Diare Sriyati
Diare Sriyati
PENGERTIAN
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa (lebih
dari 3 kali sehari), juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (feses cair). Hal ini
biasanya berkaitan dengan dorongan, rasa tak nyaman pada area perianal, inkontinensia,
atau kombinasi dari faktor ini. Tiga faktor yang menentukan keparahannya : sekresi
intestinal, perubahan penyerapan mukosa, dan peningkatan motilitas. Diare dapat akut
atau kronis. (Baughman, 2000)
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyakdari pada biasanya lebih
dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai frekuensi, yaitu buang air besar
encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar tersebut dapat / tanpa disertai lendir dan
darah.
Diare kronis didefinisikan sebagai suatu peningkatan frekuensi defekasi dan
keenceran tinja yang berlangsung selama lebih dari 2 minggu (Schwartz, 2004). Diare
kronik ini disertai kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badannya selama
masa tersebut.
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan : (Sudoyo Aru, dkk 2009)
1. Lama waktu diare :
- Akut : berlangsung kurang dari 2 minggu.
- Kronik : berlangsung lebih dari 2 minggu.
2. Mekanisme patofisiologi : osmotik atau skretorik dll
3. Berat ringan diare : kecil atau besar.
4. Penyebab infeksi atau tidak : infeksi atau non infeksi.
5. Penyebab organik atau tidak : organik atau fungsional.
Kebutuhan rehidrasi oral (CRO) menurut usia untuk 4 jam pertama pada anak (Djuanda
Adhi)
Kebutuhan cairan rehidrasi oral selama 4 jam pertama menurut usia
USIA S/D 4 bulan 4-12 bulan 12 bulan s/d 2 th 2-5 tahun
BB < 6 kg 6-<12 kg 10-<12 kg 12-19 kg
Jumlah cairan 200-400 mL 400-700 mL 700-900 900-1400
rehidrasi oral
B. ETIOLOGI
Behrman (1999), menerangkan bahwa penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa
faktor :
1. Faktor infeksi
a. Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler, tersinia,
aeromonas, dsb.
2) Infeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere, poliomyelitis),
adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain.
3) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles, protzoa
(Entamoeba histolytica, Giarella lemblia, tracomonas homonis), jamur
(candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti : otitis
media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis, bronkopneumonia, ensefalitis
dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa),
mosiosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galatosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan terseirng intoleransi laktasi.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi bergantung pada penyebab diare (Mary E. Muscari, 2005)
1. Enterotoksin bakteri menginvasi dan menghancurkan sel-sel epitel usus,
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit dari sel kripta mukosa.
2. Penghancuran sel-sel mukosa vili oleh virus menyebabkan penurunan kapasitas
untuk absorpsi cairan dan elektrolit karena area permukaan usus yang lebih kecil.
3. Patofisiologi diare kronis bergantung pada penyebab utamanya. Lihat unit
pembahasan penyakit seliaka sebagai contoh diare yang disebabkan oleh gangguan
malabsorpsi.
Diare dalam jumlah besar juga dapat disebabkan faktor psikologis, misalnya ketakutan
atau jenis stres tertentu, yang diperantarai melalui stimulasi usus oleh saraf parasimpatis.
Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh pengeluaran feses dalam jumlah sedikit tetapi
sering. Penyebab diare jenis ini antara lain adalah kolitis ulserabutiv dan penyakit Crohn.
Kedua penyakit ini memiliki komponen fisik dan psikogenik (Elizabeth J. Corwin,
2007).
E. PATHWAY
Pathway diare
Hipersekresi air
&elektrolit
Hiperperistaltik
Isi usus
Penyerapanmakanan di
usus
Diare
Mualmuntah
Hilangcairan&elektrolitb
erlebihan
Nafsumakan
Kerusakanintegritaskul
Gangguankeseimbanganc
it
airandanelektrolit
Ketidakseimbangann
Dehidrasi utrisi:
kurangdarikebutuha
ntubuh
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Diare akut
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:
- Tes darah: hitung darah lengkap; anemia atau trombositosis mengarahkan
dengan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah bisa menjadi patokan
untuk tingkat keparahan penyakit namun tidak spesifik.
- Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C. Difficile
ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan
berdasarkan adanya gejala disertai ditemukannya toksin, bukan berdasarkan
ditemukannya organisme saja.
- Foto polos abdomen: bisa menunjukkan gambaran kolitis akut.
2. Diare kronis
Pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus dipilih berdasarkan
prioritas diagnosis klinis yang paling mungkin:
- Tes darah: secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi
darah, tes khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12 dan
folat. Fungsi tiroid. Antibodi endomisial untuk penyakit siliaka.
- Mikroskopik dan kultur tinja (x3): hasil kultur negatif belum menyingkirkan
giardiasis.
- Lemak dan tinja: cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan
Sudan black kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih
sulit, kadar lemak tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini
dibutuhkan diet yang terstandarisasi.
- Foto polos abdomen: pada foto polos abdomen bisa terlihat klasifikasi pankras,
sebainya diperiksa dengan endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP) dan/atau CT pankreas.
- Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi: untuk menyingkirkan penyakit
seliaka dan giardiasis.
- Kolonoskopi dan biopsi: endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih
menguntungkan dari pada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan
ketika mukosa terlihat normal pada biopsi bisa ditemukan kolitis mikroskopik
(misalnya kolistik limfositik, kolitis kolagenosa).
- Hydrogen breath test: untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan berlebihan
bakteri pada usus halus (laktulosa).
- Pencitraan usus halus: bisa menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn
atau bahkan struktur usus halus.
- Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa): walaupun sering ditulis di urutan
terakhir daftar pemeriksaan penunjang pemeriksaan ini tetap merupakan cara
paling tepat untuk membedakan diare osmotik dan diare sekretorik.
- Hormon usus puasa: jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormonharus
dilakukan pengukuran kadar hormon puasa.
Menurut (Rubebsten dkk, 2007) jika merupakan episode akut tunggal dan
belum mereda setelah 5-7 hari, maka harus dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari anemia dan kultur darah untuk
Salminella typhi, S. Paratyphi, dan S. Enteritidid, khususnya bila ada riwayat
perjalanan ke luar negeri.
b. Pemeriksaan laboratorium tinja untuk mencari kista, telur, dan parasit (ameba,
Giardia) dan kultur (tifoid dan paratifoid, Campylobacter, Clostridium difficile).
Sigmoidoskopi, khususnya pada dugaan kolistis ulseratif atau kangkaer (atau kolitis ameba).
Biopsi dan histologi bisa memiliki nilai diasnostik
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada pengontrolan dan
menyembuhkan penyakit yang mendasari (Baughman, 2000).
1. Untuk diare ringan, tingkatkan masukan cairan per oral; mungkin diresepkan
glukosa oral dan larutan elektrolit.
2. Untuk diare sedang, obat-obatan non-spesifik, difenoksilat (Lomotif) dan loperamid
(Imodium) untuk menurunkan motilitas dari sumber-sumber non-infeksius.
3. Diresepkan antimicrobial jika telah teridentifikasi preparat infeksius atau diare
memburuk.
4. Terapi intravena untuk hidrasi cepat, terutama untuk pasien yang sangat muda atau
lansia.
Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien diare meliputi :
pemberian cairan, pengobatan dietetik (cara pemberian makanan) dan pemberian obat-
obatan.
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajat dehidrasinya dan
keadaan umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut
dan karena pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 ml g/L. Pada anak
dibawah 6 bulan dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula
lengkap sering disebut : oralit.
b. Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan
pasien, tetapi kesemuanya itu tergantung tersedianya cairan setempat. Pada
umumnya cairan Ringer laktat (RL) diberikan tergantung berat / ringan
dehidrasi, yang diperhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
1) Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi.
2) Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 50 ml / kg BB per oral selanjutnya : 125 ml / kg BB /
hari
3) Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 100 ml / kg BB per oral (sonde) selanjutnya 125 ml /
kg BB / hari
4) Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien.
2. Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg
jenis makanan :
a. Susu (ASI adalah susu laktosa yang mengandung laktosa rendah dan asam
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
b. Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak tidak
mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu dengan
tidak mengandung laktosa / asam lemak yang berantai sedang / tidak sejuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan /
tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat
lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).
a. Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.
Klorrpomozin, dosis 0,5 1 mg / kg BB / hari
b. Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak
beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi,
obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi.
c. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas bila
penyebabnya kolera, diberiakn tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari. Antibiotik juga diberikan
bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis, bronkitis / bronkopneumonia
H. Pengkajian
Hal hal yang perlu dikaji pada pasien diare menurut Suriadi (2001), antaralain:
a. Aktivitas atau istirahat
Gangguan pola tidur misal insomnia dini hari, perasaan ansietas,kelemahan
fisik.
b. Sirkulasi
Merasakan dingin meskipun diruangan hangat.
c. Integritas ego
Merasa marah, menolak atau ansietas.
d. Eliminasi
Diare atau konstipasi, nyeri abdomen yang tidak jelas dan distres.
e. Makanan atau cairan
Lapar terus menerus atau menyangkal lapar atau nafsu makan
menurun,makanan yang dihidangkan tidak tertutup, makanan basi.
f. Hygine
Personal hygiene anak kurang : kebiasaan ibu memelihara kuku anak,
cucitangan sebelum dan sesudah makan.
Sedangkan menurut Supartini (2004), hal hal yang perlu dikaji adalah riwayat
diare, status dehidrasi, tinja (warna, jumlah, bau), konsistensi dan frekuensi BAB,
intake dan output, tingkat aktivitas anak dan yang terakhir kaji tanda-tanda vital
anak
.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Diare b.d proses infeksi,inflamasi diusus
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
c. Kerusakan integritas kulit b.d ekskresi/BAB sering
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake
makanan
e. Resiko syok (hipovolemi)
f. Gangguan pertukaran gas
g. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Ajarkan mengenai tanda-tanda dehidrasi (ubun-ubun dan mata cekung,turgor
kulit tidak elastis,membran mukosa kering) dan segera dibawa ke dokter.
b. Jelaskan obat-obatan yang diberikan,efek samping dan kegunaannya.
c. Asupan nutrisi harus diteruskan untuk mencegah atau meminimalkan gangguan
gizi yang terjadi.
d. Banyak minum air.
e. Hindari konsumsi minuman bersoda/minuman ringan yang banyak mengandung
glukosa karena glukosa/gula dapat menyebabkan air terserap ke usus sehingga
memperberat kondisi diare.
f. Biasakan cuci tangan seluruh bagian dengan sabun dan air tiap kali sesudah
buang air besar atau kecil dan sebelum menyiapkan makanan untuk mencegah
penularan diare.
g. Hindari produk susu dan makanan berlemak,tinggi serat atau sangat manis
hingga gejala diare membaik.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C. 2000. Keperawatan medikal-bedah : buku saku dari Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC
Djuanda Adhi, Azwar Azrul, dkk. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi 2011/2012 Ed : 11.
Jakarta : BIP
Schwartz, M. William. 2004. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta : EGC
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, Ed : 4. Jakarta : Internal
Publishing
Yuliana elin, Andradjati Retnosari, dkk. 2011. ISO Farmakoterapi 2. Jakarta : ISFI