Anda di halaman 1dari 13

PAROTITIS EPIDEMIKA

REFERAT THT

OLEH
PUTRI SHOLIH DEWI IRDIANTI
201610401011003

PEMBIMBING
Dr. PURNANING WAHYU P, Sp.THT-KL

SMF THT RSUD JOMBANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

JUNI 2017

0
BAB I
PENDAHULUAN

Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva


mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis,
submandibula dan sublingual. Kelenjar saliva minor jumlahnya ratusan dan
terletak di rongga mulut. Kelenjar saliva mayor berkembang pada minggu ke-6
sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan ektoderm. Kelenjar
saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm nasofaring dan
membentuk sistem tubuloasiner sederhana (Tamin,2010).

Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva yang bermanfaat untuk


membantu pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan, memberikan
perlindungan pada gigi terhadap karies serta mempertahankan homeostasis.
Kelenjar ini juga tidak terlepas dari penyakit. Penyakit yang mengenai kelenjar
saliva kadang sulit dideteksi karena strukturnya yang kecil. Saat ini teknologi
semakin maju, dan alat untuk mendiagnosis penyakit ini pun semakin
berkembang. Sialoendoskopi merupakan salah satu alat diagnostik pilihan
yang dapat digunakan pula sebagai sarana terapi (Tamin,2010).
Parotitis merupakan penyakit sistemik pada anak yang sampai saat ini
masih sering dijumpai. Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis
yang tersering. Saat ini sudah tersedia vaksin yang dapat mencegah parotitis yang
disebabkan oleh mumps (Marissa,2009).
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
<15 tahun 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah
ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di
negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000
kasus per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada anak besar dan
dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa di tempat kuliah atau tempat
kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insidens terjadinya
parotitis epidemika. Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit

1
Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus
parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya,
dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah
tahun 2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika.
(Satari,2004)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi kelenjar liur
Gambar 1. Anatomi kelenjar saliva mayor

2
Kelenjar parotis

Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar, terletak di regio


preaurikula dan berada dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi
sekret yang sebagian besar berasal dari sel-sel asini. Kelenjar parotis terbagi oleh
nervus fasialis menjadi kelenjar supraneural dan kelenjar infraneural. Kelenjar
supraneural ukurannya lebih besar daripada kelenjar infraneural. Kelenjar parotis
terletak pada daerah triangular yang selain kelenjar parotis, terdapat pula
pembuluh darah, saraf, serta kelenjar limfatik. Produk dari kelenjar saliva
disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari sebelah anterior kelenjar
parotis, yaitu sekitar 1,5 cm di bawah zigoma. Duktus ini memiliki panjang
sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus. maseter, berputar
ke medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam rongga mulut
di seberang molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan nervus
fasialis cabang bukal (Tamin,2010)

Kelenjar submandibula

Kelenjar submandibula merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah


kelenjar parotis. Kelenjar ini menghasilkan sekret mukoid maupun serosa, berada
di segitiga submandibula yang pada bagian anterior dan posterior dibentuk oleh
muskulus digastrikus dan inferior oleh mandibula. Kelenjar ini berada di medial
dan inferior ramus mandibula dan berada di sekeliling muskulus milohioid,
membentuk huruf C serta membentuk lobus superfisial dan profunda
(Fedrick,2001).
Lobus superficial kelenjar submandibula berada di ruang sublingual lateral.
Lobus profunda berada di sebelah inferior muskulus milohioid dan merupakan
bagian yang terbesar dari kelenjar. Kelenjar ini dilapisi oleh fasia leher dalam
bagian superfisial. Sekret dialirkan melalui duktus Wharton yang keluar dari
permukaan medial kelenjar dan berjalan di antara muskulus milohioid. dan
muskulus hioglosus menuju muskulus genioglosus. Duktus ini memiliki
panjang kurang lebih 5 cm, berjalan bersama dengan nervus hipoglosus di
sebelah inferior dan nervus lingualis di sebelah superior, kemudian berakhir

3
dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingual di dasar mulut
(Tamin,2010)

Kelenjar sublingual

Kelenjar sublingual merupakan kelenjar saliva mayor yang paling kecil.


Kelenjar ini berada di dalam mukosa di dasar mulut, dan terdiri dari sel-sel asini
yang mensekresi mukus. Kelenjar ini berbatasan dengan mandibula dan
muskulus genioglosus di bagian lateral, sedangkan di bagian inferior dibatasi
oleh muskulus milohioid (Lalwani,2008).

Kelenjar saliva minor

Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600


sampai 1000 kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa,
mukoid, ataupun keduanya. Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang
bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini tersebar di daerah bukal, labium,
palatum, serta lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan pada kutub superior
tonsil palatina (kelenjar Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai
darah berasal dari arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar
getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut (Lalwani,2008).
2.2 Fisiologi kelenjar liur

Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal oleh


asinus dan kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh duktus. Kelenjar saliva
memiliki unit sekresi yang terdiri dari asinus, tubulus sekretori, dan duktus
kolektivus. Sel-sel asini dan duktus proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial
yang berperan untuk memproduksi sekret. Sel asini menghasilkan saliva yang
akan dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus interlobulus, kemudian
duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus (Tamin,2010).

Kelenjar submandibula dan parotis mempunyai sistem tubuloasiner,


sedangkan kelenjar sublingual memiliki sistem sekresi yang lebih sederhana.
Kelenjar parotis hanya memiliki sel-sel asini yang memproduksi sekret yang

4
encer, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sel-sel asini mukus yang
memproduksi sekret yang lebih kental. Kelenjar submandibula memiliki kedua
jenis sel asini sehingga memproduksi sekret baik serosa maupun mukoid.
Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel yang memproduksi kedua
jenis secret (Tamin,2010).
2.3Definisi
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang
disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar
parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga
(Depkes RI,2007).
2.4 Etiologi
Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps, golongan paramyxovirus
yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsuI Iipoprotein.
(Satari,2004)

Virus mumps merupakan virus ribonucleic acid (RNA) rantai tunggal


yang termasuk dalam genus paramyxovirus, dan merupakan salah satu
virus parainuenza dengan manusia sebagai satu-satunya inang (host)
(Marissa,2009).

2.5 Epidemiologi
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
< 15 tahun adalah 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun.
Setelah ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat
jarang. Di negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari
1.000 kasus per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada anak besar
dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa ditempat kuliah atau
tempat kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insidens
terjadinya parotitis epidemika (Marissa,2009).
2.6 Patogenesis

5
Sesudah masuk dan mulai membelah dalam sel saluran pernapasan, virus
dibawa darah ke banyak jaringan, diantaranya ke kelenjar ludah dan kelenjar lain
yang paling rentan (Nelson,2000).

Setelah virus masuk ke dalam sistem pernapasan, virus akan bereplikasi


secara lokal. Diseminasi viremic kemudian terjadi pada jaringan target seperti
kelenjar parotis. Sel nekrosis dan peradangan dengan infiltrasi sel mononuklear
adalah respon jaringan, Kelenjar ludah edema dan terjadi deskuamasi sel epitel
yang melapisi sel nekrotik (Nelson,2000).

2.7 Manifestasi klinis

-Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia
lima sampai 15 tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan.
-Pembengkakan yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah telinga.
Kelenjar- kelenjar di bawah dagu juga akan lebih besar dan membengkak.

-Penderita juga merasa demam. Suhu tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC.
-Penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti
persentuhan dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara
ketika penderita bersin atau batuk. (Depkes RI,2007).
Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3
hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah
terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular
(Marissa,2009).

6
Gambar 2. Pembesaran kelenjar parotis dan submandibular.
2.8 Diagnosis
Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3
hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah
terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular.
(Marissa,2009).

Deteksi virus atau antibodi terhadap virus parotitis diperoleh melalui


sediaan air seni, saliva, atau cairan serebrospinal. Pemeriksaan serologis dapat
mempergunakan complement fixation test, serum neutralization, indirect
immunofluorescence, dan hemagglutination-inhibition yang dideteksi adalah lgG
pada stadium konvalesen. Metode terbaru dengan pemeriksaan antibodi fluoresen
tidak Iangsung (indirect fluorescent antibody) dapat mengukur IgM

2.9 Penatalaksanaan
Tirah baring selama demam dan masih ada pembengkakan kelenjar
parotis. Simptomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan
analgetika. Untuk situasi yang mendesak, pengobatan segera dengan antibiotik
intravena dan sambil menunggu hasil kultur diperoleh pengobatan dengan
antibiotik resisten penisilinase dimulai. Koreksi terhadap dehidrasi dilakukan dan
higiene mulut harus diperhatikan. Pada umumnya peradangan menunjukkan

7
penyurutan setelah 48 jam. Jika terdapat infeksi melanjut walaupun sudah
melakukan penatalaksanaan medis yang adekuat, operasi untuk drainase mungkin
diperlukan. Dibuat insisi mirip dengan yang dilakukan untuk parotidektomi. Kulit
dan jaringan subkutan diangkat dari kapsul kelenjar. Beberapa insisi melalui
kapsul kelenjar yang dibuat sejajar terhadap bagian utama saraf fasialis untuk
mengalirkan pus. Terapi radiasi dengan dosis berkisar 400 sampai 600 rad dengan
kecepatan 200 rad per hari digunakan untuk mengurangi sekresi parotis dan juga
untuk mengurangi peradangan. Pengobatan tambahan juga membantu jika
diberikan dalam 28 jam pertama proses peradangan (Boies,1997).
2.10 Pencegahan
Pencegahan pasif dengan memberikan globulin hiperimun ternyata tidak
dapat mencegah mumps atau mengurangi komplikasi. Pencegahan aktif dilakukan
dengan memberikan vaksinasi dengan virus mumps yang hidup tapi telah dirubah
sifatnya. Diberikan secara subkutan pada anak berumur 15 bulan (Nelson,2000).
2.11 Komplikasi
Komplikasi mungkin terjadi pada anak laki-laki pada umur belasan tahun,
nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada penderita remaja perempuan, nyeri akan
terasa juga di bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika virus gondong
menyerang otak dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput otak dan
jaringan selaput otak(Depkes RI,2007).

2.12 Prognosis
Infeksi virus pada orang yang immunocompent sering diatasi dengan prognosis
yang sangat baik (Lalwani,2008).
2.13 Diagnosis Banding
Coxsackie virus, cytomegalovirus, influenza virus dan echovirus (Lalwani,2008).

8
BAB III

KESIMPULAN

Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva


mayor dan minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis,
submandibula dan sublingual (Tamin,2010).

Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva yang bermanfaat untuk


membantu pencernaan, mencegah mukosa dari kekeringan, memberikan
perlindungan pada gigi terhadap karies serta mempertahankan
homeostasis(Tamin,2010).

9
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular
yang disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama
kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan
telinga (Depkes RI,2007).

Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps, golongan


paramyxovirus yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki
kapsuI Iipoprotein. (Satari,2004)

Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa


demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3
hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis(Marissa,2009).

Tirah baring selama demam dan masih ada pembengkakan kelenjar


parotis. Simptomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan
analgetika. Untuk situasi yang mendesak, pengobatan segera dengan antibiotik
intravena dan sambil menunggu hasil kultur diperoleh pengobatan dengan
antibiotik resisten penisilinase dimulai. Koreksi terhadap dehidrasi dilakukan dan
higiene mulut harus diperhatikan. Pada umumnya peradangan menunjukkan
penyurutan setelah 48 jam. Jika terdapat infeksi melanjut walaupun sudah
melakukan penatalaksanaan medis yang adekuat, operasi untuk drainase mungkin
diperlukan. Dibuat insisi mirip dengan yang dilakukan untuk parotidektomi. Kulit
dan jaringan subkutan diangkat dari kapsul kelenjar. Beberapa insisi melalui
kapsul kelenjar yang dibuat sejajar terhadap bagian utama saraf fasialis untuk
mengalirkan pus. Terapi radiasi dengan dosis berkisar 400 sampai 600 rad dengan
kecepatan 200 rad per hari digunakan untuk mengurangi sekresi parotis dan juga
untuk mengurangi peradangan. Pengobatan tambahan juga membantu jika
diberikan dalam 28 jam pertama proses peradangan (Boies,1997).

10
DAFTAR PUSTAKA

Boies RL, Higler AP. Boies buku ajar penyakit THT (boies fundamentals of

otolaryngology) 6thedition. Jakarta: EGC; 1997. hal.306-307.

Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas;

Jakarta: 2007. p.158

Fedrick, Byron, et.al. Anatomy and Physiology of the Salivary Glands. UTMB, Dept Of

Otolaryngology; New York, Januari 2001

11
Lalwani. Benign Diseases Of the Salivary Glands. Curent Diagnosis and Treatment

Otolaryngology Head and Neck Surgery, 2008. p. 317-319

Maldonado, Yvonne. Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak; 2000.

p.1075-1077

Marissa, Sri Rezeki, Orkitis Pada Infeksi Parotitis Epidemika. RS

Ciptomangunkusumo; Jakarta. Vol 11, Juni 2009

Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak

Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2004. p. 134-

137

Tamin syusana, Penyakit Kelenjar Saliva dan Peran Sialoedoskopi untuk Diagnostik

dan terapi. Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Rs

Ciptomangunkusumo; Jakarta, 2010

12

Anda mungkin juga menyukai