Anda di halaman 1dari 11

Akuntansi Persediaan: Sistim Periodik Vs

Perpetual

11

EmailShare

Dalam akuntansi persediaan, ada dua sistim yang lumrah digunakan, yaitu: sistim
periodik dan sistim perpetual. Bagi pegawai accounting, sistim persediaan periodik
atau perpetualyang diterapkan di dalam perusahaanmenentukan bagaimana
pencatatan transaksi persediaan dilakukan. Sedangkan bagi pengelola keuangan
dan pengelola usaha, sistim persediaan yang diterapkan menentukan seberapa
efektif persediaan bisa dikelolaterutama aspek pengawasannya.

Melalui tulisan ini, saya ingin membahas mengenai sisim persediaan periodik dan
perpetual, mulai dari pebedaaan yang paling fundamental, perbadingan jurna-per-jurnal,
hingga implikasinya terhadap laporan keuangan dan pengelolaan persediaan.

Dengan kehadiran pembahasan ini, saya berharap pembaca memperoleh gambaran yang
jelas mengenai sistim persediaan periodik dan perpetual, dalam tataran inplementasi di
perusahaan. Namun sebelum itu, mari kita lihat sekilas; apa itu persediaan.

Persediaan dan Impilkasinya Terhadap Laporan Keuangan

Sebelum berpikir yang rumit-rumittermasuk implikasi (pengaruh) persediaan terhadap


laporan keuangan dan pengelolaan keuangan, APA ITU PERSEDIAAN?

Sederhananya, yang disebut persediaan adalah apa yang oleh masyarakat umum kenal
dengan istilah stok. Di Eropa, sampai sekarang masih menggunakan istilah stock.
Tetapi secara internasional persediaan disebut dengan istilah inventory, yang disebut
stock justru saham.

Mau disebut inventory, mau disebut stock, silahkan. Yang lebih penting di sini:
wujud dari persediaan itu berupa apa?
Wujud fisik persediaan suatu perusahaan tergantung pada jenis usahanya. Meskipun pada
kenyataannya ada banyak jenis atau model usaha, dalam akuntansiuntuk tujuan
penyederhanaanjenis usaha biasanya hanya dibagi menjadi 3 kelompok saja.

Berikut adalah 3 jenis perusahaan beserta persediaannya:

Perusahaan Jasa (misal: konsultan, agen, broker, dll) Tidak memiliki persediaan
Perusahaan Dagang (misal: toko, mini market, dll) Persediaannya berupa barang
jadi
Perusahaan Manufaktur (misal: pabrik gula, pabrik pakaian jadi, dll)
Persediaannya berupa: (a) bahan baku; (b) bahan penolong; (c) barang dalam
proses; dan (d) barang jadi.

Persediaan berimplikasi luas terhadap pelaporan keuangan dan pengelolaan keuangan


perusahaan.

Apa implikasinya terhadap laporan keuangan? Persediaan berimplikasi langsung


terhadap Neraca dan Laporan Laba-Rugi:

Di Neraca, persediaan disajikan dalam kelompok Aktiva Lancar (current


assets)setelah akun Piutang (silahkan lihat contoh format Neraca), sehingga
besar-kecilnya nilai saldo persediaan yang disajikan berpengaruh terhadap besar
kecilnya nilai aktiva (aset) secara keseluruhan.
Di Laporan Laba Rugi, besar kecilnya PENGGUNAAN persediaan (bahan
baku, bahan penolong dan barang jadi) menentukan besar kecilnya Harga Pokok
Penjualan (HPP), yang pada akhirnya juga akan menentukan besar kecilnya
Laba atau Rugi yang disajikan di dalam laporan laba-rugi. Pada akhirnya,
besar-kecilnya laba/rugi yang dibukukan pada suatu periode akuntansi
berimplikasi terhadap besar-kecilnya Laba Ditahan (Retained Earning) yang
disajikan di Neracapersisnya di kelompok akun Ekuitas.

Oke. Implikasi persediaan terhadap laporan keuangan sudah jelas terlihat.


Pertanyaannya: Apakah penerapan sistim persediaan periodik/perpetual berpengaruh
terhadap laporan keuangan? Maksud saya, apakah dengan menggunakan sistim
perpetual membuat laporan keuangan menjadi berbeda jika dibandingkan dengan
menggunakan sistim periodik?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat perbandingan antara sistim persediaan
periodik dengan perpetual. Yuk pindah ke paragraf berikutnya

Perbedaan Paling Fundamental Antara Sistim Periodik dan Perpetual


Perbedaan paling mencolok antara sistim periodik dengan sistim perpetual ada pada 2
hal:

1. Penentuan Nilai Saldo Akhir Persediaan di Neraca:

(a) Sistim Periodik Jika perusahaan menerapkan sistim periodik, nilai saldo akhir
persediaan di Neraca ditentukan dengan cara melakukan penghitungan fisik persediaan
yang lumrah dikenal dengan istilah stok opname sederhananya; di akhir periode,
fisik barang bersediaan (bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses dan barang
jadi) dihitung jumlahnya. Jumlah fisik barang lalu dikalikan dengan Harga Pokok
Penjualan (HPP) satuan barang.

(b) Sistim Perpetual Jika yang diterapkan adalah sistim perpetual, perusahan tidak
perlu melakukan penghitungan fisik untuk menentukan nilai saldo akhir persediaan.,
karena setiap transaksi terkait dengan persediaanbaik kenaikan maupun penurunan
telah dicatat melalui penjurnalan. Meskipun demikian, penghitungan fisik tetap dilakukan
untuk kemudian dibandigkan dengan saldo akhir yang ditunjukan oleh buku persediaan.
Jika terjadi perbedaan antara saldo akhir hasil penghitungan fisik dengan saldo akhir yang
ditunjukan oleh buku persediaan, maka dibuatkan rekonsiliasi persediaan dengan
memasukan jurnal penyesuaian persediaan (inventory adjustment entry).

2. Penentuan Persediaan Digunakan (atau Terjual) dalam Harga Pokok Penjualan:

(a) Sistim Periodik Jika perusahaan menggunakan sistim periodik, maka nilai
persediaan yang digunakan (dan terjual)untuk dibebankan sebagai Harga Pokok
Penjualan, dihitung dengan cara menjumlahkan saldo awal persediaan dengan total
pembeliaan (atau persediaan masuk) lalu dikurangi dengan saldo akhir persediaan yang
diperoleh melalui penghitungan fisik. Misalnya: Data persediaan JAK Mart (perusahaan
dagang) untuk tahun 2012 adalah sbb:

Saldo awal = Rp 20,000,000


Pembelian Bersih Jan s/d Des 2012 = Rp 150,000,000
Saldo akhir 31 Desember 2012 (diketahui setelah penghitungan fisik) = Rp
22,000,000

Harga Pokok Penjualan = 20,000,000 + 150,000,000 22,000,000 = 148,000,000.


Selanjutnya harga pokok ini dimasukan dengan journal penyesuaian (sebentar lagi kita
bahas di perbandingan jurnal.)

(b) Sistim Perpetual Dengan sistim perpetual, perusahaan tidak perlu lagi membuat
perhitungan seperti pada sistim periodik karena penggunaan persediaan langsung diakui
setiap kali ada penjualan dengan mendebit akun Harga Pokok Penjualan dan
mengkredit Persediaan di sisi lainnya, seperti jurnal di bawah ini:

[Debit]. Harga Pokok Penjualan = xxx


[Kredit]. Persediaan = xxx
Oke. Dengan sistim perpetual setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau
penurunan volume persediaan selalu dicatat dengan memasukan jurnal begitu
transaksi terjadi. Apakah dengan sistim periodik transaksi-transaksi yang terjadi tidak
dicatat samasekali? Mungkin ada yang berpikir seperti itu.

Tentu saja dicatat. Hanya saja, biasanya, menggunakan nama akun berbeda dibandingkan
jika menggunakan sistim perpetual. Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat transaksi-per-
transaksi. Lanjut

Perbandingan Sistim Periodik Vs Perpetual Transaksi-Per-Transaksi

Ada banyak transaksi yang mengakibatkan volume persediaan menjadi meningkat atau
menurun selama satu periode. Di sini kita lihat perbandingan sistim periodik dan
perpetual transaksi-per-transaksi, jurnal-per-jurnal.

1. Pembelian dan Penjualan Barang

Dalam sistim perpetual, pembelian dan penjualan barang persediaan dicatat langsung ke
akun Persediaan, dengan kata lain: perubahan nilai nominal dan volume persediaan
langsung terlihat dalam buku besar (ledger) persediaan setiap kali ada transaksi
pembelian dan penjualan. Sedangkan dalam sistim periodik yang dicatat hanya kenaikan
nilai dan volume persediaan melalui akun yang disebut dengan Pembelian, sementara
tidak mencatat adanya penurunan pada setiap transaksi penjualan yang terjadi (penurunan
persediaan diakui sekaligus di akhir periode dengan melakukan pemeriksaan fisik).
Untuk lebih jelasnyanya, kita lihat contoh berikut ini:

JAK Mart, Perusahaan Grossir, menunjukan data sbb:

(a) Saldo Awal Persediaan = 100 units @ Rp 60,000 = Rp 6,000,000


(b) Pembelian = 900 units @ Rp 60,000 = Rp 54,000,000
(c) Penjualan = 600 units @ Rp 120,000 = Rp 72,000,000
(d) Saldo Akhir = 400 units @Rp 60,000 = Rp 24,000,000

(Note: Untuk menghindari penggunaan cost flowyang bisa membingungkan, kita


asumsikan cost per unit persediaan konstan dari awal hingga akhir periode)

Jika JAK Mart menggunakan sistim perpetual, maka alur transaksi dan jurnalnya
akan nampak sbb:

(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000

(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Persediaan = Rp 54,000,000
[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000

(c) Penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000 per unit dicatat dengan sepasang jurnal:

[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000


[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)

Dan;

[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000


[Kredit]. Persediaan = Rp 36,000,000
(Untuk mengakui harga pokok penjualan sekaligus penurunan nilai inventory, 60,000 x
600 = Rp 36,000,000.)

(d) Kecuali ada perbedaan antara hasil penghitungan fisik dengan buku, maka tidak ada
jurnal penyesuaian yang perlu dimasukan. Saldo akhir persediaan otomatis menunjukan
nilai Rp 24,000,000.

Bagaimana jika JAK Mart menggunakan sistim periodik? Jurnalnya akan nampak
sebagai berikut:

(a) Saldo awal persediaan (di Neraca) = Rp 6,000,000

(b) Pembelian 900 units dengan harga Rp 60,000 per unit dicatat dengan jurnal:

[Debit]. Pembelian = Rp 54,000,000 (menggunakan akun pembelian)


[Kredit]. Utang Dagang = Rp 54,000,000

(c) Pada sistim periodik, penjualan 600 units dengan harga Rp 120,000/unit dicatat hanya
dengan satu jurnal sajauntuk mengakui penjualan dan piutang dagang (Note:
penurunan persediaan dan pengakuan harga pokok penjualan dilakukan sekaligus di akhir
periode):

[Debit]. Piutang Dagang = Rp 72,000,000


[Kredit]. Penjualan = Rp 72,000,000
(Untuk mengakui penjualan dan piutang)

(d) Di akhir periode, setalah dilakukan penghitungan fisik, JAK memasukan jurnal
penyesuaianuntuk mengakui persediaan, harga pokok penjualan, sekaligus
menghapus saldo akun Pembeliansebagai berikut:

[Debit]. Persediaan = Rp 18,000,000


[Debit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 36,000,000
[Kredit]. Pembelian = Rp 54,000,000
Note: Dengan jurnal penyesuaian yang dimasukan di akhir periode ini, maka saldo akun
Pembelian menjadi nol, saldo akhir persediaan di Neraca menjadi Rp 24,000,000
(=saldo awal 6,000,000 + adjustment kenaikan 18,000,000), dan muncul Harga Pokok
Penjualan di Laporan Laba-Rugi sebesar Rp 54,000,000 (=6,000,000 + 54,000,000
24,000,000).

2. Retur Pembelian, Diskon Pembelian dan Cadangan

Apa yang terjadi jika ada retur pembelian atau diskon? Perusahaan yang menerapkan
sistim periodik, disamping menggunakan akun Pembelianyang bersaldo debit
mereka juga menggunakan 2 kontra-akun pembelian (bersaldo kredit) yang diberi nama
Retur Pembelian dan Diskon Pembelian. Jika ada pembelian yang dikembalikan
(retur pembelian) atau memeperoleh potongan, maka kontra akun ini menjadi pengurang
nilai Pembelian. Hasil silang saldo Pembelian dan kedua kontra-akun ini
menghasilkan apa yang disebut dengan Pembelian Bersih. Bagaimanapun juga, semua
slado akun ini (Pembelian, Diskon Pembelian dan Retur Pembelian) bersifat sementara
saja, nantinya akan dihapus degan jurnal penyesuaian di akhir periode (seperti terlihat
pada contoh jurnal penyesuaian sebelumnya). Untuk lebih konkoretnya, kita buat satu
contoh transaksi:

Karena adanya kerusakan, JAK Mart mengembalikan pembelian barang sebesar Rp


7,000,000.

Jika JAK Mart menerapkan sistim perpetual, maka JAK akan mengakui penurunan
nilai utang sekaligus langsung mengakui penurunan nilai persediaan, dengan jurnal:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000


[Kredit]. Persediaan = Rp 7,000,000
(Note: Pengembalian barang mengurangi nilai persediaan sebesar Rp 7,000,000)

Jika JAK Mart menerapkan sistim periodik, maka jurnalnya adalah sbb:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 7,000,000


[Kredit]. Retur Pembelian = Rp 7,000,000
(Note: pembelian megurangi nilai pembelian)

Lanjut dengan diskon

Di lain kesempatan JAK Mart membeli barang sebesar Rp 10,000,000 dengan termin
kredit 2/10, n/30. Karena JAK Mart bisa melakukan pelunasan seminggu setelah
pembelian, maka JAK Mart memperoleh diskon 2%. Bagimana jurnalnya?

Jika menerapkan sistim perpetual, maka saat pembelian JAK Mart memasukan jurnal:

[Debit]. Persediaan = Rp 10,000,000


[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000
Saat pelunasan, diskon Rp 200,000 tersebut sekaligus diakui sebagai pengurang nilai
persediaan, dengan jurnal:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000


[Credit]. Persediaan = Rp 200,000
[Credit]. Kas = Rp 9,800,000

Jika menggunakan sistim periodik, maka saat pembelian jurnal yang dimasukan
adalah:

[Debit]. Pembelian = Rp 10,000,000


[Kredit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000

Diskon yang diperoleh tidak diakui sebagai pengurang nilai persediaan (ingat: sistim
periodik tidak mencatat persediaan tetapi pembelian), melainkan dicatat sebagai
Diskon Pembelian. Sehingga jurnal yang dimasukan ketika melakukan pelunasan
adalah sbb:

[Debit]. Utang Dagang = Rp 10,000,000


[Credit]. Diskon Pembelian = Rp 200,000
[Kredit]. Kas = Rp 9,800,000

3. Retur Penjualan dan Diskon Penjualan

Transkasi lainnya yang terkait dengan persediaan adalah retur penjualan dan diskon
penjualan. Pada transaksi ini, baik sistim perpetual maupun sistim periodik sama-sama
meggunakan akun yang diberi nama Retur Penjualan dan Diskon Penjualanyang
kedua-duanya merupakan kontra-akun penjualan (bersaldo debit), bedanya hanya di
pengakuan Harga Pokok Penjualan. Pada sistim perpetual return penjualan, disamping
mengakui penurunan piutang dagang dan penurunan penjualan (dengan akun retur
penjualan) juga mengakui penurunan harga pokok penjualan dan persediaan. Sedangkan
pada sistim periodik, tidak. Misalnya:

JAK Mart menerima barang kembali dari pelanggan (karena cacat) senilai Rp 6,000,000.
Harga Pokok Penjualan barang yang diretur tersebut adalah Rp 3,000,000. (Kita
asumsikan pengakuan penjualan menggunakan metode bruto/gross method)

Jika menggunakan perpetual, maka JAK Mart akan mencatat retur tersebut dengan
sepasang jurnal:

[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit)


[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)

Dan;
[Debit]. Persediaan = Rp 3,000,000
[Kredit]. Harga Pokok Penjualan = Rp 3,000,000
(Untuk mengakui barang persediaan yang telah dikembalikan sekaligus menguragi harga
pokok penjualan).

Sedangkan jika menggunakan sistim periodik, JAK Mart hanya akan memasukan satu
jurnal saja, yaitu:

[Debit]. Retur Penjualan = Rp 6,000,000


[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 6,000,000
(Untuk mengakui retur penjualan)

Catatan: Sistim periodik baru akan menghitung saldo persediaan dan mengakui harga
pokok penjualan di akhir periodesetelah penghitungan fisik dilakukan.

Selanjutnya, diskon penjualan. Bagaimana pencatatanya?

Oke. Anggap JAK Mart memberikan diskon Rp 200,000 atas pelunasan pembelian
sebesar Rp 10,000,000 dari pelanggan (masih menggunakan metode pengakuan
penjualan bruto/gross method)

Sistim perpetual dan sistim periodik memasukan jurnal yang sama persis untuk
pelunasan yang mengandung diskon penjualan. Dalam contoh ini:

[Debit]. Kas = Rp 9,800,000


[Debit]. Diskon Penjualan = Rp 200,000 (kontra akun penjualan bersaldo debit).
[Kredit]. Piutang Dagang = Rp 10,000,000

Secara keseluruhan, dari pebandingan jurnalantara sistim periodik dan


perpetual, jelas terlihat bahwa:

Terhadap laporan keuangan yang disajikan di setiap akhir periode, menggunakan sistim
perpetual atau periodik tidak berpengaruh apa-apa, dalam pengertian: nilai saldo akhir
persediaan (yang disajikan di neraca) dan harga pokok penjualan (yang disajikan di
laporan laba-rugi), akan menunjukan hasil yang sama.

Bedanya, hanya terjadi pada teknis pengakuan dan nama akun yang digunakan pada
setiap pengakuan transaksi. Sistim perpetual selalu mendebit/mengkredit akun
Persediaan untuk setiap transaksi yang mengakibatkan kenaikan atau penurunan
persediaan. Sedangkan sistim periodikuntuk sementaramenggunakan akun
Pembelian untuk setiap penambahan persediaan dan baru memperhitungkan penurunan
persediaan di akhir periodesertelah penghitungan fisik dilakukan.

Bagaimana jika perusahaan yang menerapkan sistim periodicterpaksa harus


menyajikan laporan padahal periode belum berakhirmisalnya: untuk pengajuan
kredit? Perusahaan bisa (a) menggunakan laporan periode sebelumnya, atau (b)
melakukan penghitungan fisik saat itu juga lalu menjalankan prosedur seperti yang
dilakukan di akhir periode.

Oke. Penerapan sistim periodik atau perpetual tidak ada pengaruhnya terhadap
laporan keuangan. Bagaimana dengan pengelolaan persediaan dan keuangan secara
keseluruhan? Mari kita lihat implikasinya Lanjut

Implikasi Penerapan Sistim Periodik dan Perpetual Terhadap Pengelolaan


Persediaan

Dari perbenadingan di atas, jelas terlihat bahwa: untuk tujuan pengawasan persediaan,
sistim perpetual jauh lebih baik dibandingkan sistim periodik. Dengan sistim perpetual,
management dapat mengetahui nilai persediaan sewaktu-waktutanpa perlu menunggu
hingga akhir periode.

Khususnya di perusahaan-perusahaan manufaktur, pengawasan terhadap barang


persediaan sangat kompleksdengan adanya potensi barang scrap dan cacat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan jenis lain. Dalam kondisi seperti ini, jika sistim
persediaan yang diterapkan adalah sistim periodikdimana penurunan (volume dan nilai
persediaan) baru diperhitungkan di akhir periode, maka kesempatan untuk mengetahui
adanya pemborosan bahan baku, bahan penolong dan kemungkinan adanya barang cacat
saat dalam proses produksi menjadi lebih sulit ditelusurikemungkinan baru diketahui
setelah di akhir periode, dengan kata lain: sudah terjadi.

Efektifitas pengawasan terhadap barang persediaan berimplikasi besar terhadap


pengelolaan keuangan perusahaan secara keseluruhan. Terutama di perusahaan dagang
dan manufaktur, sebagian besar kekayaan (asset) perusahaan ada di persediaanentah itu
berupa bahan baku, bahan penolong, barang dalam proses maupun barang jadi. Diantara
banyaknya beban yang ditanggung oleh operasional perusahaan, penggunaan persediaan
cenderung mendominasi. Jika scope-nya dipersempit, persediaan bahkan mengkonsumsi
modal kerja (working capital) paling besar.

Itu sebabnya, bagi managemen perusahaan, pemilihan sistim persediaan yang akan
diterapkan (apakah menggunakan sistim perpetual atau periodik) menjadi sangat krusial.

Lalu, apakah sebaiknya saya menerapkan sistim persediaan perpetual atau periodik?
Mungkin ada yang berpikir demikian. Kita pindah ke paragraph selanjutnya

Apakah Sebaiknya Menggunakan Sisitim Persediaan Periodik atau Perpetual?

Jawaban atas pertanyaan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi opersional
perusahaan anda sehari-hari.
Dari aspek pelaporan keuangan, menurut saya, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Menggunakan sistim perpetualpun, toh di akhir periode anda masih harus melakukan
stock opname (inventory physical count) untuk memverifikasi keakuratan data persediaan
yang diperoleh dari sistim perpetual. Dan, jika terjadi perbedaan antara hasil
penghitungan fisik dengan saldo akhir buku, toh anda masih harus membuat rekonsiliasi
dan inventory adjustment, iya kan?

Tetapi dari aspek pengawasan persediaan, sistim perpetual jelas lebih baik dibandingkan
sistim periodik. Tetapi perlu di sadari bahwa: menerapkan sistim perpetual artinya anda
harus siap melakukan pencatatan setiap kali ada transaksi sehubungan dengan persediaan.

Untuk perusahaan-perusahaan berskala besar, jelaslah bahwa sistim perpetual selalu lebih
baiklagipula tenaga untuk melakukan input data setiap saat selalu ada. Tetapi untuk
perusahaan berskala sedang dan kecil, menerapkan sistim perpetual bisa menjadi
tantangan tersediri. Masih perlu melihat kondisi operasional perusahaan sehari-hari.

Untuk mempermudah, saya buatkan 2 macam perusahaandengan karakter


opersional yang sangat berbeda, sebagai ilustrasi:

1. Perusahaan Pertama, Computer Wholesaler Anda mengelola perusahaan yang


menjual komputer dalam jumlah besar, pangsa pasar perusahaan anda bisa jadi pengguna
akhir maupun pedagang computer eceran. Sebelum memilih apakah menggunakan sistim
persediaan periodik atau perpetual, anda perlu mempertimbangkan kondisi operasional
perusahaan anda. Bagaimana kondisinya?

Barang dagangan anda adalah tergolong bernilai tinggi


Iklan produk/perushaan anda muncul di TV atau suratkabar lokal setiap hari
Volume penjualan harian anda sangat tinggi
Anda mempekerjakan lebih dari 40 orang pegawai sales
Anda membayangkan bahwa pelanggan akan sangat kecewa jika mereka datang
berbelanja tetapi barang persediaan yang anda iklankan ternyata sudah habis
terjual

Dengan kondisi operasional perusahaan seperti ini, apakah menggunakan sistim


perpetual cukup masuk akal? Jelas iya. Anda perlu mengetahui saldo persediaan barang
setiap haribahkan mungkin setiap jam atau menit, yang tidak mungkin bisa anda
dapatkan jika menggunakan sistim periodik. Dengan sistim perpetual, setiap transkasi
penjualan selalu diikuti dengan pencatatan barang keluar, sementara dalam sistim
periodik tidak.

2. Perusahaan Kedua, Toko Serba Ada Di Stasiun Kereta Api Di sini anda
mengelola toko yang menjual berbagai macam barang, untuk orang-orang sibuk yang
bepergian kesana-kemari dengan kondisi yang selalu terburu-buru. Anda perlu
mempertimbangkan kondisi opersional toko anda sebelum memutuskan untuk
menerapkan sistim persediaan perpetual atau periodik. Bagaimana situasinya?
Penjualan paling banyak terjadi di waktu pagisaat sebagian besar orang buru-
buru ke tempat kerja atau ke kampus, dan petang harisaat sebagian besar orang
buru-buru pulang ke rumah setelah seharian bekerja.
Anda menjual berbagai macam barang mulai dari kertas tisu, permen,
koran/majalan, gantungan kunci, stationary, minuman dingin, kue kotak, dll
Anda hanya memiliki 2 orang pegawai yang untuk melayani pembeli di waktu-
waktu padat sudah terlihat kewalahan, sehingga sering anda sendiri yang ikut
membantu.
Di jam-jam padat, banyak pelanggan yang sampai harus mengantri untuk
membayarsementara mereka hanya membeli barang-barang kecil yang
sesungguhnya bisa dibeli di toko mana saja.

Dalam kondisi operasional seperti ini, apakah menerapkan sistim persediaan


perpetual masuk akal? Jelas tidak. Pegawai dan anda tidak akan sempat melakukan
aktivitas administrative (termasuk accounting) yang dperlukan untuk menerapkan sistim
perpetual. Salah-salah, pelanggan tidak jadi belanjakarena malas menunggu proses.

Betul, kehadiran teknologi barcode dan infrared yang banyak digunakan di bisnis
retail sangat membantu proses input data penjualan. Alat yang sama juga bisa
digunakan dalam proses input data pembelian barang persediaan. Jika
memungkinkan untuk menggunakan teknologi ini, tentu, perusahaan atau toko
sekecil apapun bisa menerapkan sistim perpetual tanpa hambatan, dan anda bisa
melakukan pengawasan terhadap persediaan dengan lebih baik.

Tags: akuntansi, Akuntansi Persediaan, berita, Impilkasi Persediaan Terhadap Laporan


Keuangan, Perbandingan Jurnal Sistim Periodik Vs Pertual, Perbedaan Fundamental
Sistim Periodik dan Perpetual, Persediaan, Sistim Periodik Vs Perpetual, Sistim
Persediaan Periodik atau Perpetual, slider

Anda mungkin juga menyukai