Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN 1

Proses Penyempurnaan Coating dengan Variasi Pencucian dan


Pelapisan (1 Muka dan 2 Muka)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Penyempurnaan 1

KELOMPOK : 3 (TIGA)

ANGGOTA : 1. M. AZHARI (16020099)

2. MILA NURAIDA (16020111)

3. GHEASANI SOPHIA A. (16020121)

4. DINDA ANGGI A. (16020123)

5. ULLY TUA PUTRI (16020128)

6. JULYAN R. WIGUNA (16020129)

GROUP : 2K4

DOSEN : WULAN S., S.ST., MT.

ASISTEN : 1. DESTI M., S.ST.

2. DESIRIANA

POLITEKNIK STTT BANDUNG


2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Teknologi
Penyempurnaan untuk Proses Penyempurnaan Coating ini dengan tepat waktu. Laporan
praktikum ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Teknologi
Penyempurnaan.
Dengan selesainya Laporan Praktikum Teknologi Penyempurnaan untuk untuk Proses
Penyempurnaan Coating ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan
masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Wulan S., S.ST, M.T. selaku dosen mata kuliah Praktikum Teknologi Penyempurnaan 1.
2. Desti M., S.ST. selaku asisten dosen mata kuliah Praktikum Teknologi Penyempurnaan 1.
3. Desiriana selaku asisten dosen mata kuliah Praktikum Teknologi Penyempurnaan 1.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari laporan ini, baik dari segi
materi maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Terima kasih.

Bandung, April 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya proses tekstil adalah proses yang berkelanjutan antara satu tahapan
dengan tahapan lainnya sehingga keberhasilan suatu proses tekstil sangat bergantung
pada proses sebelumnya. Salah satu contohnya adalah proses pencelupan kain tenun
kapas yang merupakan rangkaian proses dari mulai penghilangan kanji,
pemasakan, pengelantangan dan merserisasi atau tanpa merserisasi dengan setiap
tahapan proses tersebut harus berjalan baik karena akan mempengaruhi hasil proses
selanjutnya.
Dalam istilah tekstil, zat-zat kimia tersebut dikenal dengan nama zat pembantu tekstil,
karena sifatnya sebagai zat tambahan yang akan membantu proses tekstil sehingga
dapat berlangsung dengan sempurna. Akan tetapi dengan berkembangnya teknologi
zat pembantu tekstil secara pesat, maka saat ini penggunaannya tidak hanya sebagai
zat pembantu saja tapi juga sudah menjadi zat kimia yang utama dalam suatu proses tekstil,
seperti dalam proses pencucian dengan surfaktan yang tidak lain adalah zat pembantu
tekstil. Zat-zat kimia yang termasuk zat pembantu tekstil tersebut sangat beragam dari mulai
asam- basa, oksidator, reduktor, zat pengikat logam, surfaktan, sampai zat pembantu
yang biasa digunakan untuk proses penyempurnaan dari penyempurnaan anti kusut hingga
proses penyempurnaan coating yang biasanya digunakan agar kain tidak tembus air.
Pada praktikum kali ini, coating untuk kain kapas dilakukan untuk membandingkan
hasil akhirnya antara proses coating dengan proses pencucian dan tidak. Dimana yang
menjadi indikator adalah kekakuan kain antara coating pelapisan satu muka dan dua muka.

1.2 Maksud

Melakukan proses penyempurnaan coating pada kain kapas dengan menggunakan zat
penyempurnaan coating resin eletex.
1.3 Tujuan
 Untuk mengetahui pengaruh proses penyempurnaan coating pada kain kapas terhadap
nilai kekakuan kain.
 Untuk mengetahui perbedaan proses coating pada kain kapas putih yang melewati
proses pencucian dan tidak melewati proses pencucian.
 Untuk mengetahui pengaruh penyempurnaan coating dengan pelapisan satu muka dan
dua muka pada kain kapas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Kapas

Serat kapas mempunyai bentuk penampang melintang yang sangat bervariasi dari
elips sampai bulat. Tetapi pada umumnya berbentuk seperti ginjal. Bentuk membujur serat
kapas adalah pipih seperti pita yang terpuntir. Bentuk penampang melintang dan membujur
serat kapas dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Penampang Melintang Penampang Membujur

Gambar 2.1 Bentuk Morfologi Serat Kapas

1. Struktur Molekul
Komposisi selulosa murni diketahui sebagai suatu zat yang terdiri dari unit-unit
anhidro-β-glukosa dengan rumus empiris (C6H10O5)n , dimana n merupakan derajat
polimerisasi yang tergantung dari besarnya molekul. Hubungan antara selulosa dan
glukosa telah lama dikenal yaitu pada peristiwa hidrolisa selulosa oleh asam sulfat dan
asam klorida encer, yang menghasilkan suatu hasil akhir yang memiliki bentuk glukosa.
Hal ini membuktikan bahwa selulosa terbentuk dari susunan cincin glukosa.
Glukosa diketahui sebagai turunan (derivate) pyranosa yang berarti memilki enam segi
(sudut), dan struktur kimia dari glukosa sendiri memiliki dua bentuk tautomeri, yaitu α-
glukosa dan β-glukosa.
Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.

CH 2 OH
CH 2 OH
O O
H H H OH
H H

H
OH H HO OH
HO OH H

H OH H OH

α- Glukosa β- Glukosa

Gambar 2.2 Struktur Molekul Glukosa

Setelah melalui berbagai diskusi dan penyelidikan, maka ditetapkan bahwa


struktur kimia dari selulosa adalah seperti pada Gambar 2.3 sebagai berikut.

H OH CH 2 OH H OH CH 2 OH
HO H H O H O
OH H O OH H OH
H H H

H H H O H
O OH H OH
H H H
O O
CH 2 OH H OH CH 2 OH H OH

Gambar 2.3 Struktur Rantai Molekul Polimer Selulosa

2. Sifat Fisika

 Warna kapas tidak betul-betul putih, biasanya sedikit krem.


 2 – 3 gram/denier, kekuatan akan meningkat 10 % ketika basah.
 Mulur berkisar antara 4-13 % bergantung pada jenisnya dengan mulur rata-rata 7
%.
 Memiliki nilai MR sekitar 7 – 8,5%.
 Mudah kusut, maka dari itu untuk mengatasi kekusutannya dapat dicampur serat
poliester.
3. Sifat Kimia

a) Terhidrolisis dalam asam kuat sehingga kekuatan turun.

CH2OH H OH
H O H
H O OH H
O OH H H H O
H
O
H OH CH2OH

Hidrolisa

CH2OH H OH
H O
H H OH H
C OH H
O OH H O H O
H
O
H OH CH2OH

CH2OH H OH
H O
OH OH H
H OH H
C
O OH H O H O
H
O
H OH CH2OH

Gambar 2.4 Reaksi Hidroselulosa

b) Oksidator berlebih menghasilkan oksiselulosa.

CH2OH H OH
O
H O H
H OH H
O OH H H O
H H O
H OH CH2OH

Oksidasi
CH2OH CH2OH
O OH OH
H O H
H H O
O H O
C C C C H
O H O H O H O H

CH2OH
O CH2OH
H O OH OH
H H
H O
O H
C C O
C C H
O OH O OH
O OH O OH

Gambar 2.5 Reaksi Oksiselulosa


2.2 Proses Penyempurnaan

Proses penyempurnaan (finishing) bahan tekstil dapat didefinisikan sebagai tahap


pengerjaan serat, benang atau kain yang ditujukan untuk mengubah atau menyempurnakan
tampilan kain, pegangan atau daya guna (fungsi) dari sejumlah bahan-bahan tersebut.
Proses penyempurnaan bahan kain yang diterapkan dalam industri tekstil sendiri pada
umumnya terbagi menjadi tiga tahapan, diantaranya berupa proses persiapan
penyempurnaan, proses pencelupan dan pencapan, serta proses finishing atau
penyempuraan khusus.
Pada proses finishing atau penyempurnaan khusus, bahan kain tekstil selanjutnya
diolah agar memiliki sifat-sifat dan memenuhi syarat-syarat penggunaan tertentu seperti anti
kusut, anti air, anti susut, anti api, anti bakteri, efek creep, efek kilap dan lainnya. Proses
yang dilakukan dalam tahap finishing ini dapat dibagi kedalam dua macam kategori, yaitu
berupa proses penyempurnaan basah dan proses penyempurnaan kering.
Adapun proses penyempuraan basah (kimia) umumnya dilakukan menggunakan zat
kimia dan hasilnya bersifat permanen. Sedangkan untuk proses penyempurnaan kering
(fisika) umumnya dilakukan tanpa menggunakan zat kimia dan hasilnya tidak bersifat
permanen.

2.3 Penyempurnaan Coating

Proses penyempurnaan coating bertujuan untuk mendapatkan sifat tidak tembus


air sehingga dapat digunakan sebagai bahan dasar jas hujan, jaket, tas, parasut dan lain-
lain.

1. Pelapisan kain

Pelaspisan adalah proses pemberian lapisan tipis pada kain yang bertujuan
untuk merubah sifat fisik dari permukaan kain tersebut. Perubahan fisik dari permukaan
kain yang diharapkan dengan proses pelapisan adalah menggurangi perembesan air
dengan cara menutup pori-pori kain dengan zat pelapis yang bersifat hidrofob.
2. Zat Pelapis

Zat pelapis merupakan molekul besar seperti jaringan jala yang melapisi
permukaan kain sehingga kain dapat memiliki sifat antara lain : tidak tembus air, sedikit
menyerap air, dan sukar dibasahi atau mempunyai sifat tolak air. Zat-zat yang biasa
digunakan untuk pelapis adalah polimer tinggi yang berasal dari poliaktrilat, poliuretan,
polivinil alcohol (PVA), dan polivinil klorida (PVC).

3. Proses Pelapisan

Proses pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu Perendaman atau
impregnasi dan Pelapisan permukaan yang meliputi Proses Pelapisan Kering (Hot
Calendar Coating Process), Cara Ekstrusi, dan Proses Pelapisan Basah, yaitu untuk zat-
zat pelapis yang mengandung pelarut.

4. Pengaruh Pelapisan terhadap Kekuatan Tarik dan Kekuatan Sobek Kain

Penyempurnaan pelapisan berpengaruh terhadap kekuatan tarik dan kekuatan


sobek kain. Dari beberapa penelitian yang dilakukan dengan mempergunakan zat
pelapis dari jenis yang berbeda, didapatkan nilai kekuatan tarik dan kekuatan sobek
yang bervariasi.
Kekuatan tarik dan kekuatan sobek kain mengalami kenaikan pada
penyempurnaan pelapisan menggunakan zat pelapis yang bersifat elastis seperti karet
alam dan poliuretan. Kenaikan ini disebabkan karena pelapisan pada permukaan kain
maka benang-benang yang membentuk kain tersebut seolah – olah menjadi bersatu
satu sama lainnya sehingga struktur dan ikatan antar benang akan semakin kuat. Tebal
pelapisan juga berpengaruh terhadap kekuatan tarik dan kekuatan sobek kain. semakin
banyak pelapisan yang dilakukan maka lapisan zat pelapis akan semakin tebal sehingga
secara keseluruhan kekuatan tarik dan kekuatan sobek kain semakin besar pula.
Pada beberapa penyempurnaan pelapisan dihasilkan penurunan kekuatan tarik
dan kekuatan sobek kain. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan derajat orientasi
serat kain pada saat pemanasawetan. Selain itu, penggunaan zat pelapis yang bersifat
kaku dan getas juga dapat menurunkan kekuatan tarik dan kekuatan sobek kain.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 WAKTU

Waktu : Rabu, 25 April 2018

2.2 ALAT DAN BAHAN

1. Alat
 Gelas Kimia
 Batang Pengaduk
 Neraca
 Bejana atau Panci
 Kompor atau Penangas
 Mesin Stenter
 Shirley Stiftness Tester
 Penggaris
 Gunting

2. Bahan
 Kain kapas
 Air
 Resin Eletex VA
 Softener anionik
 Na2CO3
 Teepol
2.3 DIAGRAM ALIR

Persiapan Alat & Bahan

Perhitungan & Penimbangan Resep

Pembuatan Pasta Coating

Cap kain dengan pasta coating

Drying

Evaluasi

2.4 RESEP

Resep Larutan Padding:

 Eletex VA : 20 g/L
 Softener anionik : 20 g/L
 Drying : 100°C

Resep Pencucian:

 Teepol : 1 mL/L
 Na2CO3 : 1 g/L
 Suhu : 60°C
 Waktu : 15 menit
2.5 FUNGSI ZAT

Eletex VA : Resin yang digunkan untuk membuat bahan menjadi keras


Softener Anionik : Untuk membuat pegangan kain tetap lembut
Teepol : Menghilangkan sisa-sisa zat yang tidak bereaksi dan masih
menempel dipermukaan kain.
Na2CO3 : Memberi suasana alkali pada saat proses pencucian.

2.6 SKEMA PROSES

Timbang Pembuatan Proses Pengeringan


bahan pasta cap pencapan

2.7 CARA KERJA

1. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan.


2. Menimbang zat-zat kimia sesuai resep, lalu dibuat pasta cap untuk coating bahan.
3. Melakukan penyempurnaan coating pada bahan dengan cara pencapan pasta pada
bahan.
4. Untuk metode 1 muka, dilakukan pengeringan awal (Drying) pada suhu 100oC, lalu cap
lagi kain pada bagian yang dicap sebelumnya lalu keringkan lagi pada suhu 100oC.
5. Untuk metode 2 muka, dilakukan pengeringan awal (Drying) pada suhu 100oC, lalu cap
lagi kain pada bagian belakang atau bagian yang belum dicap, lalu dikeringkan lagi pada
suhu 100oC.
6. Kain dibagi menjadi dua bagian.
7. Kain pertama langsung dilakukan evaluasi kekakuan.
8. Sedangkan untuk kain kedua dicuci terlebih dahulu, lalu di keringkan, setelah itu
dievaluasi kekakuan.
BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Berat Kain 5x5 cm

Tanpa Proses Pencucian


1 Muka : 0,41 gram
2 Muka : 0,41 gram

Dengan Proses Pencucian


1 Muka : 0,43 gram
2 Muka : 0,46 gram

4.1.2 Panjang Lengkung

Tanpa Proses Pencucian

1 Muka
 4,60 cms
 4,50 cms
 4,55 cms
 4,60 cms

18.25
𝑥̅ = 4
= 4.5625 cms

2 Muka
 5,10 cms
 5,20 cms
 5,15 cms
 5,20 cms

20.65
𝑥̅ = 4
= 5.1625 cms
Dengan Pencucian
1 muka

 5.00 cms  5.15 cms


 5.25 cms  5.20 cms

20.6
𝑥̅ = 4
= 5.15 cms

2 muka

 4.60 cms  4.65 cms

 4.70 cms  4.60 cms


18.55
𝑥̅ = 4
= 4.6375 cms

Perhitungan
4.2.1 Gramasi :
4.2.1.1 Tanpa Cuci
100 𝑥 100
1 muka = 5𝑥5
𝑥 0.41 = 164 𝑔/𝐿
100 𝑥 100
2 muka = 5𝑥5
𝑥 0.41 = 164 𝑔/𝐿

4.2.1.2 Dengan Cuci


100 𝑥 100
1 muka = 5𝑥5
𝑥 0.43 = 172 𝑔/𝐿
100 𝑥 100
2 muka = 5𝑥5
𝑥 0.46 = 184 𝑔/𝐿

4.2.2 Kekakuan Kain :


4.2.2.1 Tanpa cuci
1muka = 0,1x gramasi x (rata-rata panjang lengkung)
= 0,1 x 164 x (4,5625)3
= 16,4 x 94,974853516
= 1557,5875
2 muka = 0,1 x gramasi x (rata-rata panjang lengkung)
= 0,1 x 164 x (5,1625)3
= 16.4 x 137,58788477
= 2256,4413
4.2.2.2 Dengan cuci
1muka = 0,1x gramasi x (rata-rata panjang lengkung)
= 0,1 x 172 x (5.15)3
= 17,2 x 136,5900875
= 2349,3631
2 muka = 0,1 x gramasi x (rata-rata panjang lengkung)
= 0,1 x 184 x (4,6375)3
= 18.4 x 99,735958984
= 1835,1416

Daftar Pustaka

 Noerati. 1983. Serat-Serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.


 N. Susyami H., dkk. 2005. Teknologi Penyempurnaan Kimia. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil.

 Soeparman, dkk. 1973. Teori Penyempurnaan Tekstil. Bandung: Institut Teknologi


Tekstil.

Anda mungkin juga menyukai