Anda di halaman 1dari 12

PERAN PERAWAT DALAM

MEMBIMBING SAKARATUL
MAUT SEORANG
PASIEN MUSLIM
23 JUNI 2015NURARIYANTIS TINGGALKAN KOMENTAR

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan
masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Perawat
merupakan profesi yang pekerjaannya banyak berinteraksi dengan pasien(orang
sakit). Dimana para pesakit ini sering kali mengalami sakaratul mautnya
dan menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit. Lalu bagaiman peran perawat
ketika seorang pasien muslim mengalami sakaratul maut ?

‫لقنوا موتا كم ال إله إال هللا‬

( laqqinuu mautaakum laa ilaha illallah )

“Tuntunlah seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan


kalimat: ‘Laa ilaaha illa Allah’” (H.R.Muslim: 916)

Peran kita sebagai perawat ketika mendapati pasien yang sedang menghadapi
sakaratul ,mautnya adalah dengan membimbingnya untuk mengucapkan “Laa
Ilaha Illallah” atau hal tersebut biasa disebut dengan mentalqin. Perawat
mempunyai peran dalam hal membimbing rohani pasien. Termasuk dalam
mentalqin.

Lalu UPAYA APA SAJA YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN SEORANG PERAWAT


SAAT EMBIMBING PASIENNYA SAAT SAKARATUL MAUT ?
1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT.

Pada sakaratul maut perawat sudah seharusnya membimbing pasien agar berbaik


sangka kepada Allah SWT.

Sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem. “Jangan


sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik
sangka kepada Allah”

Allah berfirman dalam hadist qudsi,  “Aku ada pada sangka-sangka


hambaku,  oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan
sangkaaan yang baik.”

 Selanjutnya Ibnu Abas berkata, “Apabila kamu melihat seseorang menghadapi


maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan
berjumpa dengan Tuhannya itu”. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata : Demi Allah
yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah
maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu. Hal ini menunjukkan
bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.
2. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut

Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan


orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman.
Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah
diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang
menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan
kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang
mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya
dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu
Qudamah)

3. Menuntunnya mengucapkan kalimat syahadat, Laa Ilaha Illallah


Muhammad Rasulullah. (Mentalqin)

“Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat


Laailahaillallah karena sesungguhnya seseoranng yang mengakhiri ucapannya
dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang
mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya
menuju surga”. (HR. Muslim)

Mentalqin orang yang akan meninggal dunia cukup sekali saja, tidak perlu diulang-
ulang kecuali apabila setelah di-talqin dia mengucapkan kalimat yang lain maka
hendaknya diulang sekali lagi agar akhir ucapannya adalah kalimat syahadat.

Ibnu Al Mubarak berkata: ”Talqinlah orang yang akan meninggal dunia


dengan kalimat ‘Laa Ilaaha Illa Allah’ dan jika telah mengucapakannya maka
jangan diulangi lagi” (Tadzkirah fi ahwalil mautaa wa umuril akhirah:
30,imam Al Qurthubiy, cet:Daarul ‘Aqidah).

4. Menghadapkannya ke arah kiblat.

Disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat.
Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw.
Hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih
melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana
menghadap kiblat :

1. Tidur terlentang sambil menghadapkan wajahnya ke arah kiblat


2. Berbaring miring ke kanan dan wajahnya menghadap ke arah kiblat

5. Mendoakan kebaikan kepadanya dan tidaklah mengucapkan sesuatu yang


isinya selain kebaikan.
Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami
berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap
apa yang kamu ucapkan. (Imam Muslim)

Ibnu Majah Rasulullah bersabda apabila kamu menghadiri orang yang


meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena
sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan
kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu
ucapkan.

Imam An Nawawiy mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk
mengucapkan ucapan yang baik seperti do’a , istighfar,meminta kelembutan
dan rahmat Allah untuknya dan yang semisalnya” (Syarh Muslim:6/222)

Berdasarkan hal diatas, hendaknya perawat harus berupaya memberikan suport


mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang
terbaik untuk hambanya, mendo’akan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka
saat roh terlepas, dari jasadnya.
Cara Mentalqin Mayit
Bagaimana cara mentalqin mayit?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Dianjurkan bagi orang yang hendak meninggal, agar ditalqin oleh mereka
yang ada di sekitarnya.

Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam berpesan,

‫َل ِّق ُنوا َم ْو َتا ُك ْم الَ ِإ َل َه ِإالَّ هَّللا‬


Lakukanlah talqin untuk orang yag mau meninggal di tengah kalian, agar
mengucapkan “laa ilaaha illallaah.” (HR. Muslim 2162, Nasai 1837 dan yang
lainnya).

Tujuan disyariatkan talqin, agar kalimat terakhir yang terucap dari mayit
adalah kalimat laa ilaaha illallaah..

Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

ْ ‫ان آ ِخ ُر َكالَ ِم ِه الَ ِإ َل َه ِإالَّ هَّللا ُ َو َج َب‬


‫ت َل ُه ْال َج َّن ُة‬ َ ‫َمنْ َك‬
“Siapa yang kalimat terakhirnya laa ilaaha illallaah maka akan masuk
surga.” (HR. Ahmad 22684, Abu Daud 3118 dan yang lainnya).
Kemudian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait talqin,

Pertama, hendaknya yang metalqin mayit adalah orang yang dicintai mayit
atau yang dipercaya mayit

Misalnya, istri atau suaminya, anaknya, orang tuanya, saudara dekatnya,


keponakannya, atau yang lainnya.

Tujuannya agar calon mayit semakin yakin bahwa yang disampaikan orang ini
adalah kebaikan.

Karena itu, terkadang setan datang menggoda manusia di akhir hayatnya,


untuk menyesatkan mereka. Datang dengan menampakkan diri seperti orang
tuanya.

Abdullah putra Imam Ahmad menceritakan,

Saya meghadiri proses kematian ayahku, Ahmad. Beliau terkadang pingsan,


terkadang siuman. Tiba-tiba beliau berisyarat dengan tangannya, “Tidak,
tidak benar…. Tidak, tidak benar….” Beliau lakukan ini berkali-kali.

Ketika sadar, aku tanya kepada beliau, “Apa yang terjadi pada ayah?” Jawab
Imam Ahmad,

: ‫ يقول‬، ‫إن الشيطان قائم بحذائي عاض على أنامله‬


‫ ال بعد‬، ‫ ال بعد‬: ‫ وأنا أقول‬، ‫يا أحمد فتني‬
Sesungguhnya setan berdiri di sampingku, sambil menggigit jariya, lalu dia
mengatakan, “Ya Ahmad, aku tidak bisa menyesatkanmu.” Lalu aku jawab,
“Tidak… tidak benar.”. (al-Qiyamah as-Sughra, hlm 16).

Kedua, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan intensitas dalam


mengajarkan kalimat laa ilaaha illallaah. Dalam arti, jangan terlalu sering
yang bisa jadi membuat bosan si orang yang sakit. Termasuk ketika dia
dalam kondisi sedang berontak, sebaiknya talqin sementara dihentikan.

Al-Qurthubi menceritakan,

Guruku, Abul Abbas Ahmad bin Umar pernah menjenguk Abu Ja’far di
kordoba yang kala itu sedang sekarat. Ketika ditalqin, Laa ilaaha illallaah…
tapi tiba-tiba dia berontak, “Tidak.. tidak.”
Setelah dia sadar, kami tanyakan hal itu kepadanya. Lalu dia mengatakan,

‫ يقول‬، ‫ وعن شمالي‬2‫أتاني شيطانان عن يميني‬


‫ واآلخر‬، ‫ فإنه خير األديان‬2ً‫ مت يهوديا‬: ‫أحدهما‬
‫ فكنت أقول‬، ‫ فإنه خير األديان‬2ً‫ مت نصرانيا‬: ‫يقول‬
‫ ال‬، ‫ ال‬: ‫لهما‬
Ada dua setan mendatangiku, di sebelah kanan dan kiriku. Yang satu
mengajak, ‘Jadilah yahudi, karena itu agama terbaik.’ Sementara satunya
mengajak, ‘Jadilah nasrani, karena itu agama terbaik.’ Akupun berontak,
kukatakan, “Tidak.. tidak..” (al-Qiyamah as-Sughra, hlm. 16)

Ketiga, hindari orang yang bisa membuat calon mayit semakin resah.

Misalnya tangisan istrinya, tangisan anaknya yang menunjukkan


kesedihannya dengan kematian suaminya atau ayahnya. Ini bisa membuat
calon mayit semakin resah, sehingga dia lebih memikirkan keluarganya dari
pada keselamatan akhiratnya. Bisa jadi ini akan menghalangi dia untuk
mengucapkan laa ilaaha illallah…

Keempat, cara talqin adalah mengajak dia untuk mengucapkan kalimat


tauhid, bukan mengulang-ulang ucapan ‘Laa ilaaha illallaah’ di sampingnya.
Karena itu dalam talqin bisa kita iringi dengan janji baik, misalnya:

“Mari ucapkan laa ilaaha illallaah, insyaaAllah dapat surga”.

Dari Ibnul Musayib, dari ayahnya, beliau menceritakan,

Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam menjenguknya dan di kamarnya ada Abu Jahal. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menawarkan,

َ ‫ َكلِ َم ًة ُأ َحا ُّج َل‬. ُ ‫ قُ ْل الَ ِإ َل َه ِإالَّ هَّللا‬، ‫َأىْ َع ِّم‬


‫ك ِب َها ِع ْن َد‬
ِ ‫هَّللا‬
Wahai Paman, ucapkanlah ‘Laa ilaaha illallaah’ satu kalimat yang akan aku
jadikan sebagai pembela untuk paman kelak di hadapan Allah.

Mendengar ini, Abu Jahal menekan perut Abu Thalib sambil mengatakan,

“Apakah kamu membenci agama ayahmu, Abdul Muthalib?” ini terus diulang,
hingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah kalimat ini. (HR. Bukhari
3884, dan Nasai 2047).

Kelima, jika dia sudah berhasil mengucapkan laa ilaaha illallaah maka jangan


mengajaknya bicara. Biarkan si calon mayit diam, dengan harapan kalimat
terakhir adalah laa ilaaha illallaah. Dan jika dia bicara yang lain, maka talqin
diulangi, sampai dia mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah.

Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

ْ ‫ان آ ِخ ُر َكالَ ِم ِه الَ ِإ َل َه ِإالَّ هَّللا ُ َو َج َب‬


‫ت َل ُه ْال َج َّن ُة‬ َ ‫َمنْ َك‬
“Siapa yang kalimat terakhirnya laa ilaaha illallaah maka akan masuk surga.”
(HR. Ahmad 22684, Abu Daud 3118 dan yang lainnya).

Keenam, Inti Talqin

Inti dari talqin adalah mengajak orang untuk kembali kepada tauhid yang
benar. Karena itu, talqin bisa saja dilakukan untuk orang non muslim. Namun
ajakannya bukan sebatas mengucapkan laa ilaaha illallaah tapi ajakan untuk
bersyahadat atau masuk islam.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, menceritakan,

Ada anak remaja Yahudi yang suka melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Pada saat dia sakit, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjenguknya. Beliau duduk di samping kepala anak Yahudi itu. Beliau
tawarkan, “Mau masuk islam?”

Anak itupun melihat ke arah ayahnya yang ada di sampingnya – dengan


maksud minta izin kepadanya –. Lalu ayahnya mengatakan,

“Taati Abul Qasim (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam.”


Hingga anak ini masuk islam. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam keluar dari rumah itu sambil mengucapkan,

‫ار‬ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬
َ ‫م‬
ِ ُ ‫ه‬‫ذ‬َ َ
‫ق‬ ْ
‫ن‬ ‫ْال َحمْ ُد هَّلِل ِ الَّ ِذى َأ‬
ِ
Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dia dari neraka. (HR.
Bukhari 1356, Abu Daud 3097)

Ketujuh, semua yang ada di sekitar calon mayit, tidak boleh mengucapkan
kalimat apapun selain kebaikan. Karena ucapan mereka diaminkan malaikat.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

2َ ‫يض َأ ِو ْال َمي‬


َّ‫ِّت َفقُولُوا َخيْرً ا َفِإن‬ َ ‫ضرْ ُت ُم ْال َم ِر‬َ ‫ِإ َذا َح‬
َ ُ‫ون َع َلى َما َتقُول‬
‫ون‬ 2َ ‫ْال َمالَِئ َك َة ُيَؤ ِّم ُن‬
“Apabila kamu menjenguk orang sakit atau mayit maka ucapkanlah kalimat
yang baik. Karena para malaikat mengaminkan apa yang kalian
ucapkan.” (HR. Ahmad 27367, Muslim 2168, dan yang lainnya)

Kedelapan, tidak disyariatkan talqin di kuburan. Karena amal manusia


setelah mati terputus. Sebagaimana hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ‫ات اِإل ْن َسانُ ا ْن َق َط َع َع ْن ُه َع َملُ ُه ِإالَّ ِمنْ َثالَ َث ٍة ِإال‬ َ ‫ِإ َذا َم‬
‫صالِ ٍح‬ َ ‫ار َي ٍة َأ ْو ِع ْل ٍم ُي ْن َت َف ُع ِب ِه َأ ْو َو َل ٍد‬
ِ ‫صدَ َق ٍة َج‬َ ْ‫ِمن‬
‫َي ْدعُو َل ُه‬
“Apabila anak Adam meninggal, maka terputus darinya semua amalan kecuali
tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang
mendoakannya.” (HR. Muslim 4310)
Yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diucapkan setelah
memakamkan adalah mendoakan mayit agar diampuni dan diberi kekuatan
menjawab pertanyaan Malaikat.

Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

‫ ِإ َذا َف َر َغ ِمنْ دَ ْف ِن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ُّ‫ان ال َّن ِبى‬ َ ‫َك‬
‫ف َع َل ْي ِه َف َقا َل « اسْ َت ْغ ِفرُوا َأل ِخي ُك ْم َو َسلُوا َل ُه‬
َ ‫ت َو َق‬ ِ ‫ْال َم ِّي‬
.» ‫اآلن يُسْ َأ ُل‬
َ ‫يت َفِإ َّن ُه‬ 2َ ‫ال َّت ْث ِب‬
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa, setelah memakamkan mayit beliau
berdiri di sampingnya dan mengatakan, “Mintakanlah ampunan untuk
saudara kalian dan mintalah agar dia diberi kekuatan menjawab pertanyaan
malaikat, karena saat ini dia sedang ditanya.” (HR. Abu Daud 3223 dan
dishahihkan al-Albani)

Allahu a’lam

Referensi: https://konsultasisyariah.com/26276-cara-mentalqin-mayit.html
Talqin itu ada dua macam: yaitu Talqin sunnah dan Talqin bid’ah

[Pertama] Talqin Sunnah

( 501 ) – ‫ { لَقِّنُوا َموْ تَا ُك ْم‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ َوَأبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬، ‫َوع َْن َأبِي َس ِعي ٍد‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما قَااَل‬
ُ‫ُم ْسلِ ٌم َواَأْلرْ بَ َعة‬ ُ‫اَل إلَهَ إاَّل هَّللا ُ } َر َواه‬

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda:

“Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara kalian


ucapan laa ilah illallah.” (Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no 501
mengatakan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan kitab hadits yang
empat.” [Nasai, Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, pent]”).

Ibnu Utsaimin pernah ditanya:

“Apa yang perlu dilakukan oleh orang yang duduk di dekat orang yang
hendak meninggal dunia? Apakah membaca surat Yasin di dekat orang yang
hendak meninggal dunia adalah amal yang berdasar hadits yang shahih atau
tidak?”.

Jawaban beliau:

“Membesuk orang yang sakit adalah salah satu hak sesama muslim, satu
dengan yang lainnya. Orang yang menjenguk orang yang sakit hendaknya
mengingatkan si sakit untuk bertaubat dan menulis wasiat serta memenuhi
waktunya dengan berdzikir karena orang yang sedang sakit membutuhkan
untuk diingatkan dengan hal-hal ini.

Jika si sakit dalam keadaan sekarat dan orang-orang di sekelilingnya merasa


yakin bahwa si sakit hendak meninggal dunia maka sepatutnya orang
tersebut ditalqin laa ilaha illallah sebagaimana perintah Nabi.

Orang yang berada di dekat orang yang sedang sakaratul maut hendaknya
menyebut nama Allah (baca: laa ilaha illallah) di dekatnya dengan suara yang
bisa didengar oleh orang yang sedang sekarat sehingga dia menjadi ingat.
Para ulama mengatakan dia sepatutnya menggunakan kalimat perintah untuk
keperluan tersebut karena boleh jadi dikarenakan sedang susah dan sempit
dada orang yang sekarat tadi malah tidak mau mengucapkan laa ilaha illallah
sehingga yang terjadi malah suul khatimah. Jadi orang yang sedang sekarat
tersebut diingatkan dengan perbuatan dengan adanya orang yang membaca
laa ilaha illallah di dekatnya.

Sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa jika setelah diingatkan untuk


mengucapkan laa ilaha illallah orang tersebut mengucapkannya maka
hendaknya orang yang mentalqin itu diam dan tidak mengajaknya berbicara
supaya kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah laa ilaha illallah. Jika orang
yang sedang sekarat tersebut mengucapkan sesuatu maka talqin hendaknya
diulangi sehingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah laa ilaha illallah.

Sedangkan membaca surat Yasin di dekat orang yang hendak meninggal


dunia adalah amalan yang dianjurkan oleh banyak ulama mengingat sabda
Nabi, “Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang hendak meninggal
dunia di antara kalian.”

Akan tetapi derajat hadits ini diperbincangkan oleh sebagian ulama. Jadi
kesimpulannya, menurut ulama yang menshahihkan hadits tersebut maka
membaca surat Yasin di dekat orang yang meninggal dunia adalah amalan
yang dianjurkan. Sedangkan menurut ulama yang menilainya sebagai hadits
yang lemah maka perbuatan tersebut tidaklah dianjurkan.” (Kutub wa
Rasail Ibnu Utsaimin 215/40, Asy Syamilah).

[Kedua] Talqin Bid’ah

َ‫صرَف‬ ِ ِّ‫ي َعلَى ْال َمي‬


َ ‫ َوا ْن‬، ُ‫ت قَ ْب ُره‬ َ ‫ كَانُوا يَ ْست َِحبُّونَ إ َذا س ُِّو‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ – َأ َح ِد التَّابِ ِعينَ – قَا َل‬
ِ ‫ب َر‬ ٍ ‫ض ْم َرةَ ب ِْن َحبِي‬ َ ‫َوع َْن‬
، ‫ َو ِدينِي اِإْل سْاَل ُم‬، ُ ‫ قُلْ َربِّي هَّللا‬: ُ‫ يَا فُاَل ن‬، ‫ت‬ ٍ ‫ث َمرَّا‬ َ ‫ ثَاَل‬، ُ ‫ اَل إلَهَ إاَّل هَّللا‬: ْ‫ قُل‬، ُ‫ يَا فُاَل ن‬: ‫َأ ْن يُقَا َل ِع ْن َد قَب ِْر ِه‬. ُ‫النَّاسُ َع ْنه‬
‫ُأ‬
َ ‫ث بِي َما َمةَ َمرْ فُوعًا ُم‬
‫ط َّواًل‬ ‫َأ‬ َّ
ِ ‫ُور َموْ قُوفًا – َولِلطبَ َرانِ ِّي نَحْ ُوهُ ِم ْن َح ِدي‬ ٍ ‫ َر َواهُ َس ِعي ُد بْنُ َم ْنص‬، ‫ َونَبِيِّي ُم َح َّم ٌد‬.

Dari Dhamrah bin Habib, seorang tabiin, “Mereka (yaitu para shahabat yang
beliau jumpai) menganjurkan jika kubur seorang mayit sudah diratakan dan
para pengantar jenazah sudah bubar supaya dikatakan di dekat kuburnya,
‘Wahai fulan katakanlah laa ilaha illallah 3x. Wahai fulan, katakanlah
‘Tuhanku adalah Allah. Agamaku adalah Islam dan Nabiku adalah
Muhammad” [Dalam Bulughul Maram no hadits 546, Ibnu Hajar mengatakan,
“Diriwayatkan oleh Said bin Manshur secara mauquf (dinisbatkan kepada
shahabat). Thabrani meriwayatkan hadits di atas dari Abu Umamah dengan
redaksi yang panjang dan semisal riwayat Said bin Manshur namun secara
marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi)].
Muhammad Amir ash Shan’ani mengatakan, “Setelah membawakan redaksi
hadits di atas al Haitsami berkata, ‘Hadits tersebut diriwayatkan oleh ath
Thabrani dalam al Mu’jam al Kabir dan dalam sanadnya terdapat sejumlah
perawi yang tidak kukenal’. Dalam catatan kaki Majma’uz Zawaid disebutkan
bahwa dalam sanad hadits tersebut terdapat seorang perawi yang
bernama ‘Ashim bin Abdullah dan dia adalah seorang perawi yang
lemah.”

Referensi: https://konsultasisyariah.com/1158-apa-hukum-talqin.html

Anda mungkin juga menyukai