Anda di halaman 1dari 29

PELAYANAN OBAT ALTERNATIF DAN KOMPLEMENTER

VIVI RAMADANI
PROGRAM STUDI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
1.1 Ekstraksi
Senyawa metabolit sekunder biasanya terdapat dalam organisme dalam
jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu biasanya dalam proses isolasi dimulai dari
sampel yang jumlahnya banyak, minimal 2 kg sampel kering yang sudah dihaluskan.
Pekerjaan isolasi membutuhkan keterampilan dan pengalaman dalam memadukan
berbagai teknik pemisahan. Untuk mendapatkan senyawa murni biasanya peneliti
menggunakan beberapa teknik ekstraksi dan kromatografi. Teknik ekstraksi senyawa
organik bahan alam yang biasa digunakan antara lain maserasi, perkolasi, infudasi, dan
sokhletasi. Sedangkan teknik kromatografi yang biasa digunakan antara lain
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Vakum Cair (KVC), Kromatografi
Kolom Gravitasi (KKG), dan kromatotron (Centrifugal Chromatography). Pemilihan
jenis metode biasanya dilakukan berdasarkan pengalaman peneliti maupun hasil
penelitian yang telah dilaporkan sebelumnya (Harborne, J.B., 2006).
Langkah pertama yang biasanya dilakukan dalam isolasi senyawa organik
bahan alam adalah ekstraksi sampel menggunakan pelarut organik. Ada beberapa
metode ekstraksi sampel bahan alam, antara lain maserasi, infusdasi, digesti, perkolasi
dan soxletasi (Atun, 2014). Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari
campurannya dengan menggunakan pelarut. Untuk melakukan ekstraksi bahan tanaman
secara sempurna sebaiknya dipilih pelarut ideal dalam ekstraksi. Pelarut ideal adalah
pelarut yang menunjukkan selektivitas maksimal, dan kompatibel dengan sifat-sifat
bahan yang diekstraksi. Pelarut ekstraksi yang bersifat toksik memang harus dihindari,
namun pelarut yang akan digunakan dapat ditentukan berdasarkan pertimbangan suhu
didih agar mudah diuapkan di antaranya etil asetat dapat digunakan dengan
pertimbangan suhu didih 77,14 C, selain itu metode pengeringan ekstrak yang semakin
baik seperti dengan menggunakan vaccum freeze dryers dan atomizer berpengaruh
dalam memperoleh ekstrak yang sesuai untuk pembuatan sediaan farmasi (Agoes,
2007).
2.1 Ekstraksi Dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut


dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar)
(Departemen Kesehatan RI, 2000). Keuntungan dari proses maserasi adalah
pengerjaanya mudah dan peralatannya mudah dan sederhana sedangkan kekurangannya
adalah waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi bahan cukup lama, penyarian
kurang sempurna, dan pelarut yang digunakan jumlahnya banyak (BPOM, 2013).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna
(Exhaustiva extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip
perkolasi adalah dengan menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori.Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan,
maserasi antara, perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak), dan terus
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes
RI, 2000). Perkolasi umunya digunakan untuk mengekstraksi serbuk kering terutama
simplisia yang keras seperti kulit batang, kulit buah, biji, kayu, dan akar. Penyari yang
digunakan umunya adalah etanol atau campuran etanol-air. Dibandingkan dengan
metode maserasi, metode ini tidak memerlukan tahapan penyarian perkolat, namun
kerugiannya adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama dan jumlah penyari yang
digunakan lebih banyak (BPOM, 2013).

2.2 Ekstraksi Panas

a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan penggulangan proses pada residu pertama sampai
3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomassa ditempatkan dalam
dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus
direfluks. Alat soklet akan mengosongkan isinya kedalam labu dasar bulat setelah
pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melawati alat ini melalui
pendingin refluks, ekstraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa dari biomasa
secara efektif ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut
(Depkes RI, 2000).

c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50 C (Depkes RI,
2000). Metode ini digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap
pemanasam. Keuntungan dari metode ini adalah zat aktif yang tersari lebih bnayak dan
waktu ekstraksinya lebih singkat dibandingkan dengan metode maserasi (BPOM, 2013).

d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 C selama waktu
tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000). Metode ini digunakan untuk menyari
kandungan aktif dari simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian dengan cara ini
menghasilkan sari yang tidak stabil, mudah tercemar oleh bakteri dan jamur sehingga
sari yang diperoleh harus segera diproses sebelum 24 jam. Biasanya cara ini banyak
digunakan oleh perusahaan obat tradisional (BPOM, 2013).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (suhu lebih dari 30C) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000). Dekok adalah sediaan cair yang
dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90 C selama 30
menit (BPOM, 2008).
2.6 Metoda Pemisahan dan Pemurnian
Untuk pemisahan komponen-komponen campuran rumit dapat digunakan teknik
kromatografi. Dimana metoda ini didasarkan pada distribusi komponen diantara dua
fase yang tidak bercampur, fase diam dan fase gerak. Mekanisme terdistribusinya
komponen-komponen dapat disebabkan oleh peristiwa partisi, reaksi penukar ion dan
difusi komponen kedalam pori-pori fase diam, komponen cairan akan bergerak dengan
kecepatan berbeda sehingga terjadi pemisahan. Beberapa teknik kromatografi yang
digunakan dalam pemisahan adalah KLT, Kromatografi Kolom, dan Kromatografi Gas.
Pemisahan secara kromatografi akan didapat fraksi yang memiliki satu noda pada KLT
dan selanjutnya lakukan proses pemurnian. Proses pemurnian dilakukan dengan jalan
rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan metoda pemisahan senyawa padat, yang
didasarkan pada perbedaan kelarutan antara zat yang akan dimurnikan dengan pengotor
dalam pelarut tunggal atau pelarut campuran.
MEDICINAL HERB
1. Klasifikasi

Gambar 1. Centella asiatica (L)(Dalimartha, 2000)

Tumbuhan Centella asiatica (L) dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Prabowo,


2002):
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Umbellales
Family : Umbelliferae
Genus : Centela
Spesies : Centella asiatica (L)

A. Morfologi
Centella asiatica (L) berupa herba tahunan, tanpa batang tetapi dengan rimpang
pendek dan stolon-stolon yang melata dengan panjang 10 cm sampai 80 cm. Daun
tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 10 lembaran daun, kadang-kadang
agak berambut. Tangkai daun panjangnya sampai 40 cm. Helaian dan berbentuk ginjal,
lebar dan bundar dengan garis tengah sampai 10 cm. Pinggir daun beringgit dan
bergerigi, terutama kearah pangkal daun. Pembungaan menyerupai payung 1-5 yang
keluar dari ketiak daun kelopak. Gagang bunga panjangnya 5-50 mm, lebih pendek dari
tangkai daun. Bunga umumnya berjumlah tiga, yang ditengah duduk dan yang di
samping bergagang pendek. Daun pelindung berjumlah dua dan panjangnya 3-4 mm
berbentuk bulat telur. Tajuk berwarna merah lembayung dengan panjang 1 cm dan
lebarnya sampai 0,75 mm. Buah berbentuk pipih, lebarnya 7 mm dan tingginya 3 mm,
berlekuk dua, berusuk, berdinding tebal dan berwarna kuning kecoklatan (Prabowo,
2002).
b. Kandungan
Kandungan kimia pegagan adalah glikosida triterpenoid, triterpenoid, alkaloida,
asam amino, dan asam lemak. Komponen minyak atsiri pegagan adalah sitronelal,
linalool, neral, mentol, linalil asetat, dan sitronelil asetat. Pengagan mengandung tiga
masam triterpenoid yaitu asiatikosida, asam asiatat, dan asam madekasat (Besari, 1995).

COOH
OH

OH
HOH3C

Gambar 2. Asam Asiatikat (Badan POM RI, 2010)

COOH
OH

OH
CH3OH
HO

Gambar 3. Asam Madekasat (Badan POM RI, 2010)


OH H
OH H H H
H OH
H OH OH H H
H OH O O OH
H
H OH CH3
O O H H
C CH3 O O H
HO
O CH2OH

HO
HOH3C

Gambar 3. Asiatikosida (Badan POM RI, 2010)

c. Manfaat
Pegagan telah lama digunakan masyarakat sebagai sayuran dan obat tradisional.
Penggunaanya sebagai obat tradisional di Jawa Tengah menduduki tempat kedua setelah
tumbuhan dari famili Zingiberaceae. Pegagan dalam pengobatan tradisional mempunyai
efek farmakologi sebagai antitusif, antipiretik, antelmetikum, obat luka. Suku Sinhala di
Srilangka dan India menggunakan pegagan sebagai obat untuk kesegaran tubuh dan
kelelahan otak, gangguan mental, tekanan darah tinggi, abses, rematik, demam, luka,
borok, lepra, gangguan saraf, dan ikterus.Masyarakat memakai pegagan dengan cara
menumbuk daun segar, lalu diperas dan air perasannya digunakan sebagai bahan obat.
Cara lainnya dengan mengeringkan daun atau herba lalu dijadikan serbuk, dan
ditaburkan pada bagian yang akan diobati.Campuran triterpenoid dalam pegagan
mempunyai khasiat merangsang biosintesis kolagen dan digunakan dalam pengoabatan
lepra, luka bekas operasi, luka bakar, keloid, fibrosis, dan radioterapi (Winarto, 2003).
2. Klasifikasi

Gambar 1. Usnea sp (Dalimartha, 1999)


a. Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Lecronommycetes
Ordo : Lecnorales
Family : Parmeliaceae
Genus : Usnea
Species :Usnea sp (Dalimartha, 1999).

b. Nama daerah
Pada daerah Jawa Tengah: kayu angina, Madura: tea angin, Bali: jenggutanresi, Batak:
janggut rabion, Minangkabau: cirik angina, Melayu: tahi angina (Dalimartha, 1999).

c. Morfologi
Usnea sp dapat ditemukan di hampir seluruh dunia. Usnea sp tergolong kedalam
tumbuhan alga atau fungi. Walaupun demikian ada yang ditemukan sebagaiepifit pada
pohon kayu hutan. Sejak dulu Usnea sp sudah digunakan sebagaitumbuhan obat yaitu
digunakan sebagai terapi gangguan pencernaan. Inidisebabkan karena rasanya yang
pahit dan mempunyai efek stimulant. Usnea spini berperan dalam dunia kesehatan
sebagai obat antara lain Usnea hirta, Usneaflorida, Usnea longissima, Usnea dasypaga,
dan Usnea misaminensis. Tumbuhanherba ini juga telah lama digunakan oleh
masyarakat Cina dan Yunani yangdisebut sun-lo dan telah digunakan sebagai penurun
panas dan mengobati infeksipada permukaan (Dalimartha, 1999).
Salah satu spesies dari genus Usnea yaitu Usnea misaminensis yangtumbuh
sebagai epifit pada kulit kayu hutan dan berjubai, panjangnya sampai 30m atau lebih.
Talus berbentuk benang, pada umumnya bulat memanjang,cabang-cabangnya
bervariasi, seringkali kasar, berwarna hijau kelabu atau hijaukekuningan. Apotesium
sedang, tumbuh ke arah sisi atau ke tengah, berbentukperisai agak bercahaya, pada
umumnya berambut pada bagian tepi, parafisisbercabang atau bersekat, askut berisi 8
askospora yang kecil, berbentuk lonjongdan sederhana. Sporangium tumbuh ke arah
sisi, terbenam atau agak menonjol,berwarna terang atau agak gelap. Kandungan kimia
dari Usnea misasinensis iniadalah asam usneti dan asam barbtin (Dalimartha, 1999).
Menurut klasifi kasi morfologi lichen dibagi menjadi :
1. Thalus Crustose lichen: Lumut kerak yang memiliki thallus yang
berukurankecil,datar, tipis, dan selalu melekat pada permukaan batu, kulit pohon,
atau tanah.Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya.
Permukaan thalusbiasanya terbagi menjadi areal areal yang agak heksagonal
yang disebut areole.Contoh :Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora
atau pleopsidium
2. Thalus Foliose lichen: Lichen foliose memiliki struktur seperti daun
yangtersusun oleh lobus-lobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat
padasubstratnya. Lumut kerak ini melekat pada batu, ranting dengan rhizin.
Rhizinesini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Contoh:
Xantoria,Physicia, Peltigera, Parmelia. Fruticose lichen. Thalusnya berupa semak
danmemiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak
ataumenggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Contoh :
Usnea,Ramalina dan Cladonia - Squamulose lichen. Lichen ini memiliki lobus-
lobusseperti sisik, lobus ini disebut squamulus yang biasanya berukuran kecil
dansaling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut
podetia(Roziaty, 2016).
d. Kandungan Kimia
Lichen memproduksi metabolit sekunder yang terdiri dari banyak kelastermasuk
senyawa turunan asam amino, asam pulvinat, peptida, gula alkohol,terpenoid, steroid,
karotenoid, asam alifatik, fenol monosiklik, depsides,dibenzofurans, antrakuinon,
xanthones, asam usnat dan senyawa lain. Asam usnatmerupakan senyawa kimia yang
paling banyak dipelajari dan digunakan sebagaisenyawa aktif dibandingkan dengan
senyawa kimia lain yang terkandung dalamlichen. Kelimpahannya didistribusikan pada
jenis Cladonia, Usnea, Evemia,Ramalina, Lecanora, Parmelia dan Alectoria. Daun
Usnea dari Andesmengandung 2,7% asam usnat dalam talusnya (Septiana, 2012).
e. Kegunaan
Berdasarkan percobaan empiris, Usnea sp., mengandung senyawa kimia
yangmemiliki khasiat sebagai obat tradisional, penyakit perut seperti diare,
tinjaberdarah, obat sariawan, obat dingin, kejang, sakit perut, sulit buang air
kecil,gangguan menstruasi, wasir dan sakit kepala. Mayoritas dari Usnea
Tanamanmengandung senyawa kimia dominan yaitu asam usnat (Maulidiyah, et al.,
2015). Selain fungsinya sebagai antibakteri, Usnea sp., memiliki banyak
bioaktivitasseperti anti kanker, anti jamur, antioksidan, dan anti malaria. Usnea
sp.,mengandung senyawa metabolit sekunder yang dapat mencegah danmenyembuhkan
penyakit, seperti infeksi. Infeksi adalah penyakit yang disebabkanoleh bakteri, misalnya
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Salmonellatyphii adalah contoh bakteri
penyebab infeksi (Maulidiyah, et al., 2016).Usnea digunakan untuk mengobati abses,
pilek, batuk, sistitis, infeksi jamur(seperti atlit kaki atau ring-worm), iritasi
gastrointestinal (perut dan usus),influenza, sakit tenggorokan (termasuk radang
tenggorokan), infeksi saluranpernapasan (sinusitis, bronkitis, radang paru-paru, dll),
bisul, infeksi salurankemih, dan infeksi vagina (Rukayadi, et al., 2012).
Banyak sekali kegunaan lichen yang telah dimanfaatkan oleh masyarakatantara
lain untuk pewarna, pemantauan polusi, parfum, dekorasi, dan untuk tujuanobat.
Pemanfaatan lichen dalam bidang kesehatan khususnya bahan obatberhubungan dengan
substansi yang terkandung di dalamnya. Substansi tersebutdimanfaatkan untuk
antibiotik, antijamur, antivirus, antiinflamasi, analgesik,antipiretik, antiproliferatif dan
efek sitotoksik. Pemanfaatan lichen sebagaiantibiotik secara tradisional telah lama
dilakukan, sehingga menarik perhatianpara ilmuwan. Sifat antibiotik ini meliputi
antibakteri, antijamur, dan antivirus.
Kemampuan lichen sebagai antibiotik ditentukan oleh senyawa asam yangterdapat
di dalamnya. Asam usnat adalah antibiotik spektrum luas dan merupakankandungan
yang paling umum diketahui dari lichen. Selain asam usnat masihbanyak lagi jenis asam
dalam lichen yang memiliki aktivitas antibiotik terutamasebagai antibakteri (Septiana,
2012).
3. Klasifikasi

Gambar 1. Piper nigrum L.(Dalimartha, 2000)

a. Klasifikasi tumbuhan Lada hitam (Piper nigrum Linn) adalah sebagai


berikut(Dhalimi, 1996):
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotiledon)
Sub kelas : Magnoliidae
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper nigrum Linn
b. Morfologi
Tumbuhan ini dikenal sebagai lada hitam atau merica hitam. Tanaman ini tumbuh di
daerah tropis seperti di kawasan Asia Tenggara terutama Indonesia. Karakteristik Piper
nigrum Linn adalah buahnya tidak bertangkai, bulat dengan diameter 5 mm, berwarna
cokelat hitam, dan bagian luarnya berupa jaring. Habitusnya herba, tahunan, memanjat
atau merambat. Batangnya bulat, beruas, bercabang, mempunyai akar pelekat. Daunnya
tunggal, bulat telur, pangkal bentuk jantung, ujung runcing, tepi rata,panjang 5-8 cm,
lebar 2-5 cm, bertangkai,pertulangan menyirip, warna hijau, letaknya berseling atau
tersebar. Bunganya mejemuk, bentuk bulir, menggantung dengan panjang bulir 3,5
sampai 22 cm, terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun, kepala putik 2-5,
tangkai sari 0,5-1 mm, putih, hijau. Buahnya bulat, masih muda hijau setelah tua merah.
Bijinya bulat, putih kehitaman, dan berakar tunggang. Tumbuhan ini berasa pedas
dengan bau yang merangsang sehingga dapat dijadikan ciri khas tumbuhan Piper
nigrum (Dalimartha, 2000).
c. Kandungan

Komposisi yang terdapat dalam buah lada hitam adalah air, minyak atsiri, saponin,
flavonoid. Selain itu buah lada mengandung piperin (alkaloid)), oleoresin, flaponoid, zat
protein, zat karbohidrat dan zat anorganik (zat P2O, zat sulfur, zat K2O, zat kapur
CaO). Komposisi yang paling banyak adalah karbohidrat (Rismunandar, 1987).Alkaloid
dapat di jumpai pada berbagai jenis tanaman salah satunya tanaman lada (Piper nigrum
L.). Alkaloid ini termasuk zat aktif yang beracun, alkaloid bisa menimbulkan rasa pahit
dan sedikit bahaya dalam penggunaannya (Soedibyo, 2002), karena senyawa alkaloid
bisa menghambat proses terjadinya ovulasi dan meresorpsi fetus tikus sehingga apabila
diberikan pada masa kebuntingan, zat aktif ini bisa mengurangi jumlah fetus yang ada
didalam uterus tikus (Astrini, 2008).Di dalam buah lada hitam (Piper nigrum L.)
terdapat senyawa dan piperin, senyawa ini adalah senyawa yang memberikan rasa pedas
pada buah lada. Senyawa piperin ini termasuk kedalam kelompok senyawa alkaloid .
Minyak atsiri lada baru dikenal pada tahun 1574, kadar minyak atsirinya bersifat tidak
menguap (non volatile extract). Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi, dan
dapat diperoleh bahan padatyang disebut oleoresin. Oleoresin dapat diartikan dalam
bahasa Indonesia sebagai oleo (minyak) dan resin (Dhalimi,1996).

Gambar 2.Piperin(Dhalimi,1996).
d. Manfaat
Buah lada sangat dikenal sebagai bumbu masak. Selain itu lada juga bisa
digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit diantaranya adalah penyakit
disentri, kolera, kaki bengkak, nyeri haid, reumatik (nyeri otot), salesma, sakit kepala,
mengobati sakit perut, muntah setelah makan, sakit batu empedu, komplikasi
pencernaan, diare pada anak kecil,radang ginjal kronis, keputihan, demam, malaria
disertai demam berdarah, enzim pada scrotum, pengut syaraf pada balita dan penambah
nafsu makan. Selain itu juga buah lada bias dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi alami
bagi wanita karena buah lada bisa menghambat ovulasi sehingga sel telur sulit untuk
dibuahi (Soedibyo, 1998).
3. Klasifikasi
Tumbuhan Jambu Biji (Psidium guajava L.)
Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat,
pada tempat terbuka dan mengandung air cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam
sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada
ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun (Hapsoh, 2011).
a. Sistematika Tumbuhan Jambu Biji
Secara botanis tanaman jambu biji diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.
Nama Lokal : Jambu Biji
b. Morfologi Tumbuhan Jambu Biji
Jambu biji perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya
berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun
tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan
atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul,
pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14
cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun,
berkumpul 1-3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai
bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang
masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah
banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil. Keras, berwarna kuning kecoklatan (Hapsoh,
2011).
c. Manfaat Tumbuhan Jambu Biji
Tanaman jambu biji atau Psidium guajava L. Termasuk familia Myrtaceae, banyak
tumbuh di daerah-daerah di tanah air kita. Penduduk terlalu mementingkan buahnya,
sedangkan daun-daunnya hanya sebagian kecil saja yang memperhatikannya, padahal
mempunyai nilai obat yang baik, terutama untuk menyembuhkan sakit: diare dan
astringensia (Kartasapoetra, 1992).Jambu biji memiliki beberapa kelebihan, antara lain
buahnya dapat dimakan sebagai buah segar, dapat diolah menjadi berbagai bentuk
makanan dan minuman. Selain itu, buah jambu biji bermanfaat untuk pengobatan
(terapi) bermacam-macam penyakit, seperti memperlancar pencernaan, menurunkan
kolesterol, antioksidan, menghilangkan rasa lelah dan lesu, demam berdarah, dan
sariawan. Selain buahnya, bagian tanaman lainnya, seperti daun, kulit akar maupun
akarnya, dan buahnya yang masih muda juga berkhasiat obat untuk menyembuhkan
penyakit disentri, keputihan, sariawan, kurap, diare, pingsan, radang lambung, gusi
bengkak, dan peradangan mulut, serta kulit terbakar sinar matahari (Cahyono B, 2010).
Ekstrak etanol daun jambu biji juga telah dilakukan penelitian terhadap uji aktivitas anti
oksidannya (Soebagio,et al. 2007) dan uji aktivitasnya sebagai anti bakteri penyebab
diare (Adyana, et al. 2004).
5. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Asterales
Suku : Astereceae (Compositae)
Marga : Blumea
Jenis : Blumea balsamifera (L.) DC.
Nama umum : Sembung
Nama daerah : Sembung (Melayu);
Sembung utan (Sunda);
Sembung (Jawa); Kemandin
(Madura); Sembung gontung
(Jawa).
a. Deskripsi
Habitus berupa perdu dengan tinggi lebih dari 4 m. Batang tegak bulat, warnanya hijau
tua, bagian atas batang berbulu lebat dan aromatis. Daun tunggal, tersebar, berbulu,
bentuknya lonjong dengan ukuran panjang 6-30 cm dan lebar 1,5-12 cm, pangkal dan
ujung daun meruncing, tepinya rata, pertulangan daun menyirip. Bunga majemuk,
bertangkai, bentuknya seperti tandan, terdapat di ketiak daun dan ujung batang,
warna mahkota bunga putih kekuningan. Bentuk buah kotak silindris, keras,
berambut, warnanya putih kecoklatan. Bentuk biji pipih, berwarna putih. Akar
tunggang, berwarna putih susu.
b. Khasiat
Daun dan akar sembung bagi kesehatan antara lain untuk mengobati penyakit
reumatik, nyeri haid, haid yang berlebihan dan datang bulan yang tidak teratur,
influenza, kembung, masuk angin, diare, sakit tulang, cacingan, kurang nafsu makan,
demam dan sesak nafas, sariawan hingga kencing manis. Pun berkhasiat untuk
pengobatan luar seperti pada luka lebam, bisul, koreng, dan kulit gatal-gatal
NOURISHING HERB
Mengkudu (Morinda citrifolia L) atau yang disebut pace maupun noni
merupakan tumbuhan asli Indonesia yang sudah dikenal lama oleh penduduk di
Indonesia (Gambar 1). Pemanfaatannya lebih banyak diperkenalkan oleh
masyarakat jawa yang selalu memanfaatkan tanaman atau tumbuhan herbal untuk
mengobati beberapa penyakit (Djauhariya 2003). Klasifikasi mengkudu adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L.
Gambar 1. Mengkudu Morinda citrifolia L
(Sumber: Plantamor.com)
a. Morfologi
Tanaman mengkudu adalah salah satu tanaman yang sudah dimanfaatkan sejak lama
hampir di seluruh belahan dunia. Di negeri Cina, laporan-laporan mengenai
khasiat tanaman mengkudu telah ditemukan pada tulisan-tulisan kuno yang dibuat
pada masa dinasti Han sekitar 2000 tahun lalu. Di Hawaii, mengkudumalah telah
dianggap sebagai tanaman suci karena ternyata tanaman ini sudah digunakan
sebagai obat tradisional sejak lebih dari 1500 tahun lalu. Mengkudutelah diketahui
dapat mengobati berbagai macam penyakit, seperti tekanan darah tinggi, kejang, obat
menstruasi, artistis, kurang nafsu makan, artheroskleorosis, gangguan saluran darah,
dan untuk meredakan rasa sakit (Djauhariya 2003).Mengkudu tergolong dalam famili
Rubiaceae. Nama lain untuk tanaman ini adalah Noni (bahasa Hawaii), Nono
(bahasa Tahiti), Nonu (bahasa Tonga), ungcoikan (bahasa Myanmar) dan Ach
(bahasa Hindi). Tanaman ini tumbuh di
dataran rendah hingga pada ketinggian 1500 m. Tinggi pohon mengkudumencapai
3-8 m, memiliki bunga bongkol berwarna putih. Buahnya merupakanbuah
majemuk, yang masih muda berwarna hijau mengkilap dan memiliki totoltotol dan
ketika sudah tua berwarna putih dengan bintik-bintik hitam (Djauhariyaet al. 2006).
Akhir-akhir ini banyak petani telah mulai membudidayakan mengkudusecara
intensif karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang menjanjikan. Hal ini
mengingat karena hampir semua bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan, daya
adaptasinya yang luas serta mudah dibudidayakan dan diproses menjadi produk
skala industri rumah tangga (Djauhariya 2003).
Ciri dari tanaman mengkudu ini mudah sekali untuk dikenali karena tanaman ini
dapat tumbuh liar dimana saja bisa di pekarangan rumah, pinggir jalan atau di
taman dan di pot. Ciri dari tanaman ini adalah :
a. Pohon
Pohonnya tidak terlalu besar, dengan tinggi, tingginya 3-8 m. Batangnya bengkok-
bengkok berdahan kaku, memiliki akar tunggang yang tertancap dalam. Kulit batang
coklat kekuningan, beralur dangkal, tidak berbulu, anak cabangnya segi empat.
Tajuknya hijau seperti daun. Batang mengkudu mudah dibelah setelah dikeringkan dan
bisa digunakan sebagai kayu bakar dan tiang. Di bidang pertanian kayu mengkudu
digunakan untuk menopang tanaman lada (Erfi dan Prasetyo 2001 dalam Nuryati
2003).
b. Daun
Daunnya besar dan tunggal. Daun kebanyakan bersilang berhadapan, bertangkai,
bulat telur lebar hingga bentuk elips, kebanyakan dengan ujung runcing, sisi atas
hijau tua mengkilat, sama sekali gundul, 5-17 cm. Daun penumpu bentuknya
bervariasi, kadang bulat telur, bertepi rata, hijau kekuningan, gundul, dengan panjang
1,5 cm, dibawah karangan bunga selalu cukup tinggi dan tumbuh menjadi satu.
Peruratan daun menyirip. Daun mengkudu dapat dimakan sebagai sayuran. Nilai
gizinya tinggi karena banyak mengandung vitamin A (Peter 2000 dalam Nuryati 2003).
c. Bunga
Perbungaan mengkudu bertipe bongkol dengan tangkai 1-4 cm, rapat, berbunga
banyak, tumbuh di ketiak. Bunga berbau harum dan mahkotanyaberbentuk
tabung, terompet, putih, dalam lehernya berambut wol, panjangnya tabung bisa
mencapai 1,5 cm. Benang sari berjumlah 5, tumbuh jadi satu dengan tabung mahkota
hingga berukuran cukup tinggi, tangkai sari berambut wol (Erfi dan Prasetyo 2001
dalam Nuryati 2003).
d. Buah
Kelopak bunga tumbuh menjadi buah yang bulat atau lonjong seperti telur ayam.
Permukaan buah terbagi dalam sel-sel poligonal (bersegi banyak) yang berbintik-
bintik atau berkutil. Bakal buah pada ujungnya berkelopak dan berwarna hijau
kekuningan. Awalnya buah berwarna hijau ketika masih muda, dan menjadi putih
kekuningan menjelang buahnya masak dan setelah benar-benar matang menjadi putih
transparan dan lunak. Daging buah tersusun atas buah-buah batu yang berbentuk
pyramid atau bentuk memanjang segitiga dan berwarna coklat kemerahan (Steenis
1975).
e. Biji
Biji mengkudu berwarna hitam, memiliki albumen yang keras dan ruang udara yang
tampak jelas. Bijinya tetap memiliki daya tumbuh tinggi, walaupun telah disimpan
selama 6 bulan. Perkecambahannya 3 - 9 minggu setelah biji disemaikan.
Pertumbuhan tanaman setelah biji tumbuh sangat cepat. Dalam waktu 6 bulan, tinggi
tanaman dapat mencapai 1,2 - 1,5 m. Perbungaan dan pembuahan dimulai pada tahun
ke-3 dan berlangsung terus-menerus sepanjang tahun. Umur maksimum dari tanaman
mengkudu adalah sekitar 25 tahun (Djauhariya et al. 2006).
2.1.3 Kandungan Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Mengkudu atau Noni memiliki banyak zat aktif yang sangat berkhasiat dalam
mencegah dan mengatasi berbagai penyakit. Berikut adalah kandungan senyawa
berkhasiat yang terdapat dalam mengkudu :
a. Senyawa Terpenoid
Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik yang juga terdapat pada
lemak atau minyak esensial (essential oils), yaitu sejenis lemak yang sangat
penting bagi tubuh. Zat-zat terpenoid membantu tubuh dalam proses sintesa organik
dan pemulihan sel-sel tubuh (Solomon 1999).
b. Zat Anti-bakteri
Acubin, Asperuloside, Alizarin dan beberapa zat Antraquinon telah terbukti
sebagai zat anti bakteri. Zat-zat yang terdapat di dalam buah mengkudu telah terbukti
menunjukkan kekuatan melawan golongan bakteri infeksi: Pseudonmonas
aeruginosa, Proteus morganii, Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis dan
Escherichia coli (Waha 2000; Winarti 2005). Zat anti-bakteri dalam buah mengkudu
dapat mengontrol dua golongan bakteri yang mematikan (patogen), yaitu
Salmonella dan Shigella. Penemuan zatzat anti bakteri dalam sari buah mengkudu
mendukung kegunaannya untuk merawat penyakit infeksi kulit, pilek, demam dan
berbagai masalah kesehatan yang disebabkan oleh bakteri (Winarti 2005).
2. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun
Klasifikasi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006)
dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativus L.
Hercules adalah mentimun hibrida yang merupakan hasil persilangan yang kini
dikembangkan oleh PT. BISI (Benih Inti Subur Intani), Kediri Jawa Timur. Varietas
Hercules diproduksi oleh Chia Tai Seed, Thailand. Tanaman ini pertumbuhanya kuat
dan bercabang banyak, tahan terhadap penyakit embun bulu (Downy Mildew). Buah
beragam, tidak berongga, cukup tebal, dan rasanya tidak pahit. Buah berbentuk
panjang silindris dan kulitnya berwarna hijau tua. Buah memiliki ukuran panjang 18
cm dan diameter 4 cm, berat buah 350 400gr. Setiap tanaman dapat menghasilkan 5
5,5 kg dengan jumlah buah 10 16. Umur panen tanaman 35 hari setelah tanam
(Cahyono, 2006). Bila dilihat dari segi hasilnya dapat mencapai 5 kg per tanaman,
dengan jumlah buah antara 10 16 buah pertanaman. Panen pertama biasanya
dimulai pada umur 35 hari setelah tanam (hst), sedangkan masa panen mampu
bertahan hingga 60 hari setelah tanam. bila tanaman dalam kondisi yang baik dapat
dipanen hingga 17 kali. Ada pun kelebihan lainya adalah penggunaan benih / kebutuhan
benih yang cukup hemat yakni antara 750 hingga 800 gr/ha dengan jarak tanam 40 cm x
50 cm. Keunggulan komperatif dibandingkan timun sejenis diantaranya : daya
tahan terhadap serangan penyakit Downy Mildew relatif kuat, penampilan tanaman
maupun vigornya kuat dan bercabang banyak, bahkan ada kecendrungan
pertumbuhanya kesamping. Pertubuhan menyamping ini tentu sangat positif karena
berarti banyak cabang cabang yang lebih produktif. Di samping, itu buah seragam
tidak berongga dengan warna yang hijau tua dan tidak berasa pahit sedikit pun.
Potensi tumbuhnya pun cukup luas, yakni dari dataran renda hingga
pada dataran yang cukup tinggi (Harist, 2004). Akar Tanaman mentimun berakar
tunggang dan berakar serabut. Akar tunggangnya tumbuh lurus ke dalam sampai
kedalaman sekitar 20 cm, sedangkan akar serabutnya tumbuh menyebar secara
horizontal dan dangkal. Batang Tanaman mentimun memiliki batang yang berwarna
hijau, berbulu dengan panjang yang bisa mencapai 1,5 m dan umumnya batang
mentimun mengandung air dan lunak. Mentimun mempunyai sulur dahan berbentuk
spiral yang keluar di sisi tangkai daun. Sulur mentimun adalah batang yang
termodifikasi dan ujungnya peka sentuhan. Bila menyentuh galah sulur akan mulai
melingkarinya. Dalam 14 jam sulur itu telah melekat kuat pada galah/ajir (Sunarjono,
2007).
a. Daun
Daun mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun runcing berganda, berwarna
hijau muda sampai hijau tua. selain itu daun bergerigi, berbulu sangat halus, memiliki
tulang daun menyirip dan bercabang-cabang, kedudukan daun pada batang
tanaman berselang seling antara satu daun dengan daun diatasnya (Cahyono,
2006).
b. Bunga
Bunga mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet, tanaman ini berumah
satu artinya, bunga jantan dan bunga betina terpisah, tetapi masih dalam satu pohon.
Bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk lonjong yang membengkok,
sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai bakal buah yang membengkok.
Letak bakal buah tersebut di bawah mahkota bunga (Sunarjono, 2007).
Manfaat:
Mentimun ternyata bukan hanya untuk dimakan mentah sebagai lalap, rujak, atau
diasinkan sebagai teman nasi. Buah hijau muda ini ternyata memiliki banyak manfaat,
mulai dari kesehatan hingga kecantikan, antara lain:
- Mentimun yang kaya serat berguna untuk melancarkan buang air besar, menurunkan
kolesterol, dan menetralkan racun.
- Mentimun dengan kandungan kaliumnya yang tinggi, memiliki khasiat meringankan
penyakit hipertensi, terutama akibat hipersensitivitas terhadap natrium seperti garam
dapur, petsin, atau soda kue.
- Mentimun dapat memperlancar buang air kecil sehingga dapat mengurangi beban
kerja jantung dan menurunkan tekanan darah.
- Mentimun yang sifatnya dingin juga dapat dipakai untuk mengobati gigitan serangga,
gatal-gatal karena tumbuhan dan memadamkan kulit yang terbakar matahari. Bagian
tubuh yang tersiram air panas pun jika dibalut dengan parutan daging mentimun akan
dengan cepatterobati.
- Biji mentimun mengandung racun alkoloid jenis hipoxanti yang dapat mengobati
penyakit cacingan.
- Buah mentimun mengandung silikon, fluorin, dan kalium, dan sebaliknya, rendah
kalori, sehingga mampu membantu merangsang ginjal untuk membuang sisa
metabolisme dan deposit lemak di dalam tubuh.
- Mentimun juga mengandung flavonoid dan polifenol sebagai antiradang serta
mengandung asam malonat yang berfungsi menekan gula agar tidak berubah menjadi
lemak, yang baik untuk mengurangi berat badan.
- Mentimun juga mengandung kukurbitasin C, yang berkhasiat untuk meningkatkan
kekebalan tubuh dan mencegah penyakit hepatitis.
- Mentimun adalah bahan penyegar yang dingin, obat pembersih sekaligus pelembab
bagi semua jenis kulit wajah. Irisan mentimun maupun sari mentimun dapat
ditempelkan pada wajah secara rutin untuk menghambat hadirnya keriput dan membuat
kulit makin lembut. Selain itu, mentimun juga dapat membuat mata terlihat cerah dan
berbinar. Caranya, tempelkan saja irisan timun selama 20 menit pada tiap kelopak mata
dan lihat hasilnya.
- Mentimun terkenal efektif menghilangkan jerawat ringan. Tempelkan irisan
mentimun dibagian wajah dan jerawat biasanya cepat sekali hilang.

3. Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van
steenis (1997) adalah sebagai berikut:
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Pandanales
Familia : Pandanaceae
Genus : Pandanus
Species : Pandanus amaryllifolius Roxb.
Gambar.1 Daun Pandan (Pandanus amaryllifolius Roxb.)
a. Deskripsi Tanaman
Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) atau biasa disebut pandan saja adalah
jenis tanaman monokotil dari famili Pandanaceae. Pandan wangi merupakan tanaman
perdu, tingginya sekitar 1-2 m. Tanaman ini mudah di pekarangan atau tumbuh
liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Batangnya bercabang, menjalar, pada pangkal
keluar akar tunjang. Daun pandan wangi berwarna hijau, diujung daun berduri kecil,
kalau diremas daun ini berbau wangi. Daun tunggal, dengan pangkal memeluk
batang, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun tipis, lic in, ujung runcing,
tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40-80cm, lebar 3-5cm, dan berduri tempel pada ibu
tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya. Beberapa varietas memiliki
tepi daun yang bergerigi (Dalimartha,1999). Tumbuhan pandan wangi dapat dijumpai
di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman, di kebun dan di pekarangan
rumah atau tumbuh liar di tepi -tepi selokan yang teduh. Selain itu, tumbuhan ini
dapat tumbuh liar di tepi sungai, rawa dan tempat-tempat lain yang tanahnya agak
lembab dan dapat tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah ketinggian 500 m
dpl (di atas permukaan laut) (Dalimartha, 1999).
3. Kandungan Kimia
Kandungan daun pandan wangi ( Pandanus amaryllifolius Roxb.) yang meliputi
flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, polifenol, dan zat warna, diduga memiliki
kontribusi terhadap aktivitas antibakteri (Arisandi dan Andriani, 2008). Kandungan
Daun Pandan Wangi Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya.
Komponen aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia
2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya saja
konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan jasmin
(Cheetangdee dan Sinee, 2006).
Pandan wangi memiliki senyawa metabolik sekunder yang merupakan suatu
senyawa kimia pertahanan yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam jaringan
tumbuhannya, senyawa tersebut bersifat toksik dan berfungsi sebagai alat
perlindungan diri dari gangguan pesaingnya (hama) (Mardalena, 2009). Daun pandan
wangi (Pandanus amaryllifolius, Roxb.) mengandung alkaloida, saponin, flavonoida
(Dalimartha, 2009). Alkaloid pada serangga bertindak sebagai racun perut serta dapat
bekerja sebagai penghambat enzim asetilkolinesterase sehingga mengganggu sistem
kerja saraf pusat, dan dapat mendegradasi membran sel telur untuk masuk ke dalam sel
dan merusak sel telur (Cania, 2013). Selain itu, senyawa flavonoid juga memiliki
sifat anti insektisida yaitu dengan menimbulkan kelayuan syaraf pada beberapa
organ vital serangga yang dapat menyebabkan kematian, seperti pernapasan
(Dinata, 2005). Flavonoid yang bercampur dengan alkaloid, phenolic dan terpenoid
memilki aktivitas hormon juvenil sehingga memiliki pengaruh pada perkembangan
serangga (Elimam dkk., 2009). Saponin juga merupakan entomotoxicity yang dapat
menyebabkan kerusakan dan kematian telur, gangguan reproduksi pada serangga betina
yang menyebabkan adanya gangguan fertilitas (Chaieb, 2010). Dalam beberapa
penelitian dilaporkan bahwa saponin konsentrasi rendah dapat menyebabkan
gangguan pengambilan makanan, penurunan pertumbuhan dan kematian sedangkan
dalam konsentrasi tinggi akan bersifat toksik (Davidson, 2004). Selain itu, saponin juga
diketahui mempunyai efek anti jamur dan anti serangga (Ary dkk., 2009).
4. Klasifikasi

Palasa, plasa atau ploso (Buteamonosperma)adalahsejenis pohon anggota suku Fabace


ae. Pohon berbunga indah ini menyebar luas mulai dari India, Asia Tenggara, hingga
ke Indonesia bagian barat. Dari bunganya yang jingga terang dihasilkan bahan pewarna
alami.

Dikenal sebagai Flame of the Forest dalam bahasa Inggris, pohon ini memiliki aneka
nama dalam bahasa-bahasa di India, seperti dhaak, palash, palaash, palah,
palashpapra, polash, polashi, porasum, parasu, modugu, kela[4]. Di Asia Tenggara,
tumbuhan ini disebut sebagai pouk-pen (Burma); chaa (Kamboja); chaan (Laos); thong
kwaao, thong thammachaat (Thai)[5]. Beberapa nama daerahnya, di
antaranya, plasa (Sd.), pls (Jw.), dan palasa (Md.)[6].

Pohon kecil hingga sedang, 512(20) m tingginya, menggugurkan daun. Batangnya


biasanya bengkak-bengkok, dengan pepagan yang kasar memecah, cokelat abu-abu,
menyerabut, mengeluarkan getah kemerah-merahan apabila dilukai. Ranting yang muda
berambut rapat.[5]

Daun-daun majemuk beranak daun tiga, bertangkai lk. 7,520 cm, daun penumpu
berukuran kecil. Anak daun kurang lebih menjangat, yang di samping bentuk bundar
telur miring, yang di ujung bundar telur terbalik hingga belah ketupat, 1227 cm x 10
26 cm, ujungnya tumpul, membundar atau cabik, pangkalnya membundar atau seperti
baji, bertulang daun sekunder 78 pasang, berdaun penumpu.[5]

Bunga-bunga terkumpul dalam tandan sepanjang 540 cm yang terletak dekat ujung
ranting yang biasanya tak berdaun. Kelopak membentuk tabung serupa lonceng bertaju-
4 pendek. Mahkota sepanjang 57 cm; dengan bendera, sayap-sayap, dan lunas yang
membengkok; ketiganya kurang lebih sama panjang; jingga-merah terang, jarang
kuning; berambut sangat rapat. Benang-benang sari terbungkus lunas, 9 berlekatan dan
1 lepas; bakal buah menumpang, dengan tangkai putik melengkung. Buah polong tidak
memecah, (9) 1724 cm (3)46 cm, bertangkai, tertutup rambut pendek
kecokelatan, cokelat kekuningan pucat atau abu-abu bila masak, bawahnya rata, berisi
satu biji yang terletak hampir di ujung. Biji memipih, agak jorong, sepanjang 3 cm.[5]

Penyamak kulit dan pewarna

Getahnya yang kemerahan akan mengeras di udara menjadi gom, yang dikenal sebagai
kino Benggala atau gom Butea. Gom ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna,
bahan penyamak, serta sebagai bahan pengelat (astringensia) dalam pengobatan
tradisional, misalnya sebagai obat diare.[5]

Dari bunganya yang berwarna menyala dihasilkan bahan pewarna kuning[6] hingga
jingga-merah tua; yang dipakai untuk mewarnai bahan suteradan kadangkala katun[5].
Pewarna ini juga digunakan oleh orang-orang Hindu untuk menandai dahi[5]. Subtansi
kimiawi dari pewarna jingga ini dinamai butein[5].

Obat tradisional

Gomnya dipakai untuk menghentikan mencret[5]. Bijinya dimanfaatkan sebagai


obat cacingan[6]; biji ini memperlihatkan efek antelmintika (anti cacing), bakterisida,
serta fungisida[5]. Minyak bijinya digunakan sebagai obat[6]. Daun mudanya yang
ditumbuk digunakan untuk mengatasi sengatan kalajengking[6]. Bunganya dipakai untuk
mengatasi gangguan pada hati[5].
Kegunaan lain

Di India, palasa merupakan pohon yang penting untuk memelihara kutu lak, yang
menghasilkan sirlak. Dari antara berbagai jenis pohon inang kutu lak, palasa adalah
yang tertinggi dalam menghasilkan sirlak perhektarnya.[5]

Menurut Heyne, kayu palasa tidak dapat dipergunakan karena mudah retak, melintir,
dan mudah dimakan serangga; kecuali sebagai kayu bakar[6]. Namun kadang-kadang
kayu ini digunakan untuk membuat peralatan dan juga untuk bangunan[5]. Palasa
digunakan pula dalam upacara keagamaan Hindu[5].

Karena bunganya yang indah, palasa ditanam sebagai pohon hias, di taman atau di tepi
jalan[5]. Palasa juga ditanam untuk menghijaukan tanah-tanah yang mengandung garam,
yang biasanya sukar ditumbuhi pohon[5].
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2010. Pegagan Centella asiatica (L.) Urban Serial Data Ilmiah
Terkini Tumbuhan Obat. Jakarta : Direktorat Obat Asli Indonesia.
Besari, Ismail. E. Sulistyowati, Moh. Ishak. 1995. Kimia Organik Universitas.Bandung:
PT Armico.
Dalimartha, 2000. Atlas tumbuhan obat IndonesiaJilid 2.Jakarta : Trubus.
Harborne, J. B. 2006. Phytochemical Methods (Metode Fitokimia). Terjemahan
Padmawinata dan Iwang Sudiro. Edisi kedua. Penerbit ITB: Bandung.
Prabowo, W. 2002. Centella Anti Radang. Jakarta: PT Intisari Mediatama.
Winarto, W. P. dan Surbakti. 2003. Kasiat dan Manfaat Pegagan, TanamanPenambah
Daya Ingat. Jakarta: Agro Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai