Anda di halaman 1dari 2

MAPAG SRI

Mapag Sri adalah salah satu adat/budaya masyarakat Indonesia khususnya Jawa dan Sunda
yang dilaksanakan untuk menyambut datangnya panen raya sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan
yang Mahaesa.

Mapag Sri apabila ditilik dari bahasa Jawa halus mengandung arti menjemput padi. Dalam
bahasa Jawa halus, mapag berarti menjemput, sedangkan sri dimaksudkan sebagai padi. Maksud dari
menjemput padi adalah panen.

Mapag Sri dilaksanakan dengan maksud sebagai ungkapan rasa syukur para petani kepada
Tuhan Yang Mahaesa karena panen yang diharapkan telah tiba dengan hasil yang memuaskan.

Mapag Sri dilaksanakan menjelang musim panen. Meskipun panen ini berlangsung setiap
tahun, Mapag Sri tidak selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan
upacara ini tidak bisa selalu dilaksanakan seperti faktor keamanan, dan faktor buruknya hasil panen
sehingga upacara ini tidak dapat dilaksanakan.

Mapag Sri adalah ritus yang terhubung dengan mitos Dewi Sri atau Nyi Pohaci Sanghyang Sri
yang dianggap sebagai Dewa Padi. Bagi masyarakat tradisional khususnya wilayah pesisir pantura
Indramayu, Cirebon, Dewi Sri adalah dewi pemberi kehidupan dan menuntun orang pada berbagai
tatacara menghormati arti kehidupan. Oleh karena itu, jikalau orang hendak menuai padi yang telah
menguning, sebelumnya beberapa bulir padi dipungut dan dibentuk seperti dua orang (lambang
sepasang pengantin) yang dipertemukan dan diarak pulang, dengan harapan bahwa padi mendatangkan
hidup yang bermanfaat bagi yang memilikinya.

Sanghyang Sri adalah hidayah, lambang Dunia Atas yang sengaja diundang turun ke bumi untuk
memberikan berkatnya. Padi, mulai dari tanam sampai panen diupacarakan dengan bermacam-macam
cara. Sebutannya juga bermacam-macam: Ngampihkeun, Ngaseuk, dan sebagainya. Demikian pula
pelaksanaannya, masing-masing mempunyai tatacaranya sendiri. Waktu dan tempat pelaksanaannya
tidak bisa sembarangan, biasanya dihitung berdasarkan hari wuku dan hari pasaran.

pagelaran-wayang-kulit

Pagelaran Wayang Kulit dalam Acara Mapag Sri.Di dalam upacara tersebut, biasanya disediakan
sesaji dan kesenian. Sesaji adalah bagian penting dalam upacara itu. Tanpa sesaji, upacara itu menjadi
tak lengkap. Jenis sesaji yang harus disediakan, di masing-masing tempat berbeda. Demikian pula
kesenian yang dihadirkannya. Di Rancakalong, Sumedang, misalnya, upacara ngampihkeun disertai
dengan kesenian tarawangsa. Di Baduy, upacara ngaseuk disertai dengan angklung. Di Cirebon dan
Indramayu, disertai dengan tari topeng dan wayang kulit. Dikebanyakan wilayah Indramayu, mapag sri
selalu mementaskan tanggapan wayang kulit.

Mapag Sri juga terkait mitos yang sangat tua yang terhubung dengan asal-usul suku Jawa, dan
dikaitkan dengan dua tokoh ilahi, yang bernama Sri dan Sadono, sekalipun nama tersebut diambil dari
agama Hindu Sri ialah Dewi Laksmi, yang tidak lain adalah istri Wisnu, sedang Sadono ialah dewa Wisnu
itu sendiri, namun oleh orang Jawa, keduanya dipandang sebagai bapak asal dan ibu asal, sebagai
sumber pemberi kehidupan, dan kesejahteraan. Sri dan Wisnu adalah dua tokoh yang saling mencintai
namun keduanya selalu terpisah dan mengalami percobaan-percobaan ketika ingin bersatu. Keduanya
kemudian sepakat untuk menitis, Sri menjadi putri raja di Daha atau Kediri, dengan nama Sekartaji atau
Candrakirana, sedangkan Sadono menjadi putra raja Jenggala dengan nama Panji. Seperti kita ketahui
bahwa dalam cerita Panji, kedua tokoh itu akhirnya bersatu juga.

Jawa Barat pada umumnya adalah wilayah dengan banyak keramat. Seperti khususnya di
Indramayu untuk para petaninya menjelang panen raya selalu melaksanakan ritual mapag sri, sedangkan
untuk para nelayannya setiap tahunnya selalu melaksanakan ritual nadran yaitu ritual yang mirip dengan
mapag sri, cuma khusus bagi para nelayan di Indramayu. Indramayu sendiri adalah salah satu wilayah di
Jawa Barat yang yang mempunyai ratusan tempat yang dikeramatkan dengan macam-macam upacara.
Pelaksanaannya ada yang dilakukan setahun sekali, dua tahun sekali, dan ada juga yang empat sampai
delapan tahun sekali. Upacara-upacara itu bisa dijumpai pada bulan-bulan tertentu, terutama pada
bulan-bulan sehabis panen. Tempat pelaksanaannya juga amat beragam, tergantung dari bentuk dan
jenis upacaranya, misalnya di makam keramat (buyut), rumah atau bangunan, halaman balai desa,
halaman rumah, mesjid, pantai, sawah, kebun, mata air, dan sebagainya. Setiap tempat akan
menentukan jenis upacaranya, misalnya upacara unjungan, bersih desa, sedekah bumi, ngarot, mapag
sri, buka sirap, memayu, mitoni, seren taun, wuku taun, ngaseuk, rasulan, panjang jimat, nadran, dan
sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai