Dalam hal ini, saya telah mencoba mengetengahkan risalah ini dengan mengambil rujukan dari
beberapa kitab hadits dan juga buku-buku yang lain yang memuat hadits-hadits yang shahih tentang
masalah ruqyah tersebut. Mari kita kaji bersama-sama dan harapan dari saya sebagai hamba yang
dhaif dan bodoh, dan penulis berharap semoga penulisan risalah ringkas ini dapat bermanfaat bagi
kita semuanya. Amiin Yaa Rabbal Alamin.
PENGERTIAN (DEFINISI) RUQYAH
Sebelum kita membahas lebih jauh masalah hukum ruqyah menurut islam, sangat perlu untuk kita
ketahui tentang definisi/arti dari Ruqyah itu sendiri. Ruqyah, jamanya adalah ruqaa, yaitu
bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syari (yaitu didasarkan pada riwayat yang shahih, atau
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para Ulama). Dengan kata lain
Ruqyah adalah suatu cara untuk mengobati guna-guna, sihir, dan penyakit lainnya menurut Al-
Quran dan Sunnah.
Penyembuhan dengan Al-quran dan apa yang dicontohkan dan ditegaskan oleh Nabi Muhammad
SAW, merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus sebagai penawar yang sempurna.
Allah SWt berfirman :
Dan Jikalau kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka
mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" apakah (patut Al Quran) dalam bahasa
asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar
bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan,
sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka . mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari
tempat yang jauh.
Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.
Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimallah mengemukakan Barangsiapa yang tidak dapat disembuhkan
oleh Al-Quran, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan barang siapa tidak
dicukupkan oleh Al-Quran, maka Allah tidak memberikan kecukupan kepadanya.
Setelah saya kemukakan tentang definisi dari ruqyah dan beberapa ayat yang menyatakan tentang
fungsi Al-quran sebagai Asy-Syifa (penyembuh), maka jelaslah sudah jika hukum dari ruqyah
adalah boleh.
Para Ulama pun juga sepakat bahwa ruqyah diperbolehkan dengan beberapa syarat, diantaranya :
1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah SWT atau asma dan sifatnya atau Sabda Nabi
SAW.
2. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa arab atau bahasa lain yang difahami maknanya.
3. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang
memberikan pengaruh adalah kekuasaan Allah SWT, sedangkan ruqyah hanyalah salah satu
sebab/sarana saja. Atau dengan kata lain ruqyah ini diperbolehkan asalkan tidak mengandung
unsur kemusyrikan.
Mengenai pendapat tentang hukum ruqyah itu HARAM dengan dalih bahwa pengkhususan
pembacaan ayat-ayat al-quran yang dibaca dengan suatu niat atau fungsi dan maksud yang
tertentu serta dengan dalih bahwa ruqyah akan menghilangkan atau mengurangi ke-tawakal-an kita
kepada Allah SWT, maka dalam risalah ini akan saya bahas dan saya ketengahkan beberapa dalil
untuk membantah pendapat tersebut yang didasarkan pada beberapa dalil naqli maupun aqli.
Berdasarkan dalil naqli yang disandarkan pada tuntunan Al-Quran dan Sunnah dari Rasulullah
Muhammad SAW, seperti yang tertera dalam syarat dibolehkannya ruqyah menurut pendapat
ulama adalah terdapat contoh atau pernah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW maupun
shohabat. Oleh karena itu berikut ini akan saya ketengahkan disini beberapa dalil yang
membuktikan bahwa ruqyah pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun
para shohabat.
DALIL PERTAMA
: :
Dari Aisyah r.a. Istri Rasulullah SAW, katanya : Bila Rasulullah SAW sakit, jibril datang
memanterainya. Ucap Jibril, Bismillahi yudrika, wa min kulli daa-in yusyfiika, wa min syarri hasidin
idza hasad, wa syarri kulli dziainin. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2047)
DALIL KEDUA
:
Dari Abi Said r.a. katanya : Jabril datang kepada Nabi SAW lalu bertanya : Ya, Muhammad !
apakah engkau sakit ? Jawab beliau : Ya ! Lalu Jibril membaca membaca mantera , Bismillahi
arqiika min kulli sya-i-in yudziika, min syarri nafsin au ainin hasidin, Allohu yasyfiika, bismillahi
arqiika (Hadits Shahih Riwayat Muslim No. 2048)
DALIL KETIGA
, :
Dari Aisyah r.a. katanya : Apabila salah seorang diantara kami sakit, Rasulullah SAW
memegangnya dengan tangan kanan, lalu beliau ucapkan :Adzhibil basa rabban naas, wasyfi,
antasy syaafi, laa syifa-a illa syifa-uka syifaan laa yughadiru saqooman .... (Hadits Shahih Riwayat
Muslim, No. 2052)
DALIL KEEMPAT
Dari Aisyah r.a. katanya: Apabila salah seorang istri Rasulullah SAW. sakit, beliau tiupkan
kepadanya surat-surat al-muawwidzat . Maka tatkala beliau sakit hampir meninggal, kutiupkan pula
kepadanya dan kusapukan tangannya ketubuhnya, karena tangan beliau labih besar barakahnya
daripada tanganku. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2053)
DALIL KEEMPAT
Dari Aisyah r.a. katanya : Nabi SAW sakit, lalu beliau beca untuk dirinya sendiri surat
muawwidzat, kemudian beliau tiupkan. Tatkala sakit beliau bertambah keras, kubacakan surat-surat
itu diatasnya, kemudian kusapukan dengan tangannya sambil mengharapkan barakah daripadanya
(Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2054)
DALIL KELIMA
Dari Abdurrahman Al-Aswad, dari bapaknya r.a. katanya : Aku pernah bertanya kepada Aisyah
tentang mantera. Jawabnya: Rasulullah SAW membolehkan suatu keluarga Anshar melakukan
mantera untuk setiap penyakit demam (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2055)
DALIL KEENAM
Dari Aisyah r.a. katanya : Apabila seseorang mengadukan suatu penyakit yang dideritanya
kepada Rasulullah SAW., seperti sakit bisul, kudis atau luka, maka Nabi SAW berucap sambil
menggerakkan ana jarinya seperti ini Sufyan meletakkan telunjuknya ke tanah kemudian
mengangkatnya Bismillahi turbatu ardhina biriqati badhina bi yusyfaa bihi saqiimuna bi idzni
rabbinaa (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2056)
DALIL KETUJUH
Dari Aisyah r.a. katanya : Rasulullah SAW menyuruhku supaya memanterai penyakit dari
pengaruh pandangan mata. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2057)
DALIL KEDELAPAN
Dari Anas r.a. katanya : Rasulullah SAW membolehkan memanterai penyakit karena pengaruh
pandangan mata, penyakit demam, dank arena gigitan serangga. (Hadits Shahih Riwayat Muslim,
No. 2058)
DALIL KESEMBILAN
( . : )
Dari Jabir bin Abdullah r.a. katanya : Rasulullah mebolehkan keluarga Hazm memanterai bekas
gigitan ular. Dan beliau bertanya kepada Asma binti Umaisy, kelihatannya tubuh anak saudaraku
ini kurus kering. Apakah mereka kurang makan ? Jawab Asma, Tidak! Mereka terkena penyakit
pengaruh pandangan pandangan mata. Sabda Nabi SAW. Manterailah mereka ! Lalu kuminta
agar beliau sudi memanterai mereka. Tetapi beliau mengatakan Manterailah mereka oleh kalian.
(Hadits Shahih Muslim, No. 2060)
DALIL KESEPULUH
:
Dari Jabir bin Abdullah r.a. katanya : Seorang laki-laki dari keluarga kami digigit kata ketika kami
sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu berkata seorang laki-laki: Ya Rasulallah ! Bolehkah
aku memanterainya ? Jawab beliau: Siapa yang sanggup diantara kalian menolong saudaranya.
hendaklah dilakukannya. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2061)
DALIL KESEBELAS
Dari Jabir r.a. katanya : Rasulullah SAW. pernah melarang melakukan mantera. Lalu datang
keluarga Amru bin Hazm kepada beliau seraya kata mereka: Ya Rasulallah ! Kami mempunyai
mantera untuk gigitan kala. Tetapi Anda melarang melakukan mantera. Bagaimana itu ? Lalu
mereka memperagakan mantera mereka dihadapan beliau. Sabda beliau, tidak ada jeleknya. Siapa
yang sanggup diantara kalian memanfaatkan mantera untuk menolong saudaranya, hendaklah
dimanfaatkannya (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2062)
Dari Auf bin Malik Al Asyjai r.a. katanya : Kami biasa melakukan mantera pada masa jahiliyyah.
Lalu kami bertanya kepada Rasulullah SAW., Ya, Rasulallah ! Bagaimana pendapat anda tentang
mantera ? Jawab beliau, Peragakanlah manteramu itu dihadapanku. Mantera tidak ada salahnya
selama tidak mengandung syirik. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2063)
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi didalam Kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih,
yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi membuat makanan untuk Rasulullah
SAW., setelah memakan makanan itu, tiba-tiba Rasulullah SAW sakit keras, sehingga shahabat-
shahabatnya mengira bahwa penyakit itu timbul akibat perbuatan Yahudi itu. Maka turunlah Jibril
membawa dua surat itu (Q.s. al-Falaq dan an-Nas) serta membacakan taawud. Seketika itu juga
Rasulullah SAW keluar menemui shahabat-shahabatnya dalam keadaan sehat wal afiyat.
Diriwayatkan oleh Abu Nuaim didalam Kitab ad-Dalaa-il, dari Abu Jafar ar-razi, dari ar-Rabi bin
Anas, yang bersumber dari Anas bin Malik.
Itulah telah saya kutibkan Asbabun Nuzul turunnya Q.s. al-Falah dan an-Nas sebagai penguat dari
hadits Rasulullah SAW tentang surat al-Muawwidzat yang digunakan untuk meruqyah.
Mengenai ruqyah yang dianggap mampu mengurangi ketawakalan kita kepada Allah SWT, maka
perlu diketahui bahwa tawakal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT yang mstinya
setelah kita berusaha. Allah SWT telah berfirman :
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri.
Dalam ayat tersebut diatas, jelas bahwa Allah memerintahkan kita untuk berusaha dalam segala hal,
termasuk juga dalam hal mencari obat/dalam hal kesehatan. Usaha tersebut dapat berupa usaha
dhahir (mencari obat dengan medis) ataupun dengan cara bathin (pengobatan dengan doa, ayat-
ayat al-quran atau yang sering disebut dengan ruqyah).
Jika penyakit itu adalah penyakit dhahir (seperti; influenza, kanker, batuk, panu, kadas, dll) maka
pengobatannya dengan menggunakan pengobatan dhohiriyyah (pengobatan medis), namun jika itu
adalah penyakit yang disebabkan kerena SIHIR maka jelas tidak akan mampu sembuh dengan
pengobatan secara medis, dan mestinya harus diobati dengan cara ruqyah (bathin). Jadi, ruqyah
tidak akan menghilangkan/mengurangi ketawakalan kita kepada Allah SWT karena ruqyah hanyalah
suatu sebab dari pada kesembuhan suatu penyakit (khususnya yang disebabkan karena sihir).
KESIMPULAN
Dari pemaparan dan keterangan yang telah saya kemukakan tersebut, maka dapat kita ambil suatu
kesimpulan bahwa :
1. Ruqyah merupakan pengobatan secara islam dan telah dituntunkan atau dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW didalam Sunnahnya, jadi hukumnya adalah Mubah (Boleh).
2. Kebolehan dari ruqyah, sesuai dengan kesepakatan para ulama, dengan syarat :
a. Dengan menggunakan Firman Allah SWT, atau asma dan sifat-Nya atau Sabda Rasulullah SAW;
b. Diucapkan dengan bahasa arab atau dengan bahasa lain yang dapat difahami maknanya;
c. Tidak ada unsur kesyirikan karena sekali lagi saya tegaskan bahwa hanya Allah yang mampu
menyembuhkan segala macam penyakit dan ruqyah adalah hanya salah satu dari sarana/sebab
saja.
3. Ruqyah tidak mengurangi tawakal karena ruqyah adalah salah satu bentuk usaha untuk mencari
kesembuhan dari suatu penyakit (khususnya penyakit karena sihir) dan selebihnya Allah-lah yang
akan menyembuhkannya.
4. Pengkhususan pembacaan ayat-ayat khusus dalam ruqyah adalah boleh, karena itu telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya.
AH
Date: November 6, 2009Author: Perdana Akhmad S.Psi5 Komentar
Dibawah ini adalah deretan para ulama terkenal yang pendapatnya diikuti hingga
sekarang, jika masih ada yang menganggap ruqyah itu tidak ada tuntunannya dari islam,
tidak pernah dicontohkan dari nabi dan para sahabat maka orang yang mengatakan itu
tentu bukanlah umat Islam.
Para pengingkar sunnah itu punya agama baru yang melarang segala bentuk ruqyah,
punya ulama khusus (yang ahli tenaga dalam/ilmu metafisik) yang melarang ruqyah,
punya nabi dan para sahabat sendiri yang tidak pernah mencontohkan ruqyah.
Ar Ruqyatu dengan Ra didhammah artinya memohon perlindungan.
Ruqyah berasal dari kata :
yang artinya meniup dalam memohon perlindungan.
Raqi (seorang peruqyah) melakukan ruqyah apabila ia
membaca doa perlindungan dan meniup.
Jawab:
Dahulu pernah dijawab oleh Darul Ifta pertanyaan semisal , sebagai berikut: Tulisan
sebagian ayat Al Quran pada wadah, atau lembaran, lalu dibasuhkannya air tersebut atau
meminumnya, adalah boleh. Sesuai keumuman ayat: dan Kami turunkan dari Al Quran
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Isra (17):
82). Al Quran adalah obat bagi hati dan badan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al
Hakim dalam Al Mustadrak dan Ibnu Majah dalam Sunannya, dari Ibnu Masud
Radhiallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Hendaklah
kalian berobat dengan madu dan Al Quran. Dan juga yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari Ali Radhiallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: Sebaik-
baiknya obat adalah Al Quran. Juga diriwayatkan oleh Ibnu As Sunni dari Ibnu Abbas
Radhiallahu Anhuma: Jika seorang wanita kesulitan melahirkan, ambil-lah wadah
bersih dan tulis di atasnya: Kaannahum yauma yaraunaha maa yuadun. (Pada hari
mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka. QS. Al Ahqaf (46): 35), juga
ayat: Kaannahum yauma yaraunaha lam yalbatsu (pada hari mereka melihat hari
berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia). QS. An Naziat (79):
46), juga ayat: Laqad kaana fi qashashihim ibratul li ulil albab (Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. QS.
Yusuf (12): 111). Lalu dimandikan dan dikucurkan kewanita itu, dan dipercikkan ke
perutnya dan wajahnya. (Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al Ilmiah wal Ifta, 1/245.
Tahqiq: Ahmad bin Abdurraziq Ad Duwaisy
Artinya : Dan Kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang orang yang beriman.(Q.S. Al-Isra : 82)
Artinya : Hai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari
Rabb kalian, dan penyembuh bagi penyakit penyakit (yang berada) didalam dada, dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S. Yunus: 57)
Pada masa jahiliyah, telah dikenal pengobatan ruqyah. Namun ruqyah kala itu banyak
mengandung kesyirikan. Misalnya menyandarkan diri kepada sesuatu selain Allah,
meyakini kesembuhan dari benda benda tertentu dan lainnya. Setelah Islam datang, maka
Rasulullah SAW melarang ruqyah-ruqyah secara mutlaq kecuali yang tidak mengandung
kesyirikan. Berdasarkan hadits ini, juga dapat dipahami bahwa tidak boleh melakukan
ruqyah yang terdiri dari perkataan-perkataan tidak diketahui maknanya sebagaimana fatwa
Sayyed Alawi al-Saqaf di atas.
5. Hadits riwayat Abu Said Al-Khudri r.a.:
Artinya : Bahwa beberapa orang di antara sahabat Rasulullah SAW sedang berada dalam
perjalanan melewati salah satu dari perkampungan Arab. Mereka berharap dapat menjadi
tamu penduduk kampung tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mau
menerima mereka. Tetapi ada yang menanyakan: Apakah di antara kalian ada yang dapat
menjampi? Karena kepala kampung terkena sengatan atau terluka. Seorang dari para
sahabat itu menjawab: Ya, ada. Orang itu lalu mendatangi kepala kampung dan
menjampinya dengan surat Al-Fatihah. Ternyata kepala kampung itu sembuh dan
diberikanlah kepadanya beberapa ekor kambing. Sahabat itu menolak untuk menerimanya
dan berkata: Aku akan menanyakannya dahulu kepada kepada Nabi SAW. Dia pun pulang
menemui Nabi SAW dan menuturkan peristiwa tersebut. Dia berkata: Ya Rasulullah! Demi
Allah, aku hanya menjampi dengan surat Al-Fatihah. Mendengar penuturan itu: Rasulullah
saw. tersenyum dan bersabda: Tahukah engkau bahwa Al-Fatihah itu merupakan jampi?
Kemudian beliau melanjutkan: Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku
bersama kalian. (H.R. Muslim)4
Imam Nawawi mengatakan hadits ini menerangkan bahwa al-Fatihah dapat menjadi
ruqyah. Oleh karena itu mustahab (dianjurkan) dibaca atas orang yang kena sengatan
binatang dan orang sakit.5