Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA

1. PENGERTIAN
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Musliha, 2010).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul atau trauma
tajam (Batticaca, 2008).

2. ETIOLOGI
Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan
yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam Benda tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah),
jatuh, dan pukulan benda tumpul, sedangkan benda tajam berkaitan dengan
benda tajam dan tembakan.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah
kecelakaan sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%)
pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi
standar. Pada saat penderita terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala
menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung kepala dengan tanah
atau helm dapat pecah dan melukai kepala.

1
3. PATOFISIOLOGI (PATHWAY)
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan
terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood flow
(CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 %
dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.

2
Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya Terputusnya Jaringan otak


kontinuitas kontinuitas rusak (kontusio,
jaringan kulit, otot jaringan tulang laserasi)
dan vaskuler

Trauma kepala
Gangguan Perubahan
Perdarahan suplai darah Resiko Nyeri autoregulasi
Hematoma infeksi Edema serebral

Iskemia Hipokisia
Perubahan Kejang
sirkulasi CSS
Gangguan perfusi Obstruksi
Gangguan
jaringan otak jalan nafas
neurologis Perubahan
Peningkatan
fokal pola nafas
TIK
Ketidakefektifan
Mual muntah
Defisit Ketidakefektifan bersihan jalan
Papilodema neurologis pola nafas nafas

Pandanan kabur
Girus
medialis Penurunan fungsi Gangguan persepsi
pendengaran
lobus sensori
temporalis Nyeri kepala
tergeser

Herniasi ulkus Tonsil cerebrum tergeser Kompresi medula oblongata

Resiko tinggi gangguan


Messenfalon tertekan Resiko injuri
integritas kulit
Keterbatasan aktifitas
Gangguan kesadaran Kurangnya
Kecemasan keluarga perawatan diri

3
4. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)
Klasifikasi cedera kepala :
a. Komosio Serebri (gegar otak)
Gegar otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan
getaran keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat
pada fungsi otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10
menit yang disebabkan cedera pada kepala.
Tanda-tanda dan gejala gegar otak, yaitu hilang kesadaran, sakit
kepala berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening,
lemah, pandangan ganda.
b. Kontusio serebri (memar otak)
Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat
diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak
menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh
darah dalam otak pecah dan perdarahan, pasien pingsan pada keadaan
berat dapat berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat
amnesia retrograde, amnesia pascatraumatik, dan terdapat kelainan
neurologis, tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi.
1) Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan
intracranial yang dapat menyebabkan kematian.
2) Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-
Stokes, pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas
dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan
kaku dalam sikap fleksi)
3) Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran
menurun hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar,
refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur),
regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
c. Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak.
Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang
arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya
arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang
tengkorak.

4
Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval
(masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang
semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi
yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil.
d. Hematoma subdural
Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea.
Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins)
yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di
dalam durameter atau karena robeknya arakhnoid.
Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit
kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan psikis, kesadaran
penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis seperti
hemiparesis, epilepsi, dan edema papil.
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :
1) Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan
dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
2) Hematoma Subdural Sub-Akut
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma.
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul
disekitarnya.
3) Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi
durameter. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.
Darah di dalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang
dapat mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan
membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
e. Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar
di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio
berat. Gejala-gejala yang ditemukan adalah hemiplegi, papil edema serta
gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat, arteriografi
karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke

5
sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang
tidak normal.
f. Fraktura basis kranii
Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk
rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam
keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak
amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik.
Gejala tergantung letak frakturnya, yaitu :
1) Fraktur fossa anterior
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata
dikelilingi lingkaran biru (Brill Hematoma atau Racoons Eyes),
rusaknya nervus olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai
anosmia.
2) Fraktur fossa media
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur
memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus
cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah
vena (A-V shunt).
3) Fraktur fossa posterior
Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat
melintas foramen magnum dan merusak medula oblongata sehingga
penderita dapat mati seketika.

Tingkat keparahan cedera kepala :

6
Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yaitu suatu skala untuk menilai
secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang
terjadi. Ada 3 aspek yang dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening),
reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi lengan serta tungkai (motor
respons). Glasgow Coma Scale (GCS) yang dimaksud adalah :
a. Membuka mata (Eye Open)
Membuka mata spontan 4
Membuka mata terhadap perintah 3
Membuka mata terhadap nyeri 2
Tidak membuka mata 1
b. Respon Verbal (Verbal Response)
Orientasi baik dan mampu berkomunikasi 5
Bingung (mampu membentuk kalimat, tetapi arti keseluruhan kacau) 4
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat 3
Tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang (groaning) 2
Tidak ada suara 1
c. Respon motorik (Motoric Response)
Menurut perintah 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
Menjauhi rangsangan nyeri (flexion) 3
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat
diklasifikasikan menjadi:
a. Cedera kepala ringan, bila GCS 13-15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
6) Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat
b. Cedera kepala sedang, bila GCS 10-12
1) Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
2) Amnesia paska trauma
3) Muntah
4) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
5) Kejang
c. Cedera kepala berat, bila GCS 3-9
1) Penurunan kesadaran sacara progresif

7
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(Mansjoer, 2000)

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada trauma kepala
menurut Grace, Piere A. 2006:
a. CT Scan / MRI menunjukkan kontusio, hematoma, hidrosefalus, edema
serebral; mengidentifikasi luasnya lesi,perdarhan, determinan ventrikuler,
dan perubahan jaringan otak. Catatan: untuk mengetahui adanya
infark/iskemia jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injuri.
b. Pengkajian neurologis dengan GCS
c. GDA (Gas Darah Arteri) untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
d. Angiografi Serebral menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
e. EEG akan memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang yang
patologis
f. Sinar X akan mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur
pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan
adanya frakmen tulang).

6. PENGKAJIAN PRIMER
Adapun data pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007 :
a. Airway
Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
b. Breathing
Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman nafas.
c. Circulation
Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi,
sianosis, capilarrefil.
a. Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks,
pupil anisokor dan nilai GCS.
b. Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat.

7. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat meggunakan format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illnes,

8
Last meal, dan Event/ Environment yang berhubungan dengan kejadian).
Pemeriksaan fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan
pemeriksaan diagnostik.
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan
cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital
(Marilyn, E Doengoes. 2000).
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :
1) Perubahan kesehatan, letargi
2) Hemiparase, quadrepelgia
3) Ataksia cara berjalan tak tegap
4) Masalah dalam keseimbangan
5) Cedera (trauma) ortopedi
6) Kehilangan tonus otot, otot spastik
b. Sirkulasi
Gejala :
1) Perubahan darah atau normal (hipertensi)
2) Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan
fungsi.
e. Makanan/ cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia).
f. Neurosensoris
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian,
vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal
pada ekstremitas.
Tanda :
1) Perubahan kesadaran bisa sampai koma
2) Perubahan status mental
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
4) Wajah tidak simetri
5) Genggaman lemah, tidak seimbang
6) Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
7) Apraksia, hemiparese, Quadreplegia

9
g. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
koma.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
h. Pernapasan
Tanda :
1) Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas
berbunyi stridor, terdesak
2) Ronki, mengi positif
i. Keamanan
Gejala : trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda :
1) Fraktur/ dislokasi
2) Gangguan penglihatan
3) Gangguan kognitif
4) Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis
5) Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
j. Interaksi Sosial
Tanda : afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL


1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas
di otak.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan udem otak.
4. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos-
coma).
5. Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan kritis pada pasien.
6. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi,
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

10

Anda mungkin juga menyukai