Anda di halaman 1dari 9

ANESTESI PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN FUNGSI GINJAL

Yang perlu dilakukan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang dilakukan
tindakan anestesi dan pembedahan adalah sebagai berikut :
Evaluasi kondisi pasien.
Perkiraan masalah selama dan pasca operasi.
Management selama operasi.
Management pasca bedah.

1. Evaluasi kondisi pasien.


a. Lakukan anamnesa : kapan ?, akut ?
b. Periksa : dalam bentuk apa?, seperti produksi urine sangat menurun
Adakah gangguan lainnya seperti hipertensi, dekompensasi kordis, anemia yang sudah
berlangsung lama (kronik depresi pada glomerulus sehingga erytropoietic terganggu),
gastric empty delayed dan gejala neuropathy.
c. Perkirakan causanya seperti apakah obstruksi, gangguan parenchym atau
penyebab pre renal.
d. Lakukan pemeriksaan laboratorium seperti
Urinalisis, BUN creatinin, creatinin clearence, elektrolit terutama K+, asam basa,
hemostasis, albumin.
e. Lakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti EKG, foto thorak.
f. Lakukan penghitungan estimated creatinine clearance
Dengan rumus
ml / menit = (40 age) x (weight in kg)
72 x (serum creatinine mg / dl)

Kriteria hasil
> 50 ml/mnt (normal) : trust us normal patient
30-50 ml/mnt (moderat) : compromise avoid dehidration, nefrotoxin agent
10-30 ml/mnt (no renal reserve) : consider preoperatif dialisis
< 10 ml/mnt (End stage renal diseases ERDS) : dialisis with 24 hr preoperatif

Pemeriksaan serum creatinin sewaktu tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Oleh


karena itu, pemeriksaan serum creatinin pada gangguan ginjal dengan penyulit harus
dilakukan secara serial.
Pemasangan CVP dilakukan untuk menilai fungsi ekskresi ginjal. (nilai normalnya <
20 menit).
g. Lakukan penyeimbangan cairan yang masuk dan keluar (fluid balance).
Pastikan intake lancar.
Produksi urine hari sebelumnya harus diketahui.
Lakukan monitor CVP
Ketahui penyulit seperti hipertensi, dekompensasi dan aritmia.
h. Gangguan ginjal yang bisa menyebabkan Mati cepat karena fluid overload
dan hiperkalemia.

2. Perkiraan masalah periode pre operasi


a. Anestesi.
Pasien puasa lakukan hidrasi adekuat.
Premedikasi.
Induksi
Intubasi Scolin menyebabkan peningkatan K+ 2-3
Obat anestesi yang menyebabkan RBF dan GFR menurun.
Relaxan yang diekskresi lewat ginjal atau dimetabolisme.
Narcotik yang diekskresi atau dimetabolisme.
b. Bedah
Perdarahan.
Reversibilitas fungsi ginjal (sumbatan lebih baik dari pada non sumbatan).
c. Indikasi hemodialisis.
Serum creatinin 8-10.
BUN 80-100
Fluid overload
Hiperkalemia > 6
Asidosis berat.
Enchepalophaty metabolic.
Pericarditis.
Coagulopathy.
Refractory gastrointestinal syndrome.
Toxisitas obat.

Menurut renal fungtion in anaestetic and surgery, indikasi hemodialisis adalah


Clinical deterioratin, terutama gejala cerebral dari fluid overload.
Indikasi biokemia, BUN > 200 mg / 100 ml, SC > 10 mg / 100 ml, K+ > 6 mMol/l
dan tidak ada respon terhadap terapi.
Metabolik acidosis berat.

3. Management saat operasi


a. Hidrasi
Pemberian cairan pre renal cukup melalui infus, kalau perlu dengan panduan CVP.
b. Premedikasi,
Perhatikan ekskresi obat (dosis pemberian lebih rendah). Perhatikan efek obat terhadap
sirkulasi (yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan penurunan RBF).
c. Induksi dan intubasi
Apabila K+ > 5 jangan menggunakan relaksan Scolin. Gunakan cara lain seperti
intubasi non apnea atau intubasi awake dan pemberian relaksan non depolarisasi
(Atracurium).
d. Obat anestesi.
RBF dipertahankan, gubakan relaksan non depolarisasi (dengan alternatif pilihan
vecuronium atau atracurium).
e. Cairan
Pemberian cairan sesuai dengan situasi dan indikasi serta jumlah perdarahan saat
durante operasi.
f. Monitoring
Hitung produksi urine setiap saat. Perhatikan saat membuka ginjal / ureter terutama
pada kasus-kasus obstruksi / uropathy.
g. Prinsip
Pertahankan RBF dan serum creatinin se normal mungkin. (normovelemia, normotensi
dan ketahui pengaruh obat anestesi terhadap RBF)

Pengaruh obat anestesi terhadap RBF


a. Premedikasi.
Sulfas Atropin, Scopolamin, Glicopirolat cukup aman tidak mempengaruhi fungsi
renal.
Glicopirolat lebih terpilih karena pengaruh CNS lebih kecil. Bronchodilator
mempunyai efek menurunkan keasaman dan volume lambung.
Midazolam
Untuk sedasi cukup baik, tidak mendepresi respirasi dan kardiovaskuler.
Dimetabolisme di hepar dan dapat menaikkan diuresis dengan menaikkan kadar
anti diuretik hormon inhibitor. Diazepam bisa digunakan sebagai alternatif.
Morphin / Pethidin
Merangsang ADH sehingga diuresis menurun. Metabolic Morphin (Morphin 3
Glocoronid) masih aktif bersifat analgesic dan depresi respirasi. Metabolic Pethidin
(Nor Mepheridin) menyebabkan iritabilitas dan kejang-kejang. Ekskresi lewat
ginjal, dianjurkan tidak dipakai.
Droperidol, pengaruhnya sedikit.
Fentanyl
Dosis sedang sampai besar dianjurkan untuk risiko tinggi, karena dapat
menurunkan kadar katekolamin dan meningkatkan klirens air serta eliminasinya
bergantung pada metabolisme hepar.

b. Induksi.
Propofol
Merupakan obat lebih terpilih karena mula kerja dan masa kerjanya paling singkat
diantara obat-obat intravena.
Pentothal.
Dapat menurunkan resistensi vasculer renalis sehingga aliran darah renal lebih
baik. Pentothal terikat 60-70% dengan albumin.
Hati-hati dapat terjadi over dosis bila ada hipoalbumin, apalagi pasien menderita
uremia yang dapat menyebabkan daya ikat albumin menurun.
Succinylcholin
Sebagai fasilitas intubasi dapat diberikan jika tidak ada hiperkalemia. Sebaiknya
tidak menggunakan Succinylcholin apalagi kondisi asidosis dan trauma
pembedahan, cukup menunjang terjadinya hiperkalemia.
Succinylcholin 1 mg/kgbb dapat menaikkan K+ = 0.2-0.5 mEq/l, ada laporan
peningkatan K+ mencapai 0.9 mEq/l
Vecuronium
Ekskresi hanya 25% melalui ginjal selebihnya melalui empedu.
Atracurium
Tidak diekskresikan melalui ginjal tetapi spontan melalui system Hoffman.
Pancuronium
Relatif aman karena ekskresinya melewati ginjal (40-80%) dan hepar (5-10%)

4. Management pasca bedah.


a. Reflecement cairan selama operasi cukup.
b. Fluid therapi s + i + output. Pada kasus jeeelek perlu dipasang CVP.
c. Kalori
Pemberian kalori cukup 30-40 Kcal / kgbb / hari, yang berasal dari karbohidrat.
Apabila kurang mengakibatkan terjadinya pemecahan protein yang dapat
menyebabkan produksi urea meningkat yang menimbulkan toksis.
Pemberian asam amino essensial dan karbohidrat masih merupakan perdebatan
Glukosa diberikan 20-40%. Jangan diberikan RL karena K+ ikut masuk.
d. Monitoring
Fluid balance.
Produksi urine.
Laboratorium serial.
e. Oliguri / anuria.
Periksa post renal pastikan kateter dalam keadaan baik.
Pre renal hidrasi cukup
ADH + aldosteron.
Bila RBF menurun vasoaktif (Dopamin).
f. Perhatikan
Produksi urine dan serum creatinin
Hb minimal 6-7 gr% dan Hct 20-25% apabila tidak dilakukan tranfusi.
Tekanan darah sistolik dipertahankan < 180 mmHg dan diastolik < 110 mmHg.
Lakukan pengecekan efek pemberian premedikasi dan induksi terhadap sirkulasi
( terutama tekanan darah).
TRANS URETRAL OF THE PROSTATE ( TUR-P )

Dilakukan untuk menghilangkan penyumbatan yang disebabkan oleh Benigna Prostatic


Hiperthropy (BPH).
Larutan yang digunakan untuk irrigasi adalah larutan yang non ionized seperti Glycine,
Manitol, Urea, Cytal, Glucosa.
Diifus melalui trans uretral untuk :
a. Distensi dan visualisasib bladder
b. Membersihkan darah dan jaringan.

Jika sinus venosus terbuka, dapat menyebabkan cairan irrigasi akan masuk kedalan sirkulasi
dalam jumlah yang significant.
Faktor yang mempengaruhi cairan yang masuk ke dalam sirkulasi :
a. Ukuran kelenjar prostat.
b. Lamanya waktu reseksi.
c. Pengalaman operator.
d. Tekanan cairan irrigator lebih tinggi dari tekanan venosus.

TUR-P syndroma.
Merupakan kumpulan gejala (Constellation of symptom) yang disebabkan dari :
Overload sirkulasi.
Water intoxicasi.
Hiponatremia.
Glycine toxicity.
Ammonia toxicity.
Hemolisis.
Coagulopathy.
Bacteriemia, septicemia atau toxemia.

a. Overload volume intravasculer terjadi jika


Systolik / diastolik CVP meningkat.
Tanda-tanda edema paru.
Tanda-tanda gagal jantung.
b. Dilutional hiponatremia (Serum Na+ 100-120
mEq/l) dengan gejala
Nyeri kepala
Perubahan status mental seperti lethargi, agitasi dan seizures
Mual muntah.
Perubahan visual.
c. Pada pasien dengan general anestesi tidak
menunjukkan tanda-tanda abnormality sampai terjadi
hipotensi dan disrhytmia.
d. Hipervolemia dan hyponatremia sering muncul
bersamaan.
e. Therapy sindroma TUR-P
Diuresis dengan Furosemid
Larutan salin hipertonik 3-5% (6cc meningkatkan 10 mEq).
Cardiovascular support
Treat seizures.
f. Uncommon complication
Dilutional hipokalemia (berikan KcL)
Hemolisis (berikan manitol dan furosemid, stop irrigasi dan lakukan alkalinisasi
dengan Bic nat)
Coagulopathy
Bladder perforasi surgical repair.
Sepsis berikan IV antibiotik serta supportif terapi.
Persisten penis errection berikan
Amyl nitrat 0,3 ml into breathing bag
Ketamin 0,5-1,0 mg/kg
General anestesi
Nitroprusside
Trimethorphan
Stimulasi obstruksi nerve turunkan ants

ANESTESI PADA TUR


1. Anestesi regional (SAB peridural)
Keuntungan
a. Pasien sadar
Bila terjadi water excess (nyeri kepala dll pasien mengeluh
Bila terjadi perforasi vesica urinaria pasien mengeluh nyeri abdomen
b. Perdarahan pergram jaringan prostat lebih sedikit
c. Relaksasi bladder lebih baik
d. Bila ada Gangguan hemodinamik post operasi lebih mudah dikelola
e. Menurunkan insiden sinus thrombosis
f. Analgesik post operasi.
g. Keuntungannnya lebih cepat dan dosis obat lebih rendah

Kerugiannya
a. Kontraindikasi pada jaringan terinfeksi serta pada spinal headache dan lain-lain.
b. Ketinggian blok sampai thoracal VIII; bladder distensi tidak nyeri. Operasi prostat
ketinggian blok sampai thoracal X.

2. General anestesi
a. Bila pasien menginginkan dan
b. Bila ada kontra indikasi dengan regional.
TRANFUSI PADA CRF
a. Anemia umumnya terjadi pada clearance creatinin < 30 ml/mnt. Hb biasanya 6-8 gr/dl,
oleh karena menurunnya erythropoietin produksi sel darah merah dan penghancuran sel
darah merah.
b. Pemberian tranfusi yang tidak tepat hanya akan meningkatkan penghancuran sel darah
merah (eritrosit) dan menambah produk hasil metabolisme yang dapat menyebabkan
terjadinya overload akibat pergeseran ECF ke IVF.
c. Tranfusi hanya diberikan pada pasien CRF dengan anemia berat (Hb < 6-7 gr/dl) atau
bila dikhawatirkan terjadi perdarahan yang besar intra operatif.

KOMPLIKASI DIALYSIS
Terjadinya dialysis disequilibrium syndrom oleh karena penurunan yang cepat dari osmolaritas
ekstrasellular terhadap osmolaritas intrasellular dengan gejala
Nausea.
Vomiting
Restlessness
Headache
Fatique
Seizures
Coma
Arrhytmia.

Gradient BUN plasma CSF rapid correction pH

Plasma bicarbonat meningkat

pCO2 arterial meningkat

pCO2 CSF meningkat

freely dissfusible

pH CSF menurun

Brain osmolaritas meningkat

Brain edema

HIPERKALEMIA (K+> 5.5 mEq / l)


a. Etiologi
Pseudo hiperkalemia
Cellular K Loss
Intake K berlebihan
Inadequate renal axcretion
Lysis cell
b. Gejala dan tanda
Parestesia dan paralisa.
EKG gelombang T meninggi, P mendatar, PR memanjang dan komplek QRS melebar.
c. Terapi
Ca Gluconas 10% 10-30 ml IV
Dextrose 50% 50 ml
Reguler insulin 5 IU IV
NaHCO3 50 mEq dalam 4 dosis.
Dialisis
Diuretik dan aldosteron pada kondisi tertentu.

HIPERNATREMIA (Na > 145 mEq / l)


a. Etiologi
Diabetes insipidus
H2O losses (renal, GI, Insessible)
Salt poisoning.
H2O deprivation
Primary hipodipsi
Mineralocorticoid excess
b. Gejala dan tanda
Gangguan status mental.
Nausea.
Seizures
Intracranial hemorrhage.
c. Terapi
Larutan hipotonik seperti D5% sesuai kebutuhan dengan rumus
H2O deficit (L) = 0,6 x BB (kg) x target Na+
(Actual Na+) - 1

Koreksi jangan diturunkan lebih dari 0,5 mEq l / jam karena bila terlalu cepat dapat
menyebabkan terjadinya kejang, edema otak dan kerusakan neurologis permanen.

HIPOKALEMIA (K+ < 3.5 mEq / l)


a. Etiologi
Pseudohipokalemia
Cellular K+ uptake
Intake K+yang kurang
GI loss
Renal loss
b. Gejala dan tanda
Hypomotilitas.
Kelemahan otot skelet atau paralise.
Gambaran EKG U wave.
c. Terapi
K+ oral non infus 10-20 mEq / jam atau 60-80 mEq / hari. Dengan monitoring EKG tidak
melebihi 240 mEq / hari.
Jangan berikan dextrose untuk mencegah hyperglikemia dan sekresi insulin sekunder.

HIPONATREMIA (Na+ < 135 mEq / l)


a. Etiologi
Pseudohiponatremia.
Pure water intoxication
Hyponatremia with appropriate ADH secretion
Hypovolemia
Congestive herth failure
Endocrine pathies.
cirrhosis
Syndrome of in appropriate of antidiuretics hormon
Idiopatic
Drug induced
Pulmonary diaseases
CNS diseases
Malignancy
b. Gejala dan tanda
Nausea
Gangguan status mental dan kejang.
Neuromuskular irritability
c. Therapi
Koreksi sesuai kebutuhan dengan rumus
Na + require = 0.6 x BB (kg) x (target Na+ - Na Plasma)

Lakukan koreksi dengan Na+ 1-1,5 mEq / l /jam. Bila koreksi terlalu cepat mengakibatkan
demyelinisasi pons yang dapat menimbulkan kerusakan neurulogis permanen.
Salin fisiologis 154 mEq / l.

Anda mungkin juga menyukai