan
pembangunan, merupakan sesuatu yang tidak dapat diterima.

Seperti dikemukakan Khursyd;

"
27
"

agar tidak lagi menggunakan indeks total pertumbuhan rata-rata, berfungsi hanya
sebagai penyederhana yang fokus pada penciptaan pertumbuhan setinggi mungkin
sebagai satu-satunya indeks bagi pembangunan.

Sedangkan Dunya menolak indeks pendapatan per kapita, dengan menawarkan apa
yang dinamakannya indeks yang Islami, yaitu kondisi riil pada masing-masing individu
masyarakat dalam bentuk barang-barang dan jasa yang bisa diperoleh.28

Jadi pembangunan adalah bagaimana memanfaatkan segala sumberdaya, sebagai


karunia bagi bangsa manusia, untuk kemakmuran hidup. Dan bukan hanya melakukan
produksi, tapi produksi yang mencukupi kebutuhan untuk taraf hidup sesuai kondisi suatu
masyarakat, disertai dengan keadilan dalam distribusi sebagai faktor utama dan tidak
terpisahkan dari pembangunan, dengan tenaga manusia sebagai salah satu unsur di
dalamnya. Jadi pembangunan bukan hanya proses yang bersifat ekonomi, tapi juga
bersifat kemanusiaan, saling melengkapi. Dalam artian konprehensif dan berimbang,
dengan tujuan pembangunan manusia itu sendiri, yang terdiri dari kemajuan materi dan
rohani. kemudian tujuan akhir, sebagaimana juga tujuan penciptaan manusia, adalah
untuk beribadah kepadaNya. Melalui langkah-langkah pembangunan menurut konsep
Islam, sebagaimana berikut:29

1) Pernyataan masyarakat akan ketaatan kepada Allah Taala

Langkah pertama dalam pelaksanaan konsep pembangunan menurut Islam adalah


terciptanya masyarakat islami, dimana konsep Islam tidak mungkin diaplikasikan kecuali
dalam masyarakat yang Islami. Masyarakat harus bebas dari ideologi yang menimbulkan
27
Lihat Khursyid dalam Isham al-Fikri al-Islami fi al-Iqtishad al-Maashir, h. 60
28
Dunya: Tamwil at-Tanmiya fi al-Iqtishad al-Islami, h.98
29
Isham al-Fikri al-Islami fi al-Iqtishad al-Maashir, h. 287
perpecahan, baik karena kebodohan akan Islam, maupun karena menolak Islam. Hal ini
sebagai permulaan yang harus dilakukan, dalam rangka mewujudkan lahan yang
memungkinkan untuk suatu kemajuan dan pertumbuhan. sebab suatu masyarakat tidak
akan maju, tanpa kesatuan dalam cara hidup yang bersumber dari akidah, atau suatu
aliran sosial masyarakat. Suatu lingkungan masyarakat yang sudah diformat berdasarkan
suatu aliran, kemudian masyarakat tersebut membiarkan aliran lain untuk mengambil alih
lahan yang telah mereka bangun menurut aliran mazhab mereka, maka masyarakat tidak
punya pegangan cara hidup yang pasti dan benar, hanya terombang-ambing berdasarkan
perkiraan, dengan demikian tidak akan pernah berhasil.

Perpecahan bukanlah merupakan pilihan suatu masyarakat, ia sebagai aktualisasi


dari aliran-aliran yang berebut pengaruh antara organisasi internasional, untuk tujuan
menguasai suatu kawasan. Dan tidak sulit untuk menemukan tujuan perebutan pengaruh
tersebut. Salah satunya adalah untuk menguasai kelompok-kelompok suatu masyarakat,
memanfaatkannya untuk kemaslahatan negara yang memiliki ideologi tersebut, dimana
tidak ada satu ideologi yang netral, karena setiap ideologi bekerja untuk memperjuangkan
kemaslahatan bagi yang melahirkannya. Misalnya, ketika terjadi persaingan antara Barat
dan Timur, atau kapitalisme dan sosialisme. Di saat suatu kawasan dimenangkan oleh
kapitalis, maka hal tersebut untuk kemaslahatan Eropa Barat dan Amerika. Dan ketika
ideologi Marxisme yang menang, maka untuk kemaslahatan Eropa Timur yang komunis.

2) Membangun sumberdaya manusia berdasarkan nilai-nilai Islam.

Suatu yang tepat jika syariah menjadi sumber untuk mengarahkan masyarakat, agar
pembangunan sumberdaya manusia atas dasar-dasar nilai-nilai Islam sebagai langkah
berikutnya dalam pembangunan. Fungsi manusia dalam pembangunan merupakan
sentral, sumberdaya alam berlimpah tanpa manusia, tidak akan berguna. Suatu
masyarakat bergerak maju atau mundur karena banyak sebab, akan tetapi faktor utama
kedua hal tersebut adalah peran manusia. Terlaksananya suatu usaha dalam masyarakat,
hanya atas kerja individu masyarakat tersebut. 30 perubahan apapun berkaitan dengan
ekonomi, pasti dimulai dari perubahan manusianya.

30
Pocanan: Alice, Wasail at-Tanmiya al-Iqtishadiya, terjemah Mahammad Fath Amr dkk, Kairo,
al-Nahdhah al-Miriyah, tt., h. 191
Suatu kesimpulan mengenai pertumbuhan dan distribusi, terkait dengan tujuan
pembangunan; Islam lebih memilih pertumbuhan yang tidak terlalu tinggi, akan tetapi
tercipta keadilan distribusi yang maksimal; tujuan minimal dalam pembangunan ekonomi
adalah terpenuhinya kebutuhan dasar untuk pemeliharaan keselamatan jiwa manusia
sebagai salah satu dari lima maslahat pokok al-dharriyat al-khams, yang terdiri dari
keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta manusia. Yang mendasari prioritas
utama pembangunan dalam ekonomi Islam.

Maksud-maksud syariah terdiri dari 3 tingkatan maslahat berikut:31

Pertama, dharriyh: adalah maslahat pokok bagi kehidupan manusia, baik


berkenaan dengan agama maupun kehidupan duniawi. ketiadaan maslahat tersebut,
merusak sendi kehidupan, hilangnya kenikmatan abadi dan menuai azab di akhirat kelak.

Pemeliharaan maslahat dharriyh dengan memelihara keselamatan al-dharriyt


al-khams. Telah disepakati secara umum dan qa bahwa adanya aturan syariah untuk
tujuan pemeliharaan eksistensi lima maslahat pokok tersebut.32

Kedua, hjiyah: ketiadaannya, tidak menyentuh eksistensi hidup manusia, namun


menyebabkan kesulitan dalam hidup, tidak menimbulkan masalah atas maslahat pokok,
sifatnya hanya untuk memenuhi kesenangan dan kenyamanan hidup.

Ketiga, tahsniyah: maslahat terkait dengan kemewahan hidup.

Dharriyah berada pada urutan pertama dari maqid syariah, kapasitasnya


sebagai pondasi bagi dua maslahat di bawahnya: al-hjiyah dan al-tahsniyah. Dengan
kaidah dasar: bahwa ketika maslahat dharriyah dalam kondisi langka secara absolut,
maka demikian juga hjiyah dan tahsniyah. Tapi sebaliknya kelangkaan kedua maslahat
yang terakhir, tidak mengharuskan kelangkaan pada maslahat dharriyah, sebab ia harus
tetap selalu terjaga keberadaannya. Sama halnya dengan hak dasar kebutuhan ekonomi
manusia juga dharriyah, maka segala macam barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan minimal, dalam rangka pemeliharaan maslahat dharriyah harus selalu
tersedia bagi masyarakat, sebagai hak setiap individu; jika tidak terpenuhi akan
31
Al-Syib: Al-Muwfaqt f Ul al-Syarah, jld. 2, h. 8. liat juga, Al-Zuhail: Wahbah, Ul al-
Fiqh, jld. 2, h. 1017, dan Raisn: Ahmad, Nazhariyat al-Maqid inda al-Imm al-Syaib, Beirt: al-
Mahad al-lami li al-fikri al-Islm, 1995, h. 146
Al-Syib: Al-Muwfaqt f Ul al-Syarah, jld. 1, h. 38 32
menimbulkan masalah atas kehidupan ekonomi, yang terkait dengan segala segi
kehidupan manusia.

Sesuai prinsip dasar syariah, bahwa sesuatu yang menjadi penyempurna, tidak bisa
menafikan atau membatalkan obyek yang disempurnakannya, maka apapun kondisi
penyempurnanya, dharriyah harus tetap terjaga keberadaannya. Walaupun terkadang
sebagian dharriyah terganggu keberadaannya bersamaan dengan kelangkaan
penyempurnanya; sesuai dengan 5 (lima) kaidah dasar berkenaan dengan maqid
syarah, yang dikemukakan secara rinci oleh al-Syib sebagaimana berikut: (1)
dharriyah adalah pokok asal bagi hjiyah dan tahsniyah. (2) ketiadaan dharriyah
mengharuskan ketiadaan hjiyah dan tahsniyah secara mutlak. (3) Ketiadaan dua hal
tersebut tidak mempengaruhi keberadaan dharriyah. (4) ketidak beradaan tahsniyt
atau hjiyt secara mutlak, terkadang bisa mempengaruhi sebagian dari dharriyah. (5).
Keharusan memelihara hjiyah dan tahsniyah untuk kepentingan dharriyah.33 Seperti
dalam transaksi Jual beli, diantara syarat-syaratnya adalah harus bebas gharr. Tapi
karena sangat sulit untuk terhindar dari sifat gharr tersebut secara sempurna; maka
transaksi jual beli tidak boleh batal karena kesulitan tersebut, akan tetapi transaksi jual
beli tetap berlangsung, walaupun dengan meminimalisasi sifat gharr yang terdapat
dalam syarat tersebut.

Maslahat diciptakan saling menyempurnakan dan saling mendukung, yang berada


pada peringkat di bawah, harus menopang dan memperkuat bagi peringkat di atasnya
yang menjadi sebagai prioritas, sebab maslahat pada skala dharriyah, sebagai tingkat
kemaslahatan paling utama dari maqid syarah, yang harus dicapai dalam penetapan
aturan syariah; sebab ia menyangkut eksistensi wujud manusia. Sedangkan maslahat
skala hjiyah dan tahsniyah keberadaannya diusahakan setelah realisasi dharriyah.

Konsep Al-Dharriyyt al-Khams

Al-Dharriyt al-khams adalah lima maslahat paling utama dari maqid syarah
yang minimal harus dicapai dalam penetapan syariah, keberadaannya suatu keharusan.
Untuk menjamin keselamatan jiwa salah satu dari lima maslahat- maka hak dasar
ekonomi, harus selalu tersedia secara cukup. Berdasarkan ayat Q.S. al-Mumtahanah: 12,

Lihat Al-Syib: Al-Muwfaqt f Ul al-Syarah, jilid 2, h.13 33


berkenaan dengan pembaiatan oleh Rasulullah atas para sahabat, agar tidak
menyekutukan Allah (keselamatan agama), tidak mencuri (keselamatan harta), tidak
berzina (keselamatan keturunan), tidak membunuh anak-anak mereka (keselamatan jiwa),
tidak berbuat dusta dengan menuduh tanpa bukti yang dibenarkan oleh akal. 34

Berkenaan dengan kapasitasnya, sebagai salah satu maslahat paling utama yang
harus dicapai bagi kehidupan manusia dan fungsinya sebagai dasar dalam
mengidentifikasi hak dasar kebutuhan ekonomi, maka al-dharriyt al-khams menjadi
dasar dalam pembahasan mengenai prioritas pembangunan menurut sistem Islam; dengan
argumentasi bahwa hak dasar kebutuhan hidup, untuk menjamin kemaslahatan al-
dharriyt al-khams harus dipenuhi; berarti segala barang dan jasa ekonomi yang
dimaksud harus tersedia, karenanya produksi kebutuhan dasar ekonomi tersebut harus
diprioritaskan dalam program pembangunan.

Al-Dharriyyt al-khams adalah 5 (lima) kemaslahatan skala dharriyah, meliputi


segala kebutuhan dasar yang yang harus dipenuhi, sejauh mana keharusan tersebut tidak
terpenuhi keberadaannya, maka sebanding itu juga akan terjadi masalah dan kerusakan
dalam kehidupan dunia yang berimplikasi pada kehidupan akhirat. 35 Hal tersebut juga
berdasarkan penelitian dan pembuktian pada setiap bangsa dan agama, kapan dan
dimanapun, bahwa kemaslahatan dharriyah menjadi tumpuan tegaknya agama dan
kehidupan dunia. Hanya dengan menjamin dan memeliharanya, maka urusan masyarakat
dan individu akan berjalan dengan semestinya tanpa masalah.

Berkenaan dengan hal tersebut, Islam mewajibkan atas setiap individu dan
masyarakat untuk mewujudkan dan mencukupi sarana dan prasarana yang diperlukan
dalam pemeliharaan lima hal tersebut. Sebagaimana menurut al-Syib: bahwa yang
harus menjadi prioritas utama adalah mengarahkan suatu sistem masyarakat, langkah-
langkah kebijakan, dan energi serta sumberdaya yang ada, untuk mewujudkan segala hal
yang dibutuhkan untuk mencapai maslahat pada skala dharriyah.36

< # #) !%` # # & . ! 34


/ `% ` = ) `& ` /
/ `& = &
Al-Syib: Al-Muwfaqt f Ul al-Syarah, jilid 2, h. 5. lihat juga Al- Ghazl: Ab mid, Ihy 35
ulm al-dn, jld. 2, h. 109 dalam Raisn: Ahmad, Nazhariyat al-Maqid inda al-Imm al-Syaib, h. 145
.146
Al-Syib: Al-Muwfaqt f Ul al-Syarah, jld. 2, h.13 36
Jadi tujuan utama yang dimaksud oleh syariah adalah untuk menghadirkan lima
maslahat pada skala dharriyah, sebagai maslahat pokok yang tidak bisa lepas dari
kehidupan manusia. Berbeda dengan maslahat hjiyah dan tahsniyah, yang hanya
mungkin untuk dipenuhi jika maslahat dharriyah telah terpenuhi secara keseluruhan.

Dari sinilah kemudian dibangun suatu konsep yang sangat mendasar bagi
kehidupan manusia: konsep prioritas dalam pembangunan, setelah memilah dan
mengklasifikasi antara maslahat dharriyah, hjiyah dan tahsniyah; atau menurut istilah
ekonomi memilah antara kebutuhan primer, skunder dan tersier.

Parameter ekonomi dikaitkan dengan malahat bagi pemeliharaan keselamatan


jasmani bagian dari al-Dharriyyt al-Khams sebagai landasan dari strategi prioritas
pembangunan ekonomi, yang menjanjikan realisasi pemerataan distribusi, pertumbuhan
ekonomi, sebagai 2 (dua) faktor yang mutlak harus terealisasi dalam proses untuk
menghadirkan masyarakat makmur sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai