Anda di halaman 1dari 4

Nama : Ulya Roudlotul Farichah

NIM : 2021080033
Mata Kuliah : Tafsir Akidah
Kelas : IQT 4a
A. QS. Al-Isra’:85 kata kunci lafadz “RUH”.

‫وح ِم ْن أ َْم ِر َرِِّب َوَما أُوتِيتُ ْم ِم َن ال ِْعل ِْم إِاَّل قَلِ ًيل‬ُّ ‫وح قُ ِل‬
ُ ‫الر‬ ُّ ‫ك َع ِن‬
ِ ‫الر‬ َ َ‫َويَ ْسأَلُون‬
1. ‘Urfah bin Tantawi dalam kitabnya menjelaskan para ahli tafsir berkata; “orang Yahudi
bertanya kepada rasulullah saw mengenai ruh, setelah itu Allah menurunkan Q.S al-Isra’,
ayat 85”. Ketika nabi Hijrah kemadinah, nabi didatangi para pendeta Yahudi, dan mereka
berkata: “sampai kepada kami bahwa engkau berkata "wa ma utitum min al-‘ilmi illa
qalila", apakah kami yang engakau maksudkan ataukah kaummu ? nabi menjawab “yang
saya maksudkan adalah semua”, kemudian mereka berkata; “bukankah engkau membaca
apa yang datang kepadamu, sungguh kami telah diberi Taurat yang didalamnya
mengandung segala pengetahuan”, kemudian nabi merespon “kitab tersebut hanya edikit
dari ilmu Allah, sungguh Allah telah memberikan sesuatu yang mana kalian
mengamalkannya maka kalian kalian bisa mengambil manfaat dengan itu”. Imam
Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakr al-Suyuti berkata; “firman Allah tentang ruh (Q.S
al-Isra’, ayat 85) berkaitan dengan firman Allah QS Luqman: 27), Ibn Jarir meriwayatkan
dari ‘Ikrimah bahwa ahli kitab bertanya kepada nabi saw tentang masalah ruh, kemudian
Allah menurunkan al-Qur’an surat al- Isra’ ayat 85, mereka mengatakan “engkau sangka
kami tidak diberi pengetahuan, kami diberi Taurat sebagai hikmah, dan barang siapa
diberi hikmah, sungguh dialah yang diberi banyak kebaikan”, kemudian turunlah Q.S
Luqman ayat 27.1
2. Imam Ahmad dan al-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari 'Alqamah' dari
'Abdillah bin Mas'ud: Ketika kami berjalan bersama Nabi melalui reruntuhan kota dan
ketika Nabi memegang telapak tangan di tangannya, maka sebuah sekelompok orang
Yahudi lewat, lalu beberapa dari mereka bertanya kepada yang lain: "Tanyakan tentang

1
‘Urfah bin Tantawi, Al-Manhaj al-Ta’sili li Dirasah al-Tafsir al-Tahlili, t.t., 95.
hal-hal rohani!" dan ada yang berkata "Jangan beritahu dia, itu tidak akan membuatnya
benci", ada yang berkata lagi "Kami akan benar-benar menanyakannya", kemudian
seseorang berdiri di dekat mereka dan berkata "Wahai abu al-Qasim, ruh, apa itu ini?" Lalu
Nabi terdiam, aku pun berkata: “Walaupun diberikan kepadanya wahyu”, lalu aku berdiri
ketika Nabi memperhatikan bahwa Nabi membaca Al-Qur’an Surah al-Isra ayat 852

3. Saif bin Mansur bin ‘Ali al-Harisi dalam Itinbatat al-Syaikh ‘Abdurrahman alSa’di
menjelaskan dalam bab “larangan bertanya masalah-masalah dengan tujuan
menyusahkan dan melemahkan” firman Allah: “wa yas’alunaka ‘anirruh qul alruhu min
amri rabbi wa ma utitum min al-‘ilmi illa qalila (al-Isra’: 85) al-Sa’di berkata: “ayat
tersebut menjelakan penolakan terhadap siapa saja yang menagajukan pertanyaan dengan
tujuan melemahkan dan menyusahkan, dan pertanyaan yang tidak penting. Pada ayat
tersebut orang Yahudi bertanya tentang ruh yang masuk dalam kategori masalah yang
samar, yang tidak bisa diyakini dari aspek ontologi dan epistimologi, karena hakikatnya
mereka adalah manusia yang terbatas keilmuannya. Dari masalah terebut, rasulullah saw
diperintahkan untuk menjawab permasalahan tersebut dengan firman Allah “qul al-ruhu
min amri rabbi” yakni bagian dari makhluk Allah yang diwujudkan olehnya, karena
pertanyaan tersebut bukanlah pertanyaan yang bermanfaat, disertai tanpa adanya
pengetahuan tentang hal tersebut. Dari penjelasan tersebut, menunjukan bahwa seorang
yang ditanya tentang sesuatu, sebaiknya menawarkan jawaban apa yang diinginkan, apa
yang dibutuhkan, dan menunjukan sesuatu yang bermanfaat baginya3
4. Firman Allah “wa yas’alunaka ‘an al-ruh qul al-ruh” Yahya bin Salam meriwayatkan dari
sahabatnya A’masy, Mujahid bahwa dia adalah seorang yang religius. orang Yahudi yang
ditemui nabi yang dilihatnya mengendarai keledai, kemudian mereka bertanya tentang ruh
dan kemudian turunlah ayat Al-Qur'an Surah al-Isra: 85. Tafsir Al-Kalb menjelaskan
bahwa kaum musyrik mengirimkan banyak utusan. Kaum musyrik mengatakan kepada
mereka untuk bertanya kepada orang-orang Yahudi tentang "Muhammad", apa karakter
dan kata-katanya, dan kemudian kembali dan memberi tahu kami. Jadi mereka pergi, ketika

2
Ma’mun H{umusy, Tafsir al-Ma’mun ’ala Manhaj al-Tanzil wa al-Sahih al-Masnun, vol. 4, 2007, 534.
3
Saif bin Mansur bin ‘Ali al-Harisi, Istinbat al-Syaikh ‘Abdurrahman al-Sa’di min alQur’an al-Karim (Riyadh:
Dar Ibn Hazm, 2016), 612.
mereka tiba di Madinah, mereka bertemu dengan para pemimpin Yahudi dari berbagai
bagian negara, di sana mereka menghabiskan liburan, kemudian para utusan bertanya
kepada mereka tentang "Muhammad" dan mereka juga menceritakan ciri-cirinya, kata
salah satu orang di antara orang-orang tersebut. . di sana Ini adalah sifat-sifat Nabi yang
kita bicarakan ketika Allah mengirimnya ke bumi ini. Kemudian Rasulullah dari Quraisy
berkata: "Dia memang orang miskin, orang miskin dan yatim piatu" 4

5. Ishaq al-Bisti meriwayatkan dalam tafsirnya, dari abu Musa dari Abu al-A’la dari Da’ud
dari ‘Ikrimah, dia berkata ahli kitab bertanya kepada rasulullah saw tentang masalah ruh,
maka turunlah al-Qur’an surat al- Isra’ ayat 85, merekapun mengatakan “apakah engkau
menyangka bahwa kami tidak diberi pengetahuan melainkan sedikit, sungguh kami diberi
Taurat yakni hikmah, "wa man yu’ta alhikmata fa qad utiya khairan kasira" (al-Baqarah:
269), dari sini turunlah ayat "walau annama al-arda min syajaratin aqlam wa al-bahru
yamudduhu min ba’dihi sab’atu abhurin ma nafadat kalimatullah" (Luqman: 27), adapun
sesuatu yang diberikan pada kalian berupa ilmu, maka Allah menyelamatkan kalian
dengannya dari neraka, dan memasukkan kalian kedalam surga, itulah kebahagian yang
banyak, semua itu bagi Allah adalah suatu pengetahuan yang sedikit.5
6. Ulama berbeda pendapat tentang maksud kata ruh pada al-Qur’an surat al- Isra’ ayat 85,
kebanyakan menjelaskan, “yaitu ruh yang sudah biasa diketahui yang berbeda pada
badan, dan sehingga dengan adanya ruh tubuh manusia menjadi mukallaf”. Ruh
manakala keluar dari tubuh, maka disebut “ruh”, tetapi ketika masih berada dalam badan
disebut “nafs”, karena demikian nabi bersabda saat ‘Usman bin Maz’un dicabut ruhnya,
“ruh ketika dicabut naik dari badan, maka mata akan mengikutinya”, adapun ruh selagi
masih dikandung badan (masih hidup) disebut “nafs” sesuai dengan firman Allah swt "wa
nafsin wa ma sawwaha", dan firman Allah yang menyandarkan “nafs” pada suatu
perbuatan "yauma tajidu kullu nafsin ma ‘amilat min khairin muhdaran wa ma ‘amilat min
su’in tawaddu lau anna bainaha wa bainahu amadan ba’ida " (Ali ‘Imran : 30), yang
menjadi bukti wujudnya nafs6

4
Yahya bin Salam, Tafsir Yahya bin Salam, vol. 1 (Beirut: Dar al-Kotob al-’Ilmiyyah, 2004), 159.
5
Ishaq Al-Bisti, Tafsir Ishaq al-Busti, vol. 2, t.t., 92
6
Abu Hasyim Salih bin ’Awwad bin Salih al-Magamisi, Ma’alim Bayaniyyah fi ayat Qur’aniyyah, vol. 23 (Durus
Sautiyyah Qama bi Tafrigiha Mau qi’ al-Syabakah al-Islamiyyah, t.t.), 2.
7. Firman Allah QS. Al-Isra’ : 85 Ahmad bin ‘Ali al-Hanafi dalam Ahkam al-Qur’an
menjelaskan bahwa mengenai masalah ruh, Ada banyak perbedaan tentang siapa ruh yang
dimaksud. Ibnu 'Abbas mengatakan ruh itu adalah Jibril, sedangkan sahabat Ali
mengatakan itu adalah malaikat dengan 70.000 wajah setiap wajah memiliki 70.000 lisan
yang semua membaca tasbih sehingga dikatakan itu berarti roh hewan, Ruh hewan adalah
tubuh lunak yang terkandung di dalam setiap bagian struktur hewan, tempat sumber
kehidupan berada. 7

7
Ahmad bin ’Ali Al-Hanafi, Ahkam al-Qur’an, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kotob al-’Ilmiyyah, 1994), 269–70.

Anda mungkin juga menyukai