Abstrak
Tingkat penggunaan antibiotik yang tinggi di ruang perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) telah
menyebabkan peningkatan kejadian resistensi antibiotik terhadap kuman. Penulisan tinjauan pustaka ini
berdasarkan studi kepustakaan yang dikumpulkan dari berbagai sumber. Hasil penulisan ini menunjukkan bahwa
kuman yang paling banyak terdapat di ICU adalah Pseudomonas aeruginosa dan Klebsiella pneumonia. Selain itu,
didapatkan pula peningkatan kejadian Methycillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA) . Beberapa antibiotik
tidak sensitif lagi terhadap kuman-kuman yang terdapat di ICU, antara lain ampicillin, cefotaxime, tetracycline,
ceftazidime, chloramphenicol, dan ciprofloxacin. Disarankan agar dilakukan perputaran penggunaan antibiotik
(antibiotic cycling) berdasarkan pola kepekaan bakteri dan pola sensitivitas antibiotik untuk mengurangi kejadian
resistensi antibiotik.
Abstract
High usage of antibiotics in the Intensive Care Unit (ICU) have led to increased incidence of antibiotic resistance
to microbial agents. This paper based on the study of literature gathered from various sources. The results of this
paper show that most numerous microbial agents found in the ICU was Pseudomonas aeruginosa and Klebsiela
pneumonia. Besides that, there is also an increase of the incidence of MRSA (Methycilin Resistant Staphylococcus
Aureus). Some antibiotics that are no longer sensitive to microbial agents in the ICU are ampicilin, cefotaxime,
tetracycline, ceftazidime, chloramphenicol, and ciprofloxacin. Recommended to do an antibiotic cycling based
on the antibiotics usage pattern and bacterial sensitivity patterns to reduce the incidence of antibiotic resistance.
Korespondensi: Emilzon Taslim, dr., SpAn. KIC, Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, Jl. Ikhlas 8 Blok A Andalas Padang, Mobile 081321067660, Email
emilzont@yahoo.com
56
57
Pola Kuman Terbanyak Sebagai Agen Penyebab Infeksi di Intensive Care Unit pada Beberapa Rumah Sakit di Indonesia
dan angka kematian melebihi 50%. Oleh sebab Sampel udara ruang diambil pada 1 titik di OK
itu pilihan terapi empiris harus dipandu oleh data COT, OK IRD, dan 5 titik di ICU, dilanjutkan
terkini tentang pola kepekaan kuman yang sering pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi
menyebabkan VAP, karena pola kepekaan kuman Klinik RS Universitas Hasanuddin Makassar.
mungkin berbeda di setiap rumah sakit.2 Hasil penelitian ditemukan pola bakteri pada
Beberapa tahun terakhir, terdapat peningkatan air adalah Klebsiella pneumonia (30%),
resistensi terhadap antibiotik diantara kuman E.coli (20%), Alkaligenes faecalis (20%),
penyebab utama infeksi respiratorik yang akan Enterobacter aglumerans (10%), Proteus
membahayakan pilihan pengobatan empiris. mirabilis (10%), dan Providencia alkalifaciens
Resistensi antibiotik merupakan suatu masalah (10%). Pola bakteri pada udara ruang adalah
global di negara maju maupun di negara Staphylococcus epidermidis (40%), Acinobacter
berkembang, baik yang terjadi di rumah sakit calcoaceticus (20%), Alkaligenes faecalis(10%),
maupun di dalam komunitas. Menurut The Staphylococcus aureus (10%), Staphylococcus
European Epech Study, didapatkan dari isolat S. sapropiticus (10%), dan Basillus subthilis (10%).
Aureus yang diteliti, 60% diantaranya merupakan Hasil resistensi bakteri terhadap antibiotik yang
MRSA (Methycillin Resistant Staphylococcus ditemukan pada air, terjadi pada Clindamisin
Aureus). Diantara bakteri S. Aureus yang (100%), Methicilin (100%), dan Sulbactam
menyebabkan bakteremia dan terlihat secara Amoxicilin (80%). Sedangkan resistensi bakteri
klinis pada pasien, 72% merupakan MRSA. udara ruang terjadi pada antibiotik Nalidixid Acid
Penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (90%). Dari hasil resistensi telah terjadi Multi
dkk. di ruang ICU RSUP Fatmawati Jakarta Drug Resistance dan ditemukan MRSA.8
menunjukkan bahwa S. epidermidis, E. Aerogenes, Hasil penelitian pola kuman di ICU RS
P. Aeruginosa, Klebsiella sp, dan Serratia sp Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar tahun
>60% resisten terhadap ceftriakson. Infeksi oleh 2009, ditemukan bahwa Klebsiella pneumonia
bakteri yang resisten akan memengaruhi hasil adalah kuman terbanyak (28,3%), sedangkan
terapi, biaya terapi, penyebaran penyakit, dan Pseudomonas aeroginosa dan Alkaligenes
lama sakit. Untuk mengontrol infeksi tersebut, faecalis masing-masing hanya sebanyak 3,3%.8
maka diperlukan suatu data mengenai pola kuman Angka kejadian resistensi antibiotik semakin
terbanyak yang menjadi agen penyebab infeksi di meningkat terutama di benua Asia, termasuk
suatu Rumah Sakit serta pengawasan terhadap Indonesia. Para ahli mikrobiologi sepakat bahwa
kuman yang resisten.1,5,6,7 terjadi multiresisten antibiotik terhadap bakteri
Gram negatif. Enterobacteriaceae merupakan
Pembahasan penyebab infeksi terbanyak terutama di ICU
dan sering menimbulkan resistensi terhadap
Penelitian berkelanjutan diperlukan untuk antibiotik sefalosporin generasi ketiga karena
mendapatkan data mengenai pola kuman sebagai mampu memproduksi enzim beta-laktamase,
penyebab infeksi di rumah sakit terutama di ICU. atau yang dikenal dengan extended-spectrum
Hal tersebut berguna dalam penatalaksanaan beta lactamase (ESBL).9
pasien terutama dalam pemilihan antibiotik. Suatu penelitian yang dilakukan di ruang
Hal tersebut juga berkaitan dengan peningkatan ICU Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
angka kejadian resistensi antibiotik di suatu Jakarta tahun 2011 bertujuan untuk mengetahui
Rumah Sakit, yang berpengaruh terhadap lama karakteristik fenotipe bakteri Gram negatif
pemberian terapi dan prognosis pasien. famili Enterobacteriaceae. Dari penelitian
Suatu penelitian dilakukan di Instalasi tersebut didapatkan bahwa bakteri Gram negatif
Rawat Khusus RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo famili Enterobacteriacea merupakan suatu
Makassar mengenai pola kuman yang terdapat bakteri dengan karakteristik penghasil enzim
di ICU. Penelitian ini dilaksanakan dengan beta-laktamase, seperti ESBL, AmpC, dan
pengambilan sampel air pada 3 titik di masing- karbapenemase.9 Penelitian ini menggunakan
masing Instalasi COT, OK IRD, dan ICU. tiga metode yang dilakukan untuk mengonfirmasi
Pola Kuman Terbanyak Sebagai Agen Penyebab Infeksi di Intensive Care Unit pada Beberapa Rumah Sakit di Indonesia
karakteristik fenotipe ketiga enzim tersebut, yaitu Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2012. Dari
metode difusi cakram untuk konfirmasi ESBL, pemetaan tersebut didapatkan bakteri terbanyak
uji cakram AmpC (berbasis cefoxitin) untuk pada spesimen darah adalah pseudomonas
konfirmasi AmpC, dan uji Hodge termodifikasi aeruginosa (13,29%), sedangkan pada
untuk konfirmasi karbapenemase.9 pemeriksaan sputum didapatkan acinetobacter
Dari 112 isolat yang dianalisis diketahui baumannii (26,53%). Dari pemeriksaan cairan
bahwa Klebsiella pneumonia merupakan tubuh didapatkan staphylococcus epidermidis
isolat terbanyak (54,46%/61 isolat). Selain itu, (34,78%), sedangkan dari pemeriksaan urine
dari metode difusi cakram ganda, didapatkan didapatkan Candida albicans (50%) dan non
58,42% isolat merupakan penghasil ESBL dan albicans (50%).10
1,98% merupakan penghasil AmpC dengan uji Dalam mengetahui pola kuman terbanyak
cakram AmpC (berbasis cefoxitin), serta 27,59% sebagai penyebab infeksi di ruang ICU, perlu
merupakan penghasil karbapenemase dengan juga diketahui mengenai salah satu penyakit
uji Hodge termodifikasi. Hasil penelitian ini dengan insidensi terbanyak yang didapatkan
menunjukkan prevalensi Klebsiella pneumoniae di ICU yaitu ventilator associated pneumonia
penghasil beta-laktamase khususnya ESBL (VAP). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
sangat tinggi. Dengan mengetahui hal ini, maka VAP merupakan bentuk infeksi rumah sakit yang
dapat dilakukan kontrol yang lebih baik terhadap paling sering ditemui di ICU, khususnya pada
infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan pasien yang menggunakan ventilasi mekanik.
rasional.9 Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah
Penelitian lain dilakukan di ICU RS Kariadi pneumonia yang didapat di rumah sakit yang
Semarang. Penelitian tersebut bertujuan untuk terjadi setelah 48 jam pasien mendapat bantuan
mengetahui pola kuman pasien yang dirawat ventilasi mekanik, baik melalui pipa endotrakea
di ICU RSUP dr. Kariadi Semarang. Desain maupun pipa trakeostomi. Insiden pneumonia
penelitian yang digunakan adalah penelitian meningkat 3 sampai 10 kali pada pasien dengan
deskriptif dengan data yang dikumpulkan secara ventilasi mekanik. Ibrahim dkk. membagi VAP
retrospektif, menggunakan pasien ICU periode menjadi onset dini yang terjadi dalam empat hari
JuliDesember 2009 sebagai sampel. Enam pertama penggunaan ventilasi mekanik dan onset
puluh sembilan pasien ICU (100 lembar hasil lambat yang terjadi lima hari atau lebih setelah
kultur kuman) telah memenuhi kriteria inklusi penggunaan ventilasi mekanik.2
dan eksklusi dan dilakukan pencatatan tentang Sebagian besar VAP berawal dari aspirasi
jenis kuman, antibiotik resisten, umur pasien, organisme orofaring ke bronkus distal kemudian
jenis kelamin, dan sumber pendanaannya. Dari terjadi pembentukan biolm oleh bakteri diikuti
100 lembar hasil kultur kuman pasien di ruang dengan proliferasi dan invasi bakteri pada
rawat intensif RSUP Dr. Kariadi periode Juli parenkim paru. Pada keadaan normal, organisme
Desember 2009 tersebut dapat diketahui bahwa di dalam rongga mulut dan orofaring didominasi
kuman terbanyak penyebab infeksi adalah oleh S. viridans, Haemophilus species dan
Enterobacter aerogenes (34%), Staphylococcus organisme anaerob. Air liur yang mengandung
epidermidis (17%), Escherichia coli (15%), imunoglobulin A (Ig A) dan bronektin menjaga
Pseudomonas aeruginosa (10%), Candida keseimbangan organisme rongga mulut, sehingga
spp. (9%), dan Acinetobacter spp. (8%). Uji jarang didapatkan basil gram negatif aerobik.
sensitivitas terhadap antibiotik menunjukkan Pada pasien sakit kritis keseimbangan tersebut
bahwa kuman mempunyai resistensi tertinggi berubah, organisme yang dominan di dalam
terhadap ampicillin, cefotaxime, tetracycline , rongga mulut adalah basil gram negatif aerobik
chloramphenicol, dan ciprofloxacin.7 dan Staphylococcus aureus. Terapi antibiotik
Dalam penelitian lainnya yang dilakukan diberikan secara empiris didasarkan kepada
di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, telah mikroorganisme yang menyebabkan VAP pada
dibuat suatu peta bakteri dan kepekaannya bayi dan anak sebelum mendapat etiologi pasti
terhadap berbagai antibiotik di ICU Rumah Sakit dengan menunggu hasil biakan penyebab dan uji
resistensi terhadap antibiotik. Informasi tentang Kuman VAP onset dini paling dominan adalah
prevalensi berbagai bakteri patogen penyebab P. aeruginosa, dengan sensitivitas tertinggi
pneumonia khususnya VAP dan pola resistensi terhadap antibiotik amikasin dan ceftazidime.
antibiotik pada pasien pediatri yang dirawat Pada VAP onset lambat paling dominan adalah
sangat terbatas.2 Pseudomonas sp, diikuti P. aeruginosa, S.
Suatu penelitian telah dilakukan di RS. maltophilia dan Serratia marcescens, dengan
Harapan Kita, Jakarta pada tahun 20102012 pola sensitivitas terhadap antibiotik tertinggi
terhadap 116 spesimen saluran napas yang berasal kuman Pseudomonas sp adalah terhadap amikasin
dari pasien VAP dan non-VAP. Spesimen terdiri dan ciprooxacine, sedangkan P.aeruginosa
atas 88 (75,9%) sekret bronkus, 20 (17,2%) sekret masih sensitif terhadap beberapa antibiotik yaitu
tenggorok, 6 (5,2%) sekret ujung ETT, dan 2 terhadap amikasin, netilmisin, dan ceftazidime,
(1,7%) cairan pleura. Di peroleh hasil 4 spesimen diikuti terhadap ciprooxacine, imipenem, dan
(3,4%) steril, 112 biakan positif dengan 15 jenis meropenem.2
mikroorganisme penyebab infeksi berturut-turut Penelitian yang dilakukan di ICU RSUP
dari yang paling dominan adalah Pseudomonas Fatmawati tentang hubungan antara penggunaan
sp. (22,4%), Pseudomonas aeruginosa (18,1%), antibiotik empiris dengan kepekaan bakteri di
Stenotrophomonas maltophilia (9,5%), Serratia ICU RSUP Fatmawati Jakarta menunjukkan
marcescens (8,6%), Enterobacter aerogenes bahwa hampir semua bakteri telah resisten
(7,8%), Klebsiella pneumonia, Bacillus sp., terhadap sefaleksin (>75%); S. epidermidis,
dan Escherichia coli (5,2%), Streptococcus E. aerogenes, dan Klebsiella spp telah resisten
D haemolyticus dan Staphylococcus terhadap seftazidime (>60%); E. coli telah resisten
epidermidis (3,4%), Streptococcus viridans terhadap seftriakson (<dari 60%), sedangkan
dan Staphylococcus aureus (2,6%); Candida S. epidermidis, E. aerogenes, P. aeruginosa,
sp. (1,7%), serta Streptococcus E haemolyticus Klebsiella spp dan Serratia spp.,(>60%) resisten
(0,9%). Bila dikelompokkan, 79,5% di antaranya terhadap seftriakson.6
adalah bakteri gram negatif (Pseudomonas, S. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
maltophilia, Serratia marcescens, E. aerogenes, secara statistik ditemukan hubungan bermakna
K. pneumonia, dan E. coli).2 antara intensitas jenis antibiotik yang diberikan
Berkaitan dengan penelitian yang sebagai terapi empiris dengan kepekaan bakteri.
dilakukan terhadap VAP, maka dapat juga kita Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
ketahui pola kuman terbanyak yang menjadi antibiotik tertentu secara terus-menerus dalam
penyebab terbanyak VAP dan antibiotik kurun waktu tertentu berhubungan terhadap
yang sensitif terhadap bakteri penyebabnya. kepekaan bakteri, yaitu meningkatkan resistensi
Sebagai etiologi infeksi saluran napas yang bakteri.6
dominan, Pseudomonas aeruginosa memiliki Dalam penelitian ini juga dijelaskan bahwa
sensitivitas terbesar terhadap ceftazidime, diikuti penyakit penyerta atau komplikasi, dan tindakan
terhadap amikacin serta netilmicin, sedangkan operasi secara statistik tidak menunjukkan
mikroorganisme terbanyak, Pseudomonas sp. hubungan yang bermakna, karena tingkat
mempunyai sensitivitas rendah terhadap semua keparahan berhubungan erat dengan lama hari
jenis antibiotik dengan sensitivitas tertinggi rawat. Semakin tinggi tingkat keparahan semakin
terhadap ciprooxacin.2 lama pasien dirawat di rumah sakit, sehingga
Dalam penelitian ini juga disajikan pola memungkinkan terjadinya infeksi nosokomial.6
bakteri berdasarkan onset VAP, isolat kultur Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan
dikelompokkan berdasarkan hari pengambilan tentang hubungan antara penggunaan ventilator
sampel. Kasus VAP onset dini diambil pada hari dan lama penggunaan ventilator dengan angka
rawat ke 14 dan VAP onset lambat yang diambil kejadian infeksi di ICU tidak bermakna secara
pada hari rawat ke-5 atau lebih. Dari 112 isolat statistik. Hal tersebut disebabkan selisih rata-
kultur yang positif, didapatkan 23 sampel VAP rata penggunaan ventilator terhadap waktu
onset dini dan 73 sampel VAP onset lambat. pengambilan sampel kultur adalah 2 hari, dan
Pola Kuman Terbanyak Sebagai Agen Penyebab Infeksi di Intensive Care Unit pada Beberapa Rumah Sakit di Indonesia