DISUSUN OLEH :
NIM : 2021210069
NIM : 2021210068
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
PEMBAHASAN
Sebagai seorang muslim, mengunjungi dan menjenguk orang sakit wajib hukumnya,
terutama jika orang tersebut memiliki hubungan dekat dengan dirinya, seperti
keluarga, saudara, sahabat, tetangga, dan yang lainnya. Menjenguk orang sakit
merupakan perbuatan mulia, termasuk amal shalih yang paling utama, dan
merupakan hak umat muslim terhadap sesama saudaranya.
Dalam kitab yang berjudul “Meneladani Nabi dalam Sehari” karya Syekh Abdullah
Ju’aitsan dijelaskan bahwa jika seseorang menjenguk orang sakit pada pagi hari,
maka tujuh puluh malaikat akan meminta ampun kepada Allah dan mendoakan kita
dari pagi hingga sore hari. Ketika seseorang menjenguk orang sakit di sore hari,
maka tujuh puluh ribu malaikat akan mendoakan kita hingga pagi hari.
“Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka
(seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk,
apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila
menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar
mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka
tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.”
(HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).
َ ْالَ َبأ
ُ س َطهُو ٌر ِا نْ َشآ َء هّللا
“Apabila seseorang menjenguk saudaranya yang muslim (yang sedang sakit), maka
(seakan-akan) dia berjalan sambil memetik buah-buahan Surga sehingga dia duduk,
apabila sudah duduk maka diturunkan kepadanya rahmat dengan deras. Apabila
menjenguknya di pagi hari maka tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar
mendapat rahmat hingga waktu sore tiba. Apabila menjenguknya di sore hari, maka
tujuh puluh ribu malaikat mendo’akannya agar diberi rahmat hingga waktu pagi tiba.”
(HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Imam Ahmad dengan sanad shahih).
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bersabda, “Jenguklah orang sakit dan iringilah
jenazah, maka hal itu akan mengingatkan kalian pada akhirat (keadaan dan
kengeriannya).” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi dari sahabat Abu Sa’id Al-
Khudri.
Orang yang sakit adalah orang yang sedang mengalami ujian, sedang diberi
cobaan, sekaligus sedang disayang oleh Allah Ta'ala. Allah begitu dekat dan
mencintai orang yang sedang mengalami cobaan atau ujian.
Di dalam hadis bahkan disebutkan bahwa Allah kelak pada hari Kiamat akan
menegur kita jika kita tidak “menjenguk-Nya” ketika Dia “sedang sakit”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu dalam hadis qudsi bahwa pada
hari Kiamat kelak Allah akan bertanya kepada hamba-Nya, “Wahai anak Adam, Aku
sakit tetapi mengapa kamu tidak menjenguk-Ku?” Sang hamba balik bertanya,
“Bagaimana aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau Tuhan semesta alam?” Allah
menjawab, “Bukankah kamu tahu bahwa fulan, hamba-Ku, sedang sakit, tetapi kamu
tidak menjenguknya? Tidakkah kamu tahu jika kamu menjenguknya kamu akan
menemukan Aku di sisinya? Wahai anak Adam, Aku meminta makan darimu tetapi
mengapa kamu tidak memberi-Ku makan?” Sang hamba menjawab, “Bagaimana
aku memberi-Mu makan sedang Engkau Tuhan semesta alam?” Tuhan menjawab,
“Bukankah kamu tahu bahwa hamba-Ku, fulan, meminta makan kepadamu tetapi
tidak kamu beri? Tidakkah kamu tahu kalau kamu beri dia makan kamu akan
menemukan Aku padanya? Wahai anak Adam, Aku meminta minum kepadamu
tetapi mengapa tidak kau beri?” Hamba menjawab, “Bagaimana aku memberi-Mu
minum, sementara Engkau Tuhan semesta alam?” Allah menjawab, “Bukankah
kamu tahu bahwa fulan, hamba-Ku, meminta minum tetapi tidak kamu beri minum?
Tidakkah kamu tahu seandainya kamu beri dia minum kamu akan menemukan itu
pada-Ku?” (HR Bukhari).
Dalam bahasa kiasan dapat dikatakan bahwa ada Allah di sisi orang sakit. Ada
rahmat Allah sedang turun pada orang sakit. Dengan menjenguk orang sakit, kita
sebenarnya sedang menjemput rahmat Allah. Dengan membesuk orang sakit, kita
sebenarnya sedang mendekatkan diri kepada Allah.
3. Ada surga pada orang sakit
Perhatikan hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya apabila seorang muslim membesuk
muslim lainnya (yang sedang sakit), ia akan tetap memetik buah surga sampai ia
pulang.” Menjenguk orang sakit diibaratkan dengan memetik buah surga.
Diriwayatkan dari Abli bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu bahwa ia berkata, “Aku
pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidak ada seorang muslim yang
menjenguk saudara muslim pada pagi hari, kecuali tujuh puluh ribu malaikat
mendoakannya sampai sore. Jika ia menjenguknya pada sore hari, tujuh puluh ribu
malaikat turun mendoakannya sampai pagi. Ia (orang yang menjenguk) dicatat
memiliki kebun di dalam surga.” (HR At-Tirmidzi).
Seorang muslim yang sedang tidak sakit berkewajiban menjenguk saudaranya yang
sedang sakit sebisa mungkin. Ini disebutkan dengan sangat jelas dalam hadis
Rasulullah yang lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah,
bahwa kewajiban seorang muslim atas saudaranya yang muslim ada enam yaitu (1)
menjawab salam, (2) menjenguk yang sakit, (3) memberi nasihat ketika diminta, (4)
mengantarkan jenazahnya jika meninggal dunia, (5) mendatangi undangannya, dan
(6) mendoakannya ketika ia bersin.
Kesehatan bisa diibaratkan layaknya mahkota di kepala orang yang sedang sehat
namun tidak ada yang bisa melihat mahkota itu kecuali bagi mereka yang sedang
sakit. Karena itulah pada saat kita menjenguk orang sakit makan bisa digunakan
untuk lebih memperbanyak rasa syukur atas rahmat Allah yang sudah memberikan
kesehatan untuk kita.
Pada saat kita menjenguk orang sakit, ini juga menjadi pengingat kita akan akhirat.
Dengan ini kita akan menjadi sadar tentang segala dosa yang sudah kita perbuat
dan menjadi takut pada Allah atas semua kesalahan yang sudah kita lakukan.
8. Jaminan kebaikan allah
Dengan menjenguk sanak saudara atau teman sesama muslim yang sedang
mengalami musibah yakni sakit, maka ini akan menjadikan jaminan untuk kita akan
kebaikan dari Allah.
سراء شكر فكان خيرا له وإنŒ إال للمؤمن إن أصابتهŒ ألحدŒ إن أمره كله خير وليس ذاكŒعجبا ألمر المؤمن
أصابته ضراء صبر فكان خيرا له
3. Sekalipun sakit yang dideritanya bertambah parah akan tetapi tetap tidak
diperbolehkan untuk mengharapkan kematian berdasarkan hadits Ummul
fadhl radhiallahu’anha,
Imam Bukhari, Muslim, dan Baihaqi dan selain mereka telah mengeluarkan
hadits dari Anas secara marfu’ diantaranya berbunyi, “Jika seseorang
terpaksa untuk melakuakannya maka hendaknya ia berkata,
ت ْال َو َفاةُ َخيْرً ا لِى ِ َما َكا َنŒاللَّ ُه َّم أَحْ ِينِى
ِ َكا َنŒ َو َت َو َّفنِى إِ َذاŒ،ت ْال َح َياةُ َخيْرً ا لِى
‘Ya Allah, hidupkanlah aku (panjangkan usiaku), jika hidup itu lebih baik
bagiku dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik bagiku’“. [4]
4. Jika orang yang sakit tersebut memiliki tanggungan kewajiban kepada orang
lain yang belum tertunaikan, dan dia mampu untuk menunaikannya maka
hendaknya ia segera menunaikannya. Namun jika tidak, hendaknya ia
menulis wasiat tentang kewajiban yang belum ia tunaikan karena
Nabi shallallahu’alaihi wasallam telah bersabda,
“Hutang itu ada dua macam. Barang siapa yang mati dengan membawa
hutang namun ia berniat (saat masih hidup) untuk melunasinya maka aku
adalah walinya kelak. Dan barangsiapa yang mati membawa hutang namun
ia tidak ada niat untuk melunasinya maka orang inilah yang akan diambil
kebaikannya kelak di saat tidak dinilai dinar dan dirham. “[8]
6. Dan kewajiban (orang yang sakit) adalah berwasiat kepada keluarga dekat
yang bukan ahli waris. Berdasarkan firman Allah ta’ala,
ِنŒْ ان م
ِ آخ َر َ م أَ ْوŒْ ان َذ َوا َع ْد ٍل ِم ْن ُك ِ ِين ْال َوصِ َّي ِة ْاث َن Œَ ت ح ُ م ْال َم ْوŒُ ض َر أَ َح َد ُك
َ إِ َذا َحŒ َب ْينِ ُكمŒُِين آ َم ُنوا َش َها َدة Œَ َيا أَ ُّي َها الَّذ
هَّلل ْ ُ َ َ أْل َ َغي ِْر ُك ْم إِنْ أَ ْن ُت ْم
ان ِبا ِ إِ ِن ِ صاَل ِة َف ُي ْقسِ َم َّ د الŒِ ْت َتحْ ِبسُو َن ُه َما مِنْ َبع ِ م مُصِ ي َبة ال َم ْوŒْ صا َب ْت ُك َ ض َفأ ِ ْض َر ْب ُت ْم فِي ا ر
) َفإِنْ ُعث َِر َعلَى106( ِين Œَ لَم َِن اآْل ثِمŒة هَّللا ِ إِ َّن ا إِ ًذاŒَ م َش َها َدŒُ ان َذا قُرْ َبى َواَل َن ْك ُت َ َولَ ْو َكŒم اَل َن ْش َت ِري بِ ِه َث َم ًناŒْ ارْ َت ْب ُت
َ هَّلل َ أْل َّ َ أَ َّن ُه َما اسْ َت َح َّقا إِ ْثمًا َف
ْ أ َح ُّق مِنŒان ِبا ِ لَ َش َها َد ُت َنا ِ ان َف ُي ْقسِ َم
ِ ِين اسْ َت َح َّق َعلَي ِْه ُم ا ْولَ َي Œَ ان َم َقا َم ُه َما م َِن الذِ ان َيقُو َم Œِ آخ َر
ْ
أَنْ َيأ ُتوا ِبال َّش َها َد ِة َعلَى َوجْ ِه َها أَ ْو َي َخافُوا أَنْ ُت َر َّدŒك أَ ْد َنى َ ِ) َذل107( ِين َ الظ الِمَّ ِنŒَ إِ َّن ا إِ ًذا لَمŒ َو َما اعْ َت َد ْي َناŒَش َها َدت ِِه َما
)108( ِين َ ال َق ْو َم ال َفاسِ قŒد أ ْي َمان ِِه ْم َواتقوا َ َواسْ َمعُوا َو ُ َي ْه ِديŒَ ْأَ ْي َمانٌ َبع
ْ ْ اَل هَّللا هَّللا ُ َّ َ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi
kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu)
disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang
berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi
lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah
shalat, lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah jika kamu
ragu-ragu. ‘(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga
yang sedikit (untuk kepentingan seseorang) walaupun dia karib kerabat, dan
tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah.Sesungguhnya kami
kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa.’ Jika diketahui
bahwa kedua (saksi itu) berbuat dosa, maka dua orang yang lain di antara
ahli waris yang berhak yang lebih dekat kepada orang yang meninggal
(memajukan tuntutan) untuk menggantikannya, lalu keduanya bersumpah
dengan nama Allah, ‘Sesungguhnya persaksian kami lebih layak diterima
daripada persaksian kedua saksi itu, dan kami tidak melanggar batas,
sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang
menganiaya diri sendiri`. Itu lebih dekat untuk (menjadikan para saksi)
mengemukakan persaksiannya menurut apa yang sebenarnya, dan (lebih
dekat untuk menjadikan mereka) merasa takut akan dikembalikan
sumpahnya (kepada ahli waris) sesudah mereka bersumpah. Dan
bertakwalah kepada Allah dan dengarkanlah (perintah-Nya). Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS. Al-Maidah: 106-108)
9. Adapun wasiat kepada orang tua dan anggota keluarga yang menjadi ahli
waris maka hal ini tidak diperbolehkan. Karena hukum ini telah dihapus
dengan ayat-ayat waris. Disamping itu, Nabi shallallahu’alaihi
wasallam telah menjelaskannya ketika berkhutbah di haji wada’. Beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan kepada tiap orang
yang memilki hak (warisan) jatahnya masing-masing. Karena itu, tidak ada
wasiat untuk Ahli waris.”[13]
10.Diharamkan merugikan orang lain ketika berwasiat. Seperti berwasiat agar
sebagian ahli waris tidak mendapatkan haknya atau melebihkan jatah
warisan (dari yang seharusnya) kepada sebagian ahli waris.
Allah ta’ala berfirman,
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan keduaorangtu dan
kerabatnya dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan kedua orangtua dan kerabatnya. Baik sedikit ataupun banyak
menurut bagiian yang telah ditetapkan.”(QS. An-Nisa : 7)
12.Karena pada umumnya yang terjadi dikalangan manusia saat ini adalah
membuat aturan dalam agama mereka (baca : bid’ah), terutama terkait (tata
cara) mengurus jenazah, maka sudah menjadi suatu kewajiban bagi
seorang muslim untuk berwasiat, agar jenazahnya diurus jenazahnya dan
dikafani sesuai dengan sunnah nabi. Sebagai realisasi firman Allah ta’ala,
َ ُون هَّللا
َ د ال َيعْ صŒٌ الظ شِ َدا ٌ ة ِغŒٌ ارةُ َعلَ ْي َها َمالئِ َك
َ ِين آ َم ُنوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم َنارً ا َوقُو ُد َها ال َّناسُ َو ْالح َِج
Œَ َيا أَ ُّي َها الَّذ
َ ُ َما أَ َم َر ُه ْم َو َي ْف َعل
َ ون َما ي ُْؤ َم ُر
ون
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”(Qs. At-Tahrim :6)
a. Dari Amir Ibn Saad bin Abi Waqqas bahwasanya bapaknya pernah
berkata ketika sedang sakit yang mengantarkan kepada
kematiannya, “Buatkanlah untukku liang lahat dan letakkanlah batu merah
dibagiannya. Sebagaimana yang dilakukan kepada Nabi shallallahu’alaihi
wasallam.”[17]
Kematian adalah takdir yang pasti akan dihadapi oleh setiap manusia, hewan atau
makhluk hidup lainnya. Setiap jiwa pasti akan terlepas dari raganya, karena setiap yang
bernyawa pasti akan mati menemui ajalnya.
Seperti firman Allah dalam QS. Ali-Imran ayat 185 yang berbunyi:
ٰ ْ ور ُك ْم َي ْو َم ٱ ْل ِٰق َي َم ِة ۖ َف َمن ُز ْح ِز َح َع ِن ٱل َّن ِار َوأُدْ ِخلَ ٱ ْل َج َّن َة َف َقدْ َف َاز ۗ َو َما ٱ ْل َح َيٰو ُة
َ س َذٓا ِئ َق ُة ٱ ْل َم ْوتِ ۗ َو ِإ َّن َما ُت َو َّف ْونَ أُ ُج
ِ ٱلدُّن َيٓا ِإاَّل َم َت ُع ٱ ْل ُغ ُر
ور ٍ ُكلُّ َن ْف
Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak
lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Ayat di atas mengandung kabar bahwa kematian adalah akhir dari kehidupan setiap
makhluk di muka bumi. Kematian tidak memandang orang itu baik, jahat, tua, muda, kaya
atua pun miskin, orang sombong atau pun orang yang merendahkan dirinya. Jika kematian
telah memanggil, maka yang sangat beruntung adalah bagi mereka yang menyediakan
waktunya untuk bertakwa kepada Allah Swt.
Ketika seorang muslim telah dipastikan meninggal, maka wajib bagi orang yang berada di
sekitarnya untuk melakukan beberapa hal. Sebagaimana dikutip dari buku "Panduan
Praktis Salat Jenazah dan Perawatan Jenazah" yang ditulis oleh Ahmad Fathoni El-Kaysi,
ada beberapa hal yang harus dilakukan pertama kali terhadap jenazah yang baru saja
meninggal.
Inilah 9 hal yang harus dilakukan pertama kali kepada jenazah yang baru meninggal:
1. Memejamkan kelopak matanya
Pertama kali yang harus dilakukan adalah memejamkan kelopak matanya. Karena
pandangan mata akan mengikuti keluarnya roh. Jadi, sangat wajar jika seseorang
meninggal, mata jenazah kelihatan melotot.
2. Mengikat rahangnya
Setelah itu, mengikat rahangnya dengan kain yang lembut dan sedikit lebar serta agak
panjang. Rahangnya diikat melingkar dari sisi sebelah kanan ke bawah, mencakup
rahangnya hingga sisi kepala bagian kiri, kemudian diikat di atas kepala.
Mengikat rahang jenazah diperlukan karena jika tidak, mulut jenazah akan selalu terbuka.
Hal ini untuk menghindari hewan-hewan kecil yang akan masuk.
3. Melemaskan persendian jenazah
Selanjutnya melemaskan persendian jenazah seperti pergelangan tangan, leher, lutut, jari-
jari tangan dan kaki serta pinggang. Jika hal ini lambat dilakukan dan jenazah sudah mulai
kaku, dapat menggunakan minyak atau yang lainnya untuk melemaskan persendian
jenazah.
Melemaskan persendian ini dilakukan guna untuk memudahkan dalam memandikan dan
mengafani jenazah.
4. Melepaskan pakaian yang dipakainya
Melepaskan pakaian yang digunakan dengan memakaikan kain tipis untuk menutup
seluruh tubuhnya. Ujung kain yang atas diselipkan di bawah kepala, dan yang bagian
bawah di kedua kaki.
Hal ini dikarenakan pakaian yang digunakan banyak keringat dan menjadikan jenazah
cepat berbau busuk. Kecuali jika sedang melaksanakan ihram, maka kepala dibiarkan
terbuka.
5. Memindahkan jenazah
Jenazah harus dipindahkan ke tempat yang lebih layak dan jauh dari jangkauan binatang.
Tempat berbaringnya jenazah hendaknya di alas papan, kasur, atau meletakkan jenazah
ke tempat yang sedikit lebih tinggi agar tidak tersentuh lembapnya tanah yang akan
mempercepat badan jenazah rusak.
6. Menindih perutnya
Menindih perut jenazah dengan menggunakan benda yang memiliki berat dua puluh
dirham (20x2,75 gr = 54,300 gr) atau secukupnya. Manfaatnya, agar perutnya tidak
membesar.
7. Menutup badan jenazah
Setelah melakukan enam langkah di atas, maka tutuplah seluruh tubuh jenazah dengan
kain sembari menunggu jenazah dimandikan.
8. Membebaskan segala tanggungan utang dan lainnya
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺbersabda, “Jiwa (Ruh) seorang mukmin masih
bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi)
9. Segera diurusi
Mengurusi jenazah perlu dilakukan sesegera mungkin. Rasullullah ﷺ
menganjurkan untuk tidak menunda-nunda agar jenazah dimandikan, dikafani, disalatkan
dan dimakamkan. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺyang berbunyi:
“Dari Abu Hurairah [diriwayatkan] dari Nabi saw beliau bersabda: Siapa saja yang
menshalatkan jenazah, maka baginya pahala satu qirath dan siapa yang
mengantarnya hingga jenazah itu diletakkan di liang kubur, maka baginya pahala
dua qirath. Saya bertanya: Wahai Abu Hurairah, seperti apakah qirath itu? Ia
menjawab: Yaitu seperti gunung Uhud” [HR. Muslim]
Kewajiban terhadap jenazah ini hukumnya fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang
akan gugur apabila dikerjakan oleh sebagian umat Islam. Jika tidak ada yang
mengerjakannya, maka seluruh umat Islam menanggung dosanya.
Sebagaimana disebutkan di dalam buku Tanya Jawab Agama jilid 2 halaman 168,
pelepasan jenazah oleh sebagian masyarakat dikenal dengan upacara
pemberangkatan jenazah. Meskipun berbedabeda teknisnya, tetapi ada
persamaannya, yaitu diadakan pidato atau sambutan baik mewakili keluarga, para
takziah, bahkan kadang-kadang mewakili instansi pemerintah maupun swasta yang
memiliki hubungan dengan orang yang meninggal atau dengan keluarganya.
Berkaitan dengan itu, Islam hanya mengatur empat hal, yaitu memandikan,
mengkafani, menshalatkan dan menguburkan. Persoalan upacara pemberangkatan
tidak didapati nash yang melarang atau menganjurkan, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam perkara “maskut ‘anhu”, artinya diserahkan kepada
masyarakat dengan batasan tidak dilakukan berlebihlebihan dan menjurus kepada
peratapan keluarga (niyahah).
Mengenai doa pemberangkatan jenazah, perlu dipahami bahwa doa untuk jenazah
sebenarnya telah ada pada shalat jenazah dan pada saat menguburkan. Oleh
karena itu, meskipun tidak ada larangan yang tegas, sebaiknya doa pada saat
pemberangkatan jenazah tidak perlu dilakukan.
Di dalam Al-Qur’an dan Hadits tidak ada keterangan sama sekali mengenai hal
tersebut. Adapun adzan sendiri hanya disyariatkan sebagai panggilan untuk shalat,
sehingga tidak tepat jika dilantunkan bagi jenazah yang telah gugur dari kewajiban
shalat.
Talqin, seperti disebutkan pada buku Tanya Jawab Agama jilid 1 halaman 203,
berasal dari kata “laqqana-yulaqqinu” yang secara bahasa berarti pengajaran,
sedangkan menurut istilah bermakna ajaran atau mengajarkan seseorang yang
sedang dalam perjalanan menuju maut atau kematian. Mentalqinkan mayit, terdapat
keterangannya dalam Hadits Nabi saw:
“Dari Abu Sa’id Al-Khudriy [diriwayatkan] ia berkata, bahwa Nabi saw bersabda:
Talqinkanlah (tuntunlah membaca) orang yang akan meninggal dunia (yang ada
pada)mu dengan kata Laa Ilaaha illa Allaah” [HR. Muslim].
Dalam Hadits tersebut terdapat lafal “mautakum”, artinya orang yang akan
meninggal, sehingga makna Hadits ini hanya berlaku kepada orang yang sebelum
meninggal (sakaratulmaut) bukan setelah meninggal sebagaimana dipahami dan
dilakukan oleh sebagian masyarakat.
Maksud makan bersama di sini adalah undangan dari keluarga jenazah kepada
masyarakat yang ikut mengiringi proses pemakaman untuk makan bersama setelah
dikuburkannya jenazah. Amalan ini sama sekali tidak dituntunkan oleh Nabi saw,
justru amalan tersebut dicela olehnya dan termasuk ke dalam ratapan (niyahah).
“Dari Abdullah ibn Ja’far [diriwayatkan] bahwa sesungguhnya Nabi saw bersabda:
Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena mereka telah dihinggapi perkara
yang menyibukkan mereka” [HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi].
Oleh karena itu, yang dianjurkan di sini adalah agar jamuan atau suguhan jangan
menjadi beban keluarga jenazah, melainkan menjadi tanggung jawab sanak saudara
atau para tetangga dekatnya. Hal ini juga seperti halnya yang terdapat pada buku
Tanya Jawab Agama jilid 1 halaman 207.
“Dari ‘Usman bin Affan ra [diriwayatkan] bahwa Nabi saw apabila telah selesai
mengubur jenazah, maka beliau berhenti/berdiri di dekat kubur itu dan berkata:
Mohonkanlah ampun dan keteguhan hati bagi saudaramu ini karena ia sekarang
sedang ditanya” [HR. Abu Dawud]
Dari Hadits ini dapat disimpulkan bahwa Nabi saw memerintahkan para sahabat
yang hadir untuk mendoakan jenazah yang dikubur (tentu Nabi sendiri juga berdoa)
dan mendoakan jenazah dapat dilakukan secara individual (perorangan) atau
berjamaah. Di sisi lain dalam lafal Hadits tersebut dinyatakan “waqafa” yang dapat
diartikan berhenti atau berdiri, sehingga berdoa dapat dilakukan secara berdiri
maupun duduk. Dengan demikian, amalan yang dilakukan setelah pemakaman
jenazah adalah mendoakan jenazah, bukan mentalqin jenazah.
b. Takziah
Sebagaimana disebutkan dalam buku Tanya Jawab Agama jilid 2 halaman 168,
takziah berasal dari kata “‘azza – ya‘izzu” yang berarti sabar, sedangkan takziah
berarti menyabarkan. Maksud takziah ialah menyabarkan orang yang tertimpa
musibah yang menimpa keluarga yang didatangi itu.
“Dari Abdullah bin Ja’far [diriwayatkan] , bahwa Nabi saw menunda untuk menjenguk
keluarga Ja’far setelah tiga hari. Ketika beliau mendatangi keluarga Ja’far, beliau
berkata: Janganlah kalian menangisi saudaraku sesudah hari ini. Kemudian ia
berkata, panggillah anakanak saudaraku itu. Kemudian didatangkanlah kami seperti
seekor unggas. Beliau berkata, Datangkanlah kepadaku tukang cukur. Kemudian
didatangkanlah tukang cukur kepada beliau, maka beliau memerintahkannya
mencukur rambut kepala kami” [HR. Ahmad].
tidak dijumpai ayat Al-Qur’an maupun Hadits yang memerintahkan untuk melakukan
tahlilan setelah 1, 2, 3, 7, 40 bahkan 1000 hari setelah seseorang meninggal dunia.
Dalam mengamalkan ajaran agama, umat Islam semestinya mengacu pada Hadits
berikut:
“Dari Abu Malikal – Asy’ari [diriwayatkan] bahwa Nabi saw. bersabda: Empat hal
yang terdapat pada umatku yang termasuk perbuatan jahiliyah yang susah untuk
ditinggalkan: (1) membanggabanggakan kebesaran leluhur, (2) mencela keturunan,
(3) mengaitkan turunnya hujan kepada bintang tertentu, dan (4) meratapi mayit
(niyahah). Lalu beliau bersabda: Orang yang melakukan niyahah bila mati sebelum
ia bertaubat, maka ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan ia dikenakan pakaian
yang berlumuran dengan cairan tembaga, serta mantel yang bercampur dengan
penyakit gatal” [HR. Muslim].
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi kesimpulan dari makalah materi ini adalah mengetahui hal hal apa saja yang
harus dilakukan jika ada seseorang yang sakit dan meninggal dunia menurut ajaran
islam atau syariat islam. Hukum menjenguk orang yang lagi sakit adalah wajib
terutama memiliki hubungan dekat contohnya teman, sahabat, maupun keluarga.
Dan untuk kewajiban seorang muslim terhadap jenazah adalah memandikan,
mengkafani, menshalatkan dan menguburkannya.
SARAN
Semoga dengan dibuatnya makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Makalah
ini dibuat bertujuan untuk meningkatkan dan menerapkan dalam kehidupan sehari
dan mengajarkan apa saja yang harus dilakukan terhadap orang yang sakit dan
meninggal dunia.