Referat Undescended Testis Anton
Referat Undescended Testis Anton
UNDESCENDED TESTIS
Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUP Fatmawati Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta 2010
LEMBAR PERSETUJUAN
Referat dengan Judul Undescended Testis Telah diterima dan disetujui oleh
pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah di
RSUP Fatmawati periode 1 Februari 2010 10 April 2010
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat
dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah presentasi kasus ini
dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun judul yang penulis pilih untuk penulisan makalah referat ini
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Insidensnya 3 6% pada bayi laki -laki yang lahir cukup bulan dan meningkat
menjadi 30% pada bayi prematur. Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan UDT
bilateral. Setelah 100 tahun penelitian mengenai UDT, masih terdapat beberapa aspek
yang menjadi kontroversial. Faktor predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas,
berat bayi baru lahir yang rendah, kecil untuk masa kehamilan, kembar dan pemberian
estrogen pada trimester pertama.
1,2
Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada dijalurnya mungkin
terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen, yaitu terletak diantara
fossa renalis dan annulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada
diperineal, di luar kanalis inguinalis yaitu di antara aponeurosis oblikus
eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di regio femoral.
1,3
UDT dapat kembali turun spontan ke testis sekitar 70 77% pada usia bulan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skrotum, antara lain:
(1) adanya tarikan dari gubernakulum testis (suatu pemadatan mesenkim yang kaya
akan matriks ekstraseluler) dan refleks dari otot kremaster, (2) perbedaan
pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan badan, dan (3) dorongan dari tekanan
intraabdominal.
1,2
Gambar 1. Undescended testis (sumber : http/: www.rch.org.au/kidsinfo/UDT.jpg)
Alasan utama dilakukan terapi adalah meningkatnya risiko infertilitas, meningkatnya
risiko keganasan testis, meningkatnya risiko torsio testis, reisiko trauma testis
terhadap tulang pubis dan faktor psikologis terhadap kantong skrotum yang kosong.
1,2 Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di
kemudian hari. UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko
tumor sel germinal yang meningkat 3 10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5
7 tahun, akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1 2 tahun. Risiko
kerusakan histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal
pubertas, lebih dari 90% test is kehilangan sel germinalnya pada kasus
intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel
geminal mencapai 41% dan 20%.
1,2
Esensi terapi rasional yang dianut hingga saat ini adalah memperkecil terjadinya
risiko komplikasi dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik dengan
menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(orchiopexy) .1,2
Dua pertiga kasus mengalami UDT unilateral dan sisanya UDT bilateral. Dengan
bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara spontan sekitar 70-77% biasanya
pada usia 3 bulan, sehingga pada saat usia 1 tahun angka kejadian UDT turun menjadi
1% dibandingkan saat lahir 3, 7%. Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya
abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara spontan. 1,2 2.3. Embriologi
dan Proses Penurunan Testis Pada minggu keenam umur kehamilan primordial germ cells
mengalami migrasi dari yolk sac ke-genital ridge . Dengan adanya gen SRY (sex
determining
region Y) , maka akan berkembang menjadi testis pada minggu ke -7. Testis yg
berisi prekursor sel-sel Sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan
sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan pituitary mulai
aktif berfungsi sejak minggu ke -8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF
Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana testis
mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi karena
adanya regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh androgen
(testosteron), disertai pemendekan gubernaculum (ligamen yang melekatkan bagian
inferior testis ke -segmen bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF. Dengan
perkembangan yang cepat dari regio abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke
daerah inguinal anterior. Pada bulan ke -3 kehamilan terbentuk pro cessus vaginalis
yang secara bertahap berkembang ke arah skrotum. Selanjutnya fase ini akan menjadi
tidak aktif sampai bulan ke -7 kehamilan. 1,6,7
Gambar 2. Skema penurunan testis menurut Hutson. Keterangan gambar :Antara minggu
ke - 815 gubernaculum (G) berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke
-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis (CSL) mengalami regresi. Migrasi
gubernaculum ke -skrotum terjadi pada minggu ke- 28 35. B: Peranan gubernaculum dan
CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi dan
gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan
gubernaculum menipis dan memanjang. (Sumber : Hutson JM, Hasthorpe S, Heys CF.
Anatomical and Functional of Testicular Descent and Cryptorchidism. Endocrine
Reviews 1997; 18 (2): 259 -75) Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke -7 atau
minggu ke-28 sampai dengan minggu ke -35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari
regio inguinal ke-dalam skrotum dibawah pengaruh hormon androgen. Mekanismenya
belum diketahui secara pasti, namun diduga melalui mediasi pengeluaran
(isolated
isolated , di samping itu testis sebelah kanan lebih sering mengalami UDT.
Sekitar 4,0 % anak -anak UDT mempunyai ayah yang UDT, dan 6,2 9,8% mempunyai
saudara laki -laki UDT; atau secara umum terdapat risiko 3,6 kali terjadi UDT pada
laki -laki yang mempunyai anggota keluarga UDT dibanding dengan populasi umum. 2.5.
Klasifikasi UDT dikelompokkan menjadi 3 tipe:
1,2,6
1. UDT sesungguhnya (true undescended) : testis mengalami penurunan parsial melalui
jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak
teraba (impalpable) . 2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur
penuruna n yang normal. 3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke -dasar
skrotum tetapi akibat refleks kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke
-kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT yang sebenarnya. Pembagian lain membedakan
true UDT menurut lokasi terhentinya testis, menjadi: abdominal , inguinal , dan
suprascrotal (gambar 2). Gliding testis atau
sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat
dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kem bali begitu tarikan
dilepaskan. 1,2,6
Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis
terajadi
akibat tidak adanya gubernaculum attachment , dan mempunyai processus vaginalis
yang lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkat kan risiko terjadinya torsi.
Dengan melakukan overstrecht selama 1 menit pada saat pemeriksaan fisik (untuk
melumpuhkan refleks cremaster), testis yang retraktil akan menetap di dalam
skrotum, sedangkan gliding testis akan tetap kembali ke kanalis inguinal is. 1,2,6
Gambar 3. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis.
2.6. Patogenesis dan Patofisiologi Suhu di dalam rongga abdomen kurang lebih 1 -20C
lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum, sehingga testis abdominal sela lu
mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal; hal ini mengakibatkan
kerusakan sel -sel germinal testis.
1,2
Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel -sel germinal testis telah
mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang
masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan akhirnya testis menjadi
mengecil. Karena sel -sel Leydig sebagai penghasil hormon androgen tidak ikut
rusak, maka potensi potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang
ditimbulkan dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpluntir
(torsio), mudah terkena trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna. 1-3
2.7. Diagnosis 2.7.1. Anamnesis Pada anamnesis, tentukan apakah testis pernah
teraba di skrotum, riwayat operasi daerah inguinal, riwayat prenata l: terapi
hormonal pada ibu untuk reproduksi, kehamilan kembar, prematuritas, riwayat
keluarga: UDT, hipospadia, infertilitas, intersex, pubertas prekoks. Pada anamnesis
juga, yang harus di gali adalah tentang prematuritas penderita (30% bayi prematur
mengalami UDT), penggunaan obat -obatan saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi
inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum
pada saat lahir atau tahun per tama kehidupan (testis retractile akibat refleks
cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4 -6 tahun). Perlu juga digali
riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar bisa ditanyakan
ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya pen derita tidak menyadari). Riwayat
keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian
neonatal.
1,2
Inspeksi pada regio skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak pernah
ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum,
melainkan berada di inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi untuk
mencari keberadaan testis, jari tangan pemeriksa harus dalam keadaan hangat. 1,2
Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan anorkismus
bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan hormonal
antara lain hormon testosteron, kemudian dilakukan uji dengan pemberian hormon hCG
( human chorionic gonadotropin ). 2.7.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan sebaiknya
dilakukan di ruangan yang tenang dan hangat. Pemeriksaan secara umum harus dilak
ukan dengan mencari adanya tanda -tanda sindrom tertentu , dismorfik, hipospadia,
atau genitalia ambigua.
1,2,6 1,2
Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan frog leg
position dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat dan akan lebih baik bila
menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke-
arah medial dan skrotum. Bila teraba testis harus dicoba untuk diarahkan ke
skrotum, dengan kombinasi menyapu dan menarik terkadang testis dapat didorong
ke-dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis didalam skrotum selama 1
menit, otot -otot cremaster diharapkan ak an mengalami
fatigue ; bila testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang
retractile sedangkan pada UDT akan segera kembali begitu testis dilepas.
Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.
1,2,6
Testis yang atropi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang
normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi. Testis
kontra lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.Lokasi UDT tersering terdapat pada
kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal (2 0%), dan intra-abdomen (8%).
Sehingga pemeriksaan fisik yang baik dapat menentukan lokasi UDT tersebut. 1,2,6
Adanya UDT bilateral yang tidak teraba gonad/testis apalagi disertai hipospadia dan
virilisasi, harus dipikirkan kemungkinan intersex, individu de ngan kromosom XX
yang mengalami female pseudo -hermaphroditism yang berat; atau
Anorchia kongenital sebagai akibat torsi testis in utero. 3,13,15 Sedangkan simple
UDT merupakan hal yang seringkali dijumpai terutama pada bayi yang prematur,
akan tetapi masih dapat terjadi penurunan testis dalam tahun pertama kehidupannya.
1,2,6
2.7.3. Pemeriksaan Laboratorium Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan
pemeriksaan laboratorium lebih lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba
testis dengan disertai hipospadia dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis
kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah 17 hydroxyprogesterone ) untuk
menyingkirkan kemungkinan intersex.
1,2,6
anorchia . 1,2,6
Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon
testosteron pada keadaan basal dan 24 -48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron
normal pada hCG test sangat tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal
setelah hCHG tes t bervariasi antara 2 -10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak,
peningkatannya sekitar 5 -10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan meningkatnya
kadar testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2
-3x. 1,2,6 2.7.4. Pemeriksaan Radiologi USG hanya dapat membantu menentukan lokasi
testis terutama di daerah inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan
perabaan dengan tangan. 3 Pada penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT
tidak teraba testis, USG hanya dapat mendetek si 37,5% (12 dari 32) testis
inguinal; dan tidak dapat mendeteksi testis intra -abdomen. 17 Hal ini tentunya
sangat tergantung dari pengalaman dan kwalitas alat yang digunakan.
1,6,9
CT scan dan MRI mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama
diperuntukkan testis intra -abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai sensitifitas
yang lebih baik untuk digunakan pada anak -anak yang lebih besar (belasan tahun).
3,4,5 MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan
keganasan testis. 5 Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat dipakai untuk
mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia . 1,6,9 Dengan ditemukannya metode
-metode yang non -invasif maka
penggunaan angiografi (venografi) untuk mendeteksi testis yang tidak teraba menjadi
semakin berkurang. Metode ini paling baik digunakan untuk menentukan
vanishing testis ataupun anorchia . Dengan metode ini akan dapat dievaluasi
pleksus pampiniformis, parenkim testis, dan blind-ending dari vena testis (pada
anorchia ).5 Kelemahannya selain infasif, juga terbatas pada umur anak -anak
yang lebih besar mengingat kecilnya ukuran vena -vena gonad. 1,6,9 2.7.5.
Laparoskopi Metode laparoskopi pertama kali digunakan untuk mendeteksi UDT tidak
teraba testis pada tahun 1976. Metode ini merupakan metode infasif yang cukup aman
oleh ahli yang berpengalaman. Sebaiknya dilakukan pada anak yang lebih besar dan
setelah pemeriksaan lain tidak dapat mendeteksi adanya testis di inguinal. 1,6
Beberapa hal yang dapat dievaluasi selama laparoskopi adalah: kondisi cincin
inguinalis interna, processus vaginalis (patent atau non-patent ), testis dan
vaskularisasinya serta struktur wolfian -nya.6 Tiga hal yang sering dijumpai saat
laparoskopi adalah: blind-ending pembuluh darah testis yang mengindikasikan
anorchia (44%), testis intra-abdomen (36%), dan struktur cord (vasa dan vas
deferens ) yang keluar ke-dalam cincin inguinalis interna. 1,6
2.8. Diagnosis Banding Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung
skrotum tiba tiba berada di daerah inguinal dan pada keadaan lai n kembali ke
tempat semula. Keadaan ini terjadi karena reflek otot kremaster yang terlalu kuat
akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan aktifitas fisik. Hal ini disebut
sebagai testis retraktil atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak perlu
diobati. Selain itu UDT perlu dibedakan dengan anorkismus, yaitu testis memang
tidak ada. Hal ini bias terjadi secara congenital memang tidak terbentuk testis,
atau testis yang mengalami atrofi akibat torsio in utero atau torsio pada saat
neonatus.
1,2
2.9. Penatalaksanaan Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah
memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan
reposisi testis kedalam skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun
dengan cara pembedahan (orchiopexy). 1,6 Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT
akan menimbulkan efek pada testis di kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika
dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah
usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup berma kna, maka saat yang tepat
untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis yang tidak
berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara medikamentosa
maupun pembedahan.
1,6
UDT meningkatkan risiko infertilitas dan ber hubungan dengan risiko tumor sel
germinal yang meningkat 3 -10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5 -7 tahun,
akan tetapi perubahan morfologi dimulai pada usia 1 -2 tahun. Risiko kerusakan
histologi testis juga berhubungan dengan letak abnormal testis. Pad a awal
pubertas, lebih dari 90% testis kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen,
sedangkan pada kasus testis inguinal dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai
41% dan 20%. 1,2
2.9.1. Terapi Hormonal Terapi hormonal primer lebih banyak digu nakan di Eropa.
Hormon yang diberikan adalah hCG, gonadotropinreleasing hormone (GnRH) atau LH-
2.9.2. Pembedahan Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk
kasus UDT adalah
orchiopexy harus
Tabel. 2 Jenis Tindakan Pembedahan pada Kelaianan UDT dan Tingkat Keberhasilannya
Gambar 6. Orchiopexy. Sumber:
http://content.answers.com/main/content/img/galeSurgery/ gesu_02_img0161.jpg
Keterangan gambar:
Orchiopexy digunakan untuk memperbaiki UDT pada anak -anak. Satu insi si
dibuat pada abdomen yang merupakan lokasi UDT, dan insisi lain dibuat pada skrotum
(A). Testis dipisahkan dari jaringan sekitarnya (B) dan dikeluarkan dari insisi
abdomen menempel pada spermatic cord (C). Testis kemudian dimasukkan turun ke dalam
skrotu m (D) dan dijahit (E). Komplikasi Orchiopexy Beberapa komplikasi yang dapat
timbul akibat tindakan pembedahan
1,6
1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak
komplit (10% kasus)
normal
(38% infertil
pada
UDT bilateral
Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur 1 tahun,
semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti
risiko keganasan, penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih
lanjut.
1,6,9
(orchiopexy) .
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi . Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2003. h.137-40.
2. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their
surgical management. Dalam: Walsh PC. Campbells Urology Vol 1. 8th edition.
Philadelphia: WB Saunders Company. 2000 3. Tanagho EA, Nguyen HT. Embriology of the
Genitourina ry System. Dalam: Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology .
Edisi 17. California: The McGraw Hill companies; 2000. h.23 -45. 4. Docimo, S. G.,
R. I. Silver, and W. Cromie. The Undescended Testicle: