Anda di halaman 1dari 13

RUQYAH MENURUT PANDANGAN HUKUM ISLAM.

Dalam hal ini, saya telah mencoba mengetengahkan risalah ini dengan mengambil rujukan dari
beberapa kitab hadits dan juga buku-buku yang lain yang memuat hadits-hadits yang shahih tentang
masalah ruqyah tersebut. Mari kita kaji bersama-sama dan harapan dari saya sebagai hamba yang
dhaif dan bodoh, dan penulis berharap semoga penulisan risalah ringkas ini dapat bermanfaat bagi
kita semuanya. Amiin Yaa Rabbal Alamin.
PENGERTIAN (DEFINISI) RUQYAH
Sebelum kita membahas lebih jauh masalah hukum ruqyah menurut islam, sangat perlu untuk kita
ketahui tentang definisi/arti dari Ruqyah itu sendiri. Ruqyah, jamanya adalah ruqaa, yaitu
bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syari (yaitu didasarkan pada riwayat yang shahih, atau
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para Ulama). Dengan kata lain
Ruqyah adalah suatu cara untuk mengobati guna-guna, sihir, dan penyakit lainnya menurut Al-
Quran dan Sunnah.
Penyembuhan dengan Al-quran dan apa yang dicontohkan dan ditegaskan oleh Nabi Muhammad
SAW, merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus sebagai penawar yang sempurna.
Allah SWt berfirman :
Dan Jikalau kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka
mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" apakah (patut Al Quran) dalam bahasa
asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar
bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan,
sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka . mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari
tempat yang jauh.
Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.
Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.

Al-Allamah Ibnul Qayyim rahimallah mengemukakan Barangsiapa yang tidak dapat disembuhkan
oleh Al-Quran, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan kepadanya. Dan barang siapa tidak
dicukupkan oleh Al-Quran, maka Allah tidak memberikan kecukupan kepadanya.

Setelah saya kemukakan tentang definisi dari ruqyah dan beberapa ayat yang menyatakan tentang
fungsi Al-quran sebagai Asy-Syifa (penyembuh), maka jelaslah sudah jika hukum dari ruqyah
adalah boleh.
Para Ulama pun juga sepakat bahwa ruqyah diperbolehkan dengan beberapa syarat, diantaranya :
1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah SWT atau asma dan sifatnya atau Sabda Nabi
SAW.
2. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa arab atau bahasa lain yang difahami maknanya.
3. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang
memberikan pengaruh adalah kekuasaan Allah SWT, sedangkan ruqyah hanyalah salah satu
sebab/sarana saja. Atau dengan kata lain ruqyah ini diperbolehkan asalkan tidak mengandung
unsur kemusyrikan.

Mengenai pendapat tentang hukum ruqyah itu HARAM dengan dalih bahwa pengkhususan
pembacaan ayat-ayat al-quran yang dibaca dengan suatu niat atau fungsi dan maksud yang
tertentu serta dengan dalih bahwa ruqyah akan menghilangkan atau mengurangi ke-tawakal-an kita
kepada Allah SWT, maka dalam risalah ini akan saya bahas dan saya ketengahkan beberapa dalil
untuk membantah pendapat tersebut yang didasarkan pada beberapa dalil naqli maupun aqli.
Berdasarkan dalil naqli yang disandarkan pada tuntunan Al-Quran dan Sunnah dari Rasulullah
Muhammad SAW, seperti yang tertera dalam syarat dibolehkannya ruqyah menurut pendapat
ulama adalah terdapat contoh atau pernah dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW maupun
shohabat. Oleh karena itu berikut ini akan saya ketengahkan disini beberapa dalil yang
membuktikan bahwa ruqyah pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun
para shohabat.

DALIL PERTAMA
: :

Dari Aisyah r.a. Istri Rasulullah SAW, katanya : Bila Rasulullah SAW sakit, jibril datang
memanterainya. Ucap Jibril, Bismillahi yudrika, wa min kulli daa-in yusyfiika, wa min syarri hasidin
idza hasad, wa syarri kulli dziainin. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2047)

DALIL KEDUA
:

Dari Abi Said r.a. katanya : Jabril datang kepada Nabi SAW lalu bertanya : Ya, Muhammad !
apakah engkau sakit ? Jawab beliau : Ya ! Lalu Jibril membaca membaca mantera , Bismillahi
arqiika min kulli sya-i-in yudziika, min syarri nafsin au ainin hasidin, Allohu yasyfiika, bismillahi
arqiika (Hadits Shahih Riwayat Muslim No. 2048)

DALIL KETIGA
, :

Dari Aisyah r.a. katanya : Apabila salah seorang diantara kami sakit, Rasulullah SAW
memegangnya dengan tangan kanan, lalu beliau ucapkan :Adzhibil basa rabban naas, wasyfi,
antasy syaafi, laa syifa-a illa syifa-uka syifaan laa yughadiru saqooman .... (Hadits Shahih Riwayat
Muslim, No. 2052)

DALIL KEEMPAT

Dari Aisyah r.a. katanya: Apabila salah seorang istri Rasulullah SAW. sakit, beliau tiupkan
kepadanya surat-surat al-muawwidzat . Maka tatkala beliau sakit hampir meninggal, kutiupkan pula
kepadanya dan kusapukan tangannya ketubuhnya, karena tangan beliau labih besar barakahnya
daripada tanganku. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2053)

DALIL KEEMPAT


Dari Aisyah r.a. katanya : Nabi SAW sakit, lalu beliau beca untuk dirinya sendiri surat
muawwidzat, kemudian beliau tiupkan. Tatkala sakit beliau bertambah keras, kubacakan surat-surat
itu diatasnya, kemudian kusapukan dengan tangannya sambil mengharapkan barakah daripadanya
(Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2054)

DALIL KELIMA

Dari Abdurrahman Al-Aswad, dari bapaknya r.a. katanya : Aku pernah bertanya kepada Aisyah
tentang mantera. Jawabnya: Rasulullah SAW membolehkan suatu keluarga Anshar melakukan
mantera untuk setiap penyakit demam (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2055)
DALIL KEENAM

Dari Aisyah r.a. katanya : Apabila seseorang mengadukan suatu penyakit yang dideritanya
kepada Rasulullah SAW., seperti sakit bisul, kudis atau luka, maka Nabi SAW berucap sambil
menggerakkan ana jarinya seperti ini Sufyan meletakkan telunjuknya ke tanah kemudian
mengangkatnya Bismillahi turbatu ardhina biriqati badhina bi yusyfaa bihi saqiimuna bi idzni
rabbinaa (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2056)

DALIL KETUJUH

Dari Aisyah r.a. katanya : Rasulullah SAW menyuruhku supaya memanterai penyakit dari
pengaruh pandangan mata. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2057)

DALIL KEDELAPAN

Dari Anas r.a. katanya : Rasulullah SAW membolehkan memanterai penyakit karena pengaruh
pandangan mata, penyakit demam, dank arena gigitan serangga. (Hadits Shahih Riwayat Muslim,
No. 2058)

DALIL KESEMBILAN

( . : )

Dari Jabir bin Abdullah r.a. katanya : Rasulullah mebolehkan keluarga Hazm memanterai bekas
gigitan ular. Dan beliau bertanya kepada Asma binti Umaisy, kelihatannya tubuh anak saudaraku
ini kurus kering. Apakah mereka kurang makan ? Jawab Asma, Tidak! Mereka terkena penyakit
pengaruh pandangan pandangan mata. Sabda Nabi SAW. Manterailah mereka ! Lalu kuminta
agar beliau sudi memanterai mereka. Tetapi beliau mengatakan Manterailah mereka oleh kalian.
(Hadits Shahih Muslim, No. 2060)

DALIL KESEPULUH
:

Dari Jabir bin Abdullah r.a. katanya : Seorang laki-laki dari keluarga kami digigit kata ketika kami
sedang duduk bersama Rasulullah SAW. Lalu berkata seorang laki-laki: Ya Rasulallah ! Bolehkah
aku memanterainya ? Jawab beliau: Siapa yang sanggup diantara kalian menolong saudaranya.
hendaklah dilakukannya. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2061)

DALIL KESEBELAS

Dari Jabir r.a. katanya : Rasulullah SAW. pernah melarang melakukan mantera. Lalu datang
keluarga Amru bin Hazm kepada beliau seraya kata mereka: Ya Rasulallah ! Kami mempunyai
mantera untuk gigitan kala. Tetapi Anda melarang melakukan mantera. Bagaimana itu ? Lalu
mereka memperagakan mantera mereka dihadapan beliau. Sabda beliau, tidak ada jeleknya. Siapa
yang sanggup diantara kalian memanfaatkan mantera untuk menolong saudaranya, hendaklah
dimanfaatkannya (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2062)

DALIL KEDUA BELAS


:

Dari Auf bin Malik Al Asyjai r.a. katanya : Kami biasa melakukan mantera pada masa jahiliyyah.
Lalu kami bertanya kepada Rasulullah SAW., Ya, Rasulallah ! Bagaimana pendapat anda tentang
mantera ? Jawab beliau, Peragakanlah manteramu itu dihadapanku. Mantera tidak ada salahnya
selama tidak mengandung syirik. (Hadits Shahih Riwayat Muslim, No. 2063)

DALIL KETIGA BELAS


, , : : .
Dari Said bin Abu Waqqash r.a. ia berkata : Rasulullah SAW, menjenguk saya, kemudian berdoa
: Allahummasyfi sadan, Allahummasyfi sadan, Allahummasyfi sadan . (H.R. Muslim)
Dari berbagai hadits yang saya kemukakan diatas, jelas sudah bahwa ruqyah pernah dicontohkan
oleh Nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya dan Nabi juga memperbolehkannya sebagaimana
tertera pada hadits-hadits diatas.
Bahkan, dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim diatas yakni nomor 2057, 2060, 2061-
Nabi memerintahkan jika mampu untuk menggunakannya guna menolong saudaranya (orang lain),
maka hendaklah dilakukannya.
Sedangkan mengenai pengkhususan pembacaan ayat tertentu yang digunakan untuk meruqyah,
Nabi Muhammad SAW telah mencontohkannya dengan pembacaan Surat Al-Muawwidzat yakni
surat al-falaq dan an-nas. Hal ini diperkuat juga dengan Asbabun Nuzul (latar belakang histories
turunnya ayat ) surat al-falaq dan an-nas tersebut. Berikut ini saya kutip Asbabun Nuzul turunnya
surat al-muawiidzat (surat al-falaq dan an-nas) yang ditulis oleh K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, dkk :
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW. pernah mengalami sakit parah. Maka,
datanglah kepada beliau dua malaikat, yang satu duduk disebelah kepala beliau dan yang satu lagi
disebelah kaki beliau. Berkatalah malaikat yang duduk disebelah kaki beliau kepada malaikat yang
duduk disebelah kepala beliau: Apa yang engkau lihat ? Ia menjawab: Beliau terkena guna-guna.
Dia bertanya lagi : Apa guna-guna itu ? Ia menjawab : Guna-guna itu sihir. Dia bertanya lagi :
Siapa yang membuat sihirnya ? Ia menjawab : Labib bin Asham al-Yahudi, yang sihirnya berupa
gulungan yang disimpan didalam sumur keluarga si anu di bawah sebuah batu besar. Datanglah
kesumur itu, timbalah airnya dan angkat batunya, kemudian ambilah gulungannya dan bakarlah.
Pada pagi harinya Rasulullah SAW mengutus Amar bin Yasir dan kawan-kawannya. Setibanya di
sumur itu, tampaklah airnya merah seperti air pacar. Air itu ditimbanya, dan diangkat batunya, serta
dikeluarkan gulungannya kemudian dibakar. Ternyata dalam gulungan itu ada tali yang terdiri atas
sebelas simpul. Kedua surat ini (Q.s. al-Falaq dan an-Nas) turun berkenaan dengan peristiwa
tersebut. Setiap kali Rasulullah SAW mengucap satu ayat, terbakarlah simpulannya.

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi didalam Kitab Dalaa-ilun Nubuwwah, dari al-Kalbi, dari Abu Shalih,
yang bersumber dari Ibnu Abbas.

Dalam riwayat yang lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi membuat makanan untuk Rasulullah
SAW., setelah memakan makanan itu, tiba-tiba Rasulullah SAW sakit keras, sehingga shahabat-
shahabatnya mengira bahwa penyakit itu timbul akibat perbuatan Yahudi itu. Maka turunlah Jibril
membawa dua surat itu (Q.s. al-Falaq dan an-Nas) serta membacakan taawud. Seketika itu juga
Rasulullah SAW keluar menemui shahabat-shahabatnya dalam keadaan sehat wal afiyat.
Diriwayatkan oleh Abu Nuaim didalam Kitab ad-Dalaa-il, dari Abu Jafar ar-razi, dari ar-Rabi bin
Anas, yang bersumber dari Anas bin Malik.

Itulah telah saya kutibkan Asbabun Nuzul turunnya Q.s. al-Falah dan an-Nas sebagai penguat dari
hadits Rasulullah SAW tentang surat al-Muawwidzat yang digunakan untuk meruqyah.

Mengenai ruqyah yang dianggap mampu mengurangi ketawakalan kita kepada Allah SWT, maka
perlu diketahui bahwa tawakal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT yang mstinya
setelah kita berusaha. Allah SWT telah berfirman :
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri.
Dalam ayat tersebut diatas, jelas bahwa Allah memerintahkan kita untuk berusaha dalam segala hal,
termasuk juga dalam hal mencari obat/dalam hal kesehatan. Usaha tersebut dapat berupa usaha
dhahir (mencari obat dengan medis) ataupun dengan cara bathin (pengobatan dengan doa, ayat-
ayat al-quran atau yang sering disebut dengan ruqyah).
Jika penyakit itu adalah penyakit dhahir (seperti; influenza, kanker, batuk, panu, kadas, dll) maka
pengobatannya dengan menggunakan pengobatan dhohiriyyah (pengobatan medis), namun jika itu
adalah penyakit yang disebabkan kerena SIHIR maka jelas tidak akan mampu sembuh dengan
pengobatan secara medis, dan mestinya harus diobati dengan cara ruqyah (bathin). Jadi, ruqyah
tidak akan menghilangkan/mengurangi ketawakalan kita kepada Allah SWT karena ruqyah hanyalah
suatu sebab dari pada kesembuhan suatu penyakit (khususnya yang disebabkan karena sihir).

KESIMPULAN
Dari pemaparan dan keterangan yang telah saya kemukakan tersebut, maka dapat kita ambil suatu
kesimpulan bahwa :
1. Ruqyah merupakan pengobatan secara islam dan telah dituntunkan atau dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW didalam Sunnahnya, jadi hukumnya adalah Mubah (Boleh).
2. Kebolehan dari ruqyah, sesuai dengan kesepakatan para ulama, dengan syarat :
a. Dengan menggunakan Firman Allah SWT, atau asma dan sifat-Nya atau Sabda Rasulullah SAW;
b. Diucapkan dengan bahasa arab atau dengan bahasa lain yang dapat difahami maknanya;
c. Tidak ada unsur kesyirikan karena sekali lagi saya tegaskan bahwa hanya Allah yang mampu
menyembuhkan segala macam penyakit dan ruqyah adalah hanya salah satu dari sarana/sebab
saja.
3. Ruqyah tidak mengurangi tawakal karena ruqyah adalah salah satu bentuk usaha untuk mencari
kesembuhan dari suatu penyakit (khususnya penyakit karena sihir) dan selebihnya Allah-lah yang
akan menyembuhkannya.
4. Pengkhususan pembacaan ayat-ayat khusus dalam ruqyah adalah boleh, karena itu telah
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya.

AH
Date: November 6, 2009Author: Perdana Akhmad S.Psi5 Komentar

Dibawah ini adalah deretan para ulama terkenal yang pendapatnya diikuti hingga
sekarang, jika masih ada yang menganggap ruqyah itu tidak ada tuntunannya dari islam,
tidak pernah dicontohkan dari nabi dan para sahabat maka orang yang mengatakan itu
tentu bukanlah umat Islam.

Para pengingkar sunnah itu punya agama baru yang melarang segala bentuk ruqyah,
punya ulama khusus (yang ahli tenaga dalam/ilmu metafisik) yang melarang ruqyah,
punya nabi dan para sahabat sendiri yang tidak pernah mencontohkan ruqyah.

Silahkan membentuk aliran kepercayaan baru namun jangan mengatas namakan


Islam sebab islam mensunnahkan ruqyah yang telah dijelaskan oleh para ulama kami,
ulama umat islam.

berikut ini fatwa para ulama :

Dalam Al Qamusul Muhith Imam Majduddin Muhammad bin Yaqub Al


Fairuz Abady halaman 1161 menyebutkan :


Ar Ruqyatu dengan Ra didhammah artinya memohon perlindungan.
Ruqyah berasal dari kata :


yang artinya meniup dalam memohon perlindungan.

Muhammad binAhmad Al Azhari dalam Tahdzibul Lughah 9/293 :


Raqi (seorang peruqyah) melakukan ruqyah apabila ia
membaca doa perlindungan dan meniup.

Ibnul Atsir dalam An Nihayah fi Gharibil Hadits 3/254 :




Ar Ruqyatu dengan Ra didhammah artinya

memohon perlindungan apabila ia diruqyahkan bagi orang yang terkena bala atau
bencana, demam, dan yang lainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmuul Fatawa
10/195 : Ruqyahartinya memohon perlindungan. Al Istirqa adalah memohon dirinya
agar diruqyah.Ruqyah termasuk bagian dari doa.
Ibnu Taimiyyah berkata, Adapun pengobatan orang yang kesurupan
denganruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila
bacaan ruqyah tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan
dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah
ditegaskan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan
penggunaan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR.Muslim No.2200,
red). Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada
kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung kekufuran, maka tidak
seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun terkadang dengan kalimat
tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang kesurupan. Karena bahaya kekufuran
lebih besar adanya daripada manfaat kesembuhan yang diperoleh. (Majmuul Fatawa
: 23/277).
Saad Muhammad Shadiq dalam ShiraBainal Haq wal Bathil halaman 147
berkata : Ruqyah pada hakekatnya adalah berdoa dan tawassul untuk memohon
kepada Allah kesembuhan bagi orang yang sakit dan hilangnya gangguan dari
badannya.
Syekh Nashiruddin al-Albani berkata, Ruqyah adalah doa yang dibaca untuk
mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Quran dan hadits Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam yang shahih. Sedangkan apa yang bisa dibaca oleh seseorang yang
terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak jadi ada unsur
kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang. (Kitab
Dhaif Sunan Tirmidzi : 231).
Imam Nawawi juga telah berkata, Ruqyah dengan ayat-ayat al-Quran dan
dengan doa-doa yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah
suatu hal yang tidak terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah
dikabarkan para ulama bahwa mereka telah bersepakat (ijma) bahwa ruqyah
dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Quran atau doa-doa yang
diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. (Shahih Muslim bi Syarhin
Nawawi : 14/341).
Imam Nawawi menukil perkataan Syekh al-Maziri, Semua ruqyah itu boleh
apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau Sunnah Rasul. Dan ruqyah itu
terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab atau dengan bahasa yang tidak dipahami
maknanya, karena dikhawatirkan ada kekufuran di dalamnya. (Shahih Muslim bi
Syarhin Nawawi : 13/341).
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:Adapun ruqyah (jampi/mantera)
dengan ayat-ayat Al Quran, dan dzikir-dzikir yang maruf (dikenal), maka hal itu tidak
dilarang, bahkan sunah. DI antara mereka ada yang mengatakan dalam
mengkompromikan dua hadits (yang nampak bertentangan), sesungguhnya pujian untuk
meninggalkan ruqyah menunjukkan afdhaliyah (hal yang lebih utama), dan kejelasan
tawakkal. Dan, orang yang melakukan ruqyah dan diizinkannya hal itu menunjukkan
kebolehannya tetapi itu meninggalkan hal yang lebih utama. Inilah yang dikatakan Ibnu
Abdil Bar, dia menceritakan dari orang yang menceritakannya. Sikap yang dipilih adalah
yang pertama. Mereka telah menukil tentang ijma bolehnya ruqyah dengan ayat-ayat dan
kalimat dzikrullah Taala. (Syarh Shahih Muslim, 7/325)
Syekh Ibnu Hajar al-Asqalani dengan mengutip perkataan Imam
Qurthubi, Termasuk ruqyah yang dibolehkan adalah terdiri dari kalam Allah (al-
Quran) atau asma-Nya, atau yang doa yang telah diajarkan Rasulullah. (Kitab
Fathul Bari : 10/196).
Syekh Hafizh bin Ahmad Hakami berkata, Ruqyah yang terlarang
adalahruqyah yang tidak terdiri dari al-Quran atau as-Sunnah dan tidak berbahasa
Arab.Ruqyah seperti itu termasuk bacaan untuk mendekatkan diri kepada syetan.
Sebagaimana yang dilakukan oleh pata dukun dan tukang sihir. Bacaan seperti itu juga
banyak dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan rajah seperti Kitab Syamsul Maarif dan
Syumusul Anwar dan lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam untuk merusak
Islam, padahal sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam itu. (Kitab Alamus
Sunnah al-Mansyurah : 155).
Seorang ahli Fiqh dan Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi
berkata,Ruqyah adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh
kesembuhan dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak dengan izin Allah. Tidak
bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi justru itulah yang
disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan ruqyah) ada yang dianjurkan, seperti
surat al-Fatihah dan al-Muawwidzatain. Dan ada juga yang dilarang,
seperti ruqyah orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang India dan lainnya. Karena
dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu Imam Malik dan yang lainnya
melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena dikhawatirkan di dalamnya
mengandung suatu yang haram. (Kitab al-Furuq : 4/147).
DR.Abdullah bin Ahmad at-Thayyar berkata, Ruqyah syirkiyyah (yang
mengandung syirik) adalah bacaan yang di dalamnya memohon pertolongan kepada
selain Allah SWT. Dan termasuk memohon pertolongan dan perlindungan kepada selain
Allah, seperti meruqyah dengan nama-nama jin, malaikat, nabi dan orang-orang
shahih. (Kitab Fathul Haqqil Mubin : 106).
Imam Al Maziri Rahimahullah mengatakan:Semua ruqyah adalah boleh jika
berasal dari kitabullah atau dzikir. (Ibid)
Imam Abul Abbas Al Anhari Al Qurthubi Rahimahullah dalam kitab
syarahnya terhadap Shahih Muslim, menjelaskan setelah memaparkan hadits-
hadits tentang keringanan untuk melakukan ruqyah: (Hadits ini) merupakan dalil
bahwa pada dasarnya ruqyah itu terlarang, sebagaiana yang telah dijelaskan
sebelumnya, sebagaimana riwayat: Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang
ruqyah. Ini adalah larangan secara mutlak, karena dahulu mereka melakukan ruqyah
ketika jahiliyah dengan berisi kesyirikan dan kata-kata yang tidak dimengerti, dan
mereka meyakini bahwa ruqyah inilah yang memberikan pengaruh. Kemudian, ketika
mereka masuk Islam yang seperti itu telah dihilangkan dari mereka, karena Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang itu secara umum, agar larangan tersebut lebih
kuat dan upaya pencegahan. Kemudian, ketika mereka menanyakannya dan
mengabarkannya, bahwa mereka mendapatkan manfaat dari itu, maka mereka mendapat
keringanan pada sebagian hal itu. Nabi bersabda: Tunjukkan kepadaku ruqyah kalian,
tidak apa-apa jika tidak terdapat syirik di dalamnya. Maka beliau membolehkan ruqyah
untuk setiap bentuk malapetaka seperti sakit, luka, bisul, demam, penyakit mata jahat,
dan lainnya, jika ruqyah tersebut dengan kalimat yang bisa difahami dan tidak terdapat
kesyirikan di dalamnya, dan tidak sesuatu yang terlarang. Yang paling utama dan
bermanfaat adalah: ruqyah yang berasal dari asma Allah dan firmanNya, firman Allah
dan ucapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. (Al Mufhim Lima Asykala Ala
Talkhishi Kitabi Muslim, 18/65. Maktabah Misykah)
Imam Badruddin Al Aini Rahimahullah menjelaskan:Bolehnya ruqyah dengan
sesuatu dari Kitabullah, dan juga dengan doa-doa yang matsur atau yang serupa
dengan itu. Tidak boleh dengan lafaz-lafaz yang tidak diketahui maknanya, berupa lafaz
yang bukan bahasa Arab. DI dalamnya terdapat perbedaan pendapat. Asy Syabi,
Qatadah, Said bin Jubeir, dan segolongan lainnya mengatakan ruqyah adalah hal yang
dibenci. Wajib bagi seorang mukmin untuk meninggalkannya sebagai upaya memegang
teguh kepada Allah Taala dan bertawakkal atasNya, percaya denganNya, dan
memutuskan hubungan dengan ruqyah. (Umdatul Qari, 18/303. Maktabah Misykah)
Fatwa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al Ilmiah wal Ifta: Fatwa ini ditanda tangani
oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Abdullah bin Sulaiman bin Mani,
Syaikh Abdurrazzaq Afifi, dan Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Ghudyan.
Pertanyaan kedua, fatwa No. 143:Jika seorang laki-laki yang meminta diruqyah
sakitnya, dia dituliskan untuknya sebagian ayat-ayat Al Quran, dan si peruqyah berkata:
letakkan ini di air dan minumlah airnya, bolehkah atau tidak?

Jawab:

Dahulu pernah dijawab oleh Darul Ifta pertanyaan semisal , sebagai berikut: Tulisan
sebagian ayat Al Quran pada wadah, atau lembaran, lalu dibasuhkannya air tersebut atau
meminumnya, adalah boleh. Sesuai keumuman ayat: dan Kami turunkan dari Al Quran
suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Isra (17):
82). Al Quran adalah obat bagi hati dan badan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al
Hakim dalam Al Mustadrak dan Ibnu Majah dalam Sunannya, dari Ibnu Masud
Radhiallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Hendaklah
kalian berobat dengan madu dan Al Quran. Dan juga yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari Ali Radhiallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: Sebaik-
baiknya obat adalah Al Quran. Juga diriwayatkan oleh Ibnu As Sunni dari Ibnu Abbas
Radhiallahu Anhuma: Jika seorang wanita kesulitan melahirkan, ambil-lah wadah
bersih dan tulis di atasnya: Kaannahum yauma yaraunaha maa yuadun. (Pada hari
mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka. QS. Al Ahqaf (46): 35), juga
ayat: Kaannahum yauma yaraunaha lam yalbatsu (pada hari mereka melihat hari
berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia). QS. An Naziat (79):
46), juga ayat: Laqad kaana fi qashashihim ibratul li ulil albab (Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. QS.
Yusuf (12): 111). Lalu dimandikan dan dikucurkan kewanita itu, dan dipercikkan ke
perutnya dan wajahnya. (Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al Ilmiah wal Ifta, 1/245.
Tahqiq: Ahmad bin Abdurraziq Ad Duwaisy

Ruqyah menurut syara


Ruqyah adalah bacaan sebagai pengobatan syari untuk melindungi diri dan untuk
mengobati orang sakit. Bacaan ruqyah berupa ayat ayat al-Quran dan doa-doa yang telah
diajarkan oleh Rasulullah SAW atau lainnya. Berikut Pendapat ulama mengenai hukum
melakukan ruqyah, yaitu :
1.Imam Nawawi mengatakan :
Mustahab (dianjurkan) dibaca al-Fatihah atas orang yang kena sengatan dan orang sakit.1

2.Sayyed Alawi al-Saqaf berkata :


Mustahab (dianjurkan) ruqyah dan tidak khusus serta tidak tergantung hanya kepada
orang sakit, khilaf dengan yang berpendapat syaz. Yang lebih afdhal adalah ruqyah dengan
yang warid, kemudian dengan ucapan taawuz, karena kandungannya minta perlindungan
dari segala hal-hal yang tidak disukai secara global dan rinci.

Sayyed Alawi al-Saqaf, selanjutnya mengatakan :


Kebolehan itu dengan syarat pada setiap ruqyah jauh dari nama-nama dan perkataan-
perkataan yang tidak diketahui maknanya, karena nama dan perkataan-perkataan tersebut
kadang-kadang mengandung kekufuran karena mengandung sumpah dengan malaikat atau
jin dan membesarkan jin dengan seperti mensifatinya dengan tatsir (memberi bekas) atau
ketuhanan.2

Dalil-dalil fatwa di atas, sebagai berikut :


1. Firman Allah SWT Q.S. Fushilat: 44

Artinya : Katakanlah, Al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang orang yang
beriman.(Q.S. Fushilat: 44)

2.Firman Allah SWT Q.S. Al-Isra : 82


Artinya : Dan Kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang orang yang beriman.(Q.S. Al-Isra : 82)

3.Firman Allah SWT Q.S. Yunus : 57,





Artinya : Hai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari
Rabb kalian, dan penyembuh bagi penyakit penyakit (yang berada) didalam dada, dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.(Q.S. Yunus: 57)

4. Hadits riwayat Auf bin Malik al-Asyjai




Artinya : Dari Auf bin Malik al-Asyjai, beliau berkata, Dahulu kami meruqyah di masa
jahiliyyah. Lalu kami bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang hal itu?
Beliau menjawab, Tunjukkan kepadaku ruqyah-ruqyah kalian. Ruqyah-ruqyah itu tidak
mengapa selama tidak mengandung syirik. (HR. Muslim)3

Pada masa jahiliyah, telah dikenal pengobatan ruqyah. Namun ruqyah kala itu banyak
mengandung kesyirikan. Misalnya menyandarkan diri kepada sesuatu selain Allah,
meyakini kesembuhan dari benda benda tertentu dan lainnya. Setelah Islam datang, maka
Rasulullah SAW melarang ruqyah-ruqyah secara mutlaq kecuali yang tidak mengandung
kesyirikan. Berdasarkan hadits ini, juga dapat dipahami bahwa tidak boleh melakukan
ruqyah yang terdiri dari perkataan-perkataan tidak diketahui maknanya sebagaimana fatwa
Sayyed Alawi al-Saqaf di atas.
5. Hadits riwayat Abu Said Al-Khudri r.a.:



Artinya : Bahwa beberapa orang di antara sahabat Rasulullah SAW sedang berada dalam
perjalanan melewati salah satu dari perkampungan Arab. Mereka berharap dapat menjadi
tamu penduduk kampung tersebut. Namun ternyata penduduk kampung itu tidak mau
menerima mereka. Tetapi ada yang menanyakan: Apakah di antara kalian ada yang dapat
menjampi? Karena kepala kampung terkena sengatan atau terluka. Seorang dari para
sahabat itu menjawab: Ya, ada. Orang itu lalu mendatangi kepala kampung dan
menjampinya dengan surat Al-Fatihah. Ternyata kepala kampung itu sembuh dan
diberikanlah kepadanya beberapa ekor kambing. Sahabat itu menolak untuk menerimanya
dan berkata: Aku akan menanyakannya dahulu kepada kepada Nabi SAW. Dia pun pulang
menemui Nabi SAW dan menuturkan peristiwa tersebut. Dia berkata: Ya Rasulullah! Demi
Allah, aku hanya menjampi dengan surat Al-Fatihah. Mendengar penuturan itu: Rasulullah
saw. tersenyum dan bersabda: Tahukah engkau bahwa Al-Fatihah itu merupakan jampi?
Kemudian beliau melanjutkan: Ambillah imbalan dari mereka dan sisihkan bagianku
bersama kalian. (H.R. Muslim)4

Imam Nawawi mengatakan hadits ini menerangkan bahwa al-Fatihah dapat menjadi
ruqyah. Oleh karena itu mustahab (dianjurkan) dibaca atas orang yang kena sengatan
binatang dan orang sakit.5

Anda mungkin juga menyukai