MATERI IV :
EMPATI TERHADAP KORBAN COVID-19
DALAM PANDANGAN ISLAM
DAN
MATERI V
GOTONG ROYONG DALAM ISLAM
DISUSUN OLEH :
TIM MGMP PAI SMAN 1 MARGAASIH
SMAN 1 MARGAASIH
1444 H / 2023 M
1
MATERI IV
EMPATI TERHADAP KORBAN COVID-19 D
ALAM PANDANGAN ISLAM
3
MATERI V
GOTONG ROYONG DALAM ISLAM
Di antara jawāmi’ulkalim – yakni ucapan Nabi yang ringkas namun sarat makna-
adalah sabda beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
للاه
ُ ُن فى َُ أَخ ْيهُ ع َْونُ فىُ اْلعَ ْب هُد ك
ُ َان َما اْلعَ ْبدُ ع َْو
“Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong
saudaranya.” (HR. Muslim)
Hadits ini adalah salah satu motivasi bagi kita untuk memberi pertolongan kepada
sesama muslim. Mari simak di antara penjelasan para ulama tentang hadis yang agung ini.
4
Hadis ini menunjukkan bahwa balasan akan sesuai dengan perbuatan. Bahkan balasan
dari Allah lebih baik dari amal perbuatan hamba. Jika Engkau menolong saudaramu, maka
Allah akan memberi pertolongan kepadamu. Dan jelas bahwa pertolongan yang datang dari
Allah adalah balasan yang lebih besar dari amal hamba itu sendiri. (Syarh al-Arba’īn al-
Nawawiyyah)
Demikian pembahasan ini. Semoga bermanfaat, dapat menambah ilmu bagi kita dan
menjadi penyemangat untuk berbuat baik dan memberikan pertolongan kepada sesama
muslim.
Apakah benar terdapat hadits dalam masalah perhatian terhadap urusan kaum
muslimin, karena banyak dari para penceramah menyebutkan hadits,
منُلمُيهتمُبأمرُالمسلمينُفليسُمنهم
“Siapa saja yang tidak perhatian terhadap urusan kaum muslimin, maka tidak termasuk
bagian dari mereka.” (Hadits ini dinilai dha’if oleh Al-Albani dalam Silisilah Al-Ahaadits
Adh-Dha’ifah, 1: 309-312)
Jawaban:
Hadits ini adalah hadits yang masyhur (terkenal} di tengah-tengah masyarakat. Akan
tetapi aku tidak mengetahui apakah lafadz hadits tersebut shahih ataukah tidak dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Akan tetapi, makna hadits tersebut shahih. Karena seorang muslim yang tidak
memiliki perhatian (cuek) terhadap urusan kaum muslimin, pada hakikatnya dia memiliki
kekurangan dalam Islamnya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam
hadits yang shahih,
سدُُُإذَُا
َ طفه ْمُُ َمث َ هلُُا ْل َجُوت َ َعا ه،
َ ُوت َ َرا هحمه ْم،َ ينُُفيُت َ َواده ْم َ ُ َمث َ هلُُا ْل هم ْؤمن
ُ س َهرُ َوا ْل هح َّم
ى َّ سدُُبال َ سائ هُرُُا ْل َج
َ ُُعىُُلَهه
َ ضوُُتَدَا شتَكَىُم ْنههُُ ه
ْ ع ْ ا
“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan
menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka
seluruh tubuhnya akan ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari
no. 6011 dan Muslim no. 2586)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ا ْل هم ْؤمنهُُل ْل هم ْؤمنُُكَا ْلبه ْنيَانُُيَشهدُُبَ ْع ه
ً ض ُههُبَ ْع
ُضا
“Permisalan seorang mukmin dengan mukmin yang lain itu seperti bangunan yang
menguatkan satu sama lain.” (HR. Bukhari no. 6026 dan Muslim no. 2585)
Hadits-hadits tersebut dan yang semisal, itu semakna dengan perkataan yang masyhur
tersebut. Yang tidak aku ingat sekarang adalah apakah ungkapan tersebut berasal dari
perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah dari perkataan para ulama.
5
MATERI VI
”Wahai pembantu! Jika anda telah selesai (menyembelihnya), maka bagilah dengan
memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih dahulu”.
Lalu ada salah seorang yang berkata,
ْ !آل اي ُه ْودِي أ ا
صلا اح اك هللاُ؟
2. Bermuamalah yang baik dan tidak boleh dzalim terhadap keluarga dan
kerabat meskipun non-muslim
Misalnya pada ayat yang menjelaskan ketika orang tua kita bukan Islam, maka tetap
harus berbuat baik dan berbakit kepada mereka dalam hal muamalah.
Allah Ta’ala berfirman,
ْس لا اك بِ ِه ِع ْل ٌم فاال ت ُ ِط ْع ُه اما
على أ ا ْن ت ُ ْش ِر اك بِي اما لاي ا اوإِ ْن اجا اهدا ا
اك ا
اح ْب ُه اما فِي الدُّ ْنياا ام ْع ُروفًا
ِ صاو ا
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15)
3. Islam melarang keras membunuh non-muslim kecuali jika mereka
memerangi kaum muslimin.
Dalam agama Islam orang kafir yang boleh dibunuh adalah orang kafir harbi yaitu
kafir yang memerangi kaum muslimin. Selain itu semisal orang kafir yang mendapat suaka
atau ada perjanjian dengan kaum muslimin semisal kafir dzimmi, kafir musta’man dan kafir
mu’ahad, maka dilarang keras untuk dibunuh. Jika melanggar maka ancamannya sangat
keras.
يال ِم ْن أ ا ْه ِل ال ِذ هم ِة لا ْم يا ِجدْ ِري اح ْال اجنه ِة او ِإ هن ِري اح اها لايُو اجدُ ِم ْن
ً ِام ْن قات ا ال قات
عا ًما ِيرةِ أ ا ْر اب ِعينا ا
امس ا
“Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau
surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh
tahun. ”[3]
4. Adil dalam hukum dan peradilan terhadap non-muslim
Contohnya ketika Umar bin Khattab radhiallahu’anhu membebaskan dan
menaklukkan Yerussalem Palestina. Beliau menjamin warganya agar tetap bebas memeluk
agama dan membawa salib mereka. Umar tidak memaksakan mereka memluk Islam dan
menghalangi mereka untuk beribadah, asalkan mereka tetap membayar pajak kepada
pemerintah Muslim. Berbeda ketika bangsa dan agama lain mengusai, maka mereka
melakukan pembantaian.
Umar bin Khattab juga memberikan kebebasan dan memberikan hak-hak hukum dan
perlindungan kepada penduduk Yerussalem walaupun mereka non-muslim.
7
Ajakan toleransi agama yang “kebablasan”
Toleransi berlebihan ini, ternyata sudah ada ajakannya sejak Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam memperjuangkan agama Islam.
Suatu ketika, beberapa orang kafir Quraisy yaitu Al Walid bin Mughirah, Al ‘Ash bin
Wail, Al Aswad Ibnul Muthollib, dan Umayyah bin Khalaf menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, mereka menawarkan tolenasi kebablasan kepada beliau, mereka berkata:
فإن كان الذي جئت به خيرا، ونشترك نحن وأنت في أمرنا كله، وتعبد ما نعبد، هلم فلنعبد ما تعبد، يا محمد
كنت قد شركتنا في أمرنا، وإن كان الذي بأيدينا خيرا مما بيدك. وأخذنا بحظنا منه، كنا قد شاركناك فيه، مما بأيدينا،
وأخذت بحظك منه
“Wahai Muhammad, bagaimana jika kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian
(muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan
agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami)
dari tuntunan agama kami, maka kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari
ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus
mengamalkannya.”[4]
Kemudian turunlah ayat berikut yang menolak keras toleransi kebablasan semacam
ini,
او اَل.ُعا ِبدُونا اما أ ا ْعبُد او اَل أانت ُ ْم ا. اَل أ ا ْعبُدُ اما ت ا ْعبُدُونا. قُ ْل ياا أايُّ اها ْال اكافِ ُرونا
ِين
ِ يد لا ُك ْم دِينُ ُك ْم او ِل ا.ُعا ِبدُونا اما أ ا ْعبُد
او اَل أانت ُ ْم ا.عبادت ُّ ْم
عا ِبدٌ هما اأاناا ا
“Katakanlah (wahai Muhammad kepada orang-orang kafir), “Hai orang-orang yang
kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah
agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-Kafirun: 1-6).
8
MATERI VII
CINTA TANAH AIR
Cinta negeri sama halnya cinta jiwa dan harta; merupakan tabiat dan fitrah manusia. Seluruh
manusia berperan serta dalam kecintaan ini, baik dia kafir maupun mukmin. Allah
berfirman:
Bahkan di dalam Islam, jika negeri kita diserang musuh, wajib bagi kita untuk jihad
membela negeri dari serangan tersebut. Apalagi, jika negeri tersebut memiliki keistimewaan,
maka mencintainya adalah sebuah ibadah seperti Mekkah dan Madinah.
Namun jika cinta negeri bertentangan dengan agama seperti hijrah dan jihad, sehingga
dia lebih mendahulukan cinta negeri daripada agama maka hukumnya haram. Allah
mengancam orang-orang yang tidak hijrah karena lebih mencintai kampung halaman
mereka.
يم ُك ْنت ُ ْم قاالُوا ُكنها ِإ هن الهذِينا ت ااوفهاهُ ُم ْال ام االئِ اكةُ ا
ظا ِل ِمي أ ا ْنفُ ِس ِه ْم قاالُوا فِ ا
اج ُروا فِي اها ِ َّللا اوا ِس اعةً فات ُ اه
ِض ه ُ ض قاالُوا أالا ْم ت ا ُك ْن أ ا ْر ِ ض اع ِفينا فِي ْاْل ا ْر ْ ُم ْست ا
اء
ِ سالر اجا ِل اوالنِ ا
ِ ض اع ِفينا ِمنا ْ يرا ِإ هَل ْال ُم ْست ا
ً ص ِ ت ام فاأُولائِ اك امأ ْ اواهُ ْم اج اهنه ُم او ا
ْ سا اء
ان اَل اي ْست ِاطي ُعونا ِحيلاةً او اَل اي ْهتادُونا ا
ً س ِب
يال ِ او ْال ِو ْلدا
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya
diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”.
Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para
malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi
itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-
anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)” (QS. An-
Nisa’: 97-98).
Walau cinta negeri tidak tercela, namun tidak boleh kita membuat dan berpegang
dengan hadits palsu:
9
ان ِمنا ْال او ا
ُّط ِن ُحب ِ اإل ْي ام
ِ
“Cinta tanah air termasuk iman”.
Al Mulla Al Qari berkata: “Tidak ada asalnya menurut para pakar ahli hadits”. Lajnah
Daimah yang diketahui oleh Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “Ucapan
ini bukan hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia hanyalah ucapan yang beredar di lisan
manusia lalu dianggap sebagai hadits”.
Musuh-musuh Islam ingin menjadikan hadits palsu ini tuk menghilangkan syi’ar
agama dalam masyarakat dan menggantinya dengan syi’ar kebangsaan, padahal aqidah
seorang mukmin lebih berharga baginya dari segala apapun.
Dan agar kecintaan negeri kita tidak sia-sia tanpa pahala, maka hendaknya kita menata
niat dalam kecintaan dan pembelaan kita kepada negeri kita, yaitu hendaknya untuk Allah,
untuk Islam, bukan sekedar untuk kebangsaan dan nasionalisme semata.
10
MATERI VIII
ُ قُ ْلت.صالا ِة
ث ُ هم قُ ْمناا ِإلاى ال ه-صلى هللا عليه وسلم- َّللا ِ سو ِل ه ُ س هح ْرناا ام اع ارتا ا
ً اك ْم اكانا قادْ ُر اما با ْينا ُه اما قاا ال خ ْامسِينا آياة.
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada
Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh[8] dan sahur kalian?”
11
Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”.[9] Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar
membaca 50 atau 60 ayat.”
Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur
tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits
ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar.”
Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar
yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata,
“Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu
masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh
atau malah akan begadang di malam hari.”[10]
Bolehkah Makan Sahur Setelah Waktu Imsak (10 Menit Sebelum Adzan
Shubuh)?
Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Baz –pernah menjabat sebagai ketua Al Lajnah
Ad Da-imah (Komisi fatwa Saudi Arabia)- pernah ditanya, “Beberapa organisasi dan
yayasan membagi-bagikan Jadwal Imsakiyah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini.
Jadwal ini khusus berisi waktu-waktu shalat. Namun dalam jadwal tersebut ditetapkan
bahwa waktu imsak (menahan diri dari makan dan minum, -pen) adalah 15 menit sebelum
adzan shubuh. Apakah seperti ini memiliki dasar dalam ajaran Islam? “
13
علاى ِر ْز ِق اك أ ا ْف ا
ُط ْرت ُ الله ُه هم لا اك
ص ْمتُ او ا
“Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa
dan kepada-Mu aku berbuka)”[20] Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).
Begitu pula do’a berbuka,
علاى ِر ْزقِ اك أ ا ْف ا
ُط ْرت ُ الل ُه هم لا اك
ص ْمتُ او ِب اك آ ام ْنتُ او ا
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah,
kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku
berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan
yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.[21] Sehingga cukup
do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi
pegangan dalam amalan.
5. Memberi makan pada orang yang berbuka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ص ِم ْن أاج ِْر ال ه
صائِ ِم ُ ُغي اْر أانههُ َلا يا ْنق ِ صائِ ًما اكانا لاهُ ِمثْ ُل أ ا
جْر ِه ا ام ْن فا ه
ط ار ا
ش ْيئًا
ا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang
yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun
juga.”[22]
6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
ضاناجْودُ اما يا ُكو ُن فِى ار ام ا او اكانا أا ا، اس بِ ْال اخي ِْر ِ ى – صلى هللا عليه وسلم – أاج اْودا النه ُّ ِ اكانا النهب،
ض
ُ يا ْع ِر، س ِل اخ ضانا احتهى يا ْن اسالا ُم – يا ْلقااهُ ُك هل ال ْي الة فِى ار ام ا او اكانا ِجب ِْري ُل – ا، ِحينا يا ْلقااهُ ِجب ِْري ُل
ع ال ْي ِه ال ه
جْودا بِ ْال اخي ِْر سالا ُم – اكانا أا ا فاإِذاا ال ِقياهُ ِجب ِْري ُل – ا، ى – صلى هللا عليه وسلم – ْالقُ ْرآنا
ع ال ْي ِه ال ه ُّ ِع ال ْي ِه النهب
ا
سل ِةا ْ
يح ال ُم ْر ا ِ الرِ ِمنا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan
kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan
yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui
beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al
Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi
salam datang menemuinya, beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin
yang berhembus.”[23]
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih
banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah,
berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.”[24]
Dengan banyak berderma melalui memberi makan berbuka dan sedekah sunnah
dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga.[25] Dari ‘Ali, ia berkata,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« غ ارفًا ْال اجنه ِة فِى ِإ هن ُ ورهاا ت ُ ارى
ُ ظ ُهُ طونِ اها ِم ْن ُ ُطونُ اها ب ُ ُورهاا ِم ْن اوب ِ ظ ُهُ ». ام فاقا ا
ى ِل ام ْن فاقاا ال أاع اْرابِى
سو ال ياا ِه ا ِ اب ِل ام ْن « قاا ال ه
ُ َّللا ار ط ا طعا ام ْال اكالا ام أا ا ْ ام اوأا
طعا اام ال ه
اوأادا ا
ام ِ صلهى
الص اي ا لِل او ا ِ اس ِبالله ْي ِل ِ هُ » نِ ايا ٌم اوالنه
“Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat
dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab
baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai
Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Untuk orang yang berkata
14
benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari
diwaktu manusia pada tidur.”[26]
Meninggalkan kata-kata kotor
Orang yang berpuasa sangat ditekankan untuk meninggalkan ghibah (menggunjing
orang lain) dan meninggalkan dusta, begitu juga meninggalkan perbuatan haram lainnya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُط اعا امه لِل احا اجةٌ فِى أ ا ْن ايدا ا
ع ا ور او ْال اع ام ال ِب ِه فالاي ا
ِ ْس ِ ه ْ ام ْن لا ْم ايدا
ُّ ع قا ْو ال
ِ الز
ُاوش اارا ابه
15