Anda di halaman 1dari 19

ADAB MENJENGUK ORANG SAKIT

http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/akhlak/819-adab-
menjenguk-orang-sakit / 19 januari 2016

ada seorang muslim pun yang membesuk saudaranya yang sakit,


melainkan Allah mengutus baginya 70.000 malaikat agar
mendoakannya kapan pun di siang hari hingga sore harinya, dan
kapan pun di sore hari hingga pagi harinya. (musnad ahmad
2/110, syaikh ahmad syakir mengatakan bahwa sanadnya
shahih).

Syaikh Ahmad Abdurrahman al


Banna dalam syarahnya menjelaskan, ‘Shalawat malaikat bagi
anak adam ialah dengan mendoakan agar mereka diberi rahmat
dan maghfirah. Sedang yang dimaksud dengan ‘kapanpun di
siang hari’ yakni waktu ia menjenguk. Jika ia menjenguknya di
siang hari, maka malaikat mendoakannya hingga sore hari dan
bila ia menjenguknya di malam hari, maka malaikat
mendoakannya hingga pagi. Oleh karena itu, orang yang berniat
hendaknya berangkat sepagi mungkin di awal siang, atau
bersegera begitu malam menjelang, agar semakin banyak
didoakan malaikat.
‘Siapa yang membesuk orang sakit di pagi hari akan diiring oleh
70.000 malaikat, semuanya memohonkan ampun untuknya
hingga sore hari, dan ia mendapat taman di jannah. Jika ia
membesuknya di sore hari, ia akan diiring oleh 70 ribu malaikat
yang semuanya memintakan ampun untuknya hingga pagi, dan ia
mendapat taman di jannah.’ (musnad ahmad 2/206, hadits 975.
Syaikh ahmad syakir menilai hadits ini shahih)

AKU SAKIT, TETAPI KAMU TIDAK MENJENGUK-KU!

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah


shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pada hari
kiamat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‘Hai Anak Adam, Aku Sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.’

Dia berkata. ‘Wahai Rabb-ku, bagaimana saya menjenguk-Mu,


padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?!’

Dia berfirman, ‘Tidak tahukah kamu bahwa hamba-Ku, fulan,


sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Tidak tahukah kamu jika
kamu menjenguknya, kamu akan mendapati Aku berada di sisi-
Nya.’

(diriwayatkan oleh Muslim, no. 2569)

HUKUM MENJENGUK ORANG SAKIT

Menjenguk orang sakit diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu


‘Alaihi wa Sallam. Al Bara bin Azib radhiyallahu anhu
meriwayatkan, “Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita
tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah,
menjenguk orang sakit, memenuhiundangan, menolong orang
yang teraniaya, melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan
mendoakan orang yang bersin. Dan beliau melarang kita
memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas, kain
sutera, dibaj (sutera halus), qasiy (sutera kasar),
dan istibraq(sutera tebal). (Bukhari no.1239; Muslim no.2066)

Hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menjenguk orang


sakit, membuat Imam Bukhari membuat “bab Wujubi ‘Iyadatil-
Maridh” (Bab Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di dalam kitab
shahih nya.

Imam Ath Thabari menekankan bahwa menjenguk orang sakit


merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan berkah (dari
Allah datang lewat diri) nya, disunnahkan bagi orang yang
memelihara kondisinya, dan mubah bagi mereka.

Imam Nawawi mengutip kesepakatan ulama bahwa menjenguk


orang sakit hukumnya bukan wajib, yakni wajib ‘ain, (melainkan
wajib kifayah).

MANFAAT MENJENGUK ORANG SAKIT

Selain mendapat keutamaan sebagaimana hadits-hadits yang


disebutkan diatas, menjenguk orang sakit memiliki beberapa
manfaat, diantaranya:

1. Menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan


kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang-orang
disekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh dari
sakitnya. Hal ini dapat menentramkan hati si sakit.
2. Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat,
motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi
kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit
yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk
sembuh.
3. mencari tahu apa yang diperlukan si sakit.
4. mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit.
5. mendoakan si sakit
6. melakukan ruqyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Al
Quran) yang syar’i.

MESKI SAKIT RINGAN, TETAP DIJENGUK!

Hadits-hadits yang ada, menyuruh dan mengajurkan untuk


menjenguk orang sakit, baik yang sakit kecil maupun dewasa,
anak-anak maupun orang tua, dari kaum laki-laki maupun wanita.
Sakit ringan maupun berat. Yang sakit terpelajar atau bukan,
orang kota maupun desa, pejabat maupun rakyat jelata, miskin
maupun kaya, mengerti makna menjenguk orang sakit atau pun
tidak.

Menjenguk orang sakit tetap dianjurkan, bahkan terkadang,


dalam kondisi tertentun menjadi wajib, tanpa melihat bentuk
penyakit tersebut, apakah tergolong parah atau ringan. Hal ini
sudah mulai memudar di antara kita, bahkan seringkali sebagian
kita hanya merasa perlu menjenguk teman, saudara, atau
kenalan yang sakit; jika sudah masuk rumah sakit. Sekian lama
terbaring di rumah, hanya sedikit yang menjenguknya. Apalagi
jika penyakit tersebut digolongkan penyakit ringan. Padahal, nabi
shallallahu alaihi wa sallam menjenguk salah seorang
sahabatnya yang ‘hanya’ sakit mata. Sakit mata biasa, bukan
sejenis kebutaan atau penyakit mata berat lainnya!

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata, ‘mengenai menjenguk orang yang


sakit mata, bahkan sudah ada hadits khusus yang
membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia
menceritakan, ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
menjenguk saya karena saya sakit mata.’ (lihat adabul mufrad,
no.532)

MENJENGUK LAWAN JENIS?

Wanita boleh menjenguk laki-laki yang sedang sakit, ataupun


sebaliknya; meskipun bukan mahramnya. Akan tetapi, hal ini
dengan syarat aman dari fitnah, menutup aurat, dan tidak terjadi
khalwat (berduaan dengan lawan jenis).

Aisyah radhiyallahu anha meriwayatkan, Ketika Rasulullah


shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan
Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui
mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai
Bilal, bagaimana keadaanmu?” (HR. Bukhari no.5654)

Ibnu Syihab meriwayatkan dari Abu Umamah bin Sahal bin


Hanaif, ‘Bahwa dirinya diberitahu bahwasanya ada seorang
wanita miskin yang sedang sakit. Kemudian Rasulullah
Shallallahu Alahi wa Sallam pun diberitahu tentang sakitnya
wanita tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
dahulu suka menjenguk orang-orang miskin dan menanyakan
keadaan mereka.” (HR. Malik, Al Muwaththo’ no.531)
BOLEHKAH MENJENGUK ORANG MUSYRIK?

Menjenguk orang kafir oleh sabagian ulama dihukumi makruh.


Hal ini dikarenakan: secara implisit (tidak langsung) merupakan
penghormatan kepada mereka. (lihat At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar,
24/276).

Namun sebagia ulama yang lain berpendapat bolehnya


menjenguk orang kafir apabila ada harapan untuk masuk islam.
Pendapat ini lebih dekat kepada apa yang dilakukan oleh
Rasullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Anas bin Malik meriwayatkan, ‘Bahwasanya ada seorang anak


muda Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam. Dia sakit, lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda, ‘Masuklah
Islam!” Maka dia pun masuk Islam.” (HR. Bukhari no.5657)

Sa’id bin Musayyib meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata,


‘Ketika Abu Thalib hendak dijemput kematian. Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatanginya seraya bersabda,
‘Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illa Allah’ sebuah kalimat yang bisa aku
jadikan sebagai hujjah untukmu di sisi Allah kelak.’ (HR. Bukhari
no.6681)

KAPAN WAKTU MENJENGUK ORANG SAKIT?

Tidak ada keterangan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang


menerangkan waktu-waktu tertentu untuk menjenguk orang
sakit. Oleh karena itu, dapat dilakukan kapan saja, selama tidak
merepotkan si sakit dan keluarganya.
Salah satu alasan menjenguk orang sakit adalah meringankan
penderitaan si sakit dan memberinya dukungan moral, sehingga
sangat tidak bijaksana jika kedatangan kita malah merepotkan
yang bersangkutan.

Waktu yang tepat untuk menjenguk berbeda-beda pada setiap


keadaan. Berbeda-beda dari waktu ke waktu dan antara satu
tempat dengan tempat lainnya. Oleh karena itu, kita harus jeli
mencari waktu yang pas untuk menjenguk, mampu
memperkirakan kondisi si sakit & keluarganya (sedang
beristirahat atau tidak, sedang banyak tamu atau tidak, dan lain
sabagainya).

PERSINGKAT WAKTU KUNJUNGAN!

Hendaknya kita memperhatikan waktu ketika menjenguk orang


sakit. Jangan sampai terlalu lama, karena hal ini bisa membebani
bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.

Ibnu Thowuss mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata,


‘Sebaik-baik kunjungan kepada orang sakit ialah yang paling
singkat.’

Asy-Sya’bi mengatakan, ‘Kunjungan orang dungu lebih berat


dirasakan oleh keluarga si sakit daripada sakitnya salah seorang
angota keluarga mereka. Yaitu, orang yang datang menjenguk
pada waktu yang tidak tepat dan duduk terlalu lama.’ (lihat At-
Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/277)

Namun, apabila si sakit suka berlama-lama dengan


penjenguknya, dan ingin dikunjungi sesering mungkin, maka
sebaiknya keinginan tersebut dikabulkan oleh si penjenguk.
Sebab, hal ini berarti memberikan kegembiraan dan dukungan
moral kepada si sakit.

Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa


Sallam terhadap Sa’ad bin Mu’adz sewaktu ia menjadi korban
perang Khandaq. Ketika itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
memerintahkan agar Sa’ad dibuatkan kemah di dalam masjid
agar beliau bisa menjenguknya dari dekat. Sahabat mana yang
tidak suka ditunggui oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
dikunjungi berulang kali? (lihat Bukhari no.463)

BERAPA KALI MENJENGUK SESEORANG?

Hal ini dikembalikan kepada kebiasaan, kondisi penjenguk,


kondisi si sakit, berapa jauh hubungan yang bersangkutan
dengan si sakit.

Orang yang lama jatuh sakit, maka dia dijenguk dari waktu ke
waktu, dalam hal ini tidak ada batasan waktu tertentu.

MENJENGUK ORANG YANG PINGSAN ATAU KOMA

Orang sakit yang dapat merasakan kehadiran kita dan yang tidak
dapat merasakan kehadiran kita (misalnya karena pingsan atau
koma), sama-sama memiliki hak untuk dijenguk. Janganlah kita
enggan menjenguknya, dengan alasan, toh…mereka tidak tahu
dijenguk atau tidak…mereka tidak dapat merasakan kehadiran
kita.
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, ‘Anjuran menjenguk orang
sakit tidak hanya ditujukan agar si sakit mengetahui
penjenguknya. Sebab, di balik kunjungan itu ada dukungan moral
kepada keluarganya, harpaan mendapatkan berkah dari doa
penjenguk, sentuhan tangannya kepada si sakit, meniupkan
bacaan mu’awwidzat, dan lain-lain.’ (Fathul baari, 10/119)

DIMANA POSISI DUDUK PENJENGUK?

Orang yang menjenguk, dianjurkan duduk di dekat si sakit.

‘Adalah nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menjenguk


orang sakit, beliau duduk di sisi kepalanya.’ (HR. Bukhari dalam
Adabul Mufrad, no.536, hadits shahih)

Diantara manfaat duduk di sisi kepala si sakit: memberi rasa


akrab kepada si sakit, dan memungkinkan bagi penjenguk untuk
menyentuh si sakit, memanjatkan doa untuknya, meniupnya
dengan ruqyah, dan lain sebagainya.

MENANYAKAN KEADAAAN SI SAKIT

Ada baiknya kita menanyakan keadaan si sakit, sebagaimana


yang dilakukan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha, Ketika
Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu
Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku
menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’
‘Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?” (HR. Bukhari no.5654)

JANGAN PAKSA SI SAKIT BERCERITA PANJANG LEBAR!


Diantara maksud mengunjungi si sakit adalah untuk meringankan
kan penderitaannya, oleh karena itu jangan sampai membebani
bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.

Satu hal yang dapat membebani si sakit atau keluarganya adalah


pertanyaan kronologis musibah atau penyakit. Si sakit atau
keluarga diminta untuk menceritakan kronologis kejadian yang
cukup panjang; dan repotnya lagi, cerita ini harus diceritakan
berulang kali karena hampir setiap pembesuk menanyakan, ‘awal
mulanya bagaimana?’ ; ‘kejadiannya bagaimana?’ 1

HIBUR & BERIKAN HARAPAN SEMBUH!

Ada baiknya penjenguk menghibur si sakit atau keluarga si sakit


dengan pahala-pahala yang akan di dapat mereka.

‘Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau


yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai
kesalahannya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-
daunnya.’ (HR. Muslim)

‘Cobaan itu akan selalu menimpa seorang mukmin dan


mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya, ataupun pada
hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa
sedikitpun.’ (HR. Tirmidzi)

‘Saat orang-orang tertimpa musibah diberi pahala di hari kiamat


nanti, orang-orang yang selamat dari berbagai musibah tersebut
berharap seandainya dahulu di dunia kulit mereka dikerat dengan
gergaji besi…’ (HR. Tirmidzi)
Ada baiknya pula penjenguk memberikan harapan sembuh
kepada si sakit. Misalnya dengan mengatakan. ‘Tidak perlu
kuatir, insya Allah Anda akan sembuh.’ atau ‘penyakit ini tidak
berbahaya, Anda akan segera sembuh,insya Allah.’ atau kalimat-
kalimat lain yang dapat menumbuhkan semangatnya untuk
sembuh.

JANGAN MENAKUT-NAKUTI!

Apa yang kita sampaikan kepada si sakit maupun keluarganya,


harus kita perhatikan benar-benar. Ucapkanlah kalimat-kalimat
yang baik, yang dapat menumbuhkan motivasi atau meringankan
musibah yang dialami mereka. Jangan sampai apa yang kita
sampaikan malah menimbulkan rasa takut & cemas terhadap si
sakit maupun keluarganya.

Diantara yang dapat menimbulkan rasa takut adalah cerita atau


kabar bahwa seseorang mengalami hal yang sama, namun
berakhir dengan cacat seumur hidup, dengan kematian….; kalau
maksud yang bercerita adalah agar keluarga si sakit berhati-hati
dan waspada terhadap musibah yang diderita si sakit, alangkah
baiknya jika di kemas dengan kalimat-kalimat yang baik.2

MEMAHAMI KELUHAN SI SAKIT

Keluhan yang diucapkan si sakit ada dua kemungkinan:

Pertama, diucapkan sebagai ekspresi kekesalan dan


kejengkelan. Hal ini tentnu saja dilarang oleh agama Islam,
karena merupakan indikator lemahnya keyakinan dan tidak rela
terhadap qadha dan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila
kita mendengar keluhan semacam ini, si sakit segera diingatkan,
dinasehati dengan cara yang baik.

Kedua, diucapkan dalam rangka memberi informasi tentang


dirinya tanpa mengharap belas kasih kepada makhluk dan tidak
pula menggantungkan harapan kepada mereka. Hal ini tentu saja
boleh dilakukan, bahkan didukung oleh dalil syari:

Ibnu Mas’ud meriwayatkan:

‘Aku pernah menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,


sementara beliau sedang menderita demam. Lalu aku
menyentuhnya dengan tanganku, kemudian aku mengatakan,
‘Sungguh, Engkau menderita demam yang sangat berat.’ Beliau
menjawab, ‘Ya, seperti layaknya demam yang diderita oleh dua
orang dari kalian.’ ‘Engkau mendapat dua pahala?’ tanya Ibnu
Mas’ud. Beliau menjawab ,’Ya. Tidaklah seorang muslim
mengalami penderitaan -sakit dan sebagainya- melainkan Allah
akan merontokkan keburukan-keburukannyaa sebagaimana
pohon merontokkan daunnya.” (HR. Bukhari no.5667)

MENANGIS DI TEMPAT ORANG YANG SAKIT?

Yang nampak dari kita, hukumnya boleh. Sebab, Abdullah bin


Umar meriwayatkan,

‘Sa’ad bin Ubadah pernah mengeluhkan sakit yang di deritanya,


kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang
menjenguknya bersama dengan Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin
Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika beliau
menemuinya, beliau mendapatinya sedang dikerumuni oleh
keluarganya. Lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia sudah
meninggal?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ya Rasulullah!’ Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis, dan ketika orang-orang
melihat tangisan nabi, maka mereka pun menangis. Lalu beliau
bersabda, ‘Tidakkah kalian mendengar, sesungguhnya Allah tidak
mengadzab karena linangan air mata maupun kesedihan hati,
melainkan mengadzab karena ini -dan beliau menunjuk ke arah
lidahnya- atau Dia berbelas kasih. Dan sesungguhnya mayit itu
akan disiksa karena tangisan keluarganya yang meratapi
(kepergian) nya.’ (HR. Bukhori no.1304)

MENDOAKAN SI SAKIT

Orang yang menjenguk orang sakit hendaknya tidak berkata-kata


kecuali sesuatu yang baik. Sebab para malaikat akan mengamini
apa yang akan diucapkannya.

Dari Ummu Salamah, doa mengatakan bahwa Rasulullah


Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

‘Apabila kamu mendatangi orang sakit atau mayit, maka


ucapkanlah kata-kata yang baik. Karena sesungguhnya
malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan.’
Kemudian, kata Ummu Salamah, ketika Abu Salamah
meninggal dunia, aku pun mendatangi Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam seraya mengatakan, ‘Ya Rasulullah,
Abu Salamah sudah meninggal dunia.’ Beliau lantas
bersabda, ‘Ucapkanlah: Ya Allah, ampunilah aku dan
dia, dan berilah aku pengganti yang baik.‘ Ummu
Salamah berkata, ‘Lalu aku mengatakannya. Kemudian
Allah memberiku pengganti yang lebih baik bagiku
daripada dia (Abu Salamah), yakni Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam.’ (HR. Muslim no.919)

Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan berdoa agar si


sakit diberikan rahmat, ampunan, kebersihan dari dosa,
keselamatan, dan kebebasan dari penyakit. Diantara doa yang
pernah dibaca oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa
Sallam:

1. Mengucapkan: “Laa ba’sa thohuurun in syaa’allooh.” ‘tidak


mengapa, semoga dapat membersihkan kamu (dari dosa) insya
Allah.’ (riwayat Bukhari dalam al fath: 10/118)

Kata ‘tidak mengapa’ maksudnya ialah bahwa sakit itu dapat


menghapus kesalahan. Jika mendapat kesembuhan setelah
sakit, maka berarti mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Dan
jika tidak, maka akan mendapatkan keuntungan berpa
penghapusan dosa.

2. Membaca doa: “ As alukalloohal-’azhiima, robbal


‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka.” (7x) “Aku memohon kepada Allah
yang Maha Agung, Rabb ‘Arsy yang agung agar
menyembuhkanmu.”

‘Tidak ada seorang muslim yang menjenguk seorang yang sedang


sakit yang belum sampai kepada ajalnya, lalu dia membacakan
doa As alukalloohal-’azhiima, robbal ‘arsyil-’azhiimi,
ayyasyfiyaka tujuh kali, kecuali dia akan sembuh.’ (Shahih At
Tirmidzi: 2/210)
RUQYAH KEPADA SI SAKIT

Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan untuk melakukan


ruqyah terhadapnya. Terutama kalau si penjenguk termasuk
orang yang bertakwa dan shalih. Karena ruqyah yang
dilakukannya akan memberikan manfaat yang lebih besar
daripada orang lain (karena faktor ketakwaan & keshalihannya
tersebut).

Di antara ruqyah syariah yang ada:

1. Ruqyah dengan mu’awwidzatain (surat al ikhlas, al falaq, dan


an naas)

‘adalah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika salah satu


dari keluarganya sakit, beliau meniup keluarganya dengan
(bacaan) mu’awwidzat…’ (HR. Muslim no.2192)

2. Ruqyah dengan surat al fatihah

Hal ini pernah dilakukan oleh Abu Said al Khudri terhadap kepala
suku yang tersengat serangga. (lihat HR. Muslim no.2201)

3. Ruqyah dengan doa

‘Adalah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika salah


seorang dari kami mengeluh sakit, maka beliau mengusapnya
dengan tangan kanannya, kemudian beliau mengucapkan:
“Hilangkanlah penderitaan ini wahai Rabb manusia.
Sembuhkanlah, karena Engkaulah yang Maha Menyembuhkan.
Tiada kesembuhan melainkan kesembuhan-Mu. Kesembuhan
yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Muslim no.2191)
KARANGAN BUNGA?

Ada sebagian orang yang ketika mengunjungi orang sakit selalu


menyempatkan diri untuk membawa karangan bunga kepada si
sakit. Ada pula yang menelipkan tulisan yang berisi ungkapan
dan harapan agar lekas sembuh. Hal ini dilarang, karena:

1. tradisi semacam ini berasal dari agama lain, padahal kita


dilarang untuk menyerupai perilaku mereka.
2. mengganti doa untuk si sakit agar diberikan kesucian,
rahmat, ampunan, dan kesehatan dengan ungkapan-ungkapan
kering dan harapan-harapan yang tidak bisa dimajukan atau
diundur.
3. mengganti ruqyah yang syari melalui bacaan ayat-ayat al
quran maupun hadits dengan karangan bunga yang barangkali
akan layu sehari atau dua hari kemudian.

MEMBACAKAN SURAT YASIN?

Ada sebagian orang yang membacakan surat yasin kepada orang


yang sakit, terutama jika si sakit sudah sangat parah, koma, atau
jika dalam keadaan menjemput ajal.

Mereka berdasarkan pada:

“Tidak seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan buatnya surat
yasin, kecuali pasti diringankan/dimudahkan kematiannya.”

Keterangan:

hadits ini derajatnya “Maudhu/palsu”, diriwayatkan oleh Abu


Nu’aim dalan Akhbar al Asbahan 1/188, di dalamnya ada seorang
perowi yang suka memalsukan hadits yang bernama ‘Marwan bin
Salim Al Jazari’. Imam Bukhori dan Muslim mengatakan bahwa
Marwan bin Salim dalam meriwayatkan hadits tergolong
‘MUNGKARUL HADITS’ (lihat: Mizanul I’tidal 4/90). 3

“Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati di


antara kamu.”(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i. Derajat
hadits Dhaif.)4

Karena hadits-hadits di atas adalah dhaif & maudhu/palsu, maka


pembacaan surat yasin untuk orang-orang yang akan mati tidak
dapat diamalkan. Hal ini sebagaimana keterangan para ulama
bahwa hadits lemah tidak dapat dipakai sebagai dasar suatu
amalam meskipun hanya fadhaail amal. Soal aqidah, ibadah,
muamalah, maupun fadhaail amal harus berdasarkan dalil yang
shahih. Di antara salah satu sebab munculnya bidah adalah
karena pengamalan hadits-hadits lemah maupun palsu. Tidak
dibenarkan menetapkan hukum syari, baik hukum mustahab
(sunnat) atau hukum lainnya dengan hadits lemah. Inilah
pendapat yang benar. Konsekuensinya, tidak ada perbedaan
antara hadits tentang fadhaail amal dengan hadits tentang
hukum. Inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Al Hafizh Ibnu
Hajar al Asqolani, Imam Asy Syaukani, Al Allamah Shiddiq Hasan
Khan dan Syaikh Muhammad Syakir serta lainnya.

PERLUKAH EUTHANASIA?

Terkadang, karena sakit yang diderita sangat berat, atau


keluarga sudah tidak tega melihatnya; serta menurut ilmu medis,
pasien tersebut tidak dapat sembuh, baginya kematian hanya
soal waktu; seseorang disarankan atau meminta suntikan
euthanasia, sehingga si sakit dapat segera terbebas dari
penderitaan yang sering dialaminya selama ia masih hidup.

Euthanasia sebaiknya tidak dilakukan, hal ini karena: euthanasia


menghalangi si sakit ataupun orang-orang di sekitar si sakit
untuk mendapatkan manfaat dari status kehidupannya.

Dengan tetap hidup dengan kondisi semacam itu, si sakit akan


dihapus catatan buruknya dan diangkat derajatnya, jika ia
memiliki iman dan ihsan.

Dengan tetap hidup, yang bersangkutan terkadang mendapatkan


doa yang baik dan diterima oleh Allah. Sehingga disembuhkan
oleh Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, atau diampuni
dosa-dosanya berkat doa sesama muslim yang ditujukan
kepadanya.

Dengan tetap hidup, maka catatan buruk keluarganya yang


dirundung kesedihan dan kegelisahan akan dihapus.

‘Tidaklah seorang muslim mengalami kepayahan, kesakitan,


kegelisahan, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, bahkan
duri yang menusuknya, melainkan dengan itu Allah akan
menghapus kesalahan-kesalahannya. ‘ (HR. Bukhari no.5642)

Dengan tetap hidup, maka kebajikannya akan tetap mengalir dan


tidak terputus, terutama jika yang bersangkutan adalah seorang
ayah atau ibu.

Dan dengan tetap hidup, maka pahala akan tetap melimpah


kepada orang yang menjenguk dan mengunjungi si sakit.
Penjenguk akan mendapatkan shalawat dari 70 ribu malaikat
yang ditugaskna mendoakannya, insya Allah.

Semoga bermanfaat, Allahu A’lam 5

Anda mungkin juga menyukai