Anda di halaman 1dari 10

PATOFISIOLOGI konsep klinis proses-proses penyakit oleh Sylvia A. Price dan Lorraine M.

Wilson.

A. KETIDAKSEIMBANGAN OSMOLALITAS
Berbeda dengan gangguan volume yang baru saja dibicarakan, maka ketidakseimbangan
osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam cairan tubuh. Natrium merupakan zat terlarut
utama yang aktif secara osmotic dalam ECF, sehingga kebanyakan kasus hipo-osmolalitas adalah
hiponatremia dan hiperosmolalitas adalah hipernatremia. Satu pengecualian khusus adalah
hiperglikemia yang terjadi akibat diabetes militus tak terkontrol.
Ketidakseimbangan osmolalitas mempengaruhi distribusi air antara kompartemen ECF
dan ICF, karena air berpindah dari daerah dengan konsentrasi air yang lebih tinggi (osmolalitas
lebih tinggi) ke daerah dengan konsentrasi air yang lebih rendah (osmolalitas lebih keci).
Perpindahan air antar kompartemen terus berlangsung sampai mencapai keseimbangan osmotic.
Kehilangan atau penambahan zat terlarut relative terhadap air menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan osmolalitas.
Ketidakseimbangan hipo-osmolalitas dapat disebabkan oleh kelebian air atau kekurangan
natrium. Deficit air atau kelebihan natrium ECF menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan
hiperosmolalitas. Meskipun demikian, sebagian besar ketidakseimbangan osmolalitas disebabkan
oleh gabungan dari keebihan serta deficit air dan natrium. Ketidakseimbangan hipo-osmlalitas
mnyebabkan terjadinya kelebihan air ICF (pembengkakan sel), demiian juga ketidakseimbangan
osmolalitas mengakibatkan berkurangnya air ICF (pengerutan sel).
Ketidakseimbangan osmolalitas diketahui berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda,
pemeriksaan labiratorium (terutama konsentrasi natrium serum). Penangan ketidakseimbangan
hipo-osmilalitas meliputi pembuangan kelebihan air atau penambahan natrium ; penanganan
ketidakseimbangan hiper-osmolalitas meliputi pergantian air dan larutan hipotonik intra vena,
atau pembuangan glukosa atau natrium yang berlebihan.

1. HIPONATREMIA (KETIDAKSEIMBANGAN HIPO-OSMOLALITAS)


Hiponatremia adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang kurang dari 135
mEq/L (kadar natrium serum normal adalah 140 5 mEq/L), dan dapat disebabkan oleh dua
mekanisme utama : retensi air atau kehilangan natrium. Hiponatremia menunjukan bahwa
kelebihan air yang relative terhadap zat terlarut total mengencerkan cairan tubuh. Natrium
merupakan ion ECF utama, sehingga hiponatremiaumumnya berkaitan dengan hipo-
osmolalitas plasma (<287 mOsm/kg). Osmolalitas plasma yang rendah menyebabkan
perpindahan air masuk kedalam sel. Pembengkakan sel otak dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial, yang paling bertanggung jawab terhadap timbulnya gejala
susunan saraf pusat.
a. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab hiponatremia diperlihatkan dalam kotak kotak 21-6. Hiponatremia yang
disebabkan oleh kelebihan air disebut sebagai dilutional hyponatremia (hiponatremia
delusional) atau keracunan air dan dicirikan dengan bertambahnya volume ECF.
Kehilangan natrium yang menyebabkan hiponatremia deplesional dapat disebabkan oleh
mekanisme dari ginjal dan non ginjal. Penyebab tersaring dari ginjal adalah pemberian
obat diuretic, dan yang lebih jarang adalah penyakit ginjal boros garam .
Kehilangan garam non ginjal terjadi pada kehilangan volume cairan seperti pada
muntah, diare, atau pada defisiensi adrenal (aldosteron rendah). Mekanisme
hiponatremia tipe kehilangan natrium (sodium- loss) berlangsug dalam 2 tahap. Pertama,
hilangnya natrium menurunkan rasio Na : H2O. Kedua (terjadi secara tidak langsung),
hilangnya natrium menyebabkan berkurangnya volume ECF sehingga menyebabkan
pelepasan hormone ADH dari hipofisis posterior. ADH menghambat eksresi urine yang
encer yang dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia jika banyak minum air.
Hiponatremia biasanya memiliki sedikit kepentingan klinis dalam natrium yang
berkurang (volume). Penurunan kdar natrium serum jarang melebihi 10-15 mEq/L .
gejala utama yang terjadi adalah gambaran volume ECF yang berkurang .
Hiponatremia delusional (kelebihan air) seringkali dijumpai pada keadaan-
keadaan yang ditandai dengan adanya suatu efek dalam eksresi air-bebas ginjal dalam
asupan yang terus berlngsung terutama cairan hipotonik. Berkurangnya volume sirkulasi
efektif, seperti pada gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, dan sirosis memberikan
rangsangan sentral untuk pelepasan ADH, yaitu secara primer melalui reseptor tekanan
(vena) yang rendah, bahkan pada keadaan hipo-osmolalitas sekalipun, sehingga urine
yang encer tidak dapat dieksresi. ADH juga merangsang rasa haus (harus ada pemasukan
air untuk terjadinya hipo-osmolalitas). Pelepasan ADH pada keadaan ini ( volume ECF
yang rendah) dianggap tepat karena pelepasan ADH membantu memelihara perfusi
jaringan, meskipun ada penurunan konsentrasi osmotic plasma dan peningkatan air
tubuh total.
Pelepasan ADH tanpa adanya hiperosmolalitas, penurunan volume sirkulasi
efektif, dan rangsangan fisiologik lain dinyatakan tidak tepat (inappropriate). Disebut
demikin, penderita hiponatremia tipr ini disebut menderita syndrome sekresi ADH yang
tidak tepat (syndrome of inappropriate ADH secretion ,SIADH). SIADH lebih serig
dijumpai dibandingkan dengan tipe yang sebelumnya telah dikenal dan berkaitan dengan
sejumlah kelainan neoplastik, paru-paru dan susunan saraf pusat. Pelepasan ADH
otonom dapat disebabkan oleh rangsangan abnormal dihipotalamus akibat penyakit, rasa
nyeri, obat-obatan, atau gangguan susunan saraf pusat. Substansi mirip ADH juga dapat
dihasilkan secara ektopik (tidak di tempat yang normal) pada keganasan, khususnya
karsinoma paru jenis sel oat. SIADH juga terjadi sebagai komplikasi dari pengobatan
berbagai macam obat. Bebrapa obat merangsang pelepasan ADH di hipotalamus,
sedangkan yang lain meningkatkan kerja ADH pada tubulus distal dan duktus
pengumpul ginjal.
Penyebab lain hiponatremia di lusional adalah gagal ginjal yang disertai gangguan
kemampuan pengenceran urin dan pemakaian diuretic yang berlebihan polidipsi
psikogenik adalah penyekit neoretik yang jarang terjadi, ditandai oleh minum air
kompulsit, kadang-kadang dapat mencapai 15-20 L/hari meskipun kapasitas fungsi
ginjal pada polidpsi psikogenik adalah normal, asupan air yang banyak akan melampaui
kapasitas ekskresi normal, sehingga menyebabkan terjadinya hiponatremia ringan
gangguan serupa juga dapat terjadi pada peminum bir berlebihan dengan asupan diet
makan yang buruk. Misalnya, jika kemampuan urin maksimum sebesar 50 mOsm/kg
pada seseorang yang makan diet normal (partikel zat terlarut=750 m0sm /hari) , maka
urine maksimum yang di ekskresikan sebanyak 15 L/hari (750 mOsm / 50 mOsm =15).
Meskipun demikian beban zat terlarut harian seorang pemimu bir berlebihan yang tidak
makan dengan baik hanya sebesar 250 mOsm, sehingga eksresi urin maksimumnya
hanya sekitar 5 L ( 250 mOsm /50 mOsm=5). Yang terakhir, hiponatremia delusional
terjadi jika sejumlah besar air memasuki paru-paru dan diabsrpsi secara cepat kedalam
kompartemen intravascular (pada kasus tenggelam di air tawar).
Hiponatremia ysng disebabkan oleh penimbunan zat terlarut yang aktif secara
osmotic dalam plasma, adalah pengecualian utama bagi ketentuan yang mengatakan
bahwa hiponatremia berarti hipo-osmolalitas. Penyebab hiponatremia tipe tersebut yang
paling sering adalah hiperglikemia pada penderita diabetes yang tak terkontrol dan
penderita yang baru saja mendapat manitor. Natrium plasma diencerkan dengan
perpindahan air dari ICF ke ECF mengikuti perbedaan osmotic yang dihasilkan oleh
partikel zat terarut tambahan (glukosa atau manitol).

2. HIPERNATREMIA (KETIDAKSEIMBANGAN HIPEROSMOLALITAS)


Hipernatremia didefinisasikan sebagai suatu keadaan dengan kadar natrium serum
lebih dari 145 mEq/L. Keadaan ini selalu berkaitan dengan hiperosmolalitas karena garam
natrium merupakan penentu utama osmolalitas plasma. Peningkatan osmolalitas serum
menyebabkan air berpindah dari ICF ke ECF, sehingga terjadi dehidrasidan pengerutan sel.
Sebab utamanya adalah kehilangan air yang melebihi kehilangan natrium, atau penambahan
natrium yang melebihi penambahan air.
a. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab-penyebab hiperosmolalitas digolongkan dalam asupan air yang tidak
mencukupi dengan atau tanpa disertai kehilangan air yang melampaui kehilangan
natrium dan bertambahnnya natrium. Mekanisme perlindungan utama terhadap
hipernatremia adalah rasa haus dan penyimpanan air oleh ginjal yang dirangsang oleh
ADH bilamana terjadi peningkatan kadar zat terlarut atau natrium dalam serum.
Hipernatremia jarang terjadi, kecuali jika ada gangguan asupan air yang disertai dengan
kehilangan cairan hipotonik. Asupan air yang tidak mencukupi paling sering terjadi pada
orang tua yang mengalami gangguan tingkat kesadaran, orang muda yang kurang minum
air, atau meskipun jarang dapat juga pada orang yang mengalami gangguan di pusat rasa
haus. Kehilangan air hipotonik dapat terjadi melalui ginjal atau di luar ginjal tanpa
penggantian.
Kehilangan iar melalui saluran pernafasan dan kulit (cairan hipotonik) normal
kurang dari 1 L/hari. Tetapi, kehilangan dapat bertambah secara nyata pada pasien
demam dan hiperventilasi, atau yng terpajang lingkungan panas. Diabetes insipidus
sentral atau nefrogenik adalah keadaan dengan gangguan sekresi ADH atau efek ADH
pada ginjal, sehingga terjadi ekskresi sejumlah besar urin hipo-osmotik. Diabetes
insipidus sentral terjadi pada penderita lesi susuanan saraf pusat, terutama setelah cedera
kepala. Diabetes insipidus nefrogenik yang berkaitan dengan hipoklemia dan beberapa
jenis obat serta penyakit, tidak dibicarakan dalam bab ini. Dieresis osmotic adalah
penyebab lain yang penting dari kehialangan air melalui ginjal. Glikosuria pada diabetes
militus yang tak terkontrol juga merupakan penyebab tersering dieresis osmotic. Dieresis
osmotic juga dapat disebabkan oleh produksi urea pada pemberian diet tinggi protein
melalui pipa atau pada pemberian manitol.
Hipernatremia yang disebabkan oleh kelebihan natrium secara mutlak lebih jarang
terjadi dibandingkan dengan yang disebabkan oleh berkurangnya air. Beberapa contoh
terjadinya asupan natrium melalui paru,intravena, atau melalui mulut adalah pada kasus
tenggelam dalam air laut (larutan garam hipertonik), pemberian larutan garam IV, dan
kecelakaan yang mengakibatkan tertelannya sejumlah bear garam. Meskipun aborsi
terapeutik jarang terjadi, dapat pula menimbulkan kematian jika larutan garam yang
digunakan untuk menginduksi aborsi memasuki aliran darah ibu.
Hipernatremia dapat disertai dengan normovolemia (biasanya disebabkan oleh
kehilangan air yang tidak disadari), hipovolemia (krhilangan air dengan kelebihan
natrium), dan hipervolemia (penambahan natrium yang relative lebih rendah daripada
air).
A. KETIDAKSEIMBANGAN KALIUM
Tidak banyak gangguan metabolism cairan dan elektrolit sering ditemukan dalam klinik
atau dapat mengancam jiwa seperti halnya gangguan keseimbangan kalium. Efek pengaturan
kritis kalium pada penghantaran neuromuskuler, terutama pada konduksi jantung, merupakan
penyebab fatal atauhampir fatal yang menyertai hipokalemia atau hiperkalemia.
1. PERTIMBANGAN FISIOLOGIS
K+ adalah kation utama cairan intrasel. Kenyatannya, 98% dari simpanan tubuh
(3000-4000 mEq) berada di dalam sel, dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama terdapat
di kompartemen ECF. Kadar K+ serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat
berlawanan dengan kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian
terbesar dari zat terlaurut intrasel, sehingga berperan penting dalam menahan cairan di
dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan gaian
kecil dari kalium total tapi sangat berpengaruh dalam fungsi neuromuscular. Perbedaan K+
dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh suatu pompa Na-K aktif yang
terdapat di membrane sel.
Rasio kadar K+ ICF terhadap ECF adalah penentu utama potensial membrane sel pada
jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka. Potensial membrane
istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting untuk fungsi-fungsi saraf
dan otot yng normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah dibandingkan dengan kadar di
dalam sel sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan mngubah rasio K+
secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan K+ ICF dalam jumlah besar yang dapat
merubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat dari hal ini adalahefek toksik dari
hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya dengan menginduksi pemindahan
kalium dari ECF ke ICF . selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi
neomuskular yang normal ,k+adalah suatu kofaktur yang penting dalam sejumlah proses
metabolik.
Momeostatik K+ tubuh di pengaruhi oleh distribusi kalium antara ECFdanICF ,juga
keseimbanagan antara asupan dan pengeluaranya.beberapa factor hormonal dan
nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini,termasuk
aldosteron,katekolamin,insulin,dan variable asam-basa.
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq.sehabis
makan,semua K+yang diabsorpsi akan masuk ke dalam sel dalam beberapa menit;setelah itu
ekskresi K+yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung beberapa jam
kemudian.sebagian kecil(<20%) akan di ekskresi melalui kringat dan feses.dari saat
perpindahan K+ke dalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi K+melalui ginjal
merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegahterjadinya hiperkalemia
yang berbahaya. Ekskresi K+melalui ginjal di pengaruhi oleh aldosteron,dan laju pengaliran
urine. Sekreasi aldosteronterangsang oleh jumlah Na+yang mencapai tubulusdistal,dan
peningkatan kadar K+ serum di atas normal ,dan tertekan bila keadaanya menurun. Sebagian
besar K+ yang di filtrasi oleh glomelurus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak K+ yang tersekreasi ke dalam
tubulus distal sebagai penukar bagi reabsorpsi Na+ atau H+K+ yang tersekreasi akan
diekskresikan dalam urine. Sekreasi K+dalam tubulus distal juga bergantung pada arus
pengaliran,sehingga peningkatan jumlah cairan yang berbentuk pada tubulus distal (puliuria)
juga meningkatkan ekskresi K+.
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi K+
antaraECFdanICF. Asidosis cendrung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan
alkalosis cendrung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini akan bertambah
jika terjadi gangguan metabolism asam basa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan
terhadap perpindahan K+ antra ECF dan ICF .insulin dan efinefrin merangsang perpindahan
K+ ke dalam sel.sebaliknya, agonis alfa-adranergik menghambat masuknya K+ ke dalam
sel.hal ini berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetic,yang di
bahas dalam bab22.

2. Hipokalemia
Hipokalemia didefinisasikan sebagai kadar kalium serum yyang kurang dari 3,5 mEq hanya
2 % dari K+ tubuh yang berada dalam ECF, sehingga kadar K+ serum tidak selalu
mencerminkan K+ tubuh total. Lagi pula seperti yang sudah dibicarakan sebelumnya, pH
darah memenuhi kadar K+ serum. Untuk penurunan pH sebanyak 0,1 unit, K+ serum
meningkat sebanyak 0,5 mEq/L.
a. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab utama hipokalemia : kehilangan melaui saluran cerna dan urin, asupan kalium
yang tidak mencukupi dan perpindahan K+ akibat alkalosis atau penanganan ketoasidosis
diabetic dengan insulin dan glukosa. Hipokalemia sedang dapat disebabkan oleh
kurangnya asupan kalium dalam makanan sehari-hari sja atau dapat juga
disertaikehilangan melalui saluran cerna dan ginjal. Cotohnya seorang yang hanya makan
roti panggang dan the memiliki asupan kalium yang lebih sedikit. Gangguan saluran
cerna yang disertai dicirikan dengan muntah, penyedotan nasogastrik (NG), diare, atau
kehilangan melaui sekresi lainnya. Penurunan kalium yang terjadi pada keadaan muntah
atau penyedotan nasogastrik tidaklah disebabkan oleh kehilangan kalium melalui sekresi
lambung. Kadar kalium dan sekresi lambung hanya sebanyak 5-10 mEq/. Hipokalemia
pada keadaan muntah terutma terjadi akibat peningkatan eksresi kalium oleh ginjal.
Peningkatan eksresi K+ oleh ginjal melibatkan tiga mekanisme : (1) kehilangan asam
lambung menyebabkan alkalosis metabolic, yang merangsang perpindahan K+ ke dalam
sel-sel tubulus ginjal. (2) alkalosis metabolic menyebabkan lebih banyak NaHCO3 dan
cairan menuju tubulus distal , dan bikarbonat (HCO3-) meningkatkan ekresi k+ , dan (3)
kehilangan cairan lambung menyebabkan berkurangnya volume ECF,yang akan
meningkatkan seksresi aldosteron melaui mekanisme rennin-angino-tensin-aldosteron.
Aldosteron merangsang eksresi K+ dan membantu mempertahankan hipokalemia.
Sejumlah besar K+ dapat hlang secra langsung melaui saluran cerna bagian bawah pada
waktu diare. Kadar kaliumdalam feses biasanya berkisar antara 40-70 mEq /L . Selain itu,
sekresi saluran cerna bagian bawah mengandung natrium dan bikarbonat dalam kadar
tinggi. Keluarnya feses dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan terjadinya
kekurangan volume ECF, asidosis metabolic dan diplesi K+. Defisit K+ sulit dinilai
karena asidosis menyebabkan K+ keluar dari sel, sehingga meningkatkan kadar K+
serum dan mengaburkan kekurangan kalium tubuh total yang sebenarnya. Adonema
volosa adalah tumor kolon yang berpotensi menjadi ganar yang dapat mengakibatkn
kehilangan cairan melalui diare yang mengandung K+ dalam kadar tinggi
Ginjal dapat menjadi tempat utama kehilangan K+ deuretik termasuk penyebab
tersaring hipokalemia. Tiasid , simpai, diuretic, dan penghambat karbonik anidrase
semuanya meningkatkan kehilangan kalium dalam urin. Banyak pasien dirawat karena
kelebihan volume cairan, menderita penyakit jantung, dan juga mendapat pengobatan
digitalis. Hipokalemia meningkatkan efek digitalis sehingga bisa menimbulkan toksik
sehingga pasien dianjurkan makan makanan yang kaya kalium dan atau diperlukan
pemberian duplemen kalium. Meskipun pada tahap akhir penyakit ginjal umumnya
terjadi hiperkalemia, namun pada beberapa penyakit ginjal seperti asidosis tubulus ginjal
dan fase penyembuhan dieresis pada gagal ginjal akut,dapat terjadi kehilangan kalium
dan hipokalemia. Eksresi kalium meningkat pada keaaan dieresis osmotic, sehingga pada
pasien ketoasidosis diabetic dapat terjadi kekurangan kalimun. Zat terlarut yang
menyebabkan terjadinya polioria adalah glukosa dan anion asam-asam keton. Asidosis
dan kekurangan insulin menyebabkan K+ berpindah dari ICF ke ECF sehingga K+ serum
tetap berada dalam batas normal, meskipun kalium tubuh total menurun apabila
keloasidosis diabetic dikoreksi dengan pemberian glukosa IV dan insulin, dapat terjadi
hipokalemia yang cukup serius karena K+ serum kembali masuk kedalam sel. Penderita
luka bakar berat, pada masa penyembuhannya dapat mengalami hipokalemia karena
kalium berpindah dari sel ke ECF dan kemudian hilang melalui dieresis ke dalam urin.
Pada penderita hiperaldosteronisme primer akibat adenoma adrenal dapat terjadi
hipokalemia dan alkalosis metabolic akibat terbuangnya kalium melaui ginjal.
Berkurngnya volume ECF mungkin merupakan penyebab tersaring hiperaldosteronisme
sekunder dan pemborosan kalium namun pada pasien sirosis gagal jantung kongestik dan
sindrom nefrotik biasanya tidak terjadi hipokalemia meskipun terjadi
hiperaldosteronisme sekunder (kecuali jika mereka mendapat pengobatan diuretic ). Hal
ini mungkin disebabkan karena berkurangnya plasma darah efektif pada pasien ini yang
menyebabkan lebih sedikitnya natrium dan air yang meuju ke tubulus distal. Tingginya
kadar hormone glukokortikoid dapat mempengaruhi efek mineral lokortikoid
(aldosteron), sehingga terjadi hipokalemia.
3. HIPERKALEMIA
Hiperkalemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan kadar kalium serum lebih atau
sama dengan 5,5 mEq/L. hiperkalemia akut adalah suatu keadaan kedaduratan medis
yang perlu segera ditangani untuk menghindari distrimia dan henti jantung yang fatal .
a. Etiologi dan Patogenesis
Kadar kalium serum yang rendah merupakan petunjuk yang berharga tapi tidak
demikian halnya dengan hiperkalemia. Hsil pemeriksaan laboratorium yang
menunjukkan kadar kalium serum yang tinggi tidak selalu mencerminkan adanya
hiperkalemia yang sesungguhnya. Pemasangan torniket mengelilingi ekstermitas
seseorang yang sedang melakukan latihan (misalnya membuka dan mengepaklan
tangan) dapat meningkatkan kadar kalium sebanyak 2-3 mEq/L. Hemolisi eritrosit
juga memberikan peningkatan palsu kadar kalium serum karena sel darah
mengandung kalium dalam kadar tinggi. Oleh karena itu penting untuk
menyingkirkan artefak yang dapat menimbulkan peningkatan palsu kadar kalium
serum. Pemeriksaan serial laboratorium perlu dilakukan jika ada kecurigaan terhadap
kebenaran hasil pemeriksaan. Cara lain adalah pengukuran kadar K+ plasma dengan
mengambil sempel darah dalam tabung berisi heparin. Pada pseudohiperkalemia,
kadar K+ plasma akan berada dalam batas normal sedangkan kadar K+ serum akan
meningkat. Kadar kalium dapat meningkat palsu pada pemeriksaan serum karena
ECF terpisah dari sel drah merah setelah terjadi pembekuan. Pada keadaan normal
sejumlah kecil K+ keluar dari sel darah putih dan trombosit selama koagulasi, dan
jumlahnya dapat lebih banyak bila terjadi leukositosis atau trombositosis. Hal ini
mengakibatkan kadar k+ serum terukur melebihi kadar yang sebenarnya dalam
plasma.
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh eksresi yang tidak memadai redistribusi K+
dalam tubuh dan asupan yang meningkat dalam tubuh. Penyebab hiperkalemia yang
paling sering adalah eksresi melalui ginjal yang tak memadai. Sebanyak 80-9-%
kalium dieksresi oleh ginjal sehingga gagal ginjal dapat menyebabkan terjadinya
hiperkalemia. Meskipun demikian hiperkalemia tidak akan terjadi hingga tahap lanjut
perjalanan klinis gagal ginjal kronis kecuali jika pasien sengaja diberi beban K+
berlebihan. Keadan seperti ini bisa terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang
mendapat pengobatan mengandung K+ atau pengganti garam (mengandung garam
kalium). Sumber endogen dari beban kalium yang berlebihan dapat berasal dari
mendarahan internal sehingga terjadi pelepasan K+ selama hemolisis eritrosit. Orang
yang menderita penyakit adison maupun hipoaldosteronisme sendiri dapat mengalami
hiperkalemia berat. Hipoaldosteronisme lebih sering terjadi pada orang tua yang
gagal ginjal dan diabetes militus. Diuretic hemat kalium seperti spironolskton dapat
menyebabkan terjadinya hiperkalemia berat terutama bila diberikan pada penderita
insupisiensi ginjal dan juga mendapat suplemen K+ .
Pada akhirnya,kita harus bisa menetapkan terjadinya hiperkalemia. Pada
hipokalemia, ada korelasi kasar antara cadangan K+ tubuh total dengan K+ serum ,
tetapi tidak terdapat korelasi yang demikian antara K+ tubuh total dan K+ serum pada
hiperkalemia. Pada hipokalemia, umumnya cadangan K+ total tidak akan dapat
meningkat lagi karena tubuh hanya mempunyai kapasitas yang kecil untuk
menyimpat K+. Malah dalam kenyataannya, K+ tubuh yang tersimpan dapat menurun
pada hiperkalemia. Pada kebanyakan tipe asidosis metabolic (kecuali asidosis laktat ),
K+ berpindah dari ICF ke ECF , sehingga terjadi hiperkalemia yang cukup berat jika
cadangan kalium normal atau menyebabkan K+ serum normal jika cadangan K+
tubuh berkurang.

Anda mungkin juga menyukai