KONJUNGTIVITIS GONORE
PEMBIMBING:
dr. Robby Hilman M., Sp.M
Disusun Oleh:
Heidi Angelika Anggaria
030.09.109
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diterima dan disetuji oleh pembimbing dr. Robby Hilman M., Sp.M sebagai salah satu
syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit
Angkatan Laut dr. Mintohardjo Jakarta, periode 19 Desember 2016 20 Januari 2017.
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan kepada Tuhan YME karena berkat karuniaNya penulis
dapat menyelesaikan referat Ilmu Penyakit Mata tentang Konjungtivitis Gonore.
Referat ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dokter muda dan juga mahasiswa
kedokteran yang lain mengenai Konjungtivitis Gonore, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan serta pengetahuan para dokter muda dan mahasiswa kedokteran
dalam menangani Konjungtivitis Gonore.
Referat ini masih jauh dari sempurna, namun kami berharap dapat membantu
memperluas pengetahuan dokter muda dan mahasiwa kedokteran. Sekiranya ada usulan-
usulan untuk dapat meningkatkan dan memperbaiki referat ini.
Penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas bimbingan dari dr. Robby
Hilman M., Sp.M sebagai pembimbing sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................................iv
PENDAHULUAN ................................................................................................................1
BAB 1 ANATOMI DAN HISTOLOGI KONJUNGTIVA .................................................... 3
1.1 Anatomi Konjungtiva ............................................................................................ 3
1.2 Histologi Konjungtiva ........................................................................................... 5
1.3 Kelenjar Lakrimal Asesorius ................................................................................. 6
1.4 Vaskularisasi Konjungtiva .................................................................................... 7
1.5 Sistem Limfatik Konjungtiva ................................................................................ 8
1.6 Inervasi Konjungtiva ............................................................................................. 8
BAB 2 KONJUNGTIVITIS ................................................................................................. 9
2.1 Definisi ................................................................................................................... 9
3.1 Etiologi ...................................................................................................................10
BAB 3 KONJUNGTIVITIS GONORE.................................................................................11
3.1 Definisi ...................................................................................................................11
3.2 Etiologi....................................................................................................................11
3.3 Port de Entree..........................................................................................................11
3.4 Patologi ..................................................................................................................11
3.5 Klasifikasi ..............................................................................................................12
3.6 Patofisiologi............................................................................................................12
3.7 Diagnosis ................................................................................................................14
3.8 Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................16
3.9 Terapi Profilaksis....................................................................................................16
3.10 Terapi Kuratif........................................................................................................17
3.11 Pengobatan Berdasarkan ada atau tidaknya penyulit pada kornea.......................16
3.12 Komplikasi ...........................................................................................................21
3.13 Prognosis ..............................................................................................................21
3.14 Prevensi ................................................................................................................21
BAB 4 KESIMPULAN .........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Gonore merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae (N. gonorrhoeae) dan mempunyai insidens yang tinggi diantara
penyakit menular seksual yang lain1, penyakit ini tersebar di seluruh dunia secara endemik,
termasuk di Indonesia. Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah servisitis, uretritis,
proktitis, dan konjungtivitis. Gonore lebih mudah ditularkan dari laki-laki kepada wanita.3
Diperkirakan terdapat lebih dari 150 juta kasus gonore di dunia setiap tahunnya
(Hakim, 2009). Insidensi gonore lebih tinggi di negara berkembang daripada negara maju.
Namun, walaupun di Amerika Serikat insidensi menurun secara signifikan, tetapi masih ada
325.000 kasus baru di tahun 2006.3
Pada tahun 2007, dinas kesehatan provinsi Bali mencatat sebanyak 4971 kasus IMS.
Di Kota Denpasar pada tahun 2006 terdapat 3488 kasus IMS, dan kecamatan Denpasar
Selatan adalah kecamatan di Denpasar dengan kasus IMS terbanyak (Dinas Kesehatan Kota
Denpasar, 2007).4 Salah satu manifestasi klinis infeksi gonore yaitu konjungtivitis, penyakit
ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang menderita servisitis gonore atau pada
orang dewasa, infeksi terjadi karena penularan pada konjungtiva melalui tangan dan alat-alat.
1
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai
dengan sekret purulen. Konjungtivis gonore disebabkan oleh bakteriNeisseria gonorrhoeae.
Konjungtivitis gonore merupakan penyakit menular seksual yang dapat ditularkan secara
langsung dari transmisi genital-mata, kontak genital-tangan-mata, atau tansmisi ibu-neonatus
selama persalinan.1-3
Gambaran klinis konjungtivitis gonore pada bayi dan anak ditemukan kelainan
bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi
kuning kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka dan terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik, dan tebal. Pada
orang dewasa gambaran klinisnya mirip dengan konjungtivitis gonore pada bayi dan anak,
tetapi mempunyai perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak begitu kental.2
1
Diagnosis pasti konjungtivitis gonore, yaitu pemeriksaan sekret dengan pewarnaan
metilen biru dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. Dengan pewarnaan Gram
akan terdapat sel intraselular atau ekstraselular dengan sifat Gram negatif.2
Pengobatan untuk konjungtivitis gonore, ialah pasien dirawat dan diberi antibiotik
sistemik dan dapat juga diberikan secara topikal. Pada pasien yang resisten terhadap
penisillin dapat diberikan ceftriaxone. Ceftriaxone merupakan golongan sefalosporin generasi
3. Salep eritromisin, basitrasin, gentamisin, dan ciprofloksasin direkomendasikan untuk terapi
topikal.Irigasi mata dengan normal salin setiap 30-60 menit untuk membuang debris, sel
inflamasi dan protease.Pengobatan dihentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang
dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut hasil negatif.1,2
2
BAB 2
ANATOMI DAN HISTOLOGI KONJUNGTIVA
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang melapisi bagian
posterior palpebra (konjungtiva palpebra) dan bagian anterior sklera (konjungtiva bulbi).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (Mucocutaneus junction) dan
dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu 6 :
3
1.1.3 Konjungtiva Forniks
Dari permukaan dalam palpebra, konjungtiva palpebra melanjutkan diri ke
arah bola mata membentuk dua resesus, yaitu forniks superior dan inferior. Forniks
superior terletak kira kira 8 10 mm dari limbus dan forniks inferior terletak kira
kira 8 mm dari limbus. Pada bagian medial, struktur ini menjadi karankula dan plika
semilunaris. Di sisi lateral, forniks terletak kira kira 14 mm dari limbus. Saluran
keluar dari glandula lakrimal bermuara pada bagian lateral forniks superior.
Konjungtiva forniks superior dan inferior melekat longgar dengan pembungkus otot
rekti dan levator yang terletak di bawahnya. Kontraksi otot otot ini akan menarik
konjungtiva sehingga ia akan ikut bergerak saat palpebra maupun bola mata bergerak.
Perlekatan yang longgar tersebut juga akan memudahkan terjadinya akumulasi cairan
6
.
4
Konjungtiva bulbar dan fornix : memiliki tiga lapisan epitel. Lapisan
superfisial adalah sel slindris, kemudian diikuti oleh sel polihedral dan lapisan
paling dalam adalah sel epitel kuboid.
b. Lapisan adenoid
Disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat halus. Lapisan adenoid ini
tidak berkembang sampai setelah bayi umur 3 atau 4 bulan. Hal ini menjelaskan
mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papilar bukan folikular 6.
c. Lapisan fibrous
Terdiri dari kolagen dan serat elastis. Dimana lapisan ini lebih tebal dibandingkan
lapisan adenoid, kecuali pada daerah tarsal dari konjungtiva (sangat tipis). Lapisan ini
mengandung pembuluh darah dan saraf konjungtiva. Menyatu dengan dasar dari
kapsul tenon (fascia bulbi) di daerah konjungtiva bulbi 6.
Substansia propia pada konjungtiva mengandung sel mast (6000/mm3), sel plasma,
limfosit dan netrofil yang memegang peranan dalam respon imun seluler. Jenis limfosit yang
paling banyak ditemukan adalah sel T, yaitu kira kira 20 kali lebih banyak dibanding sel B.
Selain itu, ditemukan pula IgG, IgA, dan IgM yang terletak ekstraseluler 6.
Permukaan epitel konjungtiva ditutupi oleh mikrovili. Mikrovili dibentuk oleh
penonjolan sitoplasma yang menonjol ke permukaan sel epitel. Ukuran diameter dan tinggi
mikrovili kira kira 0,5 m dan 1m. Fungsi mikrovili selain untuk memperluas daerah
absorbsi juga untuk menjaga stabilitas dan integritas tear film 6.
5
Sel goblet diketahui berperan dalam sekresi musin hingga 2,2 L mukus dalam
sehari. Mukus ini penting dalam menjaga integritas permukaan okular, karena dapat
melicinkan dan melindungi sel epitel 6.
Sel goblet ditemukan pada lapisan tengah dan superfisial epitel dan merupakan
15% dari sel epitel permukaan manusia. Sel ini dapat ditemukan di forniks inferior
bagian nasal, tengah dan sedikit di daerah palpebra. Jarang ditemukan di konjungtiva
bulbi dan tidak ada di kornea. Total populasi sel goblet berkisar antara 1000 hingga
56.000 per mm2 permukaan konjungtiva, tergantung pada ada atau tidaknya proses
inflamasi pada daerah tersebut. Sebagian besar sel goblet melekat pada membrana
basalis oleh suatu tangkai sitoplasmik yang tipis. Sel goblet melekat dengan sel epitel
tetangganya oleh dermosom 6.
6
Gambar 3. Struktur Mikroskopis dari konjungtiva 6
Pembuluh darah okular berasal dari arteri oftalmika, yang merupakan cabang dari
arteri karotis interna. Arteri oftalmika bercabang menjadi arteri retina sentralis, arteri siliaris
posterior dan beberapa arteri siliaris anterior.
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari 3 sumber, yaitu: (1) Arkade perifer dari
palpebra, (2) Arkade marginal dari palpebra, (3) arteri siliaris anterior. Konjungtiva palpebra
dan forniks di suplai oleh cabang dari arkade marginal dan perifer dari palpebra. Sedangkan
konjungtiva bulbi di suplai oleh dua pembuluh darah yaitu arteri konjungtiva posterior
(merupakan cabang dari arteri palpebra) dan arteri konjungtiva anterior (merupakan cabang
dari arteri siliaris anterior). Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose
dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk plexus pericorneal 6.
7
Gambar 4. Blood Supply Konjungtiva 6
Konjungtiva memilki sistem limfatik yang kaya anstomose. Sistem limfatik pada
konjungtiva berperan dalam reaksi imunologis yang terjadi pada penyakit okular dan pasca
pembedahan. Aliran limfatik yang berasal dari lateral akan mengarah ke kelenjar limfe
preaurikular, sementara aliran limfatik yang berasal dari medial akan mengarah ke kelenjar
limfe submandibular. Pembeluh limfe konjungtiva dibentuk oleh 2 pleksus, yaitu:
a. Pleksus Superfisial
Pleksus ini terdiri atas pembuluh pembuluh kecil yang terletak di bawah kapiler
pembuluh darah. Pleksus ini menerima aliran limfatik dari area limbus.
b. Pleksus Profunda
Pleksus ini terdiri dari pembuluh pembuluh yang lebih besar yang terletak di
substansia propia 6.
Inervasi sensoris konjungtiva bulbi berasal dari nervus siliaris longus, yang
merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, cabang dari divisi oftalmikus nervus trigeminus.
Inervasi dari konjungtiva palpebra superior dan konjungtiva forniks superior berasal dari
cabang frontal dan lakrimal divisi oftalmikus nervus trigeminus. Inervasi dari konjungtiva
palpebra inferior dan konjungtiva forniks inferior berasal dari cabang lakrimal divisi
oftalmikus nervus trigeminus pada daerah lateral dan dari nervus infraorbital dari divisi
maksila nervus trigeminus 6.
8
BAB 3
KONJUNGTIVITIS
2.1 Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi pada
konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih padamata dan permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis
terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis Konjungtivitis dapat hilang dengan
sendiri, tapi ada juga yang memerlukan pengobatan 3.
Pada literatur lain disebutkan inflamasi konjungtiva atau konjungtivitis didefinisikan
sebagai hiperemi pada konjungtiva yang kadang disertai dengan sekret atau discharge cair,
mukoid, mukopurulen, atau purulen 6.
Konjungtivitis dapat mengenai pada usia bayi maupun dewasa. Konjungtivitis
pada bayi baru lahir, bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya
ketikamelewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata
(biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk
membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal. Pada usia dewasa
bisamendapatkan konjungtivitis melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen
9
yangterinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.
Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika
tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk
mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang
mengandung antibiotik 3.
Pada referat ini akan dibahas lebih dalam mengenai konjungtivitis Gonore.
Konjungtivitis Gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai sekret
purulen, yaitu Adult purulent conjungtivitis pada dewasa, Opthalmia neonatorum pada bayi
berusia 1-3 hari, dan conjungtivitis gonore infantum pada bayi berusia lebih dari 10 hari 3.
2.2 Etiologi
2. Konjungtivitis Alergika
3. Konjungtivitis Irritattive
5. Konjungtiva traumatika
10
Inklusi
Disertai Sakit Sesekali Sesekali Tidak Pernah Tidak Pernah
Tenggorokan
dan demam
BAB 4
KONJUNGTIVITIS GONORE
3.1 Definisi
Konjungtivitis Gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai
sekret purulen, yaitu Adult purulent conjungtivitis pada dewasa, Opthalmia neonatorum pada
bayi berusia 1-3 hari dan conjungtivitis gonore infantum pada bayi berusia lebih dari 10 hari
3
.
3.2 Etiologi
Konjungtivitis Gonore kebanyakan mengenai orang dewasa terutama laki-laki,
organisme utama yang menyebabkan penyakit ini adalah Gonococcus, namun terkadang pada
beberapa kasus kuman yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus atau Pneumococcus 6.
3.4 Patologi
1. Vascular respone . Hal ini dicirikan dengan adanya kongesti dan peningkatan
permeabilitas dari pembuluh darah konjuctiva yang berhubungan denga adanya
proliferasi dari kapiler
2. Cellular response. Terdapat bentukan eksudar dari PMN dan sel-sel inflamasi
lainkedalam substantia propia dari konjuctiva
3. Conjuctival tissue response. Konjunctiva menjadi edema. Terdapat degenerasi epitel
superficial, menjadi mudah lepas dan deskuamasi. Selain itu terdapat proliferasi
lapisan basal dari conjunctiva dan peningkatan mucin yang dihasilkan oleh sel-sel
sekresi goblet
4. Conjunctival discharge. Hal ini terdiri dari air mata, mukus, sel-sel inflamasi,
desquamasi epitel, fibrin dan bakteri. Jika inflamasinya sangat parah, diaphedesis dari
sel darah merah dapat terjadi dan discharge dapat diwarnai oleh darah 5
11
Gambar 5. Konjungtivits Gonore pada bayi
3.5 Klasifikasi
3.6 Patofisiologis
Terdapat 3 stage
1. Stage of infiltration. Fase ini berakhir dalam 4-5 hari dan dicirikan sbb:
a. Bola mata lemah dan nyeri
b. Konjunctiva merah terang
c. Palpebra bengkak dan tegang
d. Discharge berair atau sanguinous
e. Pembesaran kelenjar limfe pre-aurikula
2. Stage of blenorrhoea. Fase ini dimulai paa har ke5, berakhir dalam beberapa hari
dan dicirikan sbb:
a. Purulen yang jelas, discharge yang tebal, mengalir ke pipi
b. Gejala lain meningkat, kecuali tegangan palpebra menurun
3. Stage of slow healing. Selama fase ini, nyeri dan bengkak menurun. Konjunctiva
masih merah, lunak dan menebal. Discharge mulai berkurang secara perlahan 5
12
Penularan vertikal dari ibu merupakan rute penularan ke bayi. Kedua orang tua
, bagaimanapun, harus diskrining untuk infeksi STD. Sebenarnya permukaan okular
dilengkapi dengan fitur anatomi dan fungsional unik yang mencegah infeksi bakteri di
mata sehat , baik pada bayi dan orang dewasa . Imunoglobulin , lisozim ,
complement , dan beberapa enzim antibakteri dapat ditemukan di air mata. Tear
Film yang terus menerus didaur ulang menciptakan lingkungan yang membuatnya
sangat sulit untuk bakteri dapat berkembang. Pada dasarnya, sulit untuk teradinya
invasi oleh N.gonorrhea. Sayangnya, bakteri dapat invasi pada saat fungsi barier rusak
. Selain itu exotoxins bakteri seperti yang ditemukan di Streptococcus dan spesies
Staphylococcus dapat menyebabkan nekrosis 5.
13
Gambar 6. Konjungtivitis Gonore
3.7 Diagnosis
14
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret
dengan pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva , yang
diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai dengan metilen biru 1%
selama 1 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan dan diperiksa di bawah
mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang intraseluler sel epitel dan
lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah
berjalan menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk
membedakannya dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose
(-). Sedang meningokok test maltose (+).
Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa.
Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati. 3,4,7,9
15
2. Evaluasi Natal
Merupakan evaluasi yang paling penting, karena infeksi konjungtivitis
Gonore terjadi saat proses melahirkan
Proses persalinan harus dilakukan dalam keadaan yang steril atau
aseptic
Kelopak mata bayi baru lahir yang dalam kondid=si tertutup harus
selalu dibersihkan dengan steril dan dalam kondisi kering
3. Evaluasi Postnatal
Berikan salep mata Tetrasiklin 1 % atau Erhytromycin 0,5 % atau
solutio Silver Nitrate 1 % (Credes Method) pada kedua mata bayi
segera setelah persalinan
Berikan injeksi Ceftriaxone 50 mg/kg IM atau IV (maksimal 125
mg) pada bayi lahir dari ibu penderita gonorrhea yang tidak di
terapi 6.
3.102 Terapi Kuratif
Sebelum dilakukan terapi harus dikonfirmasi infeksi yang terjadi dengan
pemeriksaan sitologi dan kultur swab dengan uji sensitivitas. Jika hasilnya didapatkan
adanya infeksi gonococcal maka dilakukan :
1. Terapi Topikal :
a. Irigasi dengan menggunakan larutan saline (saline lavage) hingga
bersih dari sekret
b. Berikan salep mata Bacitracin 4 kali/hari, karena pada banyak kasus
terjadi resistensi terhadap terapi topical dengan menggunakan
Penicillin. Namun pada kasus dengan uji sensitivitas didapatkan
sensitif terhadap Penicillin, maka dapat diberikan tetes mata Penicillin
5000 10000 unit /ml, diberikan setiap lima menit selama 30 menit.
c. Jika infeksi mengenai bagian kornea maka diberikan salep mata
Atrophine Sulphate
2. Terapi Sistemik :
Neonatus dengan Gonococcal Opthalmia harus diterapi selama 7 hari
dengan salah satu dari regimen pengobatan berikut :
a. Ceftriaxone 75 100 mg/kg/hari IV atau IM 4 kali/hari
b. Cefotaxime 100 150 mg/kg/hari IV atau IM, setiap 12 jam
c. Ciprofloxacin 10 20 mg/kg/hari atau Norfloxacin 10 mg/kg/hari
16
d. Jika dari hasil uji sensitivitas didapatkan sensitive terhadap Penicillin
maka dapat diberikan crystalline benzyl penicillin G 50000 unit untuk
neonatus aterm dan dengan berat normal. Untuk neonatus preterm atau
BBLR diberikan 20000 unit secara IM 2 kali/hari selama 3 hari 6.
17
sembuh setelah 5 hari. Apabila ada komplikasi kornea, konjungtivitis
gonore sembuh lebih lama.
b. Sistemik :
Pengobatan sistemik diberikan seperti pada Gonore tanpa
penyulit (ulkus kornea). Selain obat-obat spesifik untuk Neisseria
gonorrhoe dapat diberikan siklopegik (Scopolamin 0,25 %) 2-3 kali
setiap hari untuk menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan
mencegah sinekia. Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam
(descemetocele) dapat dilakukan operasi flap konjungtiva partial
conjunctiva bridge flap.
Literatur lain menyebutkan pengobatan konjungtivitis gonokokal
terdiri dari Penisilin G 100.000 Unit / kg/hari selama 1 minggu. N.
Gonorrhea isolat yang resisten terhadap penisilin banyak di daerah
perkotaan di Amerika Serikat. Di Afrika, tingkat produksi pencillinase
N.Gonorrhea kisaran 18-57% dan banyak bagian lain dunia (50%
sampai 60%). Karena itu generasi ketiga cephalosporin digunakan
selama 7 hari di daerah di mana memproduksi pencillinase strain
endemik. Sebuah dosis tunggal ceftriaxone 50 mg/kg sebagai dosis
tunggal (maksimum 125 mg) adalah sangat efektif dan
direkomendasikan oleh pedoman WHO. Obat alternatif meliputi
18
spectinomycin 25 mg/kg (maksimum 75 mg) sebagai satu dosis dan
kanamycin IM 25 mg/kg (maksimum 75 mg). Ibu yang terinfeksi juga
harus diobati dengan ceftriaxone dosis tunggal (25-50 mg/kg). Mata
bayi harus sering dialiri dengan normal saline untuk menghilangkan
kotoran.10
Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik
yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. Pada
pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone
atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi 10.
Terapi dengan pemberian kortikosteroid baik topikal maupun
sistemik sangat tidak disarankan bahkan termasuk kontraindikasi pada
konjungtivitis Gonore. Karena kortikosteroid memiliki efek samping
utama yaitu menekan fungsi imunitas individu terutama pada bayi
yang perkembangan sistem imunnya belum sempurna dapat
mengakibatkan infeksi sekunder dikemudian hari jika kortikosteroid
diberikan dalam dosis yang besar ataupun jangka panjang. Faktor yang
lain kortikosteroid dapat menyebabkan penipisan dari lapisan kornea
sehingga dapat mempercepat terjadinya komplikasi ulkus kornea
akibat N.gonorrhea. Selain itu penggunaan kortikosteroid jangka
panjang dapat menyebabkan rebound phenomenon yang makin
memperparah inflamasi setelah penghentian penggunaan kortikosteroid
10
.
3.112 Konseling
Konseling adalah hal yang sangat penting untuk semua konjungtivitis yang
bersifat menular, untuk meminimalisir penularan maka kita harus memutus rantai
penularannya, yaitu melalui cuci tangan setelah kontak dengan mata yang infeksius,
penggunaan kontrasepsi untuk kontak seksual yang beresiko, menggunakan alat
pelindung diri jika berada pada lingkungan yang infeksius, baik melalui kontak,
droplet, maupun airborne 2.
Jika konjungtivitis berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual (PMS),
penatalaksanaan pada sexual partner juga harus dilakukan untuk meminimlisir
penyebaran penyakit. Penderita dan pasangannya harus dirujuk ke dokter spesialis
yang khusus pada penyakit tersebut. Dokter harus waspada berulangnya kejadian
19
konjungtivitis Gonore jika tidak dilakukan treatment pada orang tuanya, oleh karena
itu biasanya pasangan tidak diperbolehkan untuk hamil sampai keduanya dinyatakan
benar-benar sembuh dari infeksi N.gonorrhea2.
Pada kasus ophthalmia neonatorum karena gonococcus, harus segera dirujuk atau
dibawa ke pediatric dan dokter spesialis mata untuk memperoleh penanganan yang
lebih lanjut baik untuk kesembuhan matanya dan pencegahan terjadinya infeksi yang
sistemik pada neonatus 2.
3.12 Komplikasi
Ulkus kornea marginal di bagian atas, dimulai dengan infiltrate, kemudian
pecah menjadi ulkus. Ulkus ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman
gonococcal (enzim proteolitik). Ulkus kornea marginal dapat terjadi pada
stadium I atau II.
Blefarospasme akibat pembentukan sekret yang banyak
Keratitis yang terjadi tanpa didahului kerusakan epitel kornea akibat
penumpukan sekret dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea
Ulkus yang mengalami perforasi dapat menyebabkan terjadinya endoftalmitis,
panoftalmitis, dan dapat berakhir dengan kebutaan total
Pada dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan penyulit keratitis, ulkus kornea,
arthritis, meningitis, dan sepsis 3,4
3.13 Prognosis
Bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis yang cukup, Gonore akan
sembuh tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan terlambat atau kurang intensif
maka kesembuhan mungkin dapat disertai dengan sikatriks kornea dan penurunan
tajam pengelihatan yang menetap atau bahkan terjadi kebutaan 3,4.
3.14 Prevensi
1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual
2. Secara klasik diberikan obat tetes mata
3. Cara lain yang lebih aman adalah pemberihan mata dengan solusio borisi dan
pemberian salep mata kloramfenikol
4. Operasi Caesar direkomendasikan bila si ibu menderita infeksi vagina berat
saat menjelang kelahiran bayinya
20
5. Pemberian antibiotik baik Intravena maupun Intramuskular, bisa diberikan pada
neonatus yang lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi 3,4.
BAB 5
KESIMPULAN
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang melapisi bagian
posterior palpebra (konjungtiva palpebra) dan bagian anterior sklera (konjungtiva bulbi).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (Mucocutaneus junction) dan
21
dengan epitel kornea di limbus. Infeksi pada konjungtiva dapat menyebabkan terjadinya mata
merah atau pink eye yang menimbulkan berbagai komplikasi.
Konjungtivitis Gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai
sekret purulen, yaitu Adult purulent conjungtivitis pada dewasa, Opthalmia neonatorum pada
bayi berusia 1-3 hari, dan conjungtivitis gonore infantum pada bayi berusia lebih dari 10 hari.
Konjungtivitis Gonore kebanyakan mengenai orang dewasa terutama laki-laki, organisme
utama yang menyebabkan penyakit ini adalah Gonococcus, namun terkadang pada beberapa
kasus kuman yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus atau Pneumococcus.
Konjungtivitis Gonore menular melalui kontak genital ke mata. Diagnosis detegakkan
berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan bakteorologis. Pada pewarnaan gram menunjukan
gram negative, diplococcus kidney-shapped. Pengobatan dilakukan bila ditemukan
diplokokus batang intraseluler pada pewarnaan gram dan sangat dicurigai konjungtivitis
Gonore.
Pasien harus dirawat dan di isolasi serta diberikan pengobatan dengan sebaik-baiknya.
Pengobatan dibagi menjadi terapi profilaksis dan terapi kuratif. Hasil pengobatan lebih baik
bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis yang cukup, Gonore akan sembuh tanpa
komplikasi. Bila pengobatan diberikan terlambat atau kurang intensif maka kesembuhan
mungkin dapat disertai dengan sikatriks kornea dan penurunan tajam pengelihatan yang
menetap atau bahkan terjadi kebutaan. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan
penyakit menular seksual dapat mencegah terjadinya konjungtivitis Gonore.
DAFTAR PUSTAKA
22
3. Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
4. Hammscherlang, M. Clamidial and Gonoccocal Infection In Infant Children.
http://cid.oxfordjournals.org. Accessed 6 January 2017.
5. Kanski, J. 2007. Clinical Ophthalmology a Systemic Approach. 6th ed. Elsevier Ltd.
6. Khurana, AK. 2007. Diseases of the Conjunctiva. In: Comprehensive Opthalmology
Fourth Edition. New Delhi : New Age International Publishers
7. Matejcek A, Goldman RD. Treatment and Prevention of Ophtamia Neonatrum. Le
Mdecin de famille canadien. 2013;59;1187-90
8. Vaughan, DG et al. 2003. Vaughan & Asbury's General Ophthalmology Sixteenth
Edition. Mc Graw-Hill
9. Feder RS, McLeod ST, Dunn SP, et al. 2013. Conjunctivitis. In: American Academy of
Ophtalmology. http://www.aao.org/ppp. Accessed 6 January 2017.
23