REFERAT THT
OLEH
PUTRI SHOLIH DEWI IRDIANTI
201610401011003
PEMBIMBING
Dr. PURNANING WAHYU P, Sp.THT-KL
JUNI 2017
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus
parotitis epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya,
dengan jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah
tahun 2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika.
(Satari,2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi kelenjar liur
Gambar 1. Anatomi kelenjar saliva mayor
2
Kelenjar parotis
Kelenjar submandibula
3
dalam rongga mulut di sebelah lateral frenulum lingual di dasar mulut
(Tamin,2010)
Kelenjar sublingual
4
encer, sedangkan kelenjar sublingual memiliki sel-sel asini mukus yang
memproduksi sekret yang lebih kental. Kelenjar submandibula memiliki kedua
jenis sel asini sehingga memproduksi sekret baik serosa maupun mukoid.
Kelenjar saliva minor juga memiliki kedua jenis sel yang memproduksi kedua
jenis secret (Tamin,2010).
2.3Definisi
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang
disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar
parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga
(Depkes RI,2007).
2.4 Etiologi
Salah satu virus penyebab parotitis adalah mumps, golongan paramyxovirus
yang terdiri dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsuI Iipoprotein.
(Satari,2004)
2.5 Epidemiologi
Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika
merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak. Insidens pada umur
< 15 tahun adalah 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun.
Setelah ditemukan vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat
jarang. Di negara barat seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari
1.000 kasus per tahun. Demikian pula insidens parotitis bergeser pada anak besar
dan dewasa muda serta menyebabkan kejadian luar biasa ditempat kuliah atau
tempat kerja. Di Indonesia, tidak didapatkan adanya data mengenai insidens
terjadinya parotitis epidemika (Marissa,2009).
2.6 Patogenesis
5
Sesudah masuk dan mulai membelah dalam sel saluran pernapasan, virus
dibawa darah ke banyak jaringan, diantaranya ke kelenjar ludah dan kelenjar lain
yang paling rentan (Nelson,2000).
-Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia
lima sampai 15 tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan.
-Pembengkakan yang nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah telinga.
Kelenjar- kelenjar di bawah dagu juga akan lebih besar dan membengkak.
-Penderita juga merasa demam. Suhu tubuh dapat meningkat hingga 39,5oC.
-Penularan penyakit ini melalui kontak langsung dengan penderita, seperti
persentuhan dengan cairan muntah dan air seni penderita atau melalui udara
ketika penderita bersin atau batuk. (Depkes RI,2007).
Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3
hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah
terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular
(Marissa,2009).
6
Gambar 2. Pembesaran kelenjar parotis dan submandibular.
2.8 Diagnosis
Infeksi parotitis epidemika ditandai dengan gejala prodromal berupa
demam, nyeri kepala, nafsu makan menurun selama 3-4 hari, yang diikuti
peradangan kelenjar parotis (parotitis) dalam waktu 48 jam dan dapat
berlangsung selama 7-10 hari. Penularan terjadi 24 jam sebelum sampai 3
hari setelah terlihatnya pembengkakan kelenjar parotis. Satu minggu setelah
terjadi pembengkakan kelenjar parotis pasien dianggap sudah tidak menular.
(Marissa,2009).
2.9 Penatalaksanaan
Tirah baring selama demam dan masih ada pembengkakan kelenjar
parotis. Simptomatik diberikan kompres panas atau dingin dan juga diberikan
analgetika. Untuk situasi yang mendesak, pengobatan segera dengan antibiotik
intravena dan sambil menunggu hasil kultur diperoleh pengobatan dengan
antibiotik resisten penisilinase dimulai. Koreksi terhadap dehidrasi dilakukan dan
higiene mulut harus diperhatikan. Pada umumnya peradangan menunjukkan
7
penyurutan setelah 48 jam. Jika terdapat infeksi melanjut walaupun sudah
melakukan penatalaksanaan medis yang adekuat, operasi untuk drainase mungkin
diperlukan. Dibuat insisi mirip dengan yang dilakukan untuk parotidektomi. Kulit
dan jaringan subkutan diangkat dari kapsul kelenjar. Beberapa insisi melalui
kapsul kelenjar yang dibuat sejajar terhadap bagian utama saraf fasialis untuk
mengalirkan pus. Terapi radiasi dengan dosis berkisar 400 sampai 600 rad dengan
kecepatan 200 rad per hari digunakan untuk mengurangi sekresi parotis dan juga
untuk mengurangi peradangan. Pengobatan tambahan juga membantu jika
diberikan dalam 28 jam pertama proses peradangan (Boies,1997).
2.10 Pencegahan
Pencegahan pasif dengan memberikan globulin hiperimun ternyata tidak
dapat mencegah mumps atau mengurangi komplikasi. Pencegahan aktif dilakukan
dengan memberikan vaksinasi dengan virus mumps yang hidup tapi telah dirubah
sifatnya. Diberikan secara subkutan pada anak berumur 15 bulan (Nelson,2000).
2.11 Komplikasi
Komplikasi mungkin terjadi pada anak laki-laki pada umur belasan tahun,
nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada penderita remaja perempuan, nyeri akan
terasa juga di bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika virus gondong
menyerang otak dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput otak dan
jaringan selaput otak(Depkes RI,2007).
2.12 Prognosis
Infeksi virus pada orang yang immunocompent sering diatasi dengan prognosis
yang sangat baik (Lalwani,2008).
2.13 Diagnosis Banding
Coxsackie virus, cytomegalovirus, influenza virus dan echovirus (Lalwani,2008).
8
BAB III
KESIMPULAN
9
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular
yang disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama
kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan
telinga (Depkes RI,2007).
10
DAFTAR PUSTAKA
Boies RL, Higler AP. Boies buku ajar penyakit THT (boies fundamentals of
Fedrick, Byron, et.al. Anatomy and Physiology of the Salivary Glands. UTMB, Dept Of
11
Lalwani. Benign Diseases Of the Salivary Glands. Curent Diagnosis and Treatment
Maldonado, Yvonne. Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak; 2000.
p.1075-1077
Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak
Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2004. p. 134-
137
Tamin syusana, Penyakit Kelenjar Saliva dan Peran Sialoedoskopi untuk Diagnostik
12