Anda di halaman 1dari 12

Khutbah Jumat di Masjid Agung An-Nuur (06 Juli 2012)

Ustadz H. Abdul Somad, Lc. MA

Hadirin jamaah jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Banyak saudara-saudara kita, kerabat kita, tetangga kita yang sangat ingin sampai
kepada hari ini dan bulan ini, hari ini kita sampai kepada hari yang dimuliakan oleh
Allah SWT di antara tujuh hari yang diciptakan oleh Allah, hari ini disebut sebagai
sayyidul ayyam (induk dari segala hari), tapi orang-orang yang berkeinginan untuk
sampai pada hari ini, untuk sampai pada bulan ini, ajal telah mendahului mereka, oleh
sebab itu tidak dapat ikut berkumpul bersama kita melaksanakan fardhu jumah pada
hari ini.

Ada pula sebagian di antara kita yang umurnya sampai, akan tetapi terbaring di rumah
sakit, dalam keadaan perjalanan panjang (ibnu sabil), mereka pun juga tak dapat ikut
bersama kita.

Ada sebagian yang lain, umurnya panjang, dianugerahkan Allah SWT kesehatan, fisik
dan mental, sempurna, akan tetapi juga tak dapat ikut bersama kita. Apa sebab?
Dicabut Allah SWT nikmat istiqamah, iman dan Islam dari dalam hatinya.

Oleh sebab itu kalau pada saat ini kita dapat datang berkumpul di rumah Allah,
menyambut seruan azan, panggilan sepekan sekali fardhu jumat berjamaah, maka
sesungguhnya ada tiga nikmat besar yang ada dalam diri kita diberikan Allah SWT. Saat
ini kita masih hidup, saat ini kita masih sehat, dan saat ini kita masih diberikan Allah
SWT nikmat istiqamah, iman dan Islam. Tak ada ungkapan yang paling indah keluar
dari mulut seorang muslim, seorang mukmin selain ucapan Alhamdulillah.

Oleh sebab itu salah satu rukun dari khutbah ini adalah mengucapkan hamdalah,
memuji Allah SWT, sampai-sampai dikatakan Nabi SAW:

( Semua amal yang baik)

( Kalau tak diawali, kalau tidak dimulai dengan ucapan pujian kepada Allah
SWT)

( Maka amal itu terputus, tidak bernilai di hadapan Allah SWT)

Bersyukur kepada Allah dengan ucapan alhamdulillah, bersyukur kepada Allah


dengan perbuatan, melaksanakan segala perintah Allah, menjauhi segala larangan Allah
SWT. Allah berjanji dalam al-Quran:
( Kalau kamu bersyukur-kata allah-)

( Pasti akan aku tambah nikmatku itu padamu, akan tetapi kalau kita tidak
syukuri nikmat Allah yang begitu banyak, maka Allah pun juga punya janji bagi orang-
orang yang tak bersyukur)

( Kalau kamu kufur, kalau kamu tutupi nikmat itu, kalau kamu tidak tampakkan
dia ke permukaan, tidak kamu syukuri)

( Sesungguhnya azabku amat sangat pedih)

Hadirin jamaah jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Tak terasa hari berganti pekan, pekan berganti bulan, bulan berganti tahun, saat ini kita
sudah sampai pada tanggal 16 syaban. Syaban, yang merupakan bulan yang sangat
dimuliakan dan diagungkan, diagungkan oleh Allah dan dimuliakan oleh Rasulullah
SAW. Sampai-sampai sahabat Nabi bernama Usamah bin Zaid merasa heran melihat
Nabi SAW, lalu dia ingin tahu mengapa Nabi begitu banyak beribadah kepada Allah di
bulan ini, maka dia pun bertanya kepada Rasulullah:

( Kata Usamah bin Zaid radhiallahu anhu: Wahai Rasulallah )

( Aku tidak pernah melihat engkau berpuasa lebih


banyak dibandingkan bulan yang lain selain Ramadhan, dibanding 10 bulan yang lain,
engkau lebih banyak berpuasa di bulan syaban. Apa sebab ya Rasulallah? Mengapa
engkau tingkatkan ibadahmu di bulan ini? Apa jawab Rasulullah SAW?)

( Pada bulan itu diangkat amal ke hadapan Allah SWT. Semua kita ini
punya buku catatan amal, semua manusia yang hidup di atas permukaan bumi, ada
malaikat yang mencatat semua amalnya. Apa kata Allah dalam al-Quran:)

( Satu kata yang keluar dari mulut anak adam)

( Ada malaikat yang mencatat, ada malaikat yang mengawasi, lalu buku
catatan itu diangkat ke hadapan Allah SWT. Catatan tahunan diangkat di bulan
Syaban.)

Lalu mengapa Nabi berpuasa banyak di bulan Syaban?

( Aku ingin, aku suka, aku berharap ketika amalku diangkat ke


hadapan Allah SWT, saat itu aku sedang berpuasa.)
Apa hubungan amal diangkat dengan orang berpuasa? Maka sesungguhnya dengan
memperbanyak puasa di saat amal diangkat, di situ kita ingin menunjukkan identitas
kita sebagai manusia, tidak seperti yang diprediksi oleh para malaikat ketika Allah ingin
menciptakan kita, saat itu malaikat bertanya, saat itu malaikat komplain-tak setuju-:

( Ya Allah, apakah engkau akan ciptakan mereka yang hanya akan


berbuat kerusakan )

( Mereka hanya akan berperang, saling membunuh dan menumpahkan


darah?)

( Kami bertasbih, kami mensucikan, kami mengagungkan-Mu. Ya


Allah, kalau hanya untuk menciptakan makhluk baru bernama manusia, tak perlu
engkau ciptakan, karena kami sudah cukup untuk bertasbih mengagungkan-Mu. Tapi
Allah SWT punya rahasia lain, apa jawab Allah?)

( Aku lebih tahu apa yang tidak kamu ketahui)

Pada saat ini, ketika buku catatan amal kita diangkat, saat itu Allah tanya kepada para
Malaikat: Hai Malaikat-Ku, ketika amal mereka engkau angkat apa yang sedang mereka
lakukan? Saat itu Malaikat banggakan kita di hadapan Allah, saat itu Malaikat akan
menjawab di hadapan Allah SWT: Ya Allah, ketika amalnya aku angkat, saat itu ia
sedang dalam keadaan berpuasa. Kita masuk dalam kelompok orang-orang yang
dibanggakan oleh Allah SWT kepada para Malaikat.

Hadirin jamaah jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Kalau Nabi Muhammad yang kedudukannya Sayyidul Anbiyai wal Mursalin, dosanya
sudah diampuni yang lalu dan yang akan datang, begitu ia menghidupkan bulan
Syaban, lalu bagaimana dengan kita, yang bulan ini sudah lewat 16 hari, apa yang sudah
kita isi di bulan yang baik dan mulia ini. Bulan yang disebut dengan pada
bulan ini bercabang-cabang keberkahan dan kebaikan.

Yang lalu tak dapat diulang, yang lewat tak dapat kembali, pepatah arab mengatakan:
( yang lewat tak mungkin dapat terulang kembali). Akan tetapi ada sisa
14 hari menjelang masuknya bulan suci Ramadhan, mari kita tingkatkan kualitas amal
ibadah kita kepada Allah SWT.

Kita sudah terlalu sibuk dengan urusan keduniawian, sehingga kita lalai kepada Allah
SWT, maka setiap laki-laki yang baligh dan berakal diwajibkan untuk paling tidak-
satu hari ini khusus pada hari jumat dalam satu pekan, dia mendengarkan satu wasiat
taqwa masuk ke telinganya, masuk ke ujung otaknya, masuk ke dalam pangkal hatinya,
agar dia dapat melaksanakan hidupnya itu dengan diisi dengan ibadah.
Hadirin jamaah jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Ketika Allah SWT beri kita hidup sampai saat ini, sampai hari yang agung dan mulia,
hari jumat, di bulan agung dan mulia, bulan syaban, apa sebenarnya yang diinginkan
Allah SWT?

Banyak orang-orang di sekeliling kita tak lagi ada bersama kita, masih terbayang raut
wajah mereka, masih teringat kita dengan ucapan mereka, tapi jasad mereka tak ada
bersama kita. Lalu kita masih dibiarkan Allah berjalan di atas permukaan bumi ini, apa
yang diinginkan Allah Taala dari kita? Maka jawabannya disebutkan dalam surah al-
Mulk:

( Allah yang menciptakan mati)

( Allah juga yang menciptakan hidup. Untuk apa Dia buat hidup dan mati, Dia buat
ada kelahiran ada kematian, ada buaian ada liang lahad, lalu mengapa kita berada di
antara dua itu?)

( Untuk menguji, tak lain tak bukan yang ingin diuji oleh Allah SWT
adalah siapa yang paling baik amalnya. )

Allah tak lihat siapa yang paling kaya di antara kita, Allah tak menilai siapa yang paling
tinggi jabatannya di antara kita, Allah SWT tidak meletakkan kemuliaan siapa yang
paling berilmu di antara kita. tapi yang dilihat Allah SWT adalah:

( Allah tak melihat, Allah tak memperhatikan bentuk tubuh kamu)

( Allah tak menengok bentuk rupa kamu. Lalu apa yang dilihat Allah dari
kita? )

( Yang ditengok, yang diperhatikan, yang dilihat oleh Allah SWT adalah
hati kamu) ( dan amal kamu)

Oleh sebab itu kalau Allah sampaikan usia kita pada hari ini, bulan yang mulia ini, maka
kita buktikan kepada Allah, Ya Allah, Kau sampaikan aku sampai saat ini, maka inilah
bukti amal, kita tunjukkan kepada Allah SWT.

Hadirin yang dimuliakan Allah SWT.

Kalau sampai masa itu tiba, tak dapat ditunda walau sesaat pun. Ada sebagian orang
menyangka dia masih hidup saat ini karena dia menjaga kesehatan, banyak orang yang
sehat mati mendadak. Ada sebagian orang menyangka dia hidup sampai saat ini karena
dia muda belia, banyak orang yang muda mati tiba-tiba. Oleh sebab itu mengapa kita
masih ada sampai saat ini di atas bumi Allah ini, Allah uji kita, sanggup tak kita isi ini
dengan amal yang baik. Maka mari kita buktikan kepada Allah SWT. Kalau sampai
masanya:

( Kalau ajal mereka sampai)

( Tak dapat ditunda walau sesaat)

( Tak pula dapat dimajukan walaupun sesaat)

Ketika sampai masanya, apa yang akan mengiringi kita?

( Yang mengiringi kita nanti ke alam barzakh, ke liang lahad, tak kurang tak
lebih hanya ada tiga saja. Yang pertama yang mengiringi kita adalah:)

( Hartanya, harta yang begitu banyak dicari pagi pulang petang, peras keringat
banting tulang, dia ikut mengiringi kita, tapi apakah dia akan sampai masuk ke dalam?
Yang kita bawa hanya tiga helai kain putih yang tak berjahit, itu yang menemani kita di
dalam. Lalu apalagi yang akan mengiringi kita? )

( Keluarga; anak, cucu, cicit, keponakan, menantu, handai taulan, kerabat, tetangga,
semua ikut mengiringi kita, mau mereka masuk ke dalam? Mungkin ada 2/3/4 orang
akan masuk menyambut jenazah kita, diletakkan kita di liang lahad, setelah itu dia naik
ke atas, mereka akan menimbun kita, mereka akan menginjak kita, setelah itu mereka
doakan, setelah itu mereka pun pulang kembali ke rumah masing-masing.)

( Yang dua kembali: harta kembali, keluarga kembali, lalu siapa yang
menemani kita di dalam? () Yang tinggal satu, siapa yang tinggal itu?)

( Amalnya)

Kalau pernah tangan ini dipakai mengusap kepala anak yatim, kalau pernah tangan ini
dipakai untuk bergotong royong membangun masjid, kalau pernah tangan ini dipakai
untuk menyumbang, infaq, shadaqah, wakaf, zakat, maka itulah yang akan menolong
kita di hadapan Allah SWT.

Kalau pernah kaki ini dipakai melangkahkan kaki ke masjid melaksanakan fardhu
shalat berjamaah, kalau pernah kaki ini dipakai berjihad fi sabilillah, maka itu yang
akan menolong kita di hadapan Allah SWT.

Ketika mata meneteskan air mata di tengah malam yang sunyi, yang sepi, ketika orang
lain tidur pulas, ada seorang hamba Allah yang terjaga melawan kantuknya, lalu dia
kenang dosanya begitu banyak, lalu di teteskan air mata, maka itulah yang akan dapat
menolong kita di hadapan Allah SWT. Lain dari pada itu: ( seperti debu ditiup
angin).

Hadirin jamaah jumat yang dimuliakan Allah SWT.

Hari jumat hari yang mulia, mari kita gunakan sejenak: ( sejenak bersama
jiwa). Selama sepekan ini kita terlalu sibuk mengurus orang lain, sibuk mengurus
urusan orang lain, sehingga kita tak sempat mengurus urusan kita sendiri. Oleh sebab
itu mari kita merenung sejenak, itu yang dipesankan oleh para shahabat Nabi, para
ulama: ( berfikir sejenak), berfikir menggunakan akal yang diberikan Allah
SWT sebelum masanya tiba, karena ketika tiba masanya, saat itu orang tak lagi dapat
berfikir, ketika azab sudah di pelupuk mata, ketika jeritan tangis karena kesakitan azab
didengar telinga, saat itu orang-orang yang berada di dalam neraka berkata kepada
Allah SWT:

( Ya Tuhan kami)

( Mata kami sudah menengok itu azab yang menyakitkan)

( Kami pun sudah mendengar azab itu)

( Balikkan lagi kami ke alam dunia)

( Kami ingin beramal shalih)

( Kami yakin seyakin-yakinnya)

Tapi betapa malangnya, saat itu tak ada lagi gunanya penyesalan karena saat itu bukan
waktunya untuk menyesal, saat itu adalah waktu untuk mempertanggung-jawabkan
segala amal perbuatan kita di hadapan Allah SWT.

Khutbah I





.
.



.

:



Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Khalifah kedua, Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu 'anh pernah


melontarkan kalimat:



Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu-ibu mereka
melahirkan mereka sebagai orang-orang merdeka. (Kitab al-Wilyah alal
Buldn f Ashril Khulaf ar-Rsyidn)

Sayyidina Umar memang menyampaikannya dengan nada tanya, namun


sesungguhnya ia sedang mengorek kesadaran kita tentang hakikat
manusia. Menurutnya, manusia secara fitrah adalah merdeka. Bayi yang
lahir ke dunia tak hanya dalam keadaan suci tapi juga bebas dari segala
bentuk ketertindasan.

Sebagai konsekuensinya, penjajahan sesungguhnya adalah proses


pengingkaran akan sifat hakiki manusia. Karena itu Islam mengizinkan
membela diri ketika kezaliman menimpa diri. Bahkan, pada level
penjajahan yang mengancam jiwa, umat Islam secara syar'i diperbolehkan
mengobarkan perang. Perang dalam konteks ini adalah untuk kepentingan
mempertahankan diri (defensif), bukan perang dengan motif asal
menyerang (ofensif).

Hal ini pula yang dilakukan para ulama, santri, dan umat Islam bangsa ini
ketika menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang pada masa lalu.
Perjuangan mereka lakukan bersama berbagai elemen bangsa lain yang
tidak hanya beda suku dan daerah tapi juga agama dan kepercayaan.
Sebab, kemerdekaan memang menjadi persoalan manusia secara
keseluruhan, bukan cuma golongan tertentu. Islam mengakuinya sebagai
nilai yang universal.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Tanah air menjadi elemen penting dalam perjuangan tersebut. Tanah air
tidak ubahnya rumah yang dihuni jutaan bahkan ratusan juta manusia.
Islam mengakui hak atas keamanan tempat tinggal dan memperbolehkan
melakukan pembelaan bila terjadi ancaman yang membahayakannya.

Al-Quran bahkan secara tersirat menyejajarkan posisi agama dan tanah


air dalam Surat al-Mumtahanan ayat 8:






Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. (Al-Mumtahanah: 8)

Seorang pakar ilmu tafsir, KH Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat


tersebut memberi pesan bahwa Islam menyejajarkan antara agama dan
tanah air. Oleh Al-Quran keduanya dijadikan alasan untuk tetap berbuat
baik dan berlaku adil. Al-Quran memberi jaminan kebebasan beragama
sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka. Tidak heran bila
sejumlah ulama memunculkan jargon hubbul wathan minal iman (cinta
tanah air sebagian dari iman).

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Dengan demikian, cara pertama yang bisa dilakukan untuk menyambut


hari kemerdekaan ini adalah mensyukuri secara sungguh-sungguh dan
sepenuh hati atas anugerah kemanan atas agama dan negara kita dari
belenggu penjajahan yang menyengsarakan. Sebab, nikmat agung setelah
iman adalah aman (adhamun niami badal mn billh nimatul aman).

Lalu, bagaimana cara kita mensyukuri kemerdekaan ini?

Pertama, mengisi kemerdekaan selama ini dengan meningkatkan


ketakwaan kepada Allah. Menjalankan syariat secara tenang adalah
anugerah yang besar di tengah sebagian saudara-saudara kita di belahan
dunia lain berjuang mencari kedamaian. Umat Islam Indonesia harus
mensyukurinya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada sang khaliq
dan berbuat baik kepada sesama. Perlombaan yang paling bagus dim
omen ini adalah perlombaan menuju paling menjadi pribadi paling takwa
karena di situlah kemuliaan dapat diraih.






Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal. (QS al-Hujurat: 13)

Yang kedua, mencintai negeri ini dengan memperhatikan berbagai


kemaslahatan dan kemudaratan bagi eksistensinya. Segala upaya yang
memberikan manfaat bagi rakyat luas kita dukung, sementara yang
merugikan masyarakat banyak kita tolak.
Dukungan terhadap kemaslahatan publik bisa dimulai dari diri sendiri yang
berpatisipasi terhadap proses kemajuan di masyarakat, andil bergotong
royong, atau patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sebaliknya,
mencegah mudarat berarti menjauhkan bangsa ini dari berbagai
marabahaya, seperti bencana, korupsi, kriminalitas, dan lain sebagainya.

Inilah pengejawantahan dari sikap amar maruf nahi munkar dalam


pengertian yang luas. Ajakan kebaikan dan pengingkaran terhadap
kemungkaran dipraktikkan dalam konteks pembangunan masyarakat.
Tujuannya, menciptakan kehidupan yang lebih harmonis, adil, dan
sejahtera. Termasuk dalam praktik ini adalah mengapresiasi pemerintah
bila kebijakan yang dijalankan berguna dan mengkritiknya tanpa segan
ketika kebijakan pemerintah melenceng dari kemaslahatan bersama.

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,

Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihy Ulmid Dn


mengatakan:






Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama
adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa
landasan akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.

Al-Ghazali dalam penryataan itu seolah ingin menegaskan bahwa ada


hubungan simbiosis yang tak terpisahkan antara agama dan negara. Alih-
alih bertentangan, keduanya justru hadir dalam keadaan saling menopang.
Negara membutuhkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam agama,
sementara agama memperlukan rumah yang mampu merawat
keberlangsungannya secara aman dan damai.

Indonesia adalah sebuah nikmat yang sangat penting. Kita bersyukur dasar
negara kita senafas dengan substansi ajaran Islam. Kemerdekaan
memang belum diraih secara tuntas dalam segala bidang. Namun, itulah
tugas kita sebagai warga negara yang baik untuk tak hanya mengeluhkan
keadaan tapi juga harus turut serta memperbaikinya sebagai bagian dari
ekspresi hubbul wathan. Semoga Allah subhnahu watal senantiasa
menjaga negara dan agama kita dari malapetaka hingga bisa kita wariskan
ke generasi-generasi berkutnya. Wallhu alam.






Khutbah II

.



.





.












.



.

.
! .

Anda mungkin juga menyukai