I. Pendahuluan
Pada tahun 1941 Haight sukses melakukan operasi repair primer FTE dan
diikuti oleh keberhasilan operator lain, yang meningkatkan survive pada dua dan tiga
kasus operasi sampai akhir tahun 1960. Perjalanan dari 100% mortalitas saat kelainan
ini pertama kali ditemukan sampai sekarang menjadi 90% kasus survive merupakan
suatu hal yang mengagumkan. Bahkan saat ini di Amerika Serikat, hamper 100%
bayi dengan kelaianan esophagus, yang tidak berhubungan dengan malformasi yang
fatal seperti kelainan jantung, bisa diharapkan survive dan hidup mendekati normal.(3)
II. Epidemiologi
III. Etiologi
Etiologi FTE sampai saat ini masih belum jelas dan pengaruh genetik pun
masih menjadi pertanyaan. Pada awal kehamilan, trakhea dan esophagus masih
merupakan satu saluran yang disebut foregut. Pada usia kehamila antara 23-28 hari,
saluran ini terbagi menjadi dua yaitu trakhea dan esophagus. Kegagalan pemisahan
foregut menjadi dua saluran yang terpisah ini menyebabkan kelainan yang dikenal
sebagai atresia esophagus. Kelainan ini sudah dapat dideteksi pada usia kehamilan 5
minggu menggunakan ultrasonografi. Penyebab kegagalan pemisahan saluran ini
diperkirakan karena:
Lebih dari 50% bayi dengan atresia esophagus menderita anomaly lainnya.
Kelaianan-kelainan tersebut bisa berupa :
Secara ideal diagnosis ditegakkan saat di kamar bersalin atau di ruang operasi.
Pemasangan pipa nasogastrik (NGT), biasanya nomor 10-12F, tidak akan melewati
10-13 cm dari nares, atau 10-11 cm dari upper gum line, dapat diduga terdapatnya
atresia. Dari X-ray thoraks, ditemukan gambaran lingkaran kateter di bagian atas
lumen esophagus, dengan esophagus distensi dengan udara, terletak di atas carina
setinggi T4.
Dikutip dari: Gayle JA, Gomez SL, Baluch A, et al. Anesthetic considerations for the neonate with
tracheoesophageal fistula.
VII.Penatalaksanaan
Atresia tanpas fistel juga lebih baik dilakukan gastrostomi dahulu, dengan
tindakan bronkoskopi. Pada FTE kemungkinan aspirasi pulmonum telah ada sejak
awal, sehingga tindakan gastrostomi juga yang pertama diambil, sambil memperbaiki
pneumonia dengan terapi antibiotic dan perbaikan nutrisi.
Diagnosis dini dan pengobatan yang agresif pada anomaly yang ada
khususnya malformasi jantung, dapat menurunkan secara signifikan angka kematian.
Klasifikasi Waterson memungkinkan untuk evaluasi resiko untuk memprediksi hasil
dan menentukan waktu pembedahan. Tiga factor utama yang berkontribusi untuk
evaluasi ini termasuk berat badan lahir, adanya kelainan congenital lain dan
pneumonia. Berat badan lahir kurang dari 1500 gram dan adanya penyakit jantung
bawaan merupakan predictor yang signifikan dari peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
Neonates pada kategori A memiliki berat lahir yang lebih besar dari 2500
gram dan dapat menjalani pembedahan secara cepat. Neonates dalam kategori B
memiliki berat lahir dari 1800-2500 gram atau dengan pneumonia dan kelainan
congenital memerlukan penundaan untuk koreksi pembedahan. Neonates dalam
kategori C yang memiliki berat badan lahir kurang dari 1800 gram atau pneumonia
berat dan kelainan congenital. Pasien-pasien ini memerlukan perbaikan secara
bertahap.(table 2).
Tabel 3. Klasifikasi Waterson
Kecuali pada neonates dengan kondisi klinis yang berat, perlu memerlukan
terapi awal untuk perbaikan klinis sebelum pembedahan. Adanya neonates dengan
berat badan lahir kurang dari 1500 gram dan kelainan congenital jantung menrunkan
angka bertahan hidup FTE dari 97% menjadi 22%.
VIII.Manajemen Anestesi
Neonates yang datang untuk koreksi AE dan FTE merupakan tantangan besar
untuk ahli anestesi. Beberapa penyulit ditemui selama manajemen anestesi termasuk
ventilasi tidak efektif karena letak ETT berada di fistula, dilatasi lambung, adanya
komplikasi paru-paru yang berat karena aspirasi isi lambung sebelumnya dan atau
sindrom gangguan pernapasan karena prematuritas, dan kelainan congenital lainnya,
terutama jantung.
Persiapan pre operatif dari neonates yang akan menjalani koreksi pembedahan
AE dan FTE meliputi stabilisasi pasien sebelum operasi. Cairan intravena pre operasi
harus diberikan untuk menghindari dehidrasi dan hipoglikemia. Cairan isotonic
(normal salin) harus digunakan untuk memperbaiki hipovolemia diikuti oleh cairan
pemeliharaan yang mengandung glukosa (dekstrosa 5% dalam normal salin )
dengan kebutuhan 4ml/kgBB/jam. Gangguan keseimbangan asam basa harus
dikoreksi dan gangguan pernapasan harus diterapi secara tepat. Antibiotic profilaksis
diberikan untuk mengurangi resiko infeksi pernapasan perioperatif. Pemantauan
standard pemasangan arterial line harus dilakukan.
a.Respirasi
b.Kardiovaskuler
Kelainan atresia esophagus dapat disertai oleh anomaly jantung seperti: VSD, PDA,
TOF, ASD atau koartasio aorta, hingga right to left shunt. Oleh karenanya neonates
perlu menjalani pemeriksaan EKG, ekokardiografi, kateterisasi bila perlu sesuai
konsul kardiologi anak.
c.Gastrointestinal
d.Hematologi
Pemeriksaan yang perlu dikerjakan adalah darah rutin, evaluasi fungsi ginjal,kadar
gula darah, profil elektrolit dan analisa gas darah
8.2. Intraoperatif
a. Premedikasi:
b. Intubasi:
Intubasi dilakukan secara sadar karena dianggap paling aman terutama pada
kasus dengan fistel karena dapat mengurangi distensi karena gas anestesi yang
dihirup melewati fistel. Jika intubasi sadar dilakukan, perlu hati-hati memberikan
ventilasi yang adekuat tanpa menyebabkan distensi lambung sebelum induksi dengan
anestesi umum. Posisi yang tepat dari ETT adalah dengan memasukkan ETT sedalam
mungkin dan kemudian perlahan-lahan ETT ditarik sampai auskultasi ventilasi
bilateral simetris. Jika fistula besar dan berada di atas karina, ujung ETT dapat masuk
ke fistula. ETT harus secara bertahap di evaluasi untuk menghindari ventilasi dari
fistula. Kateter Fogarty dapat digunakan untuk menutup fistula sampai diligasi atau
cuff pada ETT neonates dapat digunakan untuk menutup fistula pada FTE.
Preoperaatif dengan bronkoskopik sering digunakan untuk melihat posisi fistula dan
mendeteksi kelainan jalan napas lainnya.
Saat ahli bedah telah meligasi fistula, obat pelumpuh otot dan ventilasi
tekanan positif bisa diberikan. Narkotik bisa digunakan untuk analgetik dengan agen
inhalasi untuk pemeliharaan. Posisinya dengan lateral kanan torakotomi untuk ligasi
fistula dan melakukan anastomosis esophagus. Sebuah pendekatan ekstrapleural ke
mediastinum posterior digunakan oleh ahli bedah bila memungkinkan. Desaturasi
dapat terjadi saat ahli bedah memfiksir paru-paru bagian bawah saat anastomosis
esophagus. Pengembangan paru perlu dilakukan untuk memperbaiki saturasi oksigen
yang rendah. Hipoksemia mungkin terjadi karena intubasi bronchus kanan, obstruksi
ETT karena secret, perdarahan, bronkus atau trakea yang kinking, dan atelektasis.
Spesial intraoperatif:
c. Ekstubasi:
8.3.Pasca operatif
IX. Komplikasi
X. Prognosis
Prognosis pada neonates yang sehat setelah koreksi AE dan FTE sangat baik.
System Spitz adalah system klasifikasi berbasis hasil berdasarkan berat lahir dan ada
tidaknya penyakit jantung bawaab yang mendasari. Tingkat kematian untuk AE dan
FTE kuran dari 1,5% untuk pasien tanpa kelainan jantung bawaan dan berat lahir
yang lebih besar dari 1500 gram.
Tabel 4. Klasifikasi Sistem Spitz
I Berat lahir > 1.500 gram tanpa kelainan jantung mayor 98%
II Berat lahir < 1.500 gram atau dengan kelainan jantung 82%
mayor
III Berat lahir < 1.500 gram dengan kelainan jantung mayor 50%
Dikutip dari: Gayle JA, Gomez SL, Baluch A, et al. Anesthetic considerations for the neonate with
tracheoesophageal fistula.
XI. Ringkasan
Neonates yang datang untuk koreksi AE dan FTE bisa sangat menantang
untuk ahli anestesi. Mengantisipasi masalah potensial pada perioperatif dan
komunikasi dengan ahli bedah sangatlah penting dalam pengobatan neonates dengan
cacat bawaan. Meskipun pasien dengan kelainan VACTERL memiliki prognosis
yang lebih buruk, tingkat kelangsungan hidup paska operasi lebih dari 90%. Pada
umumnya anak memiliki kualitas hidup jangka panjang yang baik tetapi cenderung
untuk kembali ke ruang operasi dikemudian hari. Oleh karena itu, ahli anestesi harus
terbiasa dengan manajemen perioperatif dari neonates yang membutuhkan koreksi
FTE dan gejala sisa jangka panjang setelah pembedahan. Masalah seumur hidup
meliputi refluks gastroesofageal, trakeomalasia, gangguan ventilasi baik obstruksi
dan retriksi, reaktifitas saluran napas, dan pneumonia berulang harus dicurigai pada
pasien dengan riwayat koreksi FTE.
Daftar Pustaka
1. Gayle JA, Gomez SL, Baluch A, et al. Anesthetic considerations for the neonate
with tracheoesophageal fistula. M.E.J.Anesthesia. 2008;1241-1254. Tersedia
dari: www.anesthesiologynews.com
2. Motshabi P. Anaesthesia for oesophageal atresia with or without trachea-
oesohageal atresia. Southern African Journal of Anaesthesia and Analgesia.
2014;202-208. Tersedia dari:
www.tandfonline.com/action/journalinformation.com
3. Charlotte B, Zeev NK. The urgent operative patient. Dalam: The pediatric
anesthesia handbook.2nd ed. St. Louis Mosby; 1997. Hlm. 374-377
4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Pediatric anesthesia. Dalam : Clinical
anesthesiology. 5th ed. McGraw-Hill; 2013. Hlm:899-901
5. Carrol M, Arnold G. congenital anomalies of the esophagus. Dalam: James OM,
Marc L, et.al. Pediatric surgery. Vol I, 5th. St. Louis Mosby; 1998. Hlm: 941-951
6. Kovesi T, Rubin S. long term complication of congenital esophageal atresia
and/or tracheoesophageal fistula. American College Chest Physician. 2009.
Tersedia dari: www.chestjournal.org
7. Gupta A. Tracheooesophageal fistula oesophageal atresia & anaesthetic
management. Indian J. Anaesthesia. 2002; 353-355
8. Lerman J, Cote CJ, Steward DJ. Manual of pediatric anesthesia. 7th ed. Springer;
2016. Hlm: 340-347
BAGIAN ANESTESIOLOGI REFERAT I1
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Oleh :
Pembimbing :
MAKASSAR
2017