Isa Bab 4 4
Isa Bab 4 4
BAB IV
IMPLEMENTASI GURINDAM XII DALAM
KURIKULUM SEKOLAH
tidak hanya membentuk insan cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter
kuat dan berakhlak mulia yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tiga aspek tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh. Jika salah satu tidak ada maka pendidikan karakter tidak akan
efektif. Dari proses kesadaran seseorang mengetahui tentang nilai-nilai yang baik
(knowing the good), lalu merasakan dan mencintai kebaikan (feeling and loving
the good) itu sehingga terpatri dan terukir dalam jiwanya yang akhirnya menjadi
berkakter kuat untuk melakukan kebaikan. Feeling and loving the good, yakni
orang senantiasa mau berbuat kebaikan. Hakikat loving pasti mengandung unsur
melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu.
62
kebenaran itu, seseorang akan ringan melakukan hal-hal yang baik. Tiga proses
tersebut secara terus menerus dilakukan dan dialami, sehingga menjadi endapan-
kebiasaan dan karenanya menjadi karakter yang kuat dan positif. Kebiasan yang
Dari ayat ini dapat ditarik benang merah bahwa bawaan dasar (fitrah)
empat aliran yaitu (1) fatalis-pasif (2) netral-pasif (3) positif-aktif dan (4) dualis-
aktif.1
individu karakternya baik atau jahat melalui ketetapan Allah secara asal, baik
ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian saja. Faktor-faktor
terikat dengan ketetapan yang telah ditentukan sebelumnya. Ketetapan itu dapat
_________________________
Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka
(QS. Al-Araf [7]: 172). Nabi SAW mengatakan bahwa ketika Allah
mengeluarkan Adam dari surga dan sebelum turun dari langit, Allah mengusap
sulbi Adam sebelah kanan dengan sekali usapan, lalu mengeluarkan darinya anak
keturunan yang berwarna putih seperti mutiara dalam bentuk zur (keturunan).
Lalu Allah mengusap sekali terhadap sulbi Adam sebelah kiri, lalu mengeluarkan
anak turunannya yang berwarna hitam dalam bentuk zur. Allah berfirman:
Masuklah ke neraka dan Aku tidak peduli. Yang demikian itulah maksud Allah
kesaksian terhadap mereka dengan berfirman, Bukankah Aku ini Tuhan kalian?
Mereka menjawab, Betul, Engkau Tuhan Kami, kami menjadi saksi.(QS. Al-
Araf [7]:172). Seorang pendosa akan masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya
(given). Sifat dasar ini tidak berubah yakni berkaitan dengan karakter seseorang
untuk masuk neraka atau masuk surga, kebahagiaan atau penderitaan, atau
berkarakter positif atau negatif. Implikasi dari pandangan ini bahwa faktor
pembentukan karakter. Karena karakter kuat atau lemah telah ditentukan lebih
dahulu sebelum dia lahir ke dunia yang dikenal dengan ilmu azali Allah. Dengan
64
demikian manusia ibarat berkarakter wayang, mau jadi apa karakternya terserah
perilaku menurut struktur genetis riwayat keluarga. Maka sifat-sifat anak tidak
jauh berbeda dengan orang tuanya. Setiap perangai, temperamen, sifat, dan
karakter memiliki kaitan genetis dengan generasi yang mendahuluinya. Hal itu
jauh-jauh sebelum anak lahir sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Persoalan
teori hereditas ini juga dapat disamakan dengan paradigma gender. Paradigma
gender membedakan secara khas karakter seseorang melalui jenis kelamin. Pria
dan wanita secara karakteristik berbeda terutama karena alasan gender, berupa
sebuah pendidikan yang merupakan sebuah intervensi sadar dan tersruktur agar
manusia itu semakin dapat memiliki kebebasan sehingga mampu menempa dan
utuh dan sempurna, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa kesadaran
akan iman atau kufur, berkarakter positif atau berkarakter negatif dan bersifat
pendidikan. Ini sama dengan teori tabularasa dari John Lock. Manusia lahir
seperti kertas putih tanpa ada sesuatu goresan apa pun. Manusia berpotensi
berkarakter baik dan kuat bila pengaruh luar terutama orang tuanya mengajarkan
65
Dengan demikian pengaruh mana yang lebih dominan dan intensif kepada
mengambil argumen dari QS. Al-Nahl (16):78, Dan Allah mengeluarkan kamu
dari perut ibu kamu dengan keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun; dan dia
Dari pendapat netral-pasif ini, maka karakter dapat diubah. Bahkan karakter
seseorang sangat lentur untuk berubah-ubah dan bersifat dinamis. Hal ini sangat
pasif ini, pembentukan karakter ini bukan sebagai warisan hereditas orang tua,
bukan dari ketetapan Tuhan, dan bukan pula berasal dari dalam diri seseorang,
sejak lahir adalah berkarakter baik, kuat dan aktif, sedangkan karakter lemah dan
jahat bersifat aksidental. Artinya seseorang lahir sudah membawa karakter yang
baik dan positif. Karekter positif dan baik itu bersifat dinamis dan aktif
hal itu bukan dari cetakan dari Tuhan, dan bukan pula bagian integral dari dirinya.
Tetapi hal itu sifatnya sementara dan menempel dalam diri seseorang (aksidental).
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi. (kami lakukan yang demikian
itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya Kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan) (QS. al-
Araf (7):172). Kalimat Bukankah aku ini Tuhanmu? mereka menjawab: Betul
(Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi, dimaknai sebagai pemberian Tuhan
secara asal kepada setiap individu sesuatu yang baik termasuk karakter baik, tidak
ada sedikitpun secara asal sesuatu yang tidak baik. Berarti manusia berasal dari
Tuhan adalah baik, dan menjadi karakter jelek di tangan manusia dan polesan
yaitu dalam keadaaan berpihak kepada kebaikan secara kodrati, dan lingkungan
(karakter) manusia memiliki lebih dari sekedar pengetahuan tentang Allah yang
ada secara inheren di dalamnya, tetapi juga suatu cinta kepada-Nya dan keinginan
untuk melaksanakan ajaran agama secara tulus sebagai seorang hanif sejati sesuai
QS. Al-Rum (30):30 (Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
Manusia secara alamiah cenderung kepada kebaikan dan kesucian. Akan tetapi,
lingkungan sosial, terutama orang tua, bisa memiliki pengaruh merusak terhadap
diri (nafs), akal dan fitrah anak. Fitrah kesucian dan kebaikan sebagai sifat
bawaan lahir bisa saja rusak. Ismail Raji al-Faruqi, memandang bahwa kecintaan
kepada semua yang baik dan bernilai merupakan kehendak ketuhanan sebagai
alamiah.2 Menurut Russeau bahwa secara kodrati manusia itu baik, namun
bertumbuh semakin menjauhi dari kodratnya. Ada hubungan erat antara lembaga
pernyataan dan tidak menggariskan sesuatu aturan atau hukum apa pun. Dengan
menjadi bagian dari fitrahnya, dan bahwa ciptaan Ilahi tidak bisa diubah. Agama
bukanlah materi budaya yang diperoleh manusia sepanjang sejarah. Agama adalah
3
bagian dari fitrah suci manusia, karenanya manusia tidak bisa hidup tanpanya.
Ungkapan tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah dalam QS. al-Rum (30):30
_________________________
2.
Yasin Mohammad, Insan Yang Suci, Konsep Fitrah Dalam Islam, Bandung, Mizan, 1997
3
. M.Baqir al-Shadr, Sejarah Dalam Perspektif Al-Quran, Sebuah Analisis, Jakarta, Pustaka
Hidayah 1993
68
bahwa fitrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan dasar sejak
lahirnya. Para ulama memahaminya dengan tauhid (QS. al-Rum (30): 30). 4
Kata laa (tidak) pada ayat tersebut, maka ini berarti bahwa seseorang tidak dapat
menghindar dari fitrah. Dalam konteks ayat ini, ia berarti bahwa fitrah keagamaan
akan melekat pada diri manusia untuk selama-lamanya, walaupun boleh jadi tidak
diakui atau diabaikannya. Melalu teori positif-aktif, manusia menjadi pelaku yang
bertindak serta bereaksi atas dunia di luar dirinya. Dimensi ini berupa disposisi
batin melalui mana determinasi ini diterima, ditolak, atau sintesa atau
dimodifikasi secara aktif. Dimensi internal manusia selalu berkarakter baik dan
kuat, sedangkan karakter lemah dan negatif adalah bukan bagian integral dari
setiap individu.
awalnya membawa sifat ganda. Di satu sisi cenderung kepada kebaikan (energi
positif), dan di sisi lain cenderung kepada kejahatan (energi negatif). Dua unsur
pembentuk esensial dari struktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah,
yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk mengikuti Tuhan berupa
_________________________
4.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Bandung, Mizan 1997
69
positif berupa kekuatan spiritual (fitrah tauhid), kenabian dan wahyu Tuhan,
bisikan malaikat, kekuatan akal sehat, nafs muthmainnah (jiwa yang tenteram),
dan kalbu yang sehat dalam diri manusia. Sedangkan kecenderungan kepada nilai-
nilai a-moral berupa energi negatif yakni nafsu ammarah bissu (nafsu yang selalu
dan bisikan setan. Energi positif tersebut dalam perspektif individu akan
sosial. Aktualisasi orang yang berkualitas ini dalam hidup dan bekerja akan
dan competency (kemampuan) serta kinestetik yang professional dan bagus pula.
dalam hidupnya. Aktualisasi orang yang bermental seperti ini dalam hidup dan
munafik dan pengecut) dan orang yang tidak mampu mendayagunakan potensi
ditutup[21]. dan bagi mereka siksa yang Amat berat), bukanlah Tuhan yang
mumulai mengunci mati hati seseorang menjadi berkarakter lemah dan negatif,
tetapi yang memulai dari kalbu manusia yang menuruti tarikan energi negatif dan
setan yang ada dalam dirinya dan faktor-faktor eksternal di luar dirinya.
berdimensi ganda, dengan sifat karakter dasar ganda, tersusun dari dua kekuatan,
bukan saja berbeda, tapi juga berlawanan. Yang satu cenderung turun kepada
materi (energi negatif) dan yang lain cenderung naik kepada Ruh Suci (energi
dengan lingkungan sehingga tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik atau
lebih buruk. Dasar pandangan ini ialah QS. al-Hijr [15]:28-29)[1], al-Balad
tuntunan temannya, maka hendaklah salah seorang dari kamu melihat siapa yang
menjadi temannya. Dari hadis ini dapat dimaknai bahwa pergaulan punya
berkarakter baik dan bertakwa, maka seseorang dapat mengambil sifat baik dan
takwanya. Sebaliknya jika si teman tadi berkarakter jahat dan pendosa, maka
seseorang dapat mengambil sifat jahat dan pendosanya. Maka dua kecendurungan
Nabi SAW menyuruh orang tua agar anaknya shalat sewaktu berumur 7 tahun dan
memukulnya kalau belum mau salat sewaktu berumur 10 tahun. Rentang waktu
71
kebiasaan positif terhadap anak, yang akhirnya menjadi karakter kuat dan baik
merupakan keharusan orangtua. Shalat dalam hadis itu tidak dimaknai dengan
arti sempit yakni hanya shalat tetapi sangat luas yakni setiap kebajikan haruslah
1. Karakter cinta dan ikhlas terhadap Allah swt dan segenap ciptaan-Nya.
Ibadah pada hakekanya segala sikap dan prilaku yang ditunjukan untuk
mencari ridho Allah, baik itu ibadah personal maupun ibadah sosial.
(akal, nafs, kalbu, dan fitrah yang dihidupi oleh ruh), kesadaran dan
jawab apa yang dikatakan dan dilakukan secara mandiri. Setiap kamu
memberikan yang terbaik, giving the best, sebagai prestasi yang dijiwai
72
maka ia harus mampu memikul dan menunaikan amanah itu sesuai dengan
lebih baik dan terbaik) dan kerjasama dalam menciptakan tatanan dunia
manusia yang dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Bahkan telah
matipun, harus dibantu orang lain, yang dikenal dalam Islam fardu kifayah
menanamnya.
________________________
73
5.
Mohammad Nuh, Pendidikan Karakter Mendesak Diterapkan (Makalah) Media Center Diknas,
2010
7. Kepemimpinan. Memimpin diri sendiri dan orang lain untuk menata dunia
dilakukan dengan cara yang baik dan rendah hati jauh lebih bermakna dan
lebih efektif, daripada dilakukan dengan cara yang tidak baik dan arogan.
menjadi teladan bagi rakyatnya. Orang tua menjadi teladan bagi anak-
yang bukan saudara dan bukan pula kembar. Seseorang tidak boleh
turunan atau bawaan sejak lahir, maka karakter tidak bisa dibentuk. Namun, jika
jawabannya bisa dibentuk semenjak usia dini. Untuk itu kesepuluh pilar karakter
taubat. Keenam rukun pendidikan karakter tersebut adalah sebuah lingkaran yang
utuh yang dapat diajarkan secara berurutan atau tidak berurutan. Sesuatu tindakan
barulah dapat menghasilkan karakter kuat dan positif, apabila enam rukun
diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif. Mengajarkan yang baik, yang adil,
apa itu kebaikan, keadilan, kejujuran, toleransi, nilai dan lain-lain. Boleh jadi
konseptual tidak mengetahui dan tidak menyadari apa itu perilaku baik, atau apa
itu keadilan, atau apa itu kejujuran. Perilaku berkarakter mendasarkan diri pada
tindakan sadar subjek, bebas dan berpengetahuan yang cukup tentang apa yang
jernih tentang nilai-nilai tersebut, sejauh tindakan itu dilakukan dalam keadaan
sadar dan bebas, tindakan tersebut dalam arti tertentu telah dibimbing oleh
75
kebebasan tidak mungkin ada sebuah tindakah berkarakter. Dalam Islam pun
sudah dewasa, berakal (berpengetahuan), dalam keadaan sadar, dan ada kebebasan
untuk memilih. Sebuah tindakan yang tidak disadari, tidak dibimbing oleh
pemahaman tertentu, tidak ada kebebasan, maka tidak akan memiliki makna bagi
individu tersebut, sebab ia sendiri tidak menyadari dan tidak mengetahui makna
dan akibat tindakan yang dilakukannya. Demikian juga sebuah tindakan yang
tidak bebas dan tidak disadari serta tidak dibimbing oleh pengetahuan tentangnya,
adalah tindakan instingtif atau ritual yang lebih dekat pada cara bertindak
binatang.
Kedua: Feeling and loving the good. Setelah knowing the good, akan
tumbuh feeling and loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai
kebaikan menjadi power dan engine yang bisa membuat orang senantiasa mau
perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebaikan itu. Bagaimana
supaya setiap orang cinta kepada kebaikan? Tentu prilaku kebaikan itu harus
dalam waktu jangka panjang, serta keberpihakan kepada kebaikan bagi setiap
orang terutama para pengambil keputusan dan kebijakan. Dengan demikian setiap
orang merasa senang, nyaman dan aman dalam melakukan kebaikan itu.
mengerti dan mencintai kebaikan yang melibatkan dimensi kognitif dan afektif.
76
kebiasaan, yang pada akhirnya membentuk karakter yang kuat dan postif.
menjalankan ibadah salat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika mereka
sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau
ibadah dan kebajikan, karena anak umur sekian itu (belum dewasa) belum ada
dengan ibadah puasa, dan perbuatan kebajikan lainnya. Rahasianya adalah agar
anak terbiasa sekaligus menjadi karakternya untuk melakukan yang baik, sehingga
ketika tumbuh dewasa, ia talah terbiasa melakukan dan terdidik untuk menaati
Nya. Di samping itu, anak akan mendapatkan kesucian rohani, gerakan refleks
pembiasaan nilai positif menjadi tradisi positif, lalu menjadi budaya positif, yang
Keempat: Keteladanan. Dari aspek knowing the good, feeling and loving
the gooddan acting the good pembelajar butuh keteladanan dari lingkungan
77
sekitarnya. Manusia lebih banyak belajar dan mencontoh dari apa yang ia lihat
dan alami. Keteladanan yang paling berpengaruh adalah yang paling dekat dengan
pembelajar. Orang tua, karib kerabat, pimpinan masyarakat dan siapa pun yang
berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan
dengan nilai-nilai luhur agama dan bangsa, maka pembelajar akan tumbuh dalam
kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari
dan begitu pun sebaliknya. Seorang anak, bagaimana pun besar usaha yang
tidak melihat sang pendidik dan para pemimpin lainnya sebagai teladan dari nilai-
nilai moral yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik,
termasuk orang tua, yaitu mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan,
akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi anak untuk melaksanakannya
tidak mengamalkannya. Itulah sebabnya salah satu keberhasilan Nabi SAW dalam
78
setelah melakukan kesalahan dalam hidup. Tobat Nasuha adalah bertobat dari
refleksi) atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berjanji untuk tidak
yang akan datang. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, Apakah
penyesalan itu taubat?, Ya, kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala
tobat dan tazkiyatu nufus (mensucikan diri) (Al-Baqarah: 222). Dalam tobat,
ingatan, pikiran, perasaan, hati nurani, secara total digunakan untuk menangkap
makna dan nilai yang dilakukan selama ini, menemukan hubungan dengan
nilai kebajikan, nilai-nilai yang di dapat dari berbagai tindakannya, manfaat dan
dibawa maju untuk melakukan suatu tindakan dalam paradigma baru di masa-
masa akan datang. Pelaku tobat, secara sadar merendahkan hatinya untuk minta
maaf kepada Tuhan dan siapa saja termasuk anak kandung sendiri, jika kesalahan
itu berasal darinya. Dengan demikian dalam diri pelaku tobat, melebihi
sekedar muhasabah dan refleksi. Tidak ada tobat tanpa dimulai dari pengetahuan,
perubahan perilaku ke arah positif. Seperti Khalid bin Walid si Pedang Tuhan
79
(sahabat Nabi SAW) yang semula berkarakter kuat dan energi negatif, dia menjadi
garda terdepan menentang Islam, berubah menjadi manusia yang berkarakter kuat
dan energi positif sebagai membela kebenaran dengan cara tobat. Karena karakter
itu tidak mudah diubah. Jika sesuatu itu mudah diubah, ia bukanlah karakter.
makna yang sangat luas yakni (1) al-namaa yang berarti bertambah, berkembang
dan tumbuh menjadi besar sedikit demi sedikit, (2) aslahahu yang berarti
bertanggung jawab atasnya dan melatihnya, (4) raahu yang berarti memelihara
dan memimpin sesuai dengan potensi yang dimiliki dan tabiatnya (5) al-
tansyiah yang berarti mendidik, mengasuh, dalam arti materi (fisiknya) dan
aktivitas pendidikan. Lima hakikat pendidikan Islam tersebut harus dimulai sejak
usia dini.
calon bayi dalam kandungan, keluarga terutama ibu calon bayi, diharapkan
banyak membaca ayat-ayat Alquran, seperti surat Yusuf, surat Maryam, dengan
harapan ibunya tenang dan damai, yang hal itu berpengaruh kepada calon bayi
yang dikandungnya menjadi manusia berkarakter kuat dan energi positif seperti
azan di telinga kanan dan ikamat di telinga kirinya, agar bayi dibiasakan
Berkebiasaan mendengarkan yang baik akan mengukir dalam jiwa anak, yang
kunci dalam proses pendidikan karakter. Jadi ayah, ibu dan seluruh anggota
karakter. Keluarga wajib berbuat sebagai ajang yang diperlukan sekolah dalam hal
karakter sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila dan makhluk
religius. Ada beberapa alasan kenapa pendididikan karakter dalam keluarga ini
penting.
kebiasaan yang baik dalam keluarga ini akan menjadi karakter anak setelah dia
dewasa.
dengan cara meniru atau mengikuti yang disertai rasa puas. Peniruan yang baik
yang diikuti dengan rasa puas akan sangat besar pengaruhnya dalam penanaman
karakter anak.
81
terlihat jelas sifat-sifat atau karakter anak yang dapat diamati orang tua terus
menerus dan karenanya orang tua dapat memberikan pendidikan karakter yang
kasih dan keikhlasan. Cinta kasih dan keikhlasan ini dijelaskan Nabi dalam
riwayat Imam Bukhari dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah
seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga
satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai
habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma
anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah
kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan
30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau
yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang
terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter
juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama
sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, dipertaruhkan.
Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan
peserta didik.
oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
________________________
6.
Suyanto, Prof. Ph.D, Urgensi Pendidikan Karakter (makalah), Ditjen Mendikdasmen
Kemenpendiknas, 2009
83
Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-
sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya
para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang
dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks
karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin charakter, yang antara lain
berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak
(Oxford).
Hakikat karakter itu adalah sifat utama yang terukir, baik pikiran, sikap,
prilaku maupun tindakan, yang melekat dan menyatu kuat pada diri seseorang,
yang membedakannya dengan orang lain. Karena karakter tersebut sebuah ukiran
dalam jiwa, maka sulit di ubah. Menurut Suyanto, karakter adalah cara berpikir
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
________________________
7.
Suyanto, Prof. Ph.D, Urgensi Pendidikan Karakter (makalah), Ditjen Mendikdasmen
Kemenpendiknas, 2009
84
buat. Sedangkan menurut Mounier yang dikutip Koesoema bahwa karakter dapat
dilihat dari dua hal, yaitu pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah
diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan
dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah
ada dari asalnya (given). Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat
Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki
(willed).8
maka karakternya akan lemah. Karena dia tunduk pada sekumpulan kondisi yang
kuat ialah bila seseorang yang tidak mau dikuasai oleh sekumpulan realitas yang
telah ada (given) dari asalnya. Orang yang berkarakter dengan demikian seperti
seorang yang membangun dan merancang masa depannya sendiri. Ia tidak mau
________________________
8.
Doni Koesoema A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta
PT.Gramedia, 2010.
85
pendidikan dasar yang disusun dengan tetap disesuaikan untuk kepentingan dalam
aspek mendasar antara lain (a) peningkatan iman dan takwa, (b) peningkatan
akhlak mulia, (c) peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, (d)
nasional, (f) tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni, (h) agama, (i) dinamika perkembangan global: dan (j) persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan.
watak dan kepribadian tidak diartikan sempit hanya sebagai domain pendidikan
matematika, seni dan budaya dan pendidikan jasmani dan kesehatan. Orientasi
pendidikan nilai melalui sebaran mata pelajaran tersebut ialah berupaya menggali,
madrasah ibtidaiyyah akan jauh lebih bermakna (meaningfull) baik bagi pendidik
(2006) mengartikan bahan ajar atau materi pembelajaran secara garis besar terdiri
dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam
apapun termasuk yang ada di sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyyah sarat
dalam setiap aktivitas pembelajaran. Jadi, dalam hal ini pendidikan nilai atau budi
pekerti tidak lagi terspesialisasi pada mata pelajaran tertentu yang seringkali pada
dikembangkan dalam IPS meliputi: nilai edukatif, nilai praktis, nilai teoritis, nilai
_______________________
9.
Sumaatmadja, Nursid (2005), Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
87
b. Nilai praktis, dalam hal ini tentunya harus disesuaikan dengan tingkat
inquiry).
tengah alam raya ini. Dari kesadaran keberadaan tadi, mereka disadarkan
fenomena kehidupan.
88
diantaranya adalah :
kebutuhan siswa dapat dirubah sehingga sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
simulasi, bermain peran, tindakan sosial dan lain-lain. Misalnya disaat guru
mulai ujung halaman sekolah secara bersamaan bersama guru memungut dan
individu yang memiliki potensi kognitif yang sedang dan akan terus tumbuh
dan berkembang. Karena itu melalui pendekatan ini siswa didorong untuk
yang diambilnya. Melalui pendekatan ini, tujuan yang ingin dicapai antara lain
dibantu untuk mampu membuat pertimbangan moral mulai dari yang paling
didorong untuk berani menentukan posisi apa yang seharusnya dipilih dan
dilakukan oleh orang yang terlibat serta alasan-alasan apa saja yang mendasari
_______________________
10.
Skeel J Dorothy, (1995) Elementery Social Studies-Chalenges for Tomorrows World, Harcourt
Brace College Publisher.
90
lainnya.
Adapun tujuan pendidikan nilai akhlak menurut pendekatan ini ada tiga
serta mengidentifikasi nilai-nilai akhlak yang terdapat pada diri mereka sendiri
serta nilai-nilai akhlak orang lain; Kedua, mendorong siswa untuk mampu
berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain yang berkaitan
pengalaman diri, diskusi baik dalam kelompok besar atau kecil, dan lan
sebagainya.
91
proses klarifikasi nilai.11 Dalam tiga proses tersebut terdapat tujuh subproses
sebagai berikut: Pertama, memilih (1) dengan bebas; (2) dari berbagai alternatif;
menghargai (1) merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya; (2) mau
mengakui pilihannya itu di depan umum. Ketiga, bertindak (1) berbuat sesuatu
sesuai dengan pilihannya; (2) diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku dalam
hidup.
maka pendidikan tersebut akan harus senantiasa berbasiskan nilai, di mana nilai
didasarkan pada nilai akhlak yang diyakini akan melahirkan para lulusan yang
pendidikan dasar adalah membangun karakter anak didik yaitu bertujuan agar
anak didik sejak dini tidak gagal menjadi sosok manusia, karena jika manusia
gagal untuk menjadi manusia maka kualitasnya tidak berbeda bahkan lebih rendah
anak pada tahap-tahap berikutnya, di mana kita yakini bahwa tantangan ke depan
_______________________
11.
Djahiri, A, Kosasih (1995), Strategi Pembelajaran Afektif Nilai Moral dan Games Dalam VCT,
Bandung, Laboratorium Pmpkn IKIP Bandung.
92
Jika pada tahapan ini gagal dilalui, maka surat jalan atau paspor yang
sangat penting ini tidak akan dimiliki anak. Konsekuensinya, tentu anak akan
sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual
seperti berfikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti berkata jujur dan
seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan dan komitmen untuk
Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal
yang terbaik. 12
_______________________
12.
Battistich, Voctor, 2007, Character Educational, Prevention and Poditive Youth Development,
Illinois, University of Missouri.
93
Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark atau
dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.13 Karakter menurut Alwisol diartikan
dalam Yus dikatakan bahwa akualisasi karakter dalam bentuk perilaku sebagai
hasil perpaduan antara karakter biologis dengan hasil hubungan atau interaksi
dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling) dan perilaku
_______________________
13.
Wyne 1991, Character and Academics in The Elementary School, Moral Character and Civic
Education in the Elementary School, New York: Teachers College Press.
14
. Alwisol, 2006. Psikologi Kepribadian, Malang Universitas Muhammadiyah Malang.
15
. Yus, Anita 2008, Pengembangan Karakter Melalui Hubungan Anak-Kakek-Nenek. Tinjauan
beberapa asepk character building. Yogyakarta Kerjasama Lembaga Penelitian Universitas Negeri
Yogyakarta dan Tiara Wacana
16
. Lickona 1991, Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and
Responsibility. Bantan Books, NewYork.
94
dari analisis (kajian) puisi yang menggunakan pendekatan semiotik. Analisis pada
tersebut diantaranya, makna kata (detonasi, konotasi) citraan dan paparan analisis
Dari sajak-sajak yang terdapa pada gurindam dua belas ternyata berisi
tuntutan moral yang berbasiskan agama. Kita juga dapat memahami bahwa
gurindam dua belas merupakan bentuk syiar sang penyair. Sesuai dengan prinsip
gurindam yaitu larik pertama adalah syarat sedangkan larik kedua merupakan
jawab, dimana larik kedua pada gurindam dua belas menjelaskan apa yang
sebenarnya terjadi pada seseorang apabila masuk ke dalam kondisi pada larik
pertama. Apabila banyak mencela orang itulah tanda dirinya kurang berarti bila
seseorang berada dalam kondisi sering (banyak) mencela orang lain, berarti ia
adalah orang yang kurang baik atau memiliki cacat yang sebenarnya pantas dicela.
Karena dalam gurindam dua belas mempunyai rima yang sama atau adanya
umum dipergunakan sehingga sulit dipahami. Ada beberapa kata yang perlu
Tetapi dalam gurindam dua belas pasal ke satu banyak menggunakan maka
konotatif sehingga perlu pemaknaan khusus untuk memahami arti pada larik-larik
di pasal satu tersebut. Kata yang bermakna konotatif yang ditemukan pada pasal
95
makrifat, mengenal diri, mengenal Allah dan mengenal akhirat. Hubungan ini
menjelaskan kepada kita bahwa gurindam dua belas memuat persoalan dasar dari
bahwa gurindam dua belas baik yang pertama, barang siapa tiada memegang
agama sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama adalah barang siapa atau sesiapa
yang tidak memiliki agama atau beragama itu diibaratkan sebagai seekor hewan
atau binatang. Hewan itu dalam hidupnya tidak mempunyai pegangan hidup, tidak
mempunyai aturan dan tidak mempunyai norma dalam hidupnya, sehingga orang
yang demikian ini dalam kehidupan bermasyarakat dianggap tidak ada atau
manusia lain tidak akan peduli dengan keberadaan orang yang sifat dan tabiatnya
seperti hewan. Dengan kata lain orang yang tidak menjalankan norma atau
ketentuan agama tidak patut ditauladani karena orang ini lebih rendah dari setan
atau hewan.
Demikian semua isi dari gurindam dua belas memiliki makna yang sangat
pengamalan rukun Islam. Sebagai sebuat tanda dan penanda dalam semiotika
pasal-pasal yang ada adalam gurindam dua belas saling berkaitan antara satu sama
lainnya. Inti dari gurindam dua belas menurut hemat peneliti ada pada pasal
96
pertama dan terakhir, sementara pasal-pasal yang lain adalah pasal penjelasan
pengetahuan tentang moral dan kebaikan kepada peserta didiknya, jelas menjadi
rujukan penting untuk pembentukan karakter siswa yang diharapkan. Siswa yang
tumbuh dalam karakter yang baik, maka melakukan sesuatu dengan benar dan
cenderung memiliki tujuan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat Battistich
siswa secara optimal. Selain itu juga membentuk manusia yang lifelong learners
(pembelajar sejati). Hal ini menandakan bahwa pendidikan karakter (moral) yang
mengenal usia, sepanjang hayat dan sejagad hayat, sejak masih dalam kandungan