Anda di halaman 1dari 16

Etika dan Komunikasi dalam Keperawatan

D alam berinteraksi, komunikasi merupakan kegiatan yang tidak bisa dielakkan. Perawat
adalah salah satu profesi yang berhubungan erat dengan penggunaan komunikasi sebagai salah
satu bentuk sarana yang sangat efektif dalam memudahkan untuk melaksanakan peran dan
fungsinya dengan baik sehingga berkontribusi dalam memperbaiki derajat kesehatan individu,
keluarga dan masyarakat melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan timbal balik
melalui perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang
lebih baik. Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
caring atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Komunikasi sebagai salah satu intervensi dalam pemberian pelayanan keperawatan yaitu
dengan pendekatan komunikasi therapeutic. Sehingga perawat yang memiliki ketrampilan
berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan
klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani),
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan
terhadap sesama manusia
A. TINJAUAN UMUM TENTANG KOMUNIKASI
Sebelum membahas bagaimana komunikasi dalam pelayanan keperawatan itu dilakukan,
maka perlu terlebih dahulu kita mengetahui medngenai komunikasi secara umum.
1. PENGERTIAN
Defenisi komunikasi adalah seni penyampaian informasi (peran, pesan, ide,sikap atau
gagasan) dari komunikator untuk merubah serta permohonan yang dikehendaki kepada
komunikan. Sehingga proses penyampaian informasi berdaya guna bagi komunikator maupun
komunikan.
Komunikasi juga menurut beberapa sumber merupakan hal yang sangat fundamental
dalam kehidupan. Karena manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia
ingin mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Rasa ingin tahu itu memaksa manusia untuk
berkomunikasi.
Beberapa pengertian tentang komunikasi menurut para ahli :
Onong Cahyana Effendi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk
memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun
tidak langsung (melalui media).
Harold Laswell
Komunikasi adalah gambaran mengenai siapa, mengatakan apa, melalui media apa,
kepada siapa, dan apa efeknya.
Gerald R. Miller
Komunikasi terjadi saat satu sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan niat
sadar untuk mempengaruhi perilaku mereka.
Everett M. Rogers
Komunikasi adalah proses suatu ide dialihkan dari satu sumber kepada satu atau banyak
penerima dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Bernard Barelson & Garry A. Steiner
Komunikasi adalah proses transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan
sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, grafis, angka, dsb.
Hovland, Janis dan Kelley
Komunikasi merupakan proses individu mengirim rangsangan (stimulus) yang biasanya
dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Pada definisi ini mereka
menganggap
komunikasi sebagai suatu proses.
Louis Forsdale
Menurut Forsdale (1981), ahli komunikasi dan pendidikan communication is the process
by which a system is established, maintained and altered by means of shared signals that operate
according to rules. Komunikasi adalah suatu proses dimana suatu sistem dibentuk, dipelihara,
dan diubah dengan tujuan bahwa sinyal-sinyal yang dikirimkan dan diterima dilakukan sesuai
dengan aturan.
Komunkasi bisa berbentuk komunikasi verbal, komunikasi non verbal, dan komunikasi abstrak.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan atau informasi dari seseorang kepada orang lain baik secara verbal maupun
nonverbal. Penyampaian pesan dapat dilakukan dengan menggunakan symbol, tanda, atau
tingkah laku yang bertujuan untuk mempengaruhi dan mengubah tingkah laku dari komunikator
dalam hal ini adalah perawat komunikan atau klien (individu, keluarga atau kelompok).
2. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
Unsur-unsur komunikasi adalah ; komunikator, pesan, komunikan, media, dan respon atau
umpan balik.
a. Komunikator.
Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi
pesan yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan
kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan.
b. Pesan
Pesan adalah pernyataan yang didukung oleh lambang. Lambang bahasa dinyatakan baik
lisan maupun tulisan. Lambang suara berkaitan dengan intonasi suara. Lambang gerak adalah
ekspresi wajah dan gerakan tubuh, sedangkan lambang warna berkaitan dengan pesan yang
disampaikan melalui warna tertentu yang mempunyai makna, yang sudah diketahui secara
umum, misalnya merah, kuning, dan hijau pada lampu lalu lintas.
c. Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan. Seorang penerima pesan harus tanggap atau peka
dengan pesan yang diterimanya dan harus dapat menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal
penting yang harus diperhatikan adalah persepsii komunikan terhadap pesan harus sama dengan
persepsi komunikator yang menyampaikan pesan.
d. Media
Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual
dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan
dari komunikan.
e. Respon/umpan balik.
Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari
pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung
disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan
nonverbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung dapat
berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi berlangsung, bisa dalam waktu yang
relative singkat atau bahkan memerlukan waktu cukup lama.
3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI
a. Situasi/suasana
Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan mempengaruhi
baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang diterima komunikan saat proses
komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena
itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa agar
tenang dan nyaman.
Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin
akan diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan
kepada orang tua tentang cara menjaga kebersihan luka pada saat orang tua sedang sedih, tentu
saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak
berfokus pada pesan yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.
b. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang
jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator
dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi
pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami
pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan. Kejelasan pesan dapat dimengerti
komunikan bila komunikator menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.
Point penting dari komunikasi adalah respons dari komunikan. Ketika komunikan memahami
pesan yang disampaikan, responsnyapun akan sesuai dengan tujuan dan harapan komunikator.
Karena dalam praktiknya, pesan seringkali kali menjadi hal yang sangat penting the medium
is the message. Walaupun terkadang ide atau gagasan (content) acap kali gagal sampai
manakala sarana komunikasinya salah sasaran.
B. ETIKA KEPERAWATAN
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap
langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon situasi
yang muncul. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral serta
penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Etik atau ethics berasal dari bahasa Yunani: etos yang berarti adat, kebiasaan, perilaku
atau karakter. Etika merupakan suatu ilmu tentang kesusilaan yg menentukan bagaimana
sepatutnya manusia hidup didalam masyarakat yang menyangkut moral, norma, aturan-aturan
atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yangg benar, meliputi nilai baik, buruk,
kewajiban dan tanggungjawab. Sedangkan etika keperawatan adalah suatu ungkapan tentang
bagaimana perawat wajib bertingkah laku. Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang
menentukan dan menuntun perawat dlm praktek sehari-hari (Fry, 1994) yaitu brsikap jujur
terhadap pasien, menghargai pasien, dan beradvokasi atas nama pasien. Perawat berdasarkan
sifat pekerjaannya selalu dalam situasi yang menyangkut hubungan antar manusia,terjadi proses
interaksi serta saling mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu
yang bersangkutan.
Perawat dalam melaksanakan perannya untuk melakukan proses keperawatan perlu
mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap pelaksanaan tindakan keperawatan sehingga
harus memperhatikan unsur-unsur sebagai berikut: hak dan kewajiban klien, hak dan kewajiban
perawat atau dokter, kode etik keperawatan, dan hukum keperawatan. Sehingga perawat wajib
memandang etika sebagai suatu pedoman yang digunakan dalam pemecahan
masalah/pengambilan keputusan etis baik dalam area praktik, pendidikan, administrasi maupun
penelitian. Selanjutnya menegaskan tentang kewajiban-kewajiban yang secara sukarela diemban
oleh perawat dan mencari informasi mengenai dampak dari keputusan-keputusan perawat.
1. TUJUAN ETIKA KEPERAWATAN
Secara umum tujuan etika keperawatan adalah untuk menciptakan dan mempertahankan
kepercayaan klien kepada perawat, kepercayaan diantara sesama perawat, dan kepercayaan
masyarakat pada profesi keperawatan. Dan secara khusus tujuan pendidikan etika keperawatan
menurut National League for Nursing (NLN) adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan pengertian tentang hubungan antar profesi kesehatan lain dan mengerti
tentang peran dan fungsi anggota tim kesehatan tersebut.
2) Mengembangkan potensi pengambilan keputusan tentang baik dan buruk yang akan
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.
3) Mengembangkan sifat pribadi dan sikap professional
4) Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk dasar praktik
keperawatan professional
5) Memberi kesehatan menerapan ilmu dan prinsip etika keperawatan dalam praktik dan dalam
situasi nyata.
Untuk menilai apakah suatu tindakan yang dilakukan baik atau buruk, hal ini berkaitan tindakan
yang dilakukan harus memenuhi persyaratan yaitu tindakan yang dilakukan dengan sengaja
didasari pertimbangan dari berbagai pilihan dan pilihan tersebut mendukung untuk tercapainya
tujuan yang diharapkan.
Tujuan Utama pendidikan etik keperawatan adalah sebagai berikut:

1. Mampu menjaga mutu profesi perawat


2. Melaksanakan profesi perawat dengan sebaik-baiknya.
3. Mempunyai wawasan kemanusiaan.

2. TANTANGAN TERHADAP ETIKA PROFESI KEPERAWATAN


Tantangan terhadap etika profesi keperawatan untuk bisa kita antisipasi adalah sebagai berikut:

1. Dasar dasar moral makin memudar


2. Dasar dan sendi-sendi agama diberbagai Negara makin menipis
3. Penelitian dan perkembangan ilmu dan tehnologi medokteran dan keperawatan
berkembang pesat
4. Dokter dan perawat tidak mungkin menguasai semua kemajuan ilmu dan tehnologi
keperawatan yang berkembang pesat
5. Globalisasi yang ditandai dengan persaingan dan perang ekonomi disegala bidang
6. Berbagai kemajuan dan perkembangan masyarakat sebagai pengguna jasa kesehatan
7. Perubahan perubahan yang terjadi didalam masyarakat perawat sendiri
8. Asuransi kesehatan makin dirasakan sebagai kebutuhan
9. Meningkatkan kesadaran masyarakat menggunakan jasa pengacara untuk memperoleh
dan membela hak-haknya dalam perawatan kesehatan

Dalam upaya mendorong profesi kerawatan agar dapat diterima dan dihargai oleh pasien,
masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-nilai keperawatan dalam
menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat dalam mengemban peran
profesionalnya. Dengan demikian keperawatan menerima tanggung jawab, dapat
melaksanakanasuhan keperawatan secara etis profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja
sesuai dengan standar,keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi keselamatan pasien,
penghormatanterhadap hak-hak pasien, akan berdampak terhadap peningktan kualitas asuhan
keperawatan.

C. TINJAUAN UMUM TENTANG KOMUNIKASI TERAPEUTIK.


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi
terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi
penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk
mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi
ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan
ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien
menerima bantuan.
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus
direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena
terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar
belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
1. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada
pertumbuhan klien meliputi :

1. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.


2. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung
dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
personal yang realistik

Selanjutnya tujuan komunikasi terapeutik adalah :

1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal
yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas
hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien
tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat
kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa. Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat
memiliki karakteristik sebagai berikut (Hamid, 1998) :

1. Kesadaran diri.
2. Klarifikasi nilai.
3. Eksplorasi perasaan.
4. Kemampuan untuk menjadi model peran.
5. Motivasi altruistik.
6. Rasa tanggung jawab dan etik

2. JENIS KOMUNIKASI TERAPEUTIK


Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya. Menurut Potter dan Perry
(1993) dalam Purba (2003), komunikasi terjadi pada tiga tingkatan yaitu intrapersonal,
interpersonal dan publik.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995)
dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.
a. Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka.
Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau
menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang
tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka
yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung
Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1). Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata
yang digunakan makin kecil keniungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan
berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat
penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Dalam hal ini perawat perlu mengulangi bagian yang
penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa,
bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Selanjutnya ringkas dalam menggunakan kata-kata dan
mengekspresikan ide secara sederhana dan sesuai.
2). Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata
dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika
ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk
atau mempelajari informasi penting. Menggunakan ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien akan lebih efektif dalam pencapaian tingkat pemahanan yang diharapkan
perawat kepada klien. Sebagai contoh yang harus dihindari Saya akan menginjeksi Bapak pada
pukul 13.00 WIB nanti diganti dengan Saya akan memberikan Bapak obat suntik pada pukul
13.00 WIB nanti.
3). Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata.
Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan
menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk
disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, dan kondisi klien.
4). Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan
menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat
sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan
untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan
dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum mengucapkannya, dengan menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang
mungkin menunjukkan ketidak pahaman terhadap pesan yang disampaikan. Perawat dalam hal
ini juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat
dan perlu untuk diulang.
5). Waktu dan Relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis
kesakitan, tidak tepat waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan
secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara
akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi.
Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan
dengan minat dan kebutuhan klien.
6). Humor
Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat
dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba
(2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan senang, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak
enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
b. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Merupakan
cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu
menyadari pesan verbal dan non-verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan
verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
Morris (1977) dalam Liliweni (2004) membagi pesan non verbal sebagai berikut:
1). Kinesik
Kinesik adalah pesan non verbal yang diimplementasikan dalam bentuk bahasa isyarat
tubuh atau anggota tubuh. Perhatikan bahwa dalam pengalihan informasi mengenai kesehatan,
para penyuluh tidak saja menggunakan kata-kata secara verbal tetapi juga memperkuat pesan-
pesan itu dengan bahasa isyarat untuk mengatakan suatu penyakit yang berbahaya, obat yang
mujarab, cara memakai kondom, cara mengaduk obat, dan lain-lain.
2). Proksemik
Proksemik yaitn bahasa non verbal yang ditunjukkan oleh ruang dan jarak antara
individu dengan orang lain waktu berkomunikasi atau antara individu dengan objek.
3). Haptik
Haptik seringkali disebut zero proxemics, artinya tidak ada lagi jarak di antara dua orang waktu
berkomunikasi. Atas dasar itu maka ada ahli kumunikasi non verbal yang mengatakan haptik itu
sama dengan menepuk-nepuk, meraba-raba, memegang, mengelus dan mencubit. Haptik
mengkomunikasikan relasi anda dengan seseorang.
4). Paralinguistik
Paralinguistik meliputi setiap penggunaan suara sehingga dia bermanfaat kalau kita
hendak menginterprestasikan simbol verbal. Sebagai contoh, orang-orang Muang Thai
merupakan orang yang rendah hati, mirip dengan orang jawa yang tidak mengungkapkan
kemarahan dengan suara yang keras. Mengeritik orang lain biasanya tidak diungkapkan secara
langsung tetapi dengan anekdot. Ini berbeda dengan orang Batak dan Timor yang
mengungkapkan segala sesuatu dengan suara keras.
5). Artifak
Kita memehami artifak dalam komunikasi komunikasi non verbal dengan pelbagai benda
material disekitar kita, lalu bagaimana cara benda-benda itu digunakan untuk menampilkan
pesan tatkala dipergunakan. Sepeda motor, mobil, kulkas, pakaian, televisi, komputer mungkin
sekedar benda. Namun dalam situasi sosial tertentu benda-benda itu memberikan pesan kepada
orang lain. Kita dapat menduga status sosial seseorang dan pakaian atau mobil yang mereka
gunakan. Makin mahal mobil yang mereka pakai, maka makin tinggi status sosial orang itu.
6). Logo dan Warna
Kreasi pan perancang untuk menciptakan logo dalam penyuluhan merupaka karya
komunikasi bisnis, namun model keija m dapat ditirn dalam komunikasi kesehatan. Biasanya
logo dirancang untuk dijadikan simbol da suatu karaya organisasi atau produk da suatu
organisasi, terutama bagi organisasi swasta. Bentuk logo umumnya berukuran kecil dengan
pilihan bentuk, warna dan huruf yang mengandung visi dan misi organisasi.
7). Tampilan Fisik Tubuh
Acapkali anda mempunyai kesan tertentu terhadap tampilan fisik tubuh dari lawan bicara
anda. Kita sering menilai seseorang mulai dari warna kulitnya, tipe tubuh (atletis, kurus, ceking,
bungkuk, gemuk, gendut, dan lain-lain). Tipe tubuh itu merupakan cap atau warna yang kita
berikan kepada orang itu. Salah satu keutamaan pesan atau informasi kesehatan adalah persuasif,
artinya bagaimana kita merancang pesan sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang
lain agar mereka dapat mengetahui informasi, menikmati informasi, memutuskan untuk membeli
atau menolak produk bisnis yang disebarluaskan oleh sumber informasi. (Liliweri, 2007:108).
3. KOMPONEN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain :
(Suryani,2005).

1. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan


komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan
saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat
menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus
mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan
klien menjadi bingung.
3. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan
terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
4. Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan,
karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan
klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat
dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut
merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah
tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif.
Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif
karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.
5. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.Dalam memberikan asuhan
keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani
2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus
memandang permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus
menggunakan tehnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan
klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara
keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang
dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang
diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.
6. Menerima klien apa adanya. Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa
nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau
mengkritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa
perawat tidak menerima klien apa adanya.
7. Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit
terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran
batas, privasi dan menyinggung perasaan klien.
8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Seseorang
yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan
mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien,
jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya

4. SIKAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK.


Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi
komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
a. Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah Saya siap untuk anda.
b.Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien
dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi
c. Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau
mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan
untuk berkomunikasi.
e. Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberi respon kepada klien.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal.
Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu:
a. Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal misalnya
tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
b. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap tubuh.
c. Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang
seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
d. Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini didasarkan
pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
e. Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar
belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.
5. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang
disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar
perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara.
Perawat harus menjadi pendengar yang aktif
b. Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
c. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai
apa yang disampaikan oleh klien.
d. Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa
perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.

e. Mengklasifikasi.
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran
yang tidak jelas dikatakan oleh klien.

f. Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga percakapan menjadi lebih
spesifik dan dimengerti.

g. Menyatakan hasil observasi.


Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.
h. Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien
yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.
i. Diam.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir.
Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran
dan memproses informasi.
j. Meringkas.
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.
k. Memberi penghargaan.
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti jangan sampai klien
berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk mendapatkan pujian dan persetujuan atas
perbuatannya.
l. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.
m. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan.
n. Menempatkan kejadian secara berurutan.
Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya
dalam suatu perspektif.
o. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari
perspektif klien.
p. Refleksi.
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide
dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
6. FASE HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase
yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase
terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.
a. Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas
perawat pada fase ini yaitu :
1) Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk
memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu
belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu
dengan klien.
b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali
bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan
langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini
adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu
klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini
antara lain
1) Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi
terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas,
menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien;
2) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan;
3) Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong
klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka;
4) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005).
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
a) Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
b) Memperkenalkan diri perawat
c) Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi,
topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
d) Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang
identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
e) Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang
membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus
pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan
kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
f) Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan
klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c. Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik. Tahap ini
perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Perawat dan klien
mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan
persepsi, perasaan dan perilaku klien. Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan
yang telah ditetapkan. Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain
mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan
menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah
terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan.
Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien
akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik,
perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat,
yang dibagi dua yaitu:
1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2) Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara
menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi
objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan
tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat
berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005);
b) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah
berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu;
c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut
pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi
yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut
klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik,
waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah
bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi
7. HAMBATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawat-klien terdiri
dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari
berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat
komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini
menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya
marilah kita bahas satu-persatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu
a. Resisten. Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas
yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang
dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten
sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja,
karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah..
b. Transferens. Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa
lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan
penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis
utama reaksi bermusuhan dan tergantung.

c. Kontertransferens. Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang
tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas
emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi
sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon
terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998).
Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali
baik klien atau perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative
pada proses terapeutik.
SUMBER:
Cangara, Hafid. (2006), Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam Keperawatan: Teori
dan Praktik.Alih Bahasa :Susi Purwoko. Jakarta,EGC.
Keliat, B.A. (2002), Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S 1997, Ilmu Perilaku dan komunikasi Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
Purwanto, H. (1998). Komunikasi untuk Perawat. EGC, Jakarta.
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta.
Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.(1998) . Buku Saku Keperawatan Jiwa.Alih Bahasa: Achir Yani S.
Hamid. ed ke-3. Jakarta, EGC
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek. Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai