Anda di halaman 1dari 12

A Time Concept Approach

Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

A TIME Concept Approach

Paradigma Terkini
Dalam Perawatan Luka

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

A TIME CONCEPT APPROACH


PARADIGMA TERKINI DALAM PERAWATAN LUKA
Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN

A. PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kurun waktu dua dekade terakhir
sangat pesat, namun sangat tidak sebanding dengan aplikasi di Indonesia yang masih
jauh tertinggal. Ketika praktisi di Eropa dan Amerika telah menggunakan modern
dressing kita masih menggunakan tradisional dressing.
Luka merupakan kerusakan integritas kulit baik superficial, partial, atau full thickness
dan dapat bersifat akut ataupun kronis. Sepanjang manusia masih memiliki sistem
integument, selama itu pula tubuh beresiko untuk mengalami luka.
Perawatan luka bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi jaringan
yang menunjang proses penyembuhan luka. Mengingat luka merupakan masalah yang
kompleks maka pendekatan dalam perawatan luka tidak lagi monopoli satu profesi
akan tetapi pendekatan perawatan luka sudah bersifat multidisipliner.

B. KONSEP DASAR LUKA


1. Type luka.
Secara garis besar luka, berdasarkan typenya, luka terdiri atas luka akut dan luka
kronik.
a. Luka akut.
Luka akut adalah luka yang dapat sembuh sesuai dengan konsep
penyembuhan luka. Luka akut berlangsung secara tiba-tiba. Luka akut dapat
dikategorikan; karena pembedahan (Insisi, eksisi, skin graft, dll) dan karena
trauma (abrasi, laserasi, injuri, dll).
b. Luka Kronik.
Adapun luka kronik yaitu luka yang tidak dapat sembuh sesuai dengan
konsep penyembuhan luka dan sembuh disertai dengan adanya komplikasi.

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

Luka kronik terjadi secara perlahan. Contoh luka kronik seperti; decubitus,
luka diabetic, venous ulcer, dll.

2. Proses Penyembuhan
a. Fase Inflamasi (0-3 hari).
Fase inflamasi dimulai sesaat setelah luka terjadi. Tujuan dari fase ini
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan luka baik itu dari
mikroorganisme maupun dari jaringan yang mati (debris).
b. Fase Proliferasi (3-24 hari).
Tujuan dari fase ini adalah pembentukan jaringan granulasi untuk menutupi
defek yang hilang dan pembentukan pembuluh darah baru melalui proses
angiogenesis.
c. Fase Maturasi (24-1 tahun).
Merupakan proses pematangan, utamanya jaringan fibrin yang diproduksi
oleh kolagen. Tujuan akhir dari fase ini adalah meningkatkan kekuatan
jaringan parut yang terbentuk. Selama fase ini luka masih beresiko cedera
terutama oleh tarikan dan tekanan.

3. Mode Penyembuhan.
Berdasarkan type penyembuhan, maka ada 3 modalitas penyembuha luka yaitu:
a. Primary Intention Healing.
Primary Intention Healing adalah modalitas penyembuhan luka dimana luka
dapat sembuh hanya dengan mempertemukan kembali kedua tepi luka. Tepi
luka dapat direkatkan kembali dengan menggunakan plester, jahitan, klip,
dll.
b. Delayed Primary Intention Healing.
Dealyed Primary Intention Healing terjadi apabila ada faktor-faktor yang
menghambat proses penyembuhan luka, seperti: adanya benda asing atau
adanya infeksi pada luka.

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

c. Secondary Intention Healing.


Secondary Intention Healing adalah proses penyembuhan yang harus
melalui tahapan inflamasi, granulasi dan epitelisasi.

C. KONSEP TIME DALAM PERAWATAN LUKA


Konsep moisture balance dalam penyembuhan luka pertama kali diperkenalkan
oleh George Winter (1962). Schultz, et al (2003) menyimpulkan bahwa keuntungan
lingkungan yang lembab bagi penyembuhan luka adalah sebagai berikut:
1. Membantu migrasi epitel.
2. Mendukung pH dan kadar oksigen.
3. Mempertahankan gradient elektrolit.
4. Mengikat eksudat pada permukaan luka.
Teori Wound Bed Preparation (WBP) merupakan sebuah konsep pendekatan yang
bersifat dinamis dalam perawatan luka. Konsep ini diperkenalkan oleh Falanga
(2004) ke dalam sebuah kerangka kerja yang disebut TIME. Inti dari konsep ini
adalah persiapan untuk penyembuhan secara optimal.

T = Tissue Management.
I = Inflammation and Infection Control
M = Moisture balance
E = Ephitelial (edge) advancement

1. Tissue Management.
Pada dasarnya secara klinis, penampilan luka memberikan gambaran terhadap
tahapan proses penyembuhan luka. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Necrotik (Hitam).
Luka necrotic merupakan fase tenang dari luka, namun luka nekrotik
menjadi suatu masalah bukan hanya karena jaringannya sudah mati dan
irreversible akan tetapi karena:

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

1) Jaringan necrotic sebagai devitalized tissue merupakan


lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme pada luka.
2) Jaringan necrotic menyebabkan bantalan luka sulit untuk dilihat.
Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan debridement (necrotomy). Ada
beberapa jenis tindakan debridement yaitu:
1) Conservatice Surgical Wound Debridement (CSWD).
Merupakan tindakan pembedahan konservatif dibawah anastesi untuk
mengangkat jaringan necrotic.
2) Autolytic Debridement, contohnya, dengan menggunakan Hydrogel.
3) Mechanical Debridement, contohnya, dengan menggunakan kasa
basah-kering (wet to dry gauze).
4) Enzymatic Debridement, contohnya, dengan menggunakan enzyme
papain urea, kolagenase, dll.
5) Biosurgical Debridement, contohnya dengan menggunakan
Maggot/Larva/Belatung.
Adapun indikasi untuk menghentikan tindakan debridement yaitu:
1) Luka berdarah.
2) Pasien mengeluh nyeri.
3) Bantalan luka telah terlihat.

b. Slough (Kuning).
Slough merupakan tahapan kedua dari proses penyembuhan luka. Tahapan
ini dikenal sebagai fase kritis dalam penyembuhan luka. Slough cenderung
untuk menghasilkan eksudat yang banyak dan bau yang tidak sedap.
Dalam mengganti balutan, hendaknya kita bisa membaca eksudat pada
balutan lama. Warna, Volume, konsistensi dan bau eksudat merupakan tanda
baca yang perlu kita perhatikan.

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

Untuk mengevaluasi warna kita dapat mengkategorikan atas:


1) Jernih = serous.
2) Merah = Haemorrhagic.
3) Gelap = Hemopurulent.
4) Kunig = Purulent.

Untuk mengevaluasi volume kita dapat mengkategorikan atas:


1) High, balutan bocor/merembes.
2) Medium, eksudat membasahi balutan.
3) Low, eksudat tidak membasahi balutan.
Untuk mengevaluasi bau eksudat kita dapat menggunakan TELER scale:

Skor Makna
5 : Tidak ada bau
4 : Bau tercium pada saat balutan dibuka
3 : Bau tercium walaupun balutan belum dibuka.
2 : Bau tercium dari jarak satu lengan dari pasien.
1 : Bau tercium di dalam kamar
0 : Bau tercium di luar kamar.

Untuk mengevaluasi konsistensi kita dapat mengkategorikan atas:


1) Kental dan lengket.
2) Encer dan cair.

c. Granulasi (Merah).
Ciri khas dari jaringan granulasi adalah mudah berdarah, sehingga dalam
melepaskan balutan yang lama kita perlu untuk hati-hati. Perdarahan yang
terjadi apabila bersifat minor dapat dibalut tekan. Balutan yang cocok untuk
tahapan ini adalah Calcium Alginate yang memiliki efek homostatis dan
tidak melengket pada bantalan luka. Perlu untuk diwaspadai jangan sampai
balutan terlalu lembab sebab dapat menimbulkan hipergranulasi yang dapat
menghambat kemajuan tepi luka.
Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN
Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

d. Epitelisasi (Pink).
Epitelisasi merupakan tahap akhir dari proses panjang penyembuhan yang
dapat berlangsung hingga 2 tahun. Pada tahapan ini telah terjadi maturasi,
namun kekuatannya hanya mencapai 80 % bila dibandingkan dengan kulit
yang sehat.
Pada saat luka memasuki tahapan epitelisasi maka tujuan perawatan adalah
melindungi jaringan epitel dari cedera atau trauma. Mengingat luka
epitelisasi sangat mudah untuk cedera (fragile) maka seminimal mungkin
untuk menghindari manipulasi pada luka, seperti tidak mengganti balutan
setiap hari. Contoh balutan yang tepat digunakan yaitu Hydrofilm.

2. Inflammation and Infection Control.


Inflamasi merupakan tahap pertama dari proses penyembuhan luka, inflamasi
dibutuhkan dalam penyembuhan luka yang berlangsung hingga 5 hari setelah
onset luka. Oleh karena itu adalah tidak tepat bila pasien diberikan obat anti
inflamasi selama fase ini belum berakhir. Inflamasi memungkinakan tubuh untuk
mengisolasi luka dari jaringan yang sehat dan melakukan fagositosis terhadap
mikroorganisme yang ada. Apabila proses inflamasi memanjang (tidak berhenti
di hari ke tiga) maka ini merupakan tanda bahwa luka akan pindah status dari
akut menjadi kronik.
Bukti telah menunjukkan bahwa apabila pada luka terdapat bakteri 10 juta per
gram jaringan maka akan menggangu proses penyembuhan. Koloni bakteri dapat
membentuk biofilm berupa mantel polysacarida yang mengakibatkan resistensi
1000 x lipat dibandingkan resistensi terhadap antibiotic. Berdasarkan consensus
internasional yang dikeluarkan oleh World Council Of Enterostomal Therapy
(WCET), maka kita harus selalu berasumsi bahwa Luka selalu mengandung
bakteri, walaupun tanpa disertai efek yang merugikan.
Keberadaan bakteri pada luka mungkin akan mengakibatkan hal-hal berikut:

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

a. Kontaminasi (jumlah bakteri tidak meningkat dan belum menimbulkan


masalah klinis).
b. Kolonisasi (bakteri berkembang biak, namun belum menimbulkan
kerusakan jaringan).
c. Infeksi Lokal (Bakteri berkembang biak, penyembuhan terganggu, dan
terjadi kerusakan jaringan luka).
d. Perluasan Infeksi.
Bakteri menimbulkan masalah pada jaringan sekitar luka.
e. Infeksi sistemik (Bakteri menimbulkan infeksi sistemik).

Perluasan Infeksi
Kontaminasi Kolonisasi Infeksi Lokal
Infeksi Sistemik

Butuh Kewaspadaan Butuh Intervensi

Ketika luka sudah masuk ke status infeksi maka perlu diingat bahwa infeksi
terjadi dengan rumus sebagai berikut:

dosis x virulensi
Infeksi =
Host resistance

Berdasarkan rumus tersebut diatas, maka pendekatan perawatan luka terinfeksi


dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menurunkan dosis atau jumlah bakteri dengan cara; melakukan
debridement, irigasi, penggunaan antiseptic, topical terapi dll.
b. Virulensi dapat dikendalikan dengan menciptakan lingkungan yang tidak
kondusif bagi pertumbuhan bakteri.
c. Host resistance ditingkatkan dengan meningkatkan daya tahan tubuh
melalui pemenuhan nutrisi yang adekuat, mengeliminasi factor-faktor
psikologis yang dapat menggangu proses penyembuhan luka, dll.

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

3. Moisture Balance.
Hasil penelitian membuktikan bahwa mempertahankan luka dalam suasana yang
lembab akan mempercepat epitelisasi. Sebagai akibat dari infeksi atau inflamasi
maka luka akan menghasilkan lebih banyak exudat. Hal ini beresiko untuk
menimbulkan 3 masalah:
a. Resiko maserasi pada tepi luka.
b. Resiko luka kering.
c. Resiko hambatan dalam penyembuhan.
Oleh karena itu tujuan dari prinsip Moisture Balance yaitu mengabsorbsi
kelebihan exudat atau memberikan kelembaban pada luka yang kering. Ada
beberapa tekhnik untuk mempertahankan kelembaban yaitu:
a. Bila luka berongga, diisi. (contoh, gunakan foam cavity)
b. Bila luka basah, diserap. (contoh, gunakan hydrocelulosa)
c. Bila luka kering, dilembabkan. (contoh, gunakan hydrocloid).
d. Bila luka kotor, bersihkan. (contoh, irigasi luka)

4. Epithelial Edge (advancement).


Tepi luka merupakan aspek yang paling sering diabaikan dalam perawatan luka,
padahal tepi luka merupakan pemisah antara luka dan kulit yang sehat yang bisa
memberikan gambaran kepada kita tentang kemajuan atau kemunduran proses
penyembuhan.
Tepi luka sebaiknya kita lihat dari berbagai sudut, dari atas luka, sejajar dengan
luka, dan dari bawah luka. Masalah-masalah umum yang sering muncul pada tepi
luka antara lain:
a. Maserasi, sebagai akibat kelebihan exudates yang mengkontaminasi kulit
yang sehat.
b. Hypergranulasi, sebagai akibat luka yang terlalu lembab.
c. Callus, sebagai akibat tekanan yang berlebihan pada tepi luka.
d. Edema, sebagai akibat hambatan venous return.
e. Scab formation, sebagai akibat panjangnya proses proliferasi.
Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN
Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

D. LUKA YANG SULIT SEMBUH.


Luka yang sulit sembuh atau hard to heal wounds merupakan luka yang tidak
mengalami kemajuan walaupun telah dilakukan pendekatan berdasarkan standar
terapi. Pada dasarnya ada 4 faktor penyebab luka sulit sembuh, yaitu:
1. Faktor pasien. Contohnya; Pathology, usia, alergi, pengobatan, psikososial,
dan nyeri.
2. Faktor luka Contohnya: durasi, ukuran, kondisi bantalan luka, ischemic,
infeksi, lokasi, dan respon terhadap perawatan.
3. Faktor pengetahuan dan keterampilan petugas.
Contohnya: Penentuan diagnosa, penetapan tindakan, pemberian intervensi.
4. Faktor sumber daya dan perawatan
Contohnya: Sistem pelayanan kesehatan, availability (ketersediaan),
suitability (kesesuaian), effectiveness (efektifitas), dan cost (biaya).
Key Points;
Kecemasan, depresi, isolasi social, keterbatasan ekonomi, dan

! nyeri merupakan factor-faktor psikososial yang berhubungan


dengan tertundanya proses penyembuhan luka

E. KESIMPULAN
Wound care expert telah menetapkan bahwa prinsip perawatan luka terkini adalah
moisture balance artinya apabila luka itu kering maka perlu untuk dilembabkan
begitu juga sebaliknya apabila luka itu basah. Dalam perawatan luka tugas kita
sebagai perawat hanya menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung
proses penyembuhan. Untuk dapat memberikan lingkungan yang kondusif maka kita
harus mampu untuk mengetahui bahwa luka ini sudah berada di fase/tahapan apa dan
apa yang paling dibutuhkan oleh luka itu pada setiap fasenya.
Masalah-masalah pada luka seperti bau, eksudat, nyeri, edema, dll merupakan
bahasa luka kepada kita untuk melaporkan masalahnya dan mengajak kita untuk
mengambil keputusan.
Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN
Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

Apapun keputusan yang anda ambil dalam perawatan luka adalah legal sepanjang itu
didasarkan pada evidence base. Tanpa evidence base ucapan kita hanya sebuah
perdebatan dan intervensi kita akan berujung pada malpraktek.

REFERENSI
1. Falanga. In:European wound Management Association (EWMA). Position Document: Wound Bed
Praparation in Practice. London:MEP Ltd 2004.
2. Members Of Expert Working Group. Principles of best practice. Wound Infection in Clinical Practice:
an international consensus. WCET Journal 2008;28 (4):5-14
3. A World Union Of wound Healing Socities Initiative. Principles of best practice. Minimising pain at
dressing-related procedure: Implementation of pain relieving strategies. WCET Journal 2009;28
(1):25-36
4. Carville. Wound Care Manual 3rd ed.St. Osborne Park: Silver Chain Foundation;1998.
5. Kathryn Vowden, Peter Vowden. Wound Bed Preparation. [online] 2002.[cited 2008 Dec 11]; Available
from URL: http://www.worldwidewounds.com/woundbedpreparation.html
6. Saldy. Manajemen Luka: Time approach. [online 2009]. [Cited 2009 Mei 9]; Available from URL:
http://www.saldyusuf.blogspot.com.
7. Saldy. Manajemen Pengkajian Luka. Seminar Nasional Keperawatan Luka. Makassar (2009).
8. Saldy. Konsep Dasar Luka. Workshop Perawatan Luka. Majene (2009).
9. Suriadi. Manajemen Luka. Penerbit STIKEP Muhammadiyah Pontianak (2007).

TENTANG PENULIS

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar
A Time Concept Approach
Paradigma Terkini Dalam Perawatan Luka

Saldy Yusuf, S.Kep.Ns.ETN. lahir di Makassar 26 Oktober 1978. Pendidikan

Keperawatan di mulai di Akper Depkes Tidung Makassar (2000), S 1 Keperawatan

PSIK-FK UNHAS (Tahun 2007). Tahun 2008 mendapatkan beasiswa dari World

Council Of Enterostomal Therapy Nursing (WCETN) untuk mengikuti Indonesian

Enterostomal Therapy Nursing Education Programme (IndoETNEP). Selain

sebagai Khalifah di muka bumi, saat ini penulis memiliki pekerjaan sampingan

sebagai dosen tamu di beberapa Perguruan Tinggi, pembicara dalam beberapa

Seminar Nasional, dan trainer dalam bidang luka, stoma, dan continence care.

Penulis juga aktif sebagai Professional Board InOA Makassar, Pengurus InETNA,

dan anggota WCETN.

Korespondensi:

e-mail : saldy_yusuf@yahoo.com

weblog :www.saldyusuf.blogpost.com

Saldy Yusuf, S.Kep,Ns.ETN


Enterostomal Therapy Nurse
Klinik GRIYA AFIAT Makassar

Anda mungkin juga menyukai