Referat THT - Potts Puffy Tumor
Referat THT - Potts Puffy Tumor
Pendahuluan
Sir Percival Pott adalah seorang ahli bedah dari rumah sakit Bartholomew
di London menerbitkan sebuah literatur pada tahun 1760 yang didalamnya beliau
mendeskripsikan sebuah kelainan yaitu a puffy, circumscribed, indolent tumor of
the scalp, and a spontaneous separation of the pericranium from the scull (sic.)
under such a tumor yang lebih dikenal dengan sebutan Potts puffy tumor. Pada
mulanya kelainan tersebut diketahui merupakan suatu komplikasi dari trauma
kepala, namun ternyata kelainan tlebih sering ditimbulkan sebagai komplikasi dari
sinusitis frontal. Nyeri kepala dan pembengkakkan daerah dahi biasanya
1
merupakan gejala awal yang paling sering muncul sehingga infeksi intrakranial
lain sering sulit dibedakan dari Potts puffy tumor, maka dari itu pemeriksaan
radiologi otak wajib dilakukan untuk menegakkan diagnosis. (3)
2
BAB II
Terdapat 4 pasang sinus paranasal, yang terbesar sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid. Sinus paranasal merupakkan, hasil pneumatisasi
tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga didalam tulang. Semua sinus
memiliki muara kedalam rongga hidung.
Sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan pada fetus
perkembangannya dimulai saat usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus
frontal. Sinus maksila dan etmoid sudah ada ketika bayi lahir, sedangkan sinus
fronal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak dengan suai 8 tahun.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian
postero-superior rongga idung. Semua sinus iniuumnya akan berkembang secara
maksimal pada usia antara 15-18 tahun.
a. Sinus maksila
Sinus ini merupakan sinus paranasal terbedar. Saat lahir volumenya 6-8 ml,
sinus akan berkembang dengan cepat dan mencapapi ukuran maksimal dengan
volume 15 ml.
Ostium sinus maksila berada berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.
3
Dari segi klinis perlu diperhatikan beberapa hal tentang sinus maksila, yaitu
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
sehingga infeksi dari gigi geligi akan mudah naik dan menyebabkan
sinusitis
2. Sinusitis maksila dapat menyebabkan komplikasi orbita
3. Ostium sinus maksila terletak ebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drenasenya sangat bergantung dari gerak silia. Sehingga pembengkakkan
daerah ini akibat radang atau infeksi akan menghalangi drenase sinus
maksila dan menyebabkan sinusitis
b. Sinus frontal
Sinus ini terletak di os frontal dan mulai terbentuk saat usia fetus 4 bulan.
Sesudah lahir, sinusfrontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan
mencapapi kuran maksimal sebelum umur 20 tahun.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya
2 cm. sinus frontal memiliki struktur yang bersekat-sekat dan tepi sinus berliku-
liku. Maka dari itu, jika pada gamabaran rontgen tidak ditemui gambaran sekat-
sekat atau lekuk-lekuk, foto tersebut menunjukan adanya suatu proses infeksi
sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh suatu dinding tipis dari orbita dan fosa serebri
anterior, sehingga infeksi dari sinus dapat menjalar sampai daerah tersebut. Sinus
frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.
c. Sinus etmoid
4
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior terdapat bagian sempit yang tersambung
dengan sinus frontal, bagian ini disebut resesus frontal.
d. Sinus sfenoid
Sinus ini terletak dalam os sfenoid dibelakang sinus etmoid posterior. Batas-batas
sinus etmoid adalah:
Dinding lateral : sinus kavernosus dan arteri karotis interna yang sering
tampak sebagai indentasi
Sistem mukosiliar
Dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut lender seperti pada
mukosa hidung. Silia dalam sinus bergerak untuk mengalirkan lender ke ostium
alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah ada polanya. Pada dinding lateral
hidung terdapat 2 aliran transport mukosiliar dari sinus.
5
Gambar 1. Sinus paranasal
2.2 Sinusitis
6
hidung mukopurulen, lendir di belakang hidung, hidung tersumbat, nyeri daerah
wajah dana hiposmia samapai anosmia. Gejala tambahan dapat berupa nyeri
kepala, halitosis, nyeri daerah gus atau gigi rahang atas, batuk, nyeri telinga dan
kelelahan. (5)
Komplikasi
Jaringan saraf pusat bersifat sangat halus dan jika rusak tidak dapat diganti,
sehingga jaringan yang rapuh ini harus dilindungi dengan baik. Terdapat 4 hal
yang dapat melindungi sususan saraf pusat dari cedera, yaitu:
1. Susunan saraf pusat dibungkus oleh struktur tulang yang keras. Kranium
membungkus otak dan kolumna vertebralis mengelilingi medulla spinalis
2. Antara tulang tersebut dan jaringan saraf terdapat 3 membran protektif dan
nutriti yaitu meninges.
3. Otak mengapung dalam suatu bantalan cairan khusus yaitu cairan
serebrospinal.
7
4. Terdapat sawar darah otak sangat selektif yang membatasi akses bahan-
bahan didalam darah masuk ke jaringan otak
Duramater adalah pembungkus inelastic kuat yang terdiri dari dua lapisan.
Lapisan ini biasanya melekat erat, tetapi dibeberapa tempatkeduanya terpisah
untuk membentuk rongga berisi darah, sinus dural, atau rongga yang lebih besar,
sinus venosus. Darah vena yang berasal dari otak mengalir ke sinus ini untuk
dikembalikan ke jantung. Cairan serebrospinal juga masuk kembali ke dalam
darah di salah satu dari sinus-sinus ini.
Arakhnoid mater adalah lapisan halus kaya pembuluh darah. Ruang antara
lapisan arachnoid dan pia mater dibawahnya, ruang subarachnoid, terisi oleh
cairan serebrospinal. Penonjolan jaringan arachnoid, vili arachnoid, menembus
celah-celah di dura di atasnya dan menonjol ke dalam sinus dura. Cairan
8
serebrospinal di reabsorbsi menembus permukaan vilus-vilus ini untuk masuk ke
sirkulasi darah didalam sinus.
Lapisan terdalam adalah pia mater yang merupakan lapisan yang paling rapuh.
Lapisan ini memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke permukaan otak
dan medulla spinalis mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Di daerah tertentu,
lapisan ini masuk jauh kedalam otak untuk membawa pembuluh darah berkontak
dengan sel-sel ependim yang melapisi ventrikel. Hubungan ini penting dalam
pembentukan CSS. (6)
9
BAB III
3.1 Definisi
Potts puffy tumor adalah osteomielitis pada kepala bagian frontal yang
disertai dengan abses subperiosteal pada tulang frontal. Lesi ini terbentuk ketika
infeksi dari abses yang ada pada ruang subperiosteal mengikis tulang kepala
sampai pada ruang epidural. Kelainan ini ditemukan oleh Sir Pervical Pott pada
tahun 1760, Pott juga menyebutkan lesi ini menyebabkan pembengkakkan yang
terlihat pada kulit kepala, maka dari itu kelainan ini disebut Potts puffy tumor.
Awalnya, kelainan ini ditemukan sebagai komplikasi dari trauma kepala, namun,
ternyata tumor ini dapat timbul juga akibat komplikasi dari sinusitis frontal. (8)
3.2 Epidemiologi
Potts puffy tumor jarang ditemukan pada anak usia dibawah 12 tahun.
Kelainan ini biasanya terjadi pada remaja atau pada orang dewasa.
3.3 Patofisiologi
Potts puffy tumor atau abses pada ruang epidural adalah infeksi supuratif
dari ruang epidural, yaitu ruang antara durmatater dan tulang tengkorak. Hal ini
10
dapat terjadi akibat penyebaran infeksi dari sinus paranasal, telinga tengah, mata
atau tulang mastoid. Perjalanan penyakit ini dapat berasal dari penetrasi langsung
melalui trauma kepala (misalnya dari gigitan serangga atau trauma ketika terkena
pukulan) atau kontaminasi tindakan operasi, penyebaran dari osteomyelitis,
infeksi tromboflebitis dan penyebaran secara hematogen.
Infeksi yang terjadi pada mukosa sinus frontal dapat menyerang langsung
jaringan tulang disekitarnya. Infeksi yang progresif akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah dan neksrosis pada jaringan tulang. Osteitis dapat
menyerang seluruh lapisan tulang sampai kearah posterior menuju dura dan ruang
epidural, sedangkan ke arah anterior menuju perikranium. Tabula anterior dari
sinus frontal lebih tipis dibandigkan tabula posterior, maka dari itu pada bagian
tersebut lebih rentan terjadi akumulasi abses. Bahkan, jika bagian inferior dari
sinus frontal terlibat, dapat terjadi kompilkasi orbita berupa selulitis ataupun
(11)
abses. Pada anak maupun dewasa, arachnoid memiliki sifat yang relative
impermeable, maka dari itu infeksi yang terjadi biasanya tidak menyebar ke dalam
ruang sub arachnoid (12)
11
anterior menuju perikranial. Maka dari itu tromboflebitis dapat menyebabkan
abses epidural, empyema subdural, meningitis, atau abses lobus frontal. Abses
lobus frontal ini juga dapat berkembang menjadi Potts puffy tumor. (3)
Gejala yang timbul akibat Potts puffy tumor biasanya tidak terlalu tampak
dan berbahaya. Biasanya gejala akan timbul setelah beberapa minggu sampai
beberapa bulan.
Penderita biasanya akan mengalami sakit kepala yang bersifat difus atau
terlokalisir pada satu bagian kepala. Nyeri kepala biasanya disertai dengan
demam persisten yang dialami selama atau setelah pengobatan sinusitis
atau infeksi di telinga tengah. Nyeri kepala juga dapat disertai dengan
keluarnya cairan purulent dari telinga ataupun sinus, pembengkakkan
periorbital dan inflamasi pada kulit kepala. (13)
Abses epidural biasanya bertambah besar secara lambat, sehingga tanda-
tanda adanya kelainan ini akan muncul setelah infeksi sampai pada ruang
subdural. Penderita akan mengeluh kaku leher, mual, muntah, kejang dan
hemiparesis. (10)
Gejala dan tanda juga akan muncul ketika terjadi peningkatan tekanan
intra karnial, seperti mual, muntah dan papilledema. Pada kasus yang
jarang, abses dapat berkembang dekat dengan tulang petrous dan
melibatkan nervus trigeminal dan abdusen, pasien akan mengeluhkan
nyeri ipsilateral dan kelemahan pada otot mata (otot rectus lateral) yang
biasa dikenal dengan sindroma Gradenigo. (10)
Abses epidural juga perlu dicurigai pada pasien yang tidak mengalami
perbaikan gejala dari sinusitis frontal setelah terapi adekuat, pasien dengan
gejala neurologis setelah trauma atau operasi daerah tulang kepala
walaupun riwayat operasi dan trauma sudah dialami beberapa tahun lalu.
Gejala dapat timbul secara akut berupa deficit neurologis dan ensefalopati.
(10)
12
Gambar 3. Laki-laki 16 tahun dengan Potts Puffy Tumor
Dikutip dari : Forgie S (14)
3.5 Laboratorium
13
3.6 Pencitraan
14
Gambar 5. (A) CT Scan Axial menunjukan sinusitis frontal dengan defek
pada tulang anterior kanan. (B) CT Scan koronal menunjukkan sinusitis
maxilla dan ethmoid (C) Lesi subperiostium pada tulang frontal kanan (D)
Pembengkakan pada daerah dahi
Dikutip dari :Jung J (13)
15
Gambar 7. CT Scan axial otak dengan abses subperiosteal dan abses epidural
Dikutip dari: Suwan P (11)
3.7 Tatalaksana
Jika pasien dalam keadaan stabil atau gejala yang muncul tidak parah,
dapat dilakukan CT Scan segera, namun pemantauan status neurologis harus tetap
dilakukan.
Teapi antibiotik
Terapi empiris sesuai etiologi harus dilakukan meskupun hasil dari kultur
dan uji sensitivitas belum selesai. Misalnya, jika abses tersebut diduga timbul
akibat komplikasi dari sinusitis yang melibatkan bakteri stafilokokus, aerob dan
anaerob, penggunan lebih dari 1 antibiotik mungkin diperlukan. Agen
antistafilokokus juga merupakan pilihan yang tepat untuk infeksi yang timbul
setelah operasi bedah otak. Antibiotik tersebut harus diberikan selama 8 minggu
16
jika tidak dilakukan tindakan bedah, dan 4-6 minggu untuk pasien yang sudah
dilakukan tindakan drainase abses. (10, 16)
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan antibiotik pada kasus
abses epidural adalah kemampuannya untuk masuk melalui cairan serebrospinal
dan spectrum luas dalam melawan bakteri. (12)
17
Terapi Bedah
Pada kasus abses dengan ukuran yang kecil dan gejala yang ringan,
pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat sudah cukup untuk menyembuhkan
tanpa disertai terapi bedah.
Jika teknik burr holes tidak dapat memfasilitasi drainase yang cukup
adekuat atau ketika debridement dengan drainase dibutuhkan, maka kraniotomi
dapat dilakukan. Menurut Eviatar, drainase pada abses epidural yang timbul
akibat sinusitis yang berada di anterior tulang tengkorak dapat dilakukan secara
endoskop melalui ruang hidung. (2)
Sumber lain mengatakan bahwa lokasi dari abses dapat ditentukan melalui
CT scan disertai dengan pengetahuan yang teliti mengenai topografi lapang
operasi berdasarkan hasil dari CT scan. Lokasi dapat ditentukkan melalui
potongan sagital, coronal, dan axial. (2)
18
Dapat disimpulkan, pasien dengan Potts puffy tumor sebaiknya dirawat
dan diterapi secara tepat dan cepat dengan tindakan bedah berupa drainase dan
debridement dan antibiotic intravena dosis tinggi yang dapat menembus cairan
serebro spinal dan spectrum yang luas dalam melawan streptokokus, stafilokokus
dan bakteri anaerob. (12)
3.8 Prognosis
Prognosis yang baik akan didapatkan pada penderita usia muda, tidak ada
perubahan status mental, tidak terdapat defisit neurologis dan tidak memiliki
faktor komorbid.
3.9 Pencegahan
19
Secara ringkas disimpulkan oleh The British Rhinological Society of
complications of acute rhinosinusitis bahwa walaupun terapi antibiotik sudah
diberikan, komplikasi dari rhinosinusitis masih terjadi secara sporadis, hal ini
menunjukan bahwa pemberian antibiotik di fasilitas kesehatan primer belum dapat
memberikan keuntungan secara maksimal dalam pencegahan komplikasi
rhinosinusitis. (18)
20
BAB IV
Kesimpulan
21
Daftar pustaka
22
15. Lim J, Kang H. Pott's Puffy Tumor Arising from Frontal Sinusitis. Journal
of the Korean Society of Radiology. 2010;62(2):101.
16. Emejulu J. Potts puffy tumour report of a grotesque case. Annals of
Neurosurgery, 2010; 10(1): 1-4
17. Shehu BMahmud M. Potts puffy tumour : A case report. Annals of
African Medicine. 2008;7(3):138.
18. Johnson , JRosen C. Bailey's head and neck surgery-otolaryngology. 5th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams&. Wilkins; 2014.
23