Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN DIGITAL STORYTELLING DALAM PEMBELAJARAN

BIOLOGI UNTUK SISWA SMA PADA MATERI BIOTEKNOLOGI


Dian A. Murti, Amanda I. Sancia, Ria I. Rohmawati, Maulina Maftuhatul, Septi D.
Prasetiani
Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya
ABSTRAK
Keberadaan ICT pada abad 21 yang semakin berkembang pesat yang mengharuskan siswa
memiliki keterampilan mengoperasikan program yang memanfaatkan fasilitas ICT. Salah satu yang
dapat dilakukan dengan mengembangkan media Digital Storytelling (DST) yang berbentuk e-
fortofolio. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meghasilkan Digital Storytelling sebagai
penugasan dalam pembelajaran biologi untuk siswa SMA pada materi bioteknologi berdasarkan
aspek validitas, kepraktisan, dan keefektifan. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan
dengan tahap-tahap yang dimodifikasi dari Borg & Gall. Penelitian ini dilakukan di kelas X MIA 2
yang dilakukan pada bulan Juni 2014. Berdasarkan skor rata-rata validasi isi dan format sebesar
3,81 dan untuk validasi keterbacaan siswa sebesar 93% digital storytelling dinyatakan valid.
Keefektifan media ditigal storytelling dalam pembelajaran bioteknologi berdasarkan ketuntasan hasil
belajar kognitif 86,67%, hasil belajar afektif sebesar 98%, ketuntasan tujuan pembelajaran sebesar
84,08% dan respon siswa sebesar 95,83% dinyatakan efektif. Kepraktisan media dinyatakan praktis
dengan presentase keterlaksanaan pembelajara sebesar 87%. Penilaian dari penugasan digital
stroytelling dinyatakan kuat dan cukup baik dengan skor total 26,43.
Kata kunci : digital storytelling, ICT, pengembangan dan bioteknologi.

PENDAHULUAN
Dewasa ini, ICT atau terknologi informasi dan komunikasi sangat berpengaruh pada
manusia. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pengguna internet di
Indonesia mencapai 63 juta jiwa. Dari data tersebut juga menyebutkan pengguna internet di
Indonesia pada beragam tingkat usia. Sebanyak 32,4% pada usia 12-24 tahun, hal ini
menunjukkan bahwa usia sekolah telah akrab dengan penggunaan internet. ICT telah
medominasi di kalangan siswa untuk menunjang pembelajaran. Banyak dari mereka yang
aktif menggunakan sosial media seperti facebook, twitter, blog sebagai ajang ekspresi
(Oktaviani,2013). Siswa yang melek teknologi ini dikenal dengan siswa abad 21.
Perkembangan pendidikan menuntut siswa abad 21 untuk mahir menggunakan teknologi.
Pergeseran paradigma belajar abad 21 dan kerangka kompetensi abad 21 menjadi pijakan
dalam pengembangan kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 menuntut siswa abad 21 tidak hanya mampu menguasai teknologi
tetapi juga membutuhkan beberapa keterampilan seperti memiliki sifat interdisipliner,
terintegrasi, berbasis proyek, kemampuan bekerja dalam tim, cakap, pengembangan
hubungan intersosial, memiliki etos kerja yang tinggi, terampil menggunakan perangkat kerja
yang selalu berubah seiring perkembangan jaman, mampu memanfaatkan keberadaan
teknologi dan informasi sebagai pondasi mengembangkan ketrampilan multicultural,
bekerjasama dan berkomunikasi dalam kualitas bangsa serta terampil dalam mengembangkan
kesadaran global.
Salah satu pemanfaatan ICT dalam bidang pendidikan telah dikembangkan digital
story telling atau (DST). DST adalah kombinasi dari seni dengan beberapa gabungan dari
grafik digital, teks, rekaman narasi suara, video dan musik yang memberikan informasi atau
pengakaman tertentu dengan durasi waktu tertentu yang dalam format digital (Robin, 2006 a,
Robin, 2006 b; Dreon et al, 2011).
Digital storytelling adalah media pembelajaran yang menunjang pada abad 21,
dimana berpengetahuan melalui core subject saja tidak cukup dan harus dilengkapi dengan
kemampuan kritis dan kreatif (Trisdiono, 2013). Di dalam bioteknologi terdapat kegiatan
melakukan pengamatan dan percobaan baik di dalam laboratorium maupun di luar
laboratorium. Selain itu juga terdapat tuntutan untuk menguasai kompetensi: melakukan serta
merencanakan percobaan di dalam menerapkan prinsip-prinsip bioteknologi konvensional.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunaan model Research and
Development oleh Borg & Gall (1989) dan pengembangan DST (Digital Story Telling) yang
melalui beberapa tahapan seperti studi pendahuluan, studi pengembangan, dan tahap
pengujian. Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Mei 2014 di
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Surabaya. Pada tahap uji coba pembelajaran dan penugasan dengan pengembangan DST
dilakukan di SMA Negeri 1 Ponorogo pada bulan Juni 2014. Uji coba dilakukan pada 15
siswa kelas X MIA 2 selama tiga kali pertemuan yang memebutuhkan waktu 90 menit dalam
setiap pertemuan. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Lembar Validasi Isi dan
Format LKS yang diisi oleh dua orang pakar dan seorang guru Biologi serta Lembar Validasi
Keterbacaan LKS yang diisi oleh 3 orang siswa SMA Negeri 1 Ponorogo. Metode
pengumpulan data menggunakan metode telaah yang diperoleh dari pakar (dosen Biologi),
guru Biologi dan siswa SMA. Kemudian, data dianalisis baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dengan (1) Tes pemahaman konsep (hasil belajar kognitif), (2) Lembar penilaian
sikap, (3) Lembar respon siswa. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada
penelitian ini yaitu (1) Pengisian tes kognitif, (2) Pengamatan sikap siswa, (3) Pengisian
lembar respon siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil belajar kognitif dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengecek pemahaman
siswa. Hasil belajar kognitif diperoleh dengan cara memberikan soal di akhir pelajaran pada
pertemuan ketiga. Siswa dikatakan tuntas jika mendapatkan nilai 79. Data hasil belajar
kognitif siswa SMAN 1 Ponorogo dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Validasi Isi dan Format LKS
No Siswa Nilai Kriteria
.
1 S1 86 Tuntas
2 S2 86 Tuntas
3 S3 82 Tuntas
4 S4 86 Tuntas
5 S5 89 Tuntas
6 S6 93 Tuntas
7 S7 86 Tuntas
8 S8 75 Tidak Tuntas
9 S9 93 Tuntas
10 S10 89 Tuntas
11 S11 75 Tidak Tuntas
12 S12 89 Tuntas
13 S13 86 Tuntas
14 S14 82 Tuntas
15 S15 82 Tuntas
(Rohmawati, 2014)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa siswa yang tuntas dengan nilai 79 yaitu
sebanyak 22 siswa. Sedangkan siswa yang tidak tuntas atau yang mendapatkan nilai 79
sebanyak 2 siswa. Hasil belajar kognitif siswa dinyatakan tuntas dengan presentase
ketuntasan sebesar 86,67% dimana hal tersebut digolongkan sangat baik.
Sikap siswa dinilai dengan cara pengamatan saat kegiatan pembelajaran. Pengamatan
ini dilakukan oleh 2 orang pengamat. Pengamat 1 mengamati 7 siswa sedangkan pengamat 2
mengamati 8 siswa. Penilaian sikap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Berdasarkan Tabel 2. Hasil penilaian sikap siswa dapat disajikan dalam diagram berikut ini.
Gambar 2. Hasil Penilaian Sikap Siswa
(Rohmawati, 2014)
Berdasarkan tabel 2 dan gambar 2, diketahui bahwa hasil rata-rata dari ketiga
pertemua menunjukkan bahwa kompetensi berdoa sebelum pembelajaran mendapat
presentase tertinggi yaitu 92,22 % yang dikategorikan sangat baik. Kompetensi menjadi
penggemar yang baik mendapat presentase 88,33 % yang dikategorikan baik. Kompetensi
santun dan tanggungjawab memiliki presentase yang sama yaitu 78,89 % dan kompetensi
disiplin mendapatkan presentase terendah yaitu 78,33 %. Secara keseluruhan penilaian sikap
siswa tergolong baik.
Respon siswa didapatkan dengan cara memberikan angket respon. Angket disebar ke
15 siswa kelas X MIA 2 SMAN 1 Ponorogo. Data hasil angket respon dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 3. Hasil Angket Respon Siswa
No. Pernyataan Presentase respon Kategori
positif siswa (%)
1 Sayabtertarik dengan digital storytelling 93,33 Sangat baik
pada pembelajaran biologi
2 Proses belajar mengajar bioteknologi dan 93,33 Sangat baik
penugasan proyek dengan digital
storytelling berlangsung menarik dan
menyenangkan
3 Pembelajaran bioteknologi dan penugasan 100 Sangat baik
proyek dengan digital storytelling
merupakan hal yang baru bagi saya
4 Saya bersemangat dalam mengikuti 100 Sangat baik
pembelajaran bioteknologi dan penugasan
proyek dengan digital storytelling
5 Pembelajaran bioteknologi dan penugasan 100 Sangat baik
proyek dengan digital storytelling dapat
melibatkan saya untuk bekerja dalam
kelompok
6 Kegiatan pembelajaran yang dilakukan 93,33 Sangat baik
berkaitan dengan hal-hal yang saya lihat,
pikirkan, dan hal-hal yang saya alami
dalam kehidupan sehari-hari
7 Digital storytelling yang disajikan 86,67 Sangat baik
memotivasi saya dalam belajar
8 Pembelajaran bioteknologi dan penugasan 100 Sangat baik
proyek dengan digital storiitelling membuat
saya lebih kreatif dan memanfaatkan
teknologi dengan maksimal
Rata-rata total 95,83 Sangat baik

Berdasarkan data pada tabel 3 terdapat empat pernyataan pada angket yang
memproleh respn 100% yaitu pada pernyataan 3, 4, 5 dan 8. Pernnyataan nomor 1, 2 dan 7
mendapat presentase yang sama yaitu sebesar 93,33 %. Sedangkan pernyataan 6 memperoleh
presentase terendah yakni 86,67%. Secara keseluruhan, respon siswa dari kedelapan
pertanyaan memperoleh rata-rata sebesar 95,83 dan dikategorikan baik.
Penelitian pengembangan sebagai suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan,
pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi
criteria validitas, kepraktisan dan keefektifan (Seels dan Richey, 1994).
Hasil penilaian kognitif didapatkan dari hasil nilai individu dimana siswa yang
memperoleh nilai 79 dianggap tuntas, sedangkan yang mendapat nilai 79 dianggap tidak
tuntas. Hasil nilai kognitif secara keseluruhan dianggap tuntas dengan presentase ketuntasan
86,67%. Presentase tersebut telah melewati batas minimum yakni 61%. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pembelajaran dengan pengaplikasian DST dapat membantu kemampuan
kognitif siswa. Adanya siswa yang tidak tuntas dapat diakibatkan oleh perbedaan pemahaman
antara siswa satu dengan siswa yang lain. Seperti pada angket respon, ada siswa yang merasa
bahwa pengaplikasian DST pada pembelajaran tidak memberikan motivasi pada dirinya.
Hasil belajar afektif didapatkan dari pengamatan yang dilakukan selama proses
pembelajaran. Pengamatan dilakukan dengan melihat sikap siswa dalam pembelajaran
sebanyak tiga kali pertemuan. Aspek afektif yang diamati meliputi berdoa sebelum
pembelajaran, dan menjadi pendengar yang baik, disiplin, santun dan tanggung jawab.
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa keseluruhan kompetensi telah tercapai dengan
kategori sangat baik. Dari pertemuan pertama hingga ke-3 mengalami peningkatan. Hal ini
sesuai dengan Slmaeto (1995) yang menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dlam interaksi dengan lingkungannya. Terdapat 1 aspek
yang mengalami penurunan presentase, yaitu menjadi pendengar yang baik. Presentase nya
turun dari 96,67% menjadi 91,67%. Hal ini disebabkan karena pada pertemuan kedua siswa
aktif melakukan praktikum sehingga kesempatan untuk menjadi pendengar yang baik sedikit
berkurang.
Berdasarkan data pada tabel 3, terdapat empat pernyataan pada angket respon yang
mendapat presentase 100% dan juga terdapat tiga pernyataan yang mendapatkan presentase
93,33%. Sedangkan yang mendapatkan presentase terendah yaitu pernyataan 6 dengan
presentase 86,67%. Keseluruhan respon mendapatkan rata-rata sebesar 95,83 dimana
termasuk dalam kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dan
penugasan dengan menggunakan DST direspon siswa dengan baik. Namun ada juga siswa
yang beranggapan bahwa pembelajaran dan penugasan dengan menggunakan DST tidak
memotivasi mereka dalam belajar. Hal ini karena proses belajar mengajar pada saat itu
berdekatan dengan Ujian Kenaikan Kelas (UKK) sehingga sedikit mengganggu siswa dalam
berkonsentrasi terhadap ujian yang akan datang. Ada pula yang beranggapan bahwa mengedit
video merupakan hal yang susah dan reltif lama.
Presentase pernyataan nomor tiga mendapatkan presentase 100% (Tabel 3). Hal ini
menunjukkan bahwa bagi seluruh siswa, pembeljaran dan penugasan dengan menggunakan
DST ini merupakan hal baru bagi mereka. Siswa juga Nampak semangat dalam mengikuti
pembelajran bioteknologi dan penugasan dengan menggunakan DST. Hal ini didukung
dengan pernyataan nomor empat yang juga mendapatkan presentase 100%. Dengan DST,
siswa dapat bekerja sama dalam kelompok (pernyataan 5) dan dapat meningkatkan kreativitas
serta memanfaatkan teknologi dengan benar (Pernyataan 8). Seseuai dengan pendapat Dewi
& Tandyonomanu (2011) yang menyatakan bahwa DST mampu meningkatkan atensi siswa
sehingga siswa tertarik pada suatu mata pelajaran sekaligus menciptakan generasi yang
kreatif dengan memacu siswa mencari dan menceritakan topik dari sudut pandang mereka.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa Pembelajaran bioteknologi dengan digital storytelling dinyatakan efektif untuk peserta
didik.

SARAN
Diperlukan pemilihan waktu yang tepat dan efektif untuk pelaksanaan uji coba,
mengingat penugasan membuat digital storytelling memerlukan waktu yang relatif lama
untuk siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Borg, W. R., Gall. M. D. 1989. Educational Research: An Introduction. New York:
Pinancing.
Dewi. D. K., Tandyonomanu. D. 2011. Penerapan Digital Storytelling pada Blended
Learning sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi. (Online).
(http://blog.tp.ac.id/, diakses 02 Februari2014)
Dreon, O., Kerper, R. M., Landis, J. 2011. Digital Storytelling: A Tool for Teaching and
Learning in the YouTube Generation. Middle School Journal.42 (5): pp 4-9
Fehler, P. 2008. Towards effective student-centered, constructivist learning: Build Your Own
Digital Story! (A Hungarian Case Study). In J. Luca & E.Weippl (Eds.). Proceedings of
World Conference on Educational Multimedia, Hypermedia and Telecommunications
(Ed-Media). Association for the Advancement of Computing in Education (AACE) 2008
Nieveen, N. 1999. Prototyping To Reach Product Quality. In Design approaches and tools in
education and training (pp. 125-135). Springer: Netherlands
Partnership for 21st Century Skills. 2009. P21 Framework Definitions. (Online).
(http://www.p21.org/storage/documents/P21_Framework_Definitions.pdf, diakses 18
Januari 2014)
Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta Bandung.
Robin, B. R. 2006a. About Digital Storytelling.(Online).(http://digitalstorytelling.coe.uh.edu/,
diakses 10 Januari 2014)
Robin, B. R. 2006b. The Educational Uses of Digital Storytelling. Proceedings of Society for
Information Technology & Teacher Education International Conference 2006
Robin, B. R. 2008. Digital Storytelling: A Powerful Technology Tool for the 21st Century
Classroom. J Theory into Practice. 47 (3):pp 220-228.
Rohmawati, R., N. 2014. Pengembangan Digital Storytelling Dalam Pembelajaran Biologi
Untuk Siswa SMA Pada Materi Bioteknologi. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:
FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
Seels, B., & Richey, R. 1994. Instructional technology: The definition and domains of the
field. Washington, DC: Association for Educational Communications and Technology.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai