Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN KLINIK KEISLAMAN

“ HUKUM TALQIN BAGI NON MUSLIM ”

Disusun Oleh:

NAMA NIM
Yudi Atmanto (A01502151)
SOLIKHUN (A01502143)
RIA ASRININGRUM (A01502110)
WAHYU PROBONCONO (A01502147)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

2018
KAJIAN KLINIK KEISLAMAN TENTANG HUKUM TALQIN

BAGI NON MUSLIM

A. Kasus
Pada saat di IGD RSUD Cilacap, datanglah seorang pasien dengan penurunan
kesadaran, kemudian pasien tersebut di bawa ke Resusitasi, saat dilakukan
pemeriksaan didapatkan TD 98/64 mmHg, Nadi 69x/menit, RR 24x/menit, Spo2
85%, kesadaran somnolen, keadaan umum lemah. setelah 1 jam di ruang IGD
klien mengalami gaagal nafas dan akhirnya meninggal dunia, sebelum
meninggal perawat menalkin orang tersebut, namun pada saat melengkapi RM
yang akan diserahkan ke dokter ternyata pasien tersebut bukan seorang muslim.
B. Istilah
-
C. Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Talqin?
2. Apa hukumnya talqin?
3. Kapan kita melakukan talqin?
4. Apa hukumnya talqin bagi non muslim?
D. Pembahasan
1. Pengertian Talqin
Talqin artinya dalam kitab Mu’jam Lughatil Fuqaha’ juz 1
halaman 145 adalah : Memahamkan dengan ucapan ( instructing ).
Talqin dalam kitab kamus al-Marbawi halaman 225 adalah : Mengajar
dan memberi ingat. Maksud / Tujuan Talqin : Tujuan daripada Talqin
adalah mengingatkan mereka akan jawaban pertanyaan yang di ajukan
penanya pada mereka. Jadi dapat dipahami bahwa, Talqin itu tidak lain
adalah mengingatkan orang akan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh sipenanya. Jika yang ditanya itu adalah orang yang
sudah mati di dalam kubur, tentu yang menanyainya adalah Malaikat,
yaitu Munkar dan Nakir.
Orang yang pertama-tama mengerjakan Talqin adalah Nabi
Saw ketika meninggalnya Ibrahim putra dari Nabi Saw, sebagaimana
yang diterangkan di dalam Kitab Hasyiyah Al-Bujairamiy ‘ala Al-
Khathib Juz 6 halaman 159 yang artinya :
Dasar daripada Talqin itu adalah hadits yang diriwayatkan : Bahwa
Nabi Saw, ketika telah dikuburkan. Kata beliau : Katakanlah Allah itu
Tuhanku, dan Rasulullah itu adalah bapakku, dan Islam itu adalah
agamaku. Lalu ditanyakan pada beliau : Wahai Rasulullah, engkau
mentalqinkan- nya (mengajarinya), lalu siapa yang akan mengajari
kami ?. Kemudian Alloh menurunkan ayat yang artinya : Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh (2) itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. QS. Ibrahim :
27.
2. Hukum Talqin
Talqin itu ada dua macam: yaitu Talqin sunnah dan Talqin bid’ah
a. Talqin Sunnah
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
“Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia di antara
kalian ucapan laa ilah illallah.” (Ibnu Hajar dalam Bulughul
Maram no 501 mengatakan, “Hadits tersebut diriwayatkan oleh
Muslim dan kitab hadits yang empat.” [Nasai, Abu Daud, Tirmidzi
dan Ibnu Majah, pent]”).
Ibnu Utsaimin pernah ditanya:
“Apa yang perlu dilakukan oleh orang yang duduk di dekat orang
yang hendak meninggal dunia? Apakah membaca surat Yasin di
dekat orang yang hendak meninggal dunia adalah amal yang
berdasar hadits yang shahih atau tidak?”.
Jawaban beliau:
“Membesuk orang yang sakit adalah salah satu hak sesama
muslim, satu dengan yang lainnya. Orang yang menjenguk orang
yang sakit hendaknya mengingatkan si sakit untuk bertaubat dan
menulis wasiat serta memenuhi waktunya dengan berdzikir karena
orang yang sedang sakit membutuhkan untuk diingatkan dengan
hal-hal ini.
Jika si sakit dalam keadaan sekarat dan orang-orang di
sekelilingnya merasa yakin bahwa si sakit hendak meninggal dunia
maka sepatutnya orang tersebut ditalqin laa ilaha illallah
sebagaimana perintah Nabi.
Orang yang berada di dekat orang yang sedang sakaratul maut
hendaknya menyebut nama Allah (baca: laa ilaha illallah) di
dekatnya dengan suara yang bisa didengar oleh orang yang sedang
sekarat sehingga dia menjadi ingat. Para ulama mengatakan dia
sepatutnya menggunakan kalimat perintah untuk keperluan
tersebut karena boleh jadi dikarenakan sedang susah dan sempit
dada orang yang sekarat tadi malah tidak mau mengucapkan laa
ilaha illallah sehingga yang terjadi malah suul khatimah. Jadi
orang yang sedang sekarat tersebut diingatkan dengan perbuatan
dengan adanya orang yang membaca laa ilaha illallah di dekatnya.
Sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa jika setelah
diingatkan untuk mengucapkan laa ilaha illallah orang tersebut
mengucapkannya maka hendaknya orang yang mentalqin itu diam
dan tidak mengajaknya berbicara supaya kalimat terakhir yang dia
ucapkan adalah laa ilaha illallah. Jika orang yang sedang sekarat
tersebut mengucapkan sesuatu maka talqin hendaknya diulangi
sehingga kalimat terakhir yang dia ucapkan adalah laa ilaha
illallah.
b. Talqin bid’ah
Dari Dhamrah bin Habib, seorang tabiin, “Mereka (yaitu para
shahabat yang beliau jumpai) menganjurkan jika kubur seorang
mayit sudah diratakan dan para pengantar jenazah sudah bubar
supaya dikatakan di dekat kuburnya, ‘Wahai fulan katakanlah laa
ilaha illallah 3x. Wahai fulan, katakanlah ‘Tuhanku adalah Allah.
Agamaku adalah Islam dan Nabiku adalah Muhammad” [Dalam
Bulughul Maram no hadits 546, Ibnu Hajar mengatakan,
“Diriwayatkan oleh Said bin Manshur secara mauquf (dinisbatkan
kepada shahabat). Thabrani meriwayatkan hadits di atas dari Abu
Umamah dengan redaksi yang panjang dan semisal riwayat Said
bin Manshur namun secara marfu’ (dinisbatkan kepada Nabi)].

Dalam Al Manar Al Munif, Ibnul Qoyyim mengatakan:

“Sesungguhnya hadits tentang talqin ini adalah hadits yang tidak


diragukan oleh para ulama hadits sebagai hadits palsu. Hadits
tersebut diriwayatkan oleh Said bin Manshur dalam sunannya dari
Hamzah bin Habib dari para gurunya yang berasal dari daerah
Himsh (di Suriah, Syam, pent). Jadi perbuatan ini hanya dilakukan
oleh orang-orang Himsh.”

Dalam Zaadul Ma’ad, Ibnul Qoyyim juga berkata tegas


sebagaimana perkataan beliau di Al Manar Al Munif. Sedangkan
di kitab Ar Ruuh, Ibnul Qoyyim menjadikan hadits talqin di atas
sebagai salah satu dalil bahwa mayit itu mendengar perkataan
orang yang hidup di dekatnya. Terus-menerusnya talqin semacam
ini dilakukan dari masa ke masa tanpa ada orang yang
mengingkarinya, menurut Ibnul Qoyyim, sudah cukup untuk
dijadikan dalil untuk mengamalkannya. Akan tetapi di kitab Ar
Ruuh, beliau sendiri tidak menilai hadits talqin di atas sebagai
hadits yang shahih bahkan beliau dengan tegas mengatakan bahwa
hadits tersebut adalah hadits yang lemah.

Yang bisa kita simpulkan dari perkataan para ulama peneliti


sesungguhnya hadits tentang talqin di atas adalah hadits yang
lemah sehingga mengamalkan isi kandungannya adalah bid’ah
(amalan yang tidak ada tuntunannya). Tidak perlu tertipu dengan
banyaknya orang yang mempraktekkannya.” (Subulus Salam
3/157, Asy Syamilah).

3. Kapan Talqin dilakuka

Mentalqin adalah menuntun seseorang yang akan meninggal dunia


untuk mengucapkan kalimat syahadat Laa Ilaaha Illa Allah. Mentalqin
seseorang yang akan meninggal dunia disunnahkan bagi orang yang
ada di sisi orang yang akan meninggal dunia, sebagaimana sabda
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:

‫لقنوا موتا كم ال إله إال هللا‬


“Tuntunlah seseorang yang akan meninggal dunia untuk mengucapkan
kalimat: ‘Laa ilaaha illa Allah’” 1

Dalam riwayat yang lain:

‫من كان آخر كالمه ال إله إال هللا دخل الجنة‬

“Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah “Laa ilaaha illa


Allah” maka akan masuk surga”

Syeikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang kapankah waktu talqin.


Jawaban beliau:
“Talqin itu dilakukan ketika hendak meninggal dunia yaitu pada saat
proses pencabutan nyawa. Orang yang hendak meninggal ditalqin laa
ilaha illallah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi ketika pamannya,
Abu Thalib hendak meninggal dunia. Nabi mendatangi pamanya
lantas berkata, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah laa ilaha illallah, sebuah
kalimat kalimat yang bisa kugunakan untuk membelamu di hadapan
Allah’. Akan tetapi paman beliau tidak mau mengucapkannya
sehingga mati dalam keadaan musyrik.
Sedangkan talqin setelah pemakaman maka itu adalah amal yang
bid’ah karena tidak ada hadits yang shahih dari Nabi tentang hal
tersebut. Yang sepatutnya dilakukan adalah kandungan hadits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud. Nabi jika telah selesai memakamkan
jenazah berdiri di dekatnya lalu berkata, “Mohonkanlah ampunan
untuk saudaramu dan mintakanlah agar dia diberi keteguhan dalam
memberikan jawaban. Sesungguhnya sekarang dia sedang ditanya.”
4. Hukum Talqin Bagi Non Muslim
Talqin adalah sunnah, dan ini telah disepakati para imam kaum
muslimin. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda yang artinya :
“Talqinkanlah orang sedang menghadapi kematian di antara kalian,
dengan ucapan: Laa Ilaha Illallah.” (HR.Muslim, 4/473/1524. At
Tirmidzi, dari jalur Abu Said Al Khudri, 4/ 84/898. An Nasa’i,
6/357/1803. Ibnu Majah, 4/375/1434)
Menurut qaul sahih penalkinan dilakukan satu kali (tidak perlu
dilakukan berulang), kecuali apabila mutadlor setelah ditalkin
berbicara sekalipun masalah ukhrawi, maka talkin sunah untuk diulani
lagi. Menurut imam As Shamiri talqin tidak sunah diulangi selama
muhtadlor tidak membicarakan urusan duniawi. Talqin untuk orang
muslim tidak memakai lafadz tasbih dan ashadu, kedua lafadz tersebut
digunakan untuk mentalqin orang kafir yang diharapkan masuk islam.
Hadits dari Anas bin malik ra : bahwa seseorang anak laki-laki
yahudi pernah meletakan air untuk nabi berwudlu dan mengambilkan
sendal beliau, sewaktu anak itu sakit dipangkuan bapaknya
dirumahnya, Rasulullah SAW, menengoknya dan bersabda “ hai fulan,
ucapkanlah “ la illaha illalloh muhammadurasulalloh “ lalu anak itu
melirik bapaknya, maka bapaknya pun berkata “turutilah, turutilah,
maka anak itu mengucapkan “la illaha ilalloh muhammadurasululloh”
kemudian Rasululloh meninggalkan tempat itu seraya bersabda “
Maha suci Alloh yang telah mengeluarkan ia dari neraka dengan
perantaraku” (H.R Ahmad dan Sanad Hasan)
Adapun untuk talqin orang yang kuffar yang tidak menerima
dakwah Rasululloh yaitu dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat
tersebut, karena ia tidak dapat menjadi seorang muslim kecuali dengan
mengucapkan kedua kalimat tersebut. Talqin bagi non muslim
diharapkan untuk menjadikan muhtadlor tersebut mati dalam keadaan
islam karena telah mengucapkan kalimat syahadat.

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Talqin itu tidak lain adalah mengingatkan orang akan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sipenanya. Mentalqin
seseorang yang akan meninggal dunia disunnahkan bagi orang yang
ada di sisi orang yang akan meninggal dunia. Menurut qaul sahih
penalkinan dilakukan satu kali (tidak perlu dilakukan berulang),
kecuali apabila mutadlor setelah ditalkin berbicara sekalipun masalah
ukhrawi, maka talkin sunah untuk diulani lagi. Menurut imam As
Shamiri talqin tidak sunah diulangi selama muhtadlor tidak
membicarakan urusan duniawi. Talqin untuk orang muslim tidak
memakai lafadz tasbih dan ashadu, kedua lafadz tersebut digunakan
untuk mentalqin orang kafir yang diharapkan masuk islam
2. Saran
Talqinkanlah orang sedang menghadapi kematian di antara kalian,
dengan ucapan: Laa Ilaha Illallah.

Anda mungkin juga menyukai