Anda di halaman 1dari 15

GELOMBANG MIKRO

EKSPERIMEN 1: DIFRAKSI CELAH TUNGGAL 1

A. Tujuan

1. Mengetahui dan memahami difraksi celah tunggal 1

B. Alat dan Bahan


1. Transmiter 4. Holder komponen putar
2. Receiver 5. Reflektor logam (2)
3. Goniometer 6. Lengan extender celah

C. Teori Dasar
Difraksi adalah gejala penyebaran arah yang dialami oleh seberkas
gelombang cahaya ketika melalui suatu celah sempit dibandingkan dengan
ukuran panjanggelombang.
Dalam kehidupan sehar-hari, kita tidak terlepas dengan cahaya. Dalam
eksperimen spektrum kisi ini berkaitan juga dengan cahaya. Dimana
gelombang cahaya mengalami difraksi melalui statu celah sempit. Pada
eksperimen ini, kita menggunakan spektrometer. Dengan alat tersebut kita
dapat mengetahui garis spektrum yang dhasilkan oleh cahaya yang datang dari
sumber cahaya merkuri dengan panjang gelombang yang berbeda. Dari
spektrum-spektrum tersebut kita dapat menentukan posisi sudut sehingga kita
juga dapat menentukan jarak antar kisi.
Apabila gelombang cahaya melalui sebuah celah, maka titik yang terdapat
pada celah tersebut berfungsi sebagai sumber gelombang sekunder, sehingga
menghasilkan gelombang cahaya baru. Ketika gelombang cahaya melewati
celah, damana celah tersebut dipersempit sampai pada usuran panjang
gelombang cahaya sumber. Maka dari celah tersebut akan dihasilkan pola
difraksi celah tunggal.

Pada peristiwa difraksi ini, gelombang datang berupa gelombang datar dan jarak
titik P ke celah, jauh lebih besar dari lebar celah, r>>d.
Titik-titik pada celah antara A dan B, dapat dipandang sebagai sumber-sumber
gelombang sekunder. Jadi pola difraksi celah ini, dapat di dekati sebagai pola
interferensi system banyak celah sempit. Apabila fungsi gelombang yang berasal
dari celah sempit pertama (titik A) adalah
it
E1 =E0 e
Maka fungsi gelombang dari celah yang ke n adalah
i [ t k ( n1 ) asin ( ) ]
En =E0 e
Sehingga di titik P akan terjadi superposisi dari E1, E2, E3,En

Intensitas gelombang di titik P adalah


2
sin ( )
I=I o ( )

Untuk = 0, diperoleh puncak intensitas maksimum sebesar Io. Jadi intensitas
maksimum terletak pada arah sumbu celah.
Untuk bukaan yang tidak berbentuk celah, misalnya berbentuk lingkaran dengan
jari-jari R, maka :
dk sin ( )
2 E0 1
E=
R2
it
e J 0 ( ) d
{ k sin ( ) } 2 0
Dengan fungsi Bessel orde nol J0 dan orde satu, sehingga persamaannya menjadi
J (u )
E=2 E 0 eit
u
Dengan
u=Rk sin ( )
Intensitas pada arah adalah
2
2 J 1 (u )
I =I 0 ( u )
Untuk memahami pola difraksi timbul, kita mengenal kasus penting dari cahaya
monokromatik yang melewati celah sempit. Berkas-berkas parallel dari cahaya
monokromatik melewati celah sempit sebagaimana ditunjukkan gambar 1-a.
Cahaya jatuh pada layar yang dianggap sangat jauh sehingga berkas untuk bintik
manapun sebenarnya parallel. Pertama kita perhitungkan berkas-berkas yang
lewat langsung. Berkas-berkas ini berfase sama , sehingga aka ada titik terang di
tengah layar. Pada gambar 1-b kita perhitungkan berkas-berkas yang bergerak
dengan sudut sedemikian sehingga berkas dari bagian atas celah menempuh
tepat satu panjang gelombang lebih jauh dari berkas yang datang dari bagian
bawah. Berkas yang lewat tepat di tengah celah akan menempuh setengah panjang
gelombang lebih jauh dari berkas bawah. Kedua berkas ini akan berlawanan fase
satu sama lain dan akan berinterferensi destruktif.
Setiap berkas yang melewati paruh bawah celah akan meniadakan berkas yang
berhubungan dengannya yang melewati paruh atas. Dengan demikian semua
berkas berinterferensi destruktif dalam pasangan-pasangan, sehingga tidak ada
cahaya yang mencapai layar dengan sudut ini. Sudut dimana hal ini terjadi dapat
dilihat pada diagram dan muncul ketika = D sin . Maka intensitas cahaya
mencapai maksimum pada =0o dan berkurang sampai minimum (intensitas=nol)
pada sudut yang dinyatakan dengan persamaan
Memperhatikan sudut yang lebih besar sehingga berkas paling atas menempuh

3

2 lebih jauh dari berkas yang paling bawah (gambar 1-c). Pada kasus ini,
berkas-berkas dari sepertiga bagian bawah celah akan saling meniadakan dengan
sepertiga bagian tengah karena berbeda fase sebesar /2. Akan tetapi, cahaya dari
teratas ketiga dari celah tersebut tetap akan mencapai layar, sehingga aka nada
bintik terang tetapi tidak seterang titik terang pada = 0 o. Untuk sudut yang
lebih besar lagi sehingga berkas atas menempuh 2 lebih jauh dari berkas bawah
(gambar 1-d) berkas dari seperempat terbawah dari celah akan saling meniadakan
dengan seperempat bagian tepat di atasnya karena panjang lintasan berbeda /2.
Dan berkas-berkas yang melewati seperempat bagian celah tepat di atas bagian
tengah akan saling meniadakan dengan seperempat bagian paling atas. Dengan
sudut ini kembali aka nada minimum dengan intensitas nol pada pola difraksi,

dengan rumus D sin=n , n=1,2,3,...


1
D sin=(n+ )
Untuk maksimum rumusnya 2 n=1,2,3,...

Gambar 1-a gambar1-b gambar1-c gambar1-d

Selain itu pola difraksi kisi melalui satu celah sempit juga dapat dipahami
melalui gambar di bawah ini :

gelombang Po
datang

B f

Gambar: Keadaan maksimum


sentrak difraksi
Titik P1, minimum pola pertama pola difraksi, memiliki intensitas nol. Syarat
untuk keadaan ini ditunjukkan oleh Gambar 2.4, adalah:

bb = a/2 sin =

atau a sin =

Dengan:
a = lebar celah
= panjang gelombang cahaya

+
r1 P1
r2
b
gelombang a
)
b Po
datang 1/2

Gambar: Keadaan pada minimum pertama pola difraksi

Gambar di atas celah dibagi atas 4 wilayah yang sama dan digambarkan
pula sinar dari wilayah bagian atas untuk masing-masing wilayah.

Keadaan yang digambarkan tersebut di atas mengharuskan bahwa:

a
sin
4 2

atau a sin = 2
(2.2)

Dengan perluasan cara di atas, dapat dituliskan rumus umum untuk titik
minimum dalam pola difraksi pada layar C, yaitu:

a sin = n ; dengan n = 1, 2, 3
Di sekitar titik tengah antara dua minimum yang berdampingan terdapat titik
maksimum. Kesederhanaan pembahasan di atas dimungkinkan karena
peninjauan dilakukan dengan mempergunakan difraksi Fraunhofer bukan
difraksi Fresnel. Dan untuk titik maksimum dapat digunankan rumus
sebagai berikut:

1
a sin =(n+ )
2 dengan n = 1, 2, 3

D. Pelaksanaan Praktikum
1. Menyusun peralatan seperti gambar di bawah ini. Menggunakan lengan
extender celah dan kedua reflector untuk menyusun celah vertical. Mengatur
lebar celah sebesar 6 cm dan meluruskan celah sesimetri mungkin.

2. Menyusun skala rotasional pada belakang transmitter maupun receiver untuk


polarisasi (0 derajat). Mengatur control receiver untuk mendapatkan
pembacaan skala penuh pada intensitas serendah mungkin.
3. Memutar lengan goniometer yang dapat berputar (dimana receiver tetap diam)
secara perlahan sekitar sumbunya. Mengamati pembacaan meter.
4. Mengatur kembali lengan goniometer sehingga receiver secara langsung
berhadapan dengan transmitter. Mengatur control receiver untuk memperoleh
pembacaan meter 1. Sekarang memasang sudut lengan goniometer pada
masing-masing harga yang ditunjukkan dalam table. Di setiap posisi rekam
pembacaan meter pada table, diperlukan peningkatan setting INTENSITY
untuk melihat semua maksimum dam minimum secara jelas. Jika sudah,
meyakinkan dengan mengalikan semua data dengan harga yang cocok (yakni
30, 10, 5, atau 1) sehingga hasilnya benar-benar proporsional dengan
intensitas sinyal.
5. Mengubah leach celah menjadi 10 cm. Menggerakkan transmitter menjauhi
celah. Mengulangi pengukuran pada langkah 4. Mencoba lebar celah yang
lain.
E. Data
1. Lebar celah (70,05) cm

Sudut (o) Pembacaan Meter Sudut (o) Pembacaan Meter


(mA) (mA)
0 0,4 45 0,2
10 3,2 50 0,2
15 1,2 55 0,2
20 0,4 60 0,2
25 0,4 65 0,2
30 0,2 70 0,2
35 0,2 75 0,2
40 0,2 80 0,2

2. Lebar celah (130,05) cm

Sudut (o) Pembacaan Meter Sudut (o) Pembacaan Mater


(mA) (mA)
0 1,0 45 0,2
10 6,2 50 0,2
15 5,2 55 0,2
20 1,8 60 0,2
25 0,6 65 0,2
30 0,2 70 0,2
35 0,2 75 0,2
40 0,6 80 0,2

F. Analisis Data
Grafik hubungan sudut (0) dengan pembacaan meter (mA) :
1. Celah 6 cm
Hubungan Sudut dengan Pembacaan Amperemeter
3.5

2.5

1.5

0.5

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
# Interferensi Maksimum # interferensi Minimum

Rumus :
d sin= n+ ( 12 ) Rumus : d sin=n
3
- n = 1, 0, 07 ( sin 100 )=
2
=0,008 m

-n =1, 0, 07 sin ( sin 300 )=2


=0, 0175 m
maks = 0, 008 m min = 0, 0175 m

| |
2 2

| |

2 2
d d
s max= d s max= d
3 3

| (
2

|
sin

|
2

|
2 sin
3 2
=
2
+n ) d

n
3
d
3
5 4
8,682 .10 1,667 .10
Jadi, ketika maks Jadi, ketika min
=0.008 8,682 . 105 m =0.0175 1,667 . 104 m

2. Celah 10 cm
Hubungan Sudut Dengan Pembacaan Amperemeter
7

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
# Interferensi Maksimum # Interferensi Minimum
3
0, 13 ( sin10 0 ) =
2
- n = 1, =0, 015 m - n = 1,

0, 13 ( sin30 0 ) =
=0, 065 m

| |
2 2

| |

2 2
d d
s max= d s max= d
3 3

| (
2

|
sin

|
2

|
2 sin
3 2
=
2
+n) d

n
3
d
3
5 4
8,682 .10 1,667 .10

Jadi, ketika maks Jadi, ketika min


5 4
=0.015 8,682 . 10 m =0.065 1,667 . 10 m

G. Pembahasan
Jawaban tugas
1. Dari analisis di atas diperoleh grafik yang naik secara tiba-tiba setelah
sampai pada puncak kemudian turun secara tiba-tiba pula kemudian
bergerak secara konstan. Ha ini hamper sesuai dengan grafik pada dasr
teori yang tersebut diatas. Dalam dasar teori grafiknya antara sudut dengan
intensitas, tetapi dalam analisis adalah grafik antara sudut dengan
pembacaan meter. Dalam hal ini, pembacaan meter dianalogikan dengan
intensitas.
Dari grafik yang pertama dan kedua hampir sesuai dengan teori tetapi agak
melenceng dibandingkan dengan grafik pada dasar teori. Kedua grafik juga
pada sudut 300-800 grafiknya sudah konstan yaitu pada titik 0,2 mA Hal ini
terjadi karena :
1. Praktikan kurang memahami konsep dasar
2. Kekurang telitian praktikan dalam melakukan percobaan (praktikum)
3. Kesalahan paralaks praktikan dalam membaca skala
4. Ketidaksabaran dalam pengambilan data sehinngga data yang
diperoleh kurang valid.
2. Asumsinya bahwa lebar celah dengan panjang gelombang adalah seorde.

H. Kesimpulan
Dari grafik hubungan anatar sudut dan pembacaan amperemeter dapat
digunakan untuk mencari panjang gelombang dari suatu sinar.

I. Daftar Pustaka
Giancoli, Douglas C. 1999. Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Suwasono,Purbo. 2007. Modul Fisika Dasar. Malang: tidak diterbitkan.
Ramalis, Taufik Ramlan. 2001. Gelombang dan Optik. Bandung: Univ.
Pendidikan Indonesia.

EKSPERIMEN 3: FABRY-PEROT INTERFEROMETER

A. Tujuan

1. Menentukan panjang gelombang mikro dengan eksperimen interferometer


Febry-Perot

B. Alat dan Bahan


1. Transmitter 4. Holder (2)
2. Receiver 5. Reflektor parsial
3. Goniometer

C. Teori Dasar
Interferometer Fabry-Perot adalah perangkat yang menghasilkan inteterferensi
cahaya dengan memanfaatkan pantulan berulang di dalam suatu lapisan dielektrik.
Intensitas pantul maupun intensitas yang diteruskan oleh interferometer ini
merupakan fungsi dari beda fasa antara berkas cahaya pantul yang berurutan.
Karena beda fasa merupakan fungsi dari tebal lapisan dielektrik, sudut datang
sinar dan faktor refleksi permukaan dielektrik, maka perubahan terhadap ketiga
besaran tersebut akan mengubah intensitas pantul interferometer.
Sementara itu untuk berbagai keperluan seperti komunikasi serat optik,
digunakan modulator cahaya yang bekerja berdasarkan prinsip akusto-optik,
elektro-optik atan prinsip lainnya Modulator-modulator optik tadi membutuhkan
kristal khusus yang sulit diperoleh. Pada tugas akhir ini dicoba memodulasi
cahaya dengan memanfaatkan interferometer Fabry-Perot. Modulasi terjadi karena
tebal lapisan dielektrik diubah-ubah oleh getaran transduser elektro-mekanik yang
relatif lebih mudah diperoleh, yaitu kristal piezoelektrik. Karena menggunakan
transduser elektro-mekanik maka perangkat yang dipelajari disebut modulator
opto-elektro-mekanik.

Plat Fabry-Perot dapat digunakan untuk mengendalikan panjang gelombang


[cahaya/ ringan] atau untuk mengukur kekayaan geometris. Kondisi-Kondisi
digambarkan oleh beberapa hal yang mencakup ketebalan, indeks-refraksi, dan
arah balok/berkas cahaya

Pada interferometer Fabry Perot pembelahan intensitas berkas gelombang


dilakukan melalui pemantulan ganda, pada dua keeping cermin pantul sebagian C 1
dan C2 yang identik dan dipasang sejajar. Berkas sinar yang datang pada cermin
C1, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan. Berkas sinar yang
diteruskan oleh cermin C2 sebagian dipantulkan lagi dan sebagian diteruskan ke
titik P yang jauh. Seterusnya berkas sinar diantara kedua cermin C 1 dan C2,
mengalami beberapa kali pemantulan dan pembiasan. Pola interferensi merupakan
perpaduan dari berkas-berkas sinar di titik P, yang berasal dari pembiasan oleh
cermin C2, Seperti Gambar di bawah ini:
C1 C2
x

d
d
Perbedaan jarak lintasan antara berkas-berkas yang berdampingan yang keluar
dari cermin C2 adalah
r=2 d
1
{
sin 2 ( )
cos ( ) cos ( ) }
r=2 d cos ( )
Dan beda fasenya adalah
=kr
=2 kd cos ( )
Hasil superposisi linier dari semua berkas di titik P adalah
2
T
E= E0
1R 2 ei
Dengan R dan T masing-masing koefisien pantul dan koefisien bias.

Intensitasnya adalah
4
T
I= Io
( 1R2 e i )2
Karena r < 1 dan penjabaran deret taylor untuk 0, maka dapat dinyatakan
dengan

{
( 1re i)2 =( 1r )2 1+ 4 r 2 sin 2
( 1r ) ( 2 )}
Maka persamaannya menjadi
I maks
I=

1+ F sin2 ()
2
Dengan koefisien finess (kehalusan) F:
4r
F=
( 1r )2
Dan
t2
I maks= I
( 1r )2 0
1

Fungsi pada ruas kanan, yakni


{1+ F sin

2
2
( )} disebut fungsi Airy, yang
nilai perubahannya terhadap bergantung pada parameter kehalusan F. Fungsi
Airy ini merupakan factor yang menentukan pada pola interferensi Febry-Perot.
Adapun pola intensitas interferensi Febry-Perot sebagai berikut:

Ketika sebuah gelombang elektromagnetik mengenai sebuah reflector parsial,


sebagian gelombang memantul dan sebagian gelombang terus (transmisi)
menembus reflector parsial. Sebuah interferometer Fabry-Perot terdiri dari dua
reflector parsial parallel di antara sebuah sumber gelombang dan sebuah detector.

Gelombang dari sumber memantul bolak balik di antara dua reflector parsial.
Namun demikian, pada setiap lintasan, beberapa radiasi melintas reflector menuju
detector. Jika jarak antara reflector parsial sama dengan n/2, dimana adalah
panjang gelombang radiasi dan n bilangan bulat, maka semua gelombang yang
melintasi detector pada suatu saat akan sefase. Dalam kasus ini, sebuah sinyal
maksimum akan terditeksi oleh receiver. Jika jarak antara reflector parsial bukan
kelipatan dari /2, maka interferensi destruktif akan terjadi, dan sinyal akan tidak
maksimum.

D. Pelaksanaan Percobaan
1. Menyusun peralatan seperti ditunjukan oleh gambar di bawah ini.
Menghubungkan transmitter dan mengatur control receiver untuk sinyal yang
dapat dibaca.

2. Mengatur jarak antara jarak reflector dan mengamati minimum dan


maksimum relative
3. Mengatur jarak antara reflector parsial untuk mendapatkan pembacaan
maksimum. Merekam d1, Jarak antar reflector.
4. Sambil mengamati meter, secara perlahan menggerakkan salah satu reflector
menjauhi lainnya. Menggerakkan reflector hingga pembacaan meter melewati
paling tidak 10 minimum yang dilewati. Juga merekam d2, jarak baru di
antara reflector.
5. Menggunakan data tersebut untuk menghitung panjang gelombang radiasi
gelombang mikro.

6. Mengulangi pengukuran dengan memulai dengan jarak antar parsial reflector


berbeda dan menghitung -nya.

E. Data
1. - d1 = 37,5 cm

Minimum yang dilewati : 8 kali

- d2 = 45,2 cm
Intensitas maksimum = 0,3 mA

2. - d2 = 30 cm

Minimum yang dilewati : 10 kali

-d2 = 42 cm
Intensitas maksimum = 0,15 mA

F. Analisis Data
1) n=8 2)
n=10
d=n d=n
d d
= =
10 10
45 ,237 , 5 4230
= =
8 10
3
=0, 96 cm=9,6. 10 m =1,0 cm=10 .103 m
G. Pembahasan
Jawaban tugas
1) Jarak kedua refrektor yang menyebabkan sebuah sinyal minimum yang
diterima oleh receiver adalah jika jaraknya bukan kelipatan dari /2,
karena jika jarak antara reflector parsial sama dengan n/2, dimana
adalah panjang gelombang radiasi dan n bilangan bulat, maka semua
gelombang yang melintasi detector pada suatu saat akan sefase. Dalam
kasus ini, sebuah sinyal maksimum akan terditeksi oleh receiver
2) Pada interferometer Febry-Perot terjadi pola interferensi konsentris seri
cincin konsentris. Hal ini disebabkan, pada interferometer Febry-Perot,
memecah sebuah gelombang kemudian menyatukan kembali gelombang-
gelombang terpecah sehingga bersuperposisi membentuk pola interferensi
maksimum dan minimum.
Gambar cincin konsentris interferometer Febry Perot

H. Kesimpulan
Jika jarak antara refrektor sama dengan n/2 maka akan terdeteksi sinyal
maksimum oleh receiver, sebaliknya apabila jarak antar refrektor bukan
kelipatan n/2 maka sinyal minimum akan ditangkap oleh receifer.

I. Daftar Pustaka
Bletzer, Klauts. Fabry-Perot Interferometer. University of Fachbereich Physik
Fakhrizal, Thalhah,2006. Studi Interferometer Fabry - Perot Untuk Modulasi
Opto - Elektro Mekanik, Bandung: ITB.
Ramalis, Taufik Ramlan. 2001. Gelombang dan Optik. Bandung: Univ.
Pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai