/. DESKRIPSI SINGKAT
//. TUJUAN
V. LANGKAH/PROSES
1. Fasilitator menjelaskan secara singkat diskripsi, tujuan, pokok bahasan
dan metode yang dipakai (5 ')
2. Fasilitator mempresentasikan tentang dasar-dasar kesehatan
lingkungan kerja (10)
3. Fasilitator melakukan review tentang materi dasar-dasar kesehatan
lingkungan kerja (25)
4. Fasilitator mempresentasikan faktor-faktor bahaya potensial di
lingkungan kerja (10)
5. Fasilitator melakukan review tentang faktor-faktor bahaya potensial di
lingkungan kerja (25).
6. Fasilitator mempresentasikan langkah utama/upaya kesehatan
lingkungan kerja yang meliputi pengenalan/penemuan masalah,
evaluasi faktor bahaya potensial di lingkungan kerja dan pengendalian/
penanggulangan masalah yang ada (15)
7. Fasilitator melakukan review langkah utama / upaya kesehatan
lingkungan kerja yang meliputi pengenalan/penemuan masalah,
evaluasi faktor bahaya potensial di lingkungan kerja dan pengendalian/
penanggulangan masalah yang ada (35)
8. Fasilitator mempresentasikan teori identifikasi bahaya di lingkungan
kerja (15)
9. Fasilitator melakukan review teori identifikasi bahaya di lingkungan kerja
(20)
10. Fasilitator mempresentasikan teori pengukuran bahaya di lingkungan
kerja (15)
11. Fasilitator melakukan review teori pengukuran bahaya di lingkungan
kerja (40)
12. Fasilitator mempresentasikan teori rekomendasi perbaikan lingkungan
kerja (20)
13. Fasilitator melakukan review teori rekomendasi perbaikan lingkungan
kerja (35)
Dalam penjelasan Undang-undang No. 36 tahun 2009 pasal 164 ayat 1 dan 3
disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja
agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk
yang diakibatkan oleh pekerjaan, upaya kesehatan kerja berlaku bagi setiap
orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja.
Kesehatan kerja merupakan penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan
lingkungan kerja. Di dalam lingkungan kerja terdapat faktor-faktor lingkungan
yang dapat menjadi bahaya potensial bagi kesehatan pekerja. Berdasarkan teori
Blum yang menyatakan bahwa faktor lingkungan merupakan faktor terbesar yang
dapat mempengaruhi status kesehatan individu disamping faktor perilaku,
pelayanan kesehatan dan yang terkecil pengaruhnya adalah faktor keturunan. Oleh
karena itu faktor lingkungan di tempat kerja memberikan pengaruh yang besar
terhadap kesehatan pekerja, yang meliputi kesehatan fisik dan psikis.
Bahaya potensial tersebut di atas masuk kedalam tubuh manusia melalui media
lingkungan, meliputi udara, tanah, air, bahan/material, makanan/minuman,
limbah, dan vektor/binatang perantara penyakit, termasuk pajanan langsung
sedangkan yang berkontribusi terjadinya gangguan kesehatan/penyakit adalah
perilaku.
Nilai Ambang Batas/Nilai Batas Dosis adalah suatu nilai dari besarnya/volume
suatu bahan/zat/kondisifisik yang mana pekerja masih diperbolehkan berada
dilingkungan kerja pada batas tertentu dan waktu tertentu yang diyakini tidak
menimbulkan gangguan kesehatan pada hampir semua pekerja
2.1. Kebisingan
Kebisingan merupakan masalah kesehatan kerja yang sering timbul, baik pada
industri besar seperti pabrik baja, pabrik mobil maupun industri rumah tangga,
seperti pandai besi, penggergajian kayu, perajin kuningan serta aneka logam
lainnya.
1) Gangguan Fisiologis
Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul akibat bising.
Dengan kata lain fungsi pendengaran secara fisiologis dapat terganggu.
Pembicaraan atau instruksi dalam pekerjaan tidak dapat didengar secara jelas,
sehingga dapat menimbulkan gangguan lain, misalnya kecelakaan. Pembicara
terpaksa berteriak-teriak, selain memerlukan ekstra tenaga, juga menambah
kebisingan. Dilaporkan bahwa kebisingan dapat mengganggu "cardiac output"
dan tekanan darah.
2) Gangguan Psikologis
Gangguan fisiologis lama-lama bisa menimbulkan gangguan psikologis. Suara
yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan stress, gangguan jiwa, sulit
konsentrasi, berpikir dan lain sebaginya. Gangguan psikologis tentu saja dapat
menimbulkan akibat yang lebih jauh.
Terjadinya ketulian akibat bising ini tidak sekaligus terjadi dalam seketika, tetapi
tergantung dari macam dan lama suara serta faktor-faktor lain. Prosesnya bisa
dimulai dari tingkat yang ringan sampai menjadi berlarut-larut, yaitu tuli yang
menetap.tuli akibat bising termasuk jenis tuli persepsi dan kelainannya terdapat
di dalam cochlea dan bisa menetap.
Kelainan yang timbul pada akibat bising terjadi tahap demi tahap sebagai berikut:
1) Stadium adaptasi
Adatapsi merupakan suatau daya proteksi alamiah dan keadaan ini dapat
pulih kembali, atau dengan kata lain sifatnya reversible. Jika kita memasuki
ruangan yang bising maka ambang pendengaran akan naik, sehingga bising
tidak akan mengganggu lagi. Setelah meninggalkan ruangan bising itu
pendengaran kita yang (menjadi) kurang lama kelamaan akan pulih kembali.
2) Stadium "temporary threshold shift"
Disebut juga "auditory fatigue" yang merupakan kehilangan pendengaran
"reversible" sesudah 48 jam terhindar dari bising itu. Batas waktu yang
diperlukan untuk pulih kembali, sesudah terpapar terhadap bising pekerjaan
adalah 16 jam. Bila pada waktu bekerja keesokan hari pendengaran hanya
sebagian yang pulih maka akan terjadi "permament hearing loss".
3) Stadium "persistent treshold shift"
Dalam stadium ini meningginya ambang pendengaran lebih lama lagi dari
pada stadium "temporary treshold shift". Sekurang-kurangnya 48 jam setelah
meninggalkan lingkungan bising, pendengarannya masih terganggu.
4) Stadium "permanent treshold shift"
Di sini meningginya ambang pendengaran menetap sifatnya. Gangguan ini
paling banyak ditemukan dan tidak dapat disembuhkan . Ini merupakan tuli
akibat di tempat yang bising dan merupakan jenis tuli persepsi yang
kerusakanannya terdapat dalam cochlea berupa rusakannya syaraf, dimana
terdapat degenerasi dari "sensory" atau "external hair cell".
Kesukaran yang dihadapi dalam meredam bunyi umumnya ialah terletak pada
peredam bunyi yang keluar dari lubang-lubang. Untuk ini biasanya dipakai pipa
yang penampangnya lebih kecil atau pipa yang dilapisi peredam bunyi atau
diterapkan pada pipa peredam bunyi tadi alat peredam bunyi yang
memungkinkan suara bergerak berkelak-kelok seperti pada knalpot mobil atau
sepeda motor. Sedangkan pada tepi-tepi pintu atau celah-celah jendela diberikan
pelapis untuk mengurangi lubang-lubang yang tidak diinginkan. Selain itu,
mengadakan isolasi mesin terhadap lantai sehingga tidak menimbulkan getaran
yang akan merambat keseluruh ruangan tersebut. Pada dasarnya untuk menutup
mesin -mesin yang bising adalah sebagai berikut:
- Menutup mesin serapat mungkin.
- Mengolah pintu-pintu dan semua lubang secara akuatik. Bila perlu
mengisolasi mesin dari lantai untuk mengurangi penjalaran getaran.
Usaha lain dalam mengendalikan bising ialah ditujukan terhadap pekerja atau
karyawannya itu sendiri yang terpapar terhadap kondisi bising. Cara ini
sebenarnya lebih praktis dalam pelaksanaannya akan tetapi kesukarannya
terletak pada si karyawannya itu sendiri dan di sini berhubungan erat dengan
faktor manusia.
Bagi karyawan atau pekerja sektor informasi perlu dicari upaya yang lebih
pragmatis. Penyuluhan akan bahaya kebisingan harus dilakukan sesering dan
seintensif mungkin.
Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba/rasakan tidak hanya didapat dari
metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Makin tinggi panas
lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya
semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak pula panas tubuh akan hilang.
Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat
dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebgai kondisi panas
lingkungan. Selama pertukaran ini seimbang dan serasi, tidak akan
menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja.
Tekanan panas yang berlebihan akan merupakan beban tambahan yang harus
diperhatikan dan diperhitungkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan, dapat
menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja jantung menjadi bertambah.
Bila suhu tubuh perlu diturunkan terjadi vasolidatasi pembuluh darah kulit, yang
menyebabkan suhu kulit mendekati suhu tubuh, sehingga panas yang hilang
melalui radiasi dan konduksi juga lebih banyak. Sebaliknya pada suhu udara
dingin, reseptordingin pada kulit terangsang. Kejut rangsang (impuls) diteruskan
ke neuron peka dingin pada hypothalamus posterior. Sebagai respon,
hypothalamus meningkatkan kejut rangsang konstriksi ke pembuluh darah perifer
serta menghambat aktivitas kelenjar keringat. Tampak kulit pucat karena
penyempitaan pembuluh darah .
Kamampuan tubuh untuk mengatur pans terbatas. Bila panas yang berlebihan ini
tidak cepat dibuang, siklus berantai yang buruk akan timbul. Ini terjadi sebab proses
metabolismepun akan dipacu sesuai dengan kenaikan suhu, sama seperti pada
kebanyakan reaksi kimia lainnya. Dengan meningkatnya metabolisme, panas yang
dihasilkan juga bertambah dan ini akan meningkatkan suhu tubuh lagi.
Bila tidak diatasi, dapat terjadi kegagalan sistim kardiovaskuler, ginjal dan
kerusakan "ireversible" dari sistem syaraf dan jaringan otot. Siklus ini hanya dapat
dihentikan bila kebetulan waktunya tepat dan dilakukan tindakan yang cermat.
Indeks ini diperoleh dari koefisien pertukaran panas lingkungan melalui radiasi
dan konveksi (R+C) dan produksi panas hasil metabolisme (M), yang bersama-
sama menghasilkan sejumlah panas yang harus disalurkan melalui evaporasi (E)
untuk menjaga keseimbangan suhu tubuh. Pengukuran menjadi kurang tepat
karena disini perlu diperhitungkan bahwa orang yang diobservasi masih memakai
pakaian (walaupun minimal) dan ini mengurangi proses pertukaran panas melalui
R,C, dan E.
Alat yang pakai disebut WBGT-meter yang merupakan suatu alat yang kompak
yang secara sendiri-sendiri diukur "dry bulb, wet bulb dan globe temperatur", juga
kecepatan gerakan udara.
Berdasarkan nilai indeks ini ditentukan batas maksimum kegiatan fisik yang
boleh dilakukan, yaitu sebagai berikut:
(a) Indeks 78 F (26 C)
Latihan fisik yang sangat berat dapat merupakan faktor presipitasi terjadinya
kejang panas dan sengatan panas karena itu harus waspada.
(b) Indeks 82 F (29 C)
Pada orang-orang yang belum terlatih, latihan fisik berat perlu direncanakan
denganbijaksana.
(c) Indeks 85 F (29 C)
Latihan fisik yang berat (misalnya kegiatan mencangkul, lari-lari) tidak boleh
dilakukan oleh orang yang belum beraklimatisasi kurang dari 3 minggu
(d) Indeks 85 F (29 C)
Pekerjaan dibawah sinarmatahari harus dihindarkan
(e) Indeks 88-90 F (31-32 C)
Pekerjaan fisik harus dikurangi pada orang yang baru melaksanakan
pekerjaan kurang dari 12 minggu. Hanya orang yang telah terlatih baik dan
beraklimatissi dapat melakukan kegiatan fisik terbatas dan tidak boleh lebih
dari 6 jam sehari.
(f) Indeks 90 F (32 C)
Semua pekerjaan fisik harus dihentikan.
Suhu rektal lebih dari 41 C merupakan tanda bahaya dan merupakan ancaman
serius terhadap nyawa penderita. Angka kematian dapat mencapai 20%,
tergantung daricepatnya pertolongan pertama diberikan. Suhu lebih dari 42,2C
menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel. Penyembuhan dipersulit pada
penderita penyakit jantung, ginjal dan usia tua.
Air minum
Air minum merupakan unsur pendingin tubuh yang penitng dalam lingkungan panas.
Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkerirngat dan
pengeluaran urine. Pendapat bahwa seseorang dapat dilatih untuk mengurangi
kebutuhan air adalah tidak benar. Pada keadaan banyak keringat, tiap orang
memerlukan 0,5 liter air atau lebih tiap jam. Air tersebut sebaiknya diberikan dalam
jumlah kecil tapi frekwensinya lebih sering, dengan interval 20-30 menit. Suhu
optimum air minum 10-21C.
Garam (NaCI)
Kebutuhan rata-rata tiap orang adalah 15-20 gr/hari dan biasanya sudah cukup
dipenuhi dari makanan sehari-hari. Pada pengeluaran keringat yang banyak, perlu
menambah pemberian garam, akan tetapi tidak boleh beriebihan karena dapat
menimbulkan haus dan mual. Penambahan dapat diberikan melalui makanan atau
lebih mudah melalui air minum dengan konsentrasi 0,1%.
Makanan
Sesudah makan, sebagian besar darah mengalir kedaerah usus untuk menyerap
hasil pencemaan. Bila latihan fisik dilakukan segera sesudah makan, darah yang
mengalirdiperlukan juga otot-otot. Akibatnya aliran darah menjadi tidak efisien
karen kebutuhan ganda dan ini dapat mengganggu fungsi normal. Karena itu
sebaiknya, latihan dilakukan setelah cukup istirahat.
Istirahat
Aktivitas fisik beratyang dilakukan pada lingkungan panas, terutama pada orang
yang belum terlatih, memerlukan istirahat yang diberikan singkat setiap sesudah
latihan (juga singkat). Cara ini bermanfaat unutk menghindari terjadinya efek
kelelahan kumulatif.
Tidur
Untuk menghindari efek kelelahan kumulatif diperlukan istirahat tidur sekitar 7
sehari. Selama tidur, tubuh diberi kesempatan untuk membersihkan pengaruh-
pengaruh atau zat-zat yang kurang baik bagi tubuh yang terdapat pada otot-otot
dan organ lain. Jaringan saraf juga mendapat kesempatn istirahat. Sebaiknya suhu
ruang tidur diusahakan sejuk.
Pakaian
Pakaian melindungi permukaan tubuh terhadap radiasi sinar matahari, tetapi juga
merupakan penghambat terjadinya konveksi antara kulitdengan aliran udara.
Untuk mndapatkan efek yang menguntungkan, baju yang dipakai harus cukup
longgarterutama dibagian leher, ujung lengan, ujung celanadan sebagainya. Selain
itu jenis bahan yang dipakai juga harus yang tidak menghambat evaporasi (jangan
jenis impermeable).
Aklimatisasi
W H O (1969) memberikan definisi aklimatisai sebagai berikut: "Aklimatisasi
panas adalah istilah yang diberikan pada suatu keadaan penyesuaian fisiologik
yang terjadi pada seseorang yang baisanya hidup di iklim dingin, kemudian
berada di iklim panas")
Penyesuaian yang serupa ini juga terjadi pada seseorang yang biasa bekerja dalam
sikap duduk (aktivitas fisik ringan) ke [ekerjaan dengan aktivitas fisik yang lebih
berat. Tubuh ynag telah mengalami aklimatisasi dapat melakukankegiatan fisik
dalam dalam lingkungan panas tanpa menimbulkan gejala yang merugikan.
Perubahan karakteristik yang nyata dan menguntungkan adalah bertambahnya
produksi keringat, diserta dengan denyut jantung dan suhu rektal yang tetap rendah.
Bertambahnya produksi keringat dapat menimbulkan dehidrasi. Keadaan ini harus
dihindarkan dengan minum lebih sering dalam jumlah sedikit tetapi 100 200 ml)
tiap 15-20 menit.
2.3 Pencahayaan
Sumber pencahayaan buatan terdiri dari lampu minyak dan lampu listrik Lampu
minyak kini sudah jarang dipergunakan. Meski demikian kebiasaan penggunaan
lampu minyak di tempat kerja perlu mendapat perhatian karena umumnya
kualitas pencahayaan rendah.
- Adapun jenis-jenis lampu listrik antara lain:
- Lampu filamen (lampu pijar biasa)
- Lampu "fluorescent" (atau terkenal dengan istilah lampu neon).
- Lampu "mercury "
Untuk masalah tersebut di atas sangat di butuhkan pemikiran para ahli, baik ahli
teknik pencahayaan maupun medis, sehingga dapat dicapai pencahayaan yang
memenuhi syarat ditempat kerja. Selain tersebut di atas, perlu adanya pengertian
bahwa pengaturan pencahayaan dan upaya pencegahan yang berkaitan dengan
pencahayaan ini merupakan tanggung jawab dan kerja sama antara pekerja
dengan pemilik/ pimpinan tempat usaha dan para ahli.
2.4. Radiasi
Kemajuan pembangunan di Indonesia diiringi dengan pemanfaatan dan penerapan
llmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), yang mana dapat berdampak positif
maupun negatif. Dampak negatif tersebut meliputi beberapa aspel antara lain faktor
fisik yang berhubungan dengan radiasi di lingkungan kerja yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan. Sebagaimana diketahui bahwa radiasi disamping
bermanfaat juga dapat menimbulkan bahaya bagi manusia. Undang-undang
Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaga Nukliran mengamanatkan bahwa
pengamatan dan pembinaan dalam pemanfaatan tenaga nuklir/radioaktif
dilaksanakan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Berdasarkan
keputusan Kepala Bapeten No 01 dan no 02 tahun 1999 dinyatakan bahwa nilai
batas dosis (NBD) yang diperkenankan untuk pekerja adalah 50 mSv/tahun. NBD
dapat dipantau dengan mengunakan Film Badge yang dipakai oleh pekerja
selama bekeja yang diambil dan diperiksakan ke laboratorium selama satu bulan
satu kali. Pengawasan yang dilakukan oleh BAPETEN antara lain inspeksi
penggunaan peralatan, pemberian sertifikat/izin penggunaan peralatan
setiaptahun sekali salah satu syaratnya perlu dilakukan kalibrasi, pelatihan
petugas proteksi radiasi (PPR)
Dampak yang dapat ditimbulkan dari radiasi pengion bisa dirasakan langsung seperti
kerusakan kulit atau secara tidak langsung berupa terjadinya kanker, kerusakan
janin, kerusakan DNA dan kerusakan tulang dan gigi.
Secara umum radiasi terbagi atas:
1. Radiasi pengion (Ionizing Radiation)
2. Radiasi non pengion (Non Ionizing Radiation).
Pengendalian
- Pengendalian secara teknis (Engineering Control)
- Pesawat ditempatkan pada ruang isolasi
- Operator harus dilindungi dari pemajanan/pajanan
- Penggantian operator X ray bila film badge telah mencapai NAB.
- Pemakaian Alat Pelindung Diri
- Pemakaian Apron.
Pengendalian/Pelindung:
- Penempatan sumber radiasi secara benar, penentuan daerah terlarang hanya
diperbolehkan bagi yang bertugas, terutama pada radar X dan komunikasi.
- Isolasi sumber
Perlindungan terhadap radiasi ultraviolet dengan penggunaan kaca mata
(sunglasses) dan sunblock untuk perlindungan kulit.
3.1 Debu
Diantara berbagai gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja, debu
merupakan salah satu sumber gangguan yang tak dapat diabaikan. Dalam kondisi
kondisi ttt, debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar.
Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan
pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru,
bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Tempat-tempat kerja yang
berdebu, misalnya kegiatan pertanian, pengusaha keramik, batu kapur, pasar-
pasar tradisional, pedagang pinggir jalan dan lain-lain.
Pengertian debu :
Debu ialah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanis seperti penghancuran
batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada tambang timah putih, tambang
besi, tambang batu bara, diperusahaan tempat penggurinda besi, pabrik besi dan
baja dalam proses sandblasting dan lain-lain.
Sifat-sifat debu :
1. Sifat pengendapan
Adalah sifat debu yang cenderung selalu mengendap karena gaya grafitasi
bumi. Namun karena kecilnya kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di
udara. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih
daripada yang ada diudara.
2. Sisat permukaan basah
Sifat permukaan debu akan cenderung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air
yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu dalam tempat
kerja.
3. Sifat penggumpalan
Oleh karena permukaan debu selalu basah, sehingga dapat menempel satu
sama lain dan dapat menggumpal. Turbulensi udara meningkatkan
pembentukan penggumpalan. Kelembaban dibawah saturasi, kecil pengaruhnya
terhadap penggumpalan debu. Akan tetapi bila tingkat huminitas diatas titik
saturasi mempermudah penggumpalan. Oleh karena itu partikel debu bisa
merupakan inti daripada air yang berkonsentrasi, partikel jadi besar.
4. Sifat listrik statik
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang
berlawanan. Dengan demikian, partikel dalam larutan debu mempercepat
terjadinya proses penggumpalan.
5. Sifat optis
Debu atau partikel basah/ lembab lainnya dapat memancarkan sinaryang dapat
terlihat dalam kamargelap.
Macam-macam debu :
Pembagian debu ada yang didasarkan pada sifatnya dan ada yang didasarkan
pada efeknya. Secara garis besar ada tiga macam debu, yaitu:
1. Debu organik: seperti debu kapas, debu daun-daunan tembakau dsb.
2. Debu mineral, yang merupakan senyawa kompleks seperti : Si02, Si03, arang
batu dll.
3. Debu metal seperti: timah hitam, mercury, Cd, As dll.
Umumnya debu-debu ini dapat menyebabkan penyakit pada paru-paru yang kita
kenal dengan Pneumoconiosis. Namun ada pula yang menyebabkan keracunan
secara umum, akibat absorbsi tubuh melalui permukaan kulit, lambung maupun
traktus respiratorius, misalnya keracunan akut yang disebabkan oleh timah
hitam.
Debu yang masuk kesaluran pernafasan tergantung dari ukuran partikel debu
terse but:
Debu berukuran 5-10 mikron akan ditahan oleh cilia pada jalan pernafasan
sebelah atas.
Debu berukuran 3-5 mikron ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan.
Debu berukuran 1-3 mikron dapat masuk sampai alveoli paru-paru.
Debu berukuran 0,1-1 mikron tidak mudah hinggap dipermukaan alveoli oleh
karena debu-debu ukuran demikian ini tidak mudah mengendap.
Fungsi paru-paru utama adalah untuk melakukan pertukaran udara dari atmosfir
kedalam tubuh manusia dan sebaliknya. Untuk pertukaran udara dalam paru-
paru ini hams melalui alveoli. Dalam alveoli in terjadi pertukaran oksigen dari
atmosfir dengan C02 dibawa keseluruh tubuh. Karena tejadinya fibrosis dapat
menurunkan vital capacity paru-paru, akibatnya 02 akan berkurang yang
ditangkap sehingga bagian yang memerlukan oksigen seperti otak, jantung akan
terganggu.
Tindakan Pencegahan
Jalankan system exchaust local ditempat sumber logam berat dan buang logam
berat itu dengan outdoor collector dan sebaginya sebelum mencemari pekerja.
Gunakan bahan yang tidak dapat tembus dilantai termpat kerja agar dapat
segera menyingkirkan logam berat yang tumpah pada waktu bekerja.
Isolasi sumber logam berat dari para pekerja, sehingga bahan yang berbahaya
tidak mencemari pekerja:
- Tutuplah bahan yang berbahaya agar tidak terlihat.
- Lakukan tes kesehatan apabila menerima pekerja dan untuk selanjutnya,
periksalah kesehatan para pekerja secara rutin.
- Kurangi penerimaan logam berat melalui kulit dan mulut dengan penanganan
kebersihan diri secara menyeluruh.
- Jangan lupa memakai alat pelindung (masker tahan debu, celemek dan Iain-
lain).
Dalam sistem hidup atau alam hayati, air merupakan pelarut utama. Demikian
utamanya air, sampai zat yang yang larutpun diusahakan diproses dalam media ini
dengan cara mengemulsikannya. Pada suhu fisiologis, airdalam tubuh tetap
berwujud cair, tidak menjadi uap dan tidak pula menjadi es. Air memang
mempunyai kedudukan yang istimewa bagi mahluk hidup, karena zat ini memiliki
beberapa keistimewaan yang sesuai benar dengan kebutuhan organism.
Namun demikian, dalam proses di luar tubuh manusia kemampuan air sebagai
pelarut ternyata sangatterbatas. Air hanya dapat melarutkan mineral atau zat-zat
organik, plus beberapa persenyawaan organiksederhana. Padahal berbagai proses
industri untuk memenuhi kebutuhan manusia sebagian besar menggunakan zat-
zat organik. Maka kebutuhan akan pelarut organik dalam jumlah besar tak
terelakkan lagi.
Dalam industri pelarut organik banyak digunakan dalam pembuatan tinta cetak, cat,
perekat, polimer, plastik, tekstil, produk-produk pertanian ( isolasi dan pemurnian
minyak atsiri dan senyawaan obat dari tumbuh-tumbahan ) dan produk-produk
farmasi. Beberapa pelarut organik tidak hanya dipakai sebagai pelarut melainkan
juga sebagai bahan dasar (starting material) atau zat antara (intermediate).
Benzena misalnya, selain digunakan sebagai pelarut dalam pembuatan plastik,
dapat juga dipakai sebagai zat antara dalam pembuatan zat warna.
Dalam lapangan kerja sektor informal pelarut organik juga banyak digunakan
misalnya di bengkel, mebel, industi pertanian, percetakan, pembuatan batik,
sanggar seni dsb. Di bengkel misalnya, pelarut organik antara lain berasal dari cat.
Bermacam-macam cat mengandung berbagai pelarut dengan kadaryang
berbeda-beda. Toluena, n-heksanal n-butil keton, adalah pelarut-pelarut yang
banyak dipakai. Pelarut-pelarut seperti ini juga dapat dijumpai di mebel-mebel
untuk pernis dan pelitur.
Bahan yang mudah menguap, seperti halnya pelarut organik, dengan sendirinya
akan mudah terbakar, karena bahan itu lebih cepat bercampur homogen dengan
oksigen diudara. Akan tetapi, api tidak akan timbul apabila campuran bahan
dengan oksigen tadi belum mencapai suhu tertentu. Dengan demikian ada dua
hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian kebakaran ini, yaitu mudah
tidaknya suatu bahan menguap dan suhu bahan
tersebut.
Mudah tidaknya suatu zat menguap dapat diketahui dari titik didihnya. Suatu
bahan yang titik didihnya rendah berarti mudah menguap. Sebaliknya, suatu
bahan yang titik didihnya tinggi berarti sukar menguap.Titik didih menunjukkan
kecenderungan zat cair berubah menjadi uap.
Bahan-bahan yang telah menguap dan bercampur dengan oksigen diudara tidak
begitu saja dapat terbakar, melainkan jumlahnya harus ttt. Kadar atau
konsentrasi ttt itu dikenal dengan Batas Konsentrasi Bawah (BKB) atau Lower
Flamable Limit (LFL) yang disebut juga Lower Explosion Limit (LEL) dan Batas
Konsentrasi Atas (BKA) atau Upper Flamable Limit (UFL) yang disebut jugar
Explosion Limit (UEL) (Imamkhasani ,1987). BKB adalah batas konsentrasi
terendah (terkecil) suatu gas diudara yang dapat dibakar. Dibawah harga ini gas
tidak dapat dibakar karena terlalu sedikit. Sedangkan BKA adalah batas
konsentrasi tertinggi suatu gas diudara yang dapat dibakar. Diatas harga ini gas
tidak dapat dibakar karena jumlah oksigen tidak cukup. Dengan demikian maka
flamable range berada antara BKB dan BKA. Nilai-nilai BKB dan BKA biasanya
dinyatakan dalam % (volume) atau ppm.
Selain faktor konsentrasi tersebut, bahaya kebakaran ditentukan juga oleh dua
karakteristik lain, yaitu titik nyala (flash point) dan titik bakar (ignition point). Titik
nyala adalah suhu dimana suatu zat cair mempunyai cukup uap diatas
permukaannya yang dapat dibakar, sedangkan titik bakar adalah suhu dimana
suatu zat dapat terbakar dengan sendirinya. Ini berarti pelarut organik yang titik
nyala dan titik bakarnya rendah sangat mudah menimbulkan kebakaran.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas marilah kita lihat perbandingan dan
contoh pelarut organik berikut. Eterdan alkohol masing-masing mempunyai titik
didih 34C dan 79 C. Ini berarti eter lebih mudah menguap daripada alkohol dan
oleh sebab itu lebih mudah terbakar. Lebih mudahnya eter terbakar juga
ditunjukkan oleh flamable range nya, yaitu antara 1,85-48%. Bandingkan dengan
alkohol yang lebih sempit, yaitu 3,3-19%. Selain itu, eter akan terbakar dengan
sendirinya pada suhu 180C (titik bakar), sedangkan alkohol baru terbakar pada
suhu 423C.
Bila pelarut organik mengenai kulit maka akan terjadi efek ganda. Pertama,
lapisan lemak pada kulit akan larut sehingga kulit menjadi rusak, teriritasi,
mengering dan peeah-pecah. Kedua, dengan kerusakan kulit seperti ini akan
memudahkan masuknya pelarut atau zat toksik lain kedalam tubuh. Senyawaan
fenolik, seperti fenol dan asam salisilat misalnya, dapat menyebabkan keratolisis
sehingga zat toksik lain dapat masuk melalui kulit. Pemakaian zat aktif
permukaan seperti detergen secara berlebihan juga dapat berakibat lenyapnya
lapisan lemak pelindung kulit.
Pengaruh pelarut prganik terhadap tubuh mungkin hanya berupa efek toksik
saja, bisa juga berupa kerja toksik. Pada efek toksik terjadi interaksi kimia yang
bolak balik (reversible) zat toksik dengan substrat biologi tubuh, sedangkan pada
kerja toksik interaksi itu tidak bolak balik (irreversible) yang biasanya berupa
ikatan kovalen. Interaksi reversible biasanya hanya menghasilkan perubahan
fungsional saja tanpa merubah struktur substrat seperti yang terjadi interaksi
irreversible. Perubahan fungsional substrat biasanya hilang bila zat penyebabnya
dikeluarkan dari plasma. Pemakaian obat-abatan umumnya berdasar pada
interaksi reversible ini.
Efek toksik dan kerja toksik umumnya berlangsung dalam 3 fase yaitu :
1. Fase eksposisi
Yaitu kontak zat toksik dengan bagian-bagian tubuh, zat toksik hams melarut
atau terdispersi secara molekul dengan sempurna untuk memungkinkan
penyerapan (absorbsi)
2. Fase toksokinetik
Setelah diabsorbsi zat toksik di distribusi, dimetabolis dan dapat diekskresi.
Dalam fase ini zat toksik sudah siap memberikan efek terhadap tubuh.
3. Fase toksodinamik
Zat toksik tersebut harus bertemu dengan receptor yang sesuai dalam organ
sehingga dapat memberikan efek terhadap tubuh.
Dengan gambaran ini jelas bahwa fisiko-kimia zat toksik dan keadaan tubuh
sangat berpengamh terhadap toksisitas suatu zat. Daya racun zat yang mudah
larut dalam lemak akan berbeda dengan yang mudah lamt dalam air. Zat yang
berbentuk larutan akan lebih mudah diabsorbsi daripada bentuk padatannya.
Demikian pula keadaan tubuh, kulityang basah oleh keringat pada waktu bekerja
akan lebih mudah ditembus oleh zat-zat beracun daripada yang kering
Di dalam tubuh zat toksik dapat diubah dengan reaksi kimia menjadi zat yang
kurang toksik, atau bahkan menjadi material yang lebih toksik. Peristiwa ini bisa
terjadi misalnya didalam usus dalam fase eksposisi (sebelum diabsorbsi). Disini
umpamanya senyawa azo dari zat warna bisa tereduksi menjadi amina aromatis
yang justru lebih toksik daripada senyawa asalnya.
Gambaran efek akut beberapa pelarut organik Efek toksisitas akut beberapa
pelerut organik:
Pekerja yang berhubungan dengan resiko terkena penyakit infeksi dibagi 2 katagori
yaitu :
1) Pekerjaan di bidang kesehatan
Dimana pekerja kontak langsung dengan pasien atau bahan-bahan infeksius
pada laboratorium
2) Pekerjaan bukan di bidang kesehatan
Terutama mereka yang kontak dengan binatang atau produk dari binatang,
pada pencangkulan tanah atau perjalanan kedaerah endemik. Tipe tambahan
dari pekerja yang berhubungan dengan agent infeksius umumnya terdapat
pada negara yang berkembang Tab 18-2. Tahun 1992 di
Secara rinci jenis penyakit tersebut di atas akan di bahas pada Materi Penyakit
Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja dan Kecelakaan Kerja.
Penyebab utama:
Postur yang janggal
Tugas berulang dan sering
Stress di tempat kerja
Getaran
Gerakan yang kuat
Area kerja yang jelek/yang kurang baik
Duduk terus-menerus dalam postur yang sama dan dalam jangka waktu yang
lama
Pendukung pada pinggang bagian bawah tidak memadai
b. Pengendalian Perorangan
DAFTAR PUSTAKA