Anda di halaman 1dari 58

ASBABUN NUZUL JUZ 1

DISUSUN:
O
L
E
H
NAMA: SUCI MAHARANI
KELAS:Xl AGAMA 2
MATA PELAJARAN: TAHFIZ
GURU PEMBIMBING: FADILLAH ARIYANTI DWI S

TAHUN AJARAN 2020/2021


MADRASAH ALIYAH NEGERI 2
LUBUKLINGGAU
BAB 1

PENDAHULUAN

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah
ini tepat waktu. Tak lupa pula kita kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh ummatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas tugas individu mata pelajaran Tahfiz yang membahas
tentang Asbabun Nuzul sebagai Rahmatan Lil’Aalamiin.

Dalam penyelesaian makalah ini, saya mendapatkan bantuan serta bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena
itu, sudah sepantasnya kami haturkan terima kasih kepada.

Umi FADILLAH ARIYANTI DWI S selaku guru mata pelajaran Tahfis Xl Agama 2 Madrasah Aliyah Negeri 2
Lubuklinggau (MAN 2 Lubuklinggau)

Orang tua kami yang banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil.

Semua pihak yang tidak dapat saya rinci satu per satu yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah
ini.

Akhirul kalam, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu kami mengharapkan
saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan saya semoga makalah ini
bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak. Amiin.

Suci Maharani
A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan kitab suci terakhir yang Allah SWT mukjizatkan kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Quran ini
terdiri atas 30 juz, 114 surat dan 6666 ayat. Menurut Al-Ja’bari Al-Quran itu di turunkan dalam dua cara: Pertama,
diturunkan sebagai permulaan tanpa didahului suatu peristiwa atau pertanyaan. Kedua, diturunkannya seiring
terjadinya suatu peristiwa atau munculnya sebuah pertanyaan (Asbabun Nuzul). Bagaimanapun juga sangat
penting mempelajari Asbabun Nuzul karena dengan mempelajari dan memahaminya, kita akan lebih mudah
memahami sekaligus menempatkan pemahamannya kepada posisi yang benar serta lebih memperkuat iman dan
taqwa kepada Allah SWT.

Al Wahidi berkata: “Tidak mungkin mengetahui penafsiran ayat Al-Quar’an tanpa mengetahui kisahnya dan sebab
turunnya”. Ibnu Daqiq al-‘Id mengatakan:” penjelasan Asbabun Nuzul merupakan jalan yang kuat dalam
memahami makna Al-Quran”.

B.Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah agar kita bisa lebih mengenal tentang asbabun nuzul juz 1 Qur'an
surat Al Baqarah dan lebih memudahkan kita untuk mempelajari lebih jauh lagi sehingga dalam proses
mempelajarinya kita tidak menemukan kesulitan.
‫الم‬

Artinya: “Alif laam miim.”

Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai huruf-huruf potongan yang terdapat pada awal beberapa surah. Di
antara mereka ada yang mengatakan, bahwa itu merupakan huruf-huruf yang hanya Allah Ta’ala sendiri yang
mengetahui maknanya. Maka mereka mengembalikan ilmu mengenai hal itu kepada Allah Ta’ala dengan tidak
menafsirkannya. Pendapat ini dinukil Imam Al-Qurthubiy dalam tafsirnya dari Abu Bakar, Umar, Ustman, ‘Ali dan
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhum.

Abd Ar-Rahman bin Zaid bin Aslam mengatakan, huruf-huruf itu adalah nama-nama Surah Alquran. Dalam
tafsirnya, Al-Allamah Abu Al-Qasim Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari menyatakan bahwa hal tersebut menjadi
kesepakatan banyak ulama. Beliau juga menukil dari Sibawaih bahwa ia menegaskan dan memperkuat hal itu.
Berdasarkan hadis dalam kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam pernah membaca Surah Alif Laam Mim, As-Sajdah dan hal ata ‘ala al-insan (Surah Al-Insan) pada
salat Subuh pada hari Jumat.

َ ۛ ‫ٰ َذلِكَ ۡٱل ِك ٰتَبُ اَل َر ۡي‬


٢ َ‫ب فِي ۛ ِه ه ُٗدى لِّ ۡل ُمتَّقِين‬

Artinya: “Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”

Ibnu Juraij menceritakan, Ibnu Abbas mengatakan, ‘dzalika al-kitabu’ berarti kitab ini. Hal ini sama juga dikatakan
oleh Mujahid, Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Muqatil bin Hayyan, Zaid bin Aslam, Ibnu Juraij, bahwa ‘dzalika’ berarti
‘hadza’. Bangsa Arab berbeda pendapat mengenai kedua ‘ismul isyarah’ (kata petunjuk) tersebut. Mereka sering
memakai keduanya secara tumpeng tindih. Dalam percakapan yang demikian itu sudah menjadi sesuatu yang
dimaklumi. Dan hal itu juga telah diceritakan Imam Al-Bukhari dari Mu’ammar bin Mutsanna, dari Abu Ubaidah.

‘Al-Kitabu’ yang dimaksudkan dalam ayat di atas adalah Alquran. Dan ‘ar-raib’ maknanya ‘asy-syakk’ artinya
keraguan. ‘La raiba fiih’ berarti tidak ada keraguan di dalamnya. Artinya, bahwa Alquran ini sama sekali tidak
mengandung keraguan di dalamnya, bahwa ia diturunkan dari sisi Allah Ta’ala, sebagaimana yang difirmankan-Nya
dalam Surah As-Sajdah ayat 1 yang artinya: “Alif Laam Miim. Turunnya Alquran yang tidak ada keraguan
terhadapnya adalah dari Rabb semesta alam.” Sebagian dari mereka mengatakan, yang demikian itu berita yang
berarti larangan. Artinya, janganlah kalian meragukannya.

٣ َ‫زَق ٰنَهُمۡ يُن ِفقُون‬


ۡ ‫صلَ ٰوةَ َو ِم َّما َر‬ ِ ‫ٱلَّ ِذينَ ي ُۡؤ ِمنُونَ ِب ۡٱلغ َۡي‬
َّ ‫ب َويُ ِقي ُمونَ ٱل‬

: “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan salat dan menafkahkan sebagian rezeki yang
Kami anugerahkan kepada mereka.”

Abu Ja’far Ar-Razi menceritakan, dari Abdullah, ia mengatakan: “Iman itu adalah kebenaran.” Dari Ali bin Abi
Thalhah dan juga yang lainnya menceritakan, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan: “Mereka beriman (maksudnya
adalah) mereka membenarkan.” Sedangkan Mu’ammar mengatakan, dari Az-Zuhri, “Iman adalah amal.” Ibnu Jarir
mengatakan, yang lebih baik dan tepat adalah mereka harus menyifati diri dengan iman kepada yang ghaib baik
melalui ucapan maupun perbuatan. Kata iman itu mencakup keimanan kepada Allah Ta’ala, kitab-kitab-Nya dan
rasul-rasul-Nya sekaligus membenarkan pernyataan itu melalui amal perbuatan.
Berkenaan dengan ini, Ibnu Katsir mengatakan, secara etimologis, iman berarti pembenaran semata. Alquran
sendiri terkadang menggunakan kata ini untuk pengertian tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh saudara-
saudara Yusuf kepada ayah mereka pada Surah Yusuf ayat 17 yang artinya: “Dan engkau sekali-kali tidak akan
pernah percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.” Demikian pula ketika kata iman itu
dipergunakan beriringan dengan amal salih, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-‘Ashr ayat 3 yang artinya:
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih.”

٤ َ‫نز َل ِمن قَ ۡب ِلكَ َو ِبٱأۡل ٓ ِخ َر ِة هُمۡ يُو ِقنُون‬‫ُأ‬ ‫ُأ‬


ِ ‫وَٱلَّ ِذينَ ي ُۡؤ ِمنُونَ ِب َمٓا‬
ِ ‫نز َل ِإلَ ۡيكَ َو َمٓا‬

Artinya: “Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Alquran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang
telah diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”

Mengenai firman-Nya ‘wa al-ladziina yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika’, Ibnu Abbas
mengatakan: “Artinya mereka membenarkan apa yang engkau (Muhammad) bawa dari Allah Ta’ala dan apa yang
dibawa oleh para rasul sebelum dirimu. Mereka sama sekali tidak membedakan antara para rasul tersebut serta
tidak ingkar terhadap apa yang mereka bawa dari Rabb mereka.” Sedangkan firman-Nya ‘wabi al-akhirati hum
yuuqinuuna’, yakni mereka yakin akan adanya hari kebangkitan, kiamat, surga, neraka, perhitungan dan
timbangan. Disebut akhirat, karena ia ada setelah dunia.

Para ulama berbeda pendapat mengenai orang-orang yang disebut dalam ayat ini, apakah mereka ini yang disifati
Allah Ta’ala dalam ayat sebelumnya (ayat ketiga). Mengenai siapakah mereka ini, terdapat tiga pendapat yang
dikatakan oleh Ibnu Jarir: Pertama, orang-orang yang disifati Allah Ta’ala dalam ayat ketiga Surah Al-Baqarah itu
adalah mereka yang Dia sifati dalam ayat setelahnya, yaitu orang-orang yang beriman dari kalangan Ahlul Kitab
dan yang selainnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Mujahid, Abu Al-Aliyah, Ar-Rabi’ bin Anas dan Qatadah.

Kedua, mereka itu (yang disebutkan pada ayat ketiga dan keempat dari Surah Al-Baqarah) adalah satu, yaitu orang-
orang yang beriman dari kalangan ahlul kitab. Dengan demikian

kedua hal di atas, maka huruf ‘wa’ dalam ayat ini berkedudukn sebagai ‘wawu ‘athaf’ (penyambung) satu sifat
dengan sifat yang lainnya.

Ketiga, mereka yang disifati pertama kali (ayat ketiga) adalah orang-orang yang beriman dari Bangsa Arab, dan
yang disifati berikutnya (ayat keempat) adalah orang-orang yang beriman dari kalangan ahlul kitab.

ٓ ٓ
٥ َ‫ُأوْ ٰلَِئكَ َعلَ ٰى ه ُٗدى ِّمن َّربِّ ِهمۡۖ َوُأوْ ٰلَِئكَ هُ ُم ۡٱل ُم ۡفلِحُون‬

Artinya: “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Rabb-nya, dan merekalah orang-orang yang
beruntung.”

Allah Ta’ala berfirman ‘ulaaika’ yaitu orang-orang yang menyandang sifat-sifat di atas, yaitu beriman kepada hal-
hal yang ghaib, mendirikan salat, mengeluarkan infak dari rezeki yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka, beriman
kepada apa yang diturunkan kepada Rasul-Nya dan para Rasul sebelumnya, serta menyakini adanya kehidupan
akhirat. Dan semua itu mengharuskan mereka bersiap diri untuk menghadapinya dengan mengerjakan amal salih
dan meninggalkan semua yang diharamkan-Nya.
Lafaz ‘’alaa hudan’ maksudnya adalah mereka senantiasa mendapat pancaran cahaya, penjelasan, serta petunjuk
dari Allah Ta’ala.

Lafaz ‘wa ulaaika hum al-muflihuun’ yaitu orang-orang yang mendapatkan apa yang mereka inginkan dan yang
selamat dari kejahatan yang mereka jauhi.

٦ َ‫ُوا َس َوٓا ٌء َعلَ ۡي ِهمۡ َءَأن َذ ۡرتَهُمۡ َأمۡ لَمۡ تُن ِذ ۡرهُمۡ اَل ي ُۡؤ ِمنُون‬
ْ ‫ِإنَّ ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri
peringatan, mereka tidak juga akan beriman.”

Asbabun Nuzul ayat 6 dan 7 yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan
dengan kaum Yahudi Madinah, yang menjelaskan bahwa mereka itu walaupun diperingatkan, tetap tidak akan
beriman.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Ikrimah, dari Sa’id bin Jubair, yang
bersumber dari Ibnu Abbas)

Asbabun Nuzul ayat 6 dan 7 lainnya yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa dua ayat ini tentang kaum
kafirin yang menegaskan bahwa hati, pendengaran dan pengelihatan mereka ditutup, diperingatkan atau tidak
diperingatkan, mereka tetap tidak akan beriman.” (Diriwayatkan oleh Al-Faryabi dan Ibnu Jarir yang bersumber
dari Mujahid)

ۖ
ِ ‫ة َولَهُمۡ َع َذابٌ ع‬ٞ ‫ص ِر ِهمۡ ِغ ٰ َش َو‬
٧ ‫يم‬ٞ ‫َظ‬ َ ٰ ‫خَ تَ َم ٱهَّلل ُ َعلَ ٰى قُلُو ِب ِهمۡ َو َعلَ ٰى َسمۡ ِع ِهمۡۖ َو َعلَ ٰ ٓى َأ ۡب‬

: “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan pengelihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka
siksa yang amat berat.”

Mengenai firman-Nya (khatama Allahu), As-Suddi mengatakan artinya bahwa Allah Ta’ala telah mengunci mati.
Qatadah mengatakan, “Setan telah menguasai mereka karena mereka telah menaatinya. Maka Allah Ta’ala
mengunci-mati hati dan pendengaran, serta pandangan mereka ditutup, sehingga mereka tidak dapat melihat
petunjuk, tidak dapat mendengarkan, memahami dan berfikir.”

Ibnu Juraij menceritakan, Mujahid mengatakan, Allah Ta’ala mengunci-mati hati mereka. Dia berkata (ath-thab’u)
artinya melekatnya dosa di hati, maka dosa-dosa itu senantiasa mengelilinginya dari segala arah sehingga berhasil
menemui hati tersebut. Pertemuan dosa dengan hati itu merupakan kunci mati. Ibnu Juraij juga mengatakan
bahwa kunci mati dilakukan terhadap hati dan pendengaran mereka. Ibnu Juraij juga menceritakan, Abdullah bin
Katsir memberitahukan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan (ar-raanu) atau
penghalangan lebih ringan daripada (ath-thab’u) atau penutupan dan pengecapan dan (ath-thab’u) lebih ringan
daripada (al-iqfaal) atau penguncian.

ۖ
ِ ‫ة َولَهُمۡ َع َذابٌ ع‬ٞ ‫ص ِر ِهمۡ ِغ ٰ َش َو‬
٧ ‫يم‬ٞ ‫َظ‬ َ ٰ ‫خَ تَ َم ٱهَّلل ُ َعلَ ٰى قُلُوبِ ِهمۡ َو َعلَ ٰى َسمۡ ِع ِهمۡۖ َو َعلَ ٰ ٓى َأ ۡب‬

Artinya: “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan pengelihatan mereka ditutup. Dan bagi
mereka siksa yang amat berat.”
Mengenai firman-Nya (khatama Allahu), As-Suddi mengatakan artinya bahwa Allah Ta’ala telah mengunci mati.
Qatadah mengatakan, “Setan telah menguasai mereka karena mereka telah menaatinya. Maka Allah Ta’ala
mengunci-mati hati dan pendengaran, serta pandangan mereka ditutup, sehingga mereka tidak dapat melihat
petunjuk, tidak dapat mendengarkan, memahami dan berfikir.”

Ibnu Juraij menceritakan, Mujahid mengatakan, Allah Ta’ala mengunci-mati hati mereka. Dia berkata (ath-thab’u)
artinya melekatnya dosa di hati, maka dosa-dosa itu senantiasa mengelilinginya dari segala arah sehingga berhasil
menemui hati tersebut. Pertemuan dosa dengan hati itu merupakan kunci mati. Ibnu Juraij juga mengatakan
bahwa kunci mati dilakukan terhadap hati dan pendengaran mereka. Ibnu Juraij juga menceritakan, Abdullah bin
Katsir memberitahukan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan (ar-raanu) atau
penghalangan lebih ringan daripada (ath-thab’u) atau penutupan dan pengecapan dan (ath-thab’u) lebih ringan
daripada (al-iqfaal) atau penguncian.

٨ َ‫اس َمن يَقُو ُل َءا َمنَّا ِبٱهَّلل ِ َو ِب ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل ٓ ِخ ِر َو َما هُم ِب ُم ۡؤ ِم ِنين‬
ِ َّ‫َو ِمنَ ٱلن‬

Artinya: “Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal
mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri sedang mereka tidak sadar.”

Nifak berarti menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan. Nifak ini beberapa macam. Pertama, nifak
i’tiqadi (keyakinan), yang mengekalkan pelakunya dalam neraka. Kedua, nifak ‘amali (perbuatan), ia merupakan
salah satu dosa besar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Ibnu Juraij bahwa orang munafik itu senantiasa
tidak sejalan antara ucapan dan perbuatannya, antara yang tersembunyi dan yang nyata serta antara zahir dan
batinnya.

Sesungguhnya berbagai sifat orang-orang munafik terdapat dalam surah-surah yang diturunkan di Madinah karena
di Mekkah tidak terdapat kemunafikan. Justru sebaliknya, di antara penduduk di sana ada orang yang
menampakkan kekafiran karena terpaksa, padahal secara batin ia tetap beriman. Ketika Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah, di sana terdapat kaum Anshar yang terdiri dari kabilah Aus dan Khazraj yang
pada masa jahiliyah mereka beribadah kepada berhala seperti yang dilakukan oleh kaum musyrik Arab. Di sana
juga terdapat orang-orang Yahudi dari kalangan Ahlul Kitab yang menempuh jalan para pendahulu mereka, dan
mereka terdiri dari tiga kabilah yaitu Bani Qainuqa (merupakan sekutu kabilah Khazraj), Bani Nadhir dan Bani
Quraidzah (merupakan sekutu kabilah Aus).

ْ ُ‫ي ُٰخَ ِد ُعونَ ٱهَّلل َ َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬


٩ َ‫وا َو َما يَ ۡخ َد ُعونَ ِإٓاَّل َأنفُ َسهُمۡ َو َما يَ ۡش ُعرُون‬

Artinya: “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri sendiri
sedang mereka tidak sadar.”

Firman Allah Ta’ala yang berbunyi ‘yukhaadi’una Allaha wa al-ladziina aamanuu’ (Mereka menipu yaitu dan orang-
orang yang beriman) yaitu dengan memperlihatkan keimanan kepada Allah Ta’ala sambil menyembunyikan
kekufuran. Dengan kebodohan itu, mereka menduga telah berhasil menipu Allah Ta’ala dengan ucapannya itu, dan
menyangka bahwa ucapan itu berguna baginya di sisi Allah Ta’ala. Mereka berbohong kepada Allah Ta’ala
sebagaimana berbohong kepada sebagian orang beriman. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Mujadalah
ayat 18 yang artinya: “Ingatlah hari ketika mereka semua dibangkitkan Allah, lalu mereka bersumpah kepada-Nya
(bahwa mereka bukan orang munafik) sebagaimana mereka bersumpah kepada kalian. Dan mereka menyangka
bahwa sesungguhnya mereka akan memperoleh suatu (manfaat). Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka itulah
para pendusta.”

Oleh karena itu Allah Ta’ala membalas keyakinan mereka itu dengan firman-Nya ‘wamaa yakhda’uuna illaa
anfusahum wamaa yasy’uruun’ (Dan tidaklah mereka menipu melainkan pada dirinya sendiri, sedang mereka tidak
sadar) artinya dengan tindakan itu, mereka hanya memperdaya diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadari
hal itu. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah An-Nisaa’ ayat 142 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang
munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka itu.” Maksudnya Allah Ta’ala membiarkan
mereka dalam pengakuan beriman, sebeb itu mereka dilayani sebagaimana melayani orang-orang mukmin. Dalam
pada itu Allah Ta’ala telah menyediakan neraka buat mereka sebagai pembalasan tipuan mereka itu.

ْ ُ‫ض ۖا َولَهُمۡ َع َذابٌ َألِي ۢ ُم بِ َما كَان‬


١٠ َ‫وا يَ ۡك ِذبُون‬ ٗ ‫ض فَزَ ا َدهُ ُم ٱهَّلل ُ َم َر‬
ٞ ‫فِي قُلُوبِ ِهم َّم َر‬

Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.”

Firman-Nya ‘fii quluubihim maradhun’ (Di dalam hati mereka ada penyakit) As-Suddi menceritakan, dari Ibnu
Mas’ud dan beberapa orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ia mengatakan: “Yaitu keraguan, lalu
Allah Ta’ala menambah keraguan itu dengan keraguan lagi.” Menurut Ikrimah dan Thawus: “Di dalam hati mereka
ada penyakit, yaitu riya’.” Mereka menyandang sifat ragu dan riya’. Sungguh mereka berdusta dan bahkan mereka
mendustakan hal-hal yang ghaib.

Imam Al-Qurthubiy dan beberapa orang mufassir pernah ditanya mengenai hikmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menahan diri tidak membunuh orang-orang munafik, padahal beliau mengetahui sendiri tokoh-tokoh
mereka itu. Lalu para mufassir itu memberikan beberapa jawaban atas pernyataan tersebut, yang salah satunya
adalah apa yang ditetapkan dalam hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengatakan kepada ‘Umar
bin Al-Khaththab:

«ُ‫َّث ْال َع َربُ َأنَّ ُم َح َّمدًا يَ ْقتُ ُل َأصْ َحابَه‬


َ ‫»َأ ْك َرهُ َأ ْن يَت ََحد‬

Artinya: “Aku tidak suka kalau nanti bangsa Arab ini memperbincangkan, bahwa Muhammad telah membunuh
sahabat-sahabatnya.” (HR. Imam Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini berarti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengkhawatirkan terjadinya perubahan pada banyak orang
Arab untuk masuk Islam, karena mereka tidak mengetahui hikmah dari pembunuhan tersebut. Padahal
pembunuhan yang akan beliau lakukan terhadap orang munafik itu karena kekufuran. Sedang mereka hanya
melihat pada yang mereka saksikan, lalu mereka mengatakan, “Muhammad telah membunuh sahabat-
sabahatnya.” Hal ini sebagaimana beliau telah memberikan sesuatu kepada orang-orang yang baru masuk Islam,
padahal beliau mengetahui buruknya keyakinan mereka.

ۡ ‫ض قَالُ ٓو ْا ِإنَّ َما ن َۡحنُ ُم‬


١١ َ‫ص ِلحُون‬ ْ ‫يل َلهُمۡ اَل تُ ۡف ِسد‬
ِ ‫ُوا ِفي ٱَأۡل ۡر‬ َ ‫َوِإ َذا ِق‬

Artinya: “Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka
menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.”

Dalam tafsirnya, As-Suddi menceritakan, dari Abu Malik dan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Murah Ath-
Thalib Al-Hamdani, dari Ibnu Mas’ud, dari beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai
firman Allah Ta’ala dalam ayat 11. Ia mengatakan: “Mereka itu adalah orang-orang munafik. Sedangkan kerusakan
yang dimaksud adalah dan kemaksiatan.”

Mengenai ayat ini, Abu Ja’far menceritakan, dari Ar-Rabi’ bin Anas, dari Abu Al-‘Aliyah, ia mengatakan: “Artinya,
janganlah kalian berbuat maksiat di muka bumi ini. Kerusakan yang mereka buat itu berupa kemaksiatan kepada
Allah Ta’ala, karena barangsiapa yang berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala atau memerintahkan orang lain untuk
bermaksiat kepada-Nya, maka ia telah berbuat kerusakan di bumi, karena kemaslahatan langit dan bumi ini
terletak pada ketaatan.”

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ar-Rabi’ bin Anas, Qatadah dan Ibnu Juraij, dari Mujahid, ia mengatakan:
“Mereka sedang berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala, lalu dikatakan kepada mereka, “Janganlah kalian melakukan
ini dan itu.” Maka mereka pun menjawab, “Sesungguhnya kami berada pada jalan hidayah dan kami pun sebagai
orang yang mengadakan perbaikan.”

١٢ َ‫َأٓاَل ِإنَّهُمۡ هُ ُم ۡٱل ُم ۡف ِس ُدونَ َو ٰلَ ِكن اَّل يَ ۡش ُعرُون‬

Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”

Melalui ayat ini Allah Ta’ala memberitahukan bahwa ketahuilah bahwa yang mereka katakana sebagai perbaikan
itu adalah kerusakan itu sendiri, namun karena kebodohan mereka, mereka tidak menyadari bahwa hal itu sebagai
kerusakan.

١٣ َ‫وا َك َمٓا َءا َمنَ ٱلنَّاسُ قَالُ ٓو ْا َأنُ ۡؤ ِمنُ َك َمٓا َءا َمنَ ٱل ُّسفَهَٓا ۗ ُء َأٓاَل ِإنَّهُمۡ هُ ُم ٱل ُّسفَهَٓا ُء َو ٰلَ ِكن اَّل يَ ۡعلَ ُمون‬
ْ ُ‫يل لَهُمۡ َءا ِمن‬
َ ‫َوِإ َذا ِق‬

Artinya: “Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.
Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman”. Ingatlah,
sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidaktahu.”

Allah Ta’ala berfirman, apabila dikatakan kepada orang-orang munafik sebagaimana ayat ini, yakni seperti
keimanan manusia kepada Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, adanya
kebangkitan setelah kematian, surga, neraka dan lain-lainnya yang telah diberitahukan kepada orang-orang yang
beriman. Dan juga dikatakan, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.” Maka mereka pun mengatakan, “(anu’minu kamaa aamana as-sufahaa’) “Apakah kami harus
beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh telah beriman.” Yang mereka maksudkan di sini adalah para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian menurut pendapat Abu Al-‘Aliyah, As-Suddi dalam
tafsirnya, dari Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud serta beberapa orang sahabat. Hal yang sama juga dikatakan oleh Ar-
Rabi’ bin Anas, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lainnya.

Orang-orang munafik itu mengatakan, “Apakah kami dan mereka harus berada dalam satu kedudukan, sementara
mereka adalah orang-orang bodoh?” kata ‘as-sufahaa’” adalah jamak dari ‘safiihun’ seperti kata ‘al-hukamaa’”
adalah jamak dari ‘hakiimun’. Maknanya adalah bodoh dan kurang (lemah) pemikirinnya serta sedikit
pengetahuannya tentang hal-hal yang bermaslahat dan bermudharat.

Dan Allah Ta’ala telah memberikan jawaban mengenai semua hal yang berkenaan dengan itu kepada mereka
melalui firman-Nya tersebut. Dan Allah Ta’ala menegaskan kebodohan mereka itu dengan firman-Nya (walaakin laa
ya’lamuun) “Tetapi mereka tidak mengetahui.” Artinya, di antara kelengkapan dari kebodohan mereka itu adalah
mereka tidak mengetahui bahwa mereka berada di dalam kesesatan dan kebodohan. Dan yang demikian itu lebih
menghinakan mereka dan lebih menunjukkan mereka berada dalam kebuataan dan jauh dari petunjuk.

١٥ َ‫ٱهَّلل ُ يَ ۡست َۡه ِزُئ ِب ِهمۡ َويَ ُم ُّدهُمۡ ِفي طُ ۡغ ٰيَ ِن ِهمۡ يَ ۡع َمهُون‬

Artinya: “Allah akan (membalas) mengolok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka.”

Ayat ini merupakan jawaban Allah Ta’ala serta menanggapi perbuatan orang-orang munafik pada ayat
sebelumnya. Ibnu Jarir mengatakan, Allah Ta’ala memberitahukan bahwa Dia akan melalukan hal tersebut pada
hari kiamat kelak melalui firman-Nya dalam Surah Al-Hadid ayat 13 yang artinya: “Pada hari ketika orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: “Tunggulah kami supaya kami dapat
mengambil sebagian dari cahayamu.’ Dikatakan (kepada mereka): ‘Kembalilah kamu ke belakang dan carilah
sendiri cahaya (untukmu).’ Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya
ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” Dan juga firman Allah Ta’ala dalam Surah Ali Imran ayat 178
yang artinya: “Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada
mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya
bertambah-tambah dosa mereka.”

ْ ُ‫ض ٰلَلَةَ ِب ۡٱلهُد َٰى فَ َما َر ِب َحت تِّ ٰ َج َرتُهُمۡ َو َما كَان‬
١٦ َ‫وا ُم ۡهتَ ِدين‬ ۡ َ‫ُأوْ ٰلَِٓئكَ ٱلَّ ِذين‬
َّ ‫ٱشت ََر ُو ْا ٱل‬

Artinya: “Mereka itulah yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaannya dan
tidaklah mereka mendapat petunjuk.”
(Ulaaika al-ladziina isytarau adh-dhalaalata bi al-hudaa) menurut tafsir As-Suddi, dari Ibnu Mas’ud dan beberapa
orang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengatakan: “Mereka mengambil kesesatan dan
meninggalkan petunjuk.” Ibnu Ishak mengatakan, dari Ibnu Abbas, mengenai firman-Nya ini: “Artinya membeli
kekufuran dengan keimanan.”

Kesimpulan dari pendapat para mufasir di atas, bahwa orang-orang munafik itu menyimpang dari petunjuk dan
jatuh dalam kesesatan. Mereka menjual petunjuk untuk mendapatkan kesesatan, hal itu berlaku juga pada orang
yang pernah beriman lalu kembali kepada kekufuran sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Munafiqun ayat 3
yang artinya: “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir
(lagi), lalu hati mereka dikunci mati.” Mereka lebih menyukai kesesatan daripada petunjuk, sebagaimana keadaan
kelompok lain dari orang-orang munafik, di mana mereka terdiri dari beberapa macam dan bagian.

ٖ ‫ور ِهمۡ َوت ََر َكهُمۡ فِي ظُلُ ٰ َم‬


ِ ‫ت اَّل ي ُۡب‬
١٧ َ‫صرُون‬ َ ‫ضٓا َء ۡت َما َح ۡولَ ۥهُ َذه‬
ِ ُ‫َب ٱهَّلل ُ بِن‬ َ ‫ٱست َۡوقَ َد ن َٗارا فَلَ َّمٓا َأ‬
ۡ ‫َمثَلُهُمۡ َك َمثَ ِل ٱلَّ ِذي‬

Artinya: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka
tidak dapat melihat. ”

Lafaz (matsalun) maknanya contoh perumpamaan, dapat juga dalam bentuk lain seperti (mitslun) atau (matsiilun)
dan jamaknya adalah (amtsaalun). Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-‘Ankabuut ayat 43 yang
artinya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya
kecuali orang-orang yang berilmu.” Makna dari perumpamaan tersebut adalah Allah Ta’ala menyerupakan
tindakan mereka membeli kesesatan dengan petunjuk dan perubahan mereka dari melihat menjadi buta, dengan
orang yang menyalakan api. Ketika api itu menerangi sekitarnya, dan ia dapat melihat apa yang berada di sebelah
kanan dan kirinya, tiba-tiba api itu padam sehingga ia benar-benar berada dalam kegelapan, tidak dapat melihat
dan tidak pula memperoleh petunjuk. Kondisi seperti itu ditambah lagi dengan keadaan dirinya yang tuli sehingga
tidak dapat mendengar, bisu sehingga tidak dapat bicara, dan buta sehingga tidak dapat melihat. Oleh karena itu,
ia tidak akan dapat kembali ke tempat semula

Demikian pula keadaan orang-orang munafik yang menukar kesesatan dengan petunjuk dan mencintai kebatilan
daripada kebenaran. Dalam perumpamaan ini terdapat bukti bahwa orang-orang munafik itu pertama kali beriman
kemudian kafir. Sebagaimana telah diberitahukan Allah Ta’ala mengenai mereka pada ayat yang lainnya. Dalam hal
ini, Ibnu Katsir mengatakan bahwa pada saat penyebutan perumpamaan berlangsung, terjadi perubahan ungkapan
dari bentuk tunggal ke bentuk jama’.

١٨ َ‫ي فَهُمۡ اَل يَ ۡر ِجعُون‬ٞ ۡ‫ص ۢ ُّم ب ُۡك ٌم عُم‬


ُ

Artinya: “Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).”

Firman-Nya ini maksudnya tuli (tidak mendengar kebaikan), bisu (tidak dapat membicarakan apa yang bermanfaat
bagi mereka dan buta (berada dalam kesesatan dan kebutaan hati. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Hajj
ayat 46 yang artinya: “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di
dalam dada.” Oleh karena itu, mereka tidak dapat kembali ke tempat semula di mana mereka mendapatkan
hidayah yang telah dijualnya dengan kesesatan. Abdul Razak meriwayatkan dari Mu’ammar, dari Qatadah,
mengatakan kalimat itu adalah kalimat (laa Ilaaha illa Allahu) yang memberikan penerangan kepada mereka, lalu
dengan penerangan itu mereka makan, minum dan beriman di dunia, menikahi para wanita, dan mempertahankan
darah (nyawa) sehingga ketika mereka meninggal dunia, Allah Ta’ala mengambil cahaya itu dan membiarkan
mereka dalam kegelapan (tidak dapat melihat).

ۢ
١٩ َ‫ت َوٱهَّلل ُ ُم ِحيطُ بِ ۡٱل ٰ َكفِ ِرين‬
ِ ۚ ‫ق َح َذ َر ۡٱل َم ۡو‬ َ ٰ ‫ق يَ ۡج َعلُونَ َأ‬ٞ ‫د َوبَ ۡر‬ٞ ‫ت َو َر ۡع‬ٞ ‫ِّب ِّمنَ ٱل َّس َمٓا ِء فِي ِه ظُلُ ٰ َم‬
ِ ‫صبِ َعهُمۡ فِ ٓي َءا َذانِ ِهم ِّمنَ ٱلص ٰ ََّو ِع‬ َ ‫َأ ۡو ك‬
ٖ ‫َصي‬

Artinya: “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat;
mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan
Allah meliputi orang-orang yang kafir. Kilat itu nyaris menyambar pengelihatan mereka.”

Ini perumpamaan lain yang diberikan Allah Ta’ala mengenai bentuk lain dari orang-orang munafik, yaitu orang-
orang yang sewaktu-waktu tampak kebenaran bagi mereka dan pada saat lain mereka ragu. Hati mereka yang
berada dalam keadaan ragu, kufur dan bimbang seperti (shaib) berarti hujan yang turun dari langit pada waktu
gelap gulita. Kegelapan itu adalah keraguan, kekufuran dan kemunafikan. Dan (ar-ra’d) diumpamaan untuk
ketakutan yang mengguncang hati. Di antara keadaan orang-orang munafik itu adalah berada dalam rasa takut dan
cemas yang sangat sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Munafiqun ayat 4 yang artinya: “Mereka
mengira setiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka.”

Sedangkan (al-barqu) yaitu kilat yang menyinari hati orang-orang munafik itu pada suatu waktu, berupa cahaya
keimanan. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman dalam ayat 19 ini berarti ketakutan mereka itu tidak dapat
membawa manfaat sedikit pun karena Allah Ta’ala telah meliputi mereka kekuasaan-Nya dan mereka itu berada di
bawah kendali kehendak dan kemauan-Nya sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Buruj ayat 17-20 yang
artinya: “Sudahkan datang kepadamu berita kaum-kaum penentang, (yaitu) kaum Fir’aun dan Tsamud?
Sesungguhnya orang-orang kafir selalu mendustakan, padahal Allah mengepung mereka dari belakang mereka.”

ٞ ‫ص ِر ِهمۡۚ ِإنَّ ٱهَّلل َ َعلَ ٰى ُكلِّ ش َۡي ٖء قَ ِد‬


٢٠ ‫ير‬ َ ٰ ‫َب ِب َسمۡ ِع ِهمۡ َوَأ ۡب‬ ْ ۚ ‫ضٓا َء لَهُم َّمش َۡو ْا فِي ِه َوِإ َذٓا َأ ۡظلَ َم َعلَ ۡي ِهمۡ قَا ُم‬
َ ‫وا َولَ ۡو شَٓا َء ٱهَّلل ُ لَ َذه‬ َ ‫ص َرهُمۡ ۖ ُكلَّ َمٓا َأ‬ ُ ‫يَكَا ُد ۡٱلبَ ۡر‬
َ ٰ ‫ق يَ ۡخطَفُ َأ ۡب‬

Artinya: “Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila kegelapan menimpa
mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia meleyapkan pendengaran dan pengelihatan
mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.”

Firman-Nya (yakaadu al-barqu yakhthafu abshaarahum) berarti kuat dan hebatnya kilat tersebut serta lemahnya
pengelihatan dan ketidak teguhan orang-orang munafik dalam beriman.

Firman-Nya (kullamaa adhaa’a lahum masyau fiihi wa idzaa adzlama ‘alahim qaamuu) menurut Ibnu Ishak, dari
Ibnu Abbas, artinya mereka mengetahui kebenaran dan berbicara mengenai kebenaran tersebut. Jika mereka
mengetahui kebenaran itu, maka mereka tetap iika istiqamah. Namun jika mereka kembali kepada kekafiran, maka
berhenti dalam keadaan bingung. Demikian pula yang dikatakan oleh Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Ar-Rabi’ bin
Anas dan As-Suddi, dengan sanadnya dari beberapa sahabat, dan merupakan pendapat yang paling benar dan
jelas.

Dan begitulah keadaan yang akan mereka alami pada hari kiamat kelak, yaitu ketika manusia diberi cahaya dengan
keimanannya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya yang dapat menerangi perjalanan beberapa mil, dan ada
yang diberi kurang atau lebih dari itu. Ada juga yang cahayanya terkadang mati dan kadang-kadang menyala. Ada
juga yang kadang-kadang berjalan dan kadang berhenti. Bahkan ada juga yang cahayanya mati sama sekali, mereka
itulah orang munafik tulen yang Allah Ta’ala sebutkan melalui firman-Nya dalam Surah Al-Hadiid ayat 13 yang
artinya: “Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang
beriman: ‘Tunggulah kami supaya kami dapat sebagian dari cahayamu.” Dikatakan (kepda mereka): ‘Kembalilah
kamu ke belakang dan carilah sendiri cahanya (untukmu).”

ۡ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاس‬
ْ ‫ٱعبُد‬
٢١ َ‫ُوا َربَّ ُك ُم ٱلَّ ِذي خَ لَقَ ُكمۡ َوٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡب ِل ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَّقُون‬

Artinya: “Hai manusia, beribadahlah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa.”

Allah Ta’ala menjelaskan tentang keesaan ketuhanan-Nya bahwa Dia yang memberikan nikmat kepada hamba-
hamba-Nya dengan mengeluarkan mereka dari tiada kepada ada serta menyempurnakan bagi mereka nikmat
lahiriyah dan batiniyah, yaitu Dia menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan seperti tikar yang dapat
ditempati dan didiami, yang dikokohkan dengan gunung-gunung yang menjulang dan dibangunkan langit sebagai
atap sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 32 yang artinya: Dan Kami telah menjadikan langit
sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari ayat-ayat Kami.” Dan Dia telah menurunkan air hujan
dari langit bagi mereka. Yang dimaksud (dengan langit) di sini adalah awan yang turun pada saat dibutuhkan oleh
mereka. Lalu Dia mengeluarkan bagi mereka buah-buahan dan tanaman seperti yang mereka saksikan sebagai
rejeki bagi mereka dan ternak mereka.

٢٢ َ‫وا هَّلِل ِ َأند َٗادا َوَأنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬


ْ ُ‫ت ِر ۡز ٗقا لَّ ُكمۡۖ فَاَل ت َۡج َعل‬
ِ ‫ض فِ ٰ َر ٗشا َوٱل َّس َمٓا َء بِنَٓاءٗ َوَأنزَ َل ِمنَ ٱل َّس َمٓا ِء َمٓاءٗ فََأ ۡخ َر َج بِِۦه ِمنَ ٱلثَّ َم ٰ َر‬
َ ‫ٱلَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم ٱَأۡل ۡر‬

Artinya: “Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air
(hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu
janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

Firman-Nya ( ‫ )فال تفعلوا هلل أندادا وأنتم تعلمون‬menurut Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas mengatakan bahwa artinya
janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan mengadakan tandingan-tandingan yang tidak dapat memberikan
madharat maupun manfaat, sedang kalian mengetahui bahwa tiada Ilah yang berhak bagi kalian selain Dia yang
memberi rezeki kepada kalian. Dan kalian juga mengetahui bahwa yang diserukan kepada kalian oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk diesakan adalah Rabb yang benar dan tidak diragukan lagi. Demikian juga yang
dikatakan Qatadah.

Firman-Nya (falaa taj’aluu lillaahi andaadan) menurut Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Abbas bahwa maksud (al-andaadu)
berarti syirik yang lebih samar daripada semut melata di atas batu hitam pada kegelapan malam. Termasuk
menjadikan (al-andaadu) bagi Allah Ta’ala adalah ucapan, “Demi Allah dan demi hidupmu serta demi hidupku, hai
fulan.”

َ ٰ ۡ‫ُون ٱهَّلل ِ ِإن ُكنتُم‬


٢٣ َ‫ص ِد ِقين‬ ْ ‫ُور ٖة ِّمن ِّم ۡث ِلِۦه َو ۡٱدع‬
ِ ‫ُوا ُشهَدَٓا َء ُكم ِّمن د‬ ْ ُ‫ب ِّم َّما نَ َّز ۡلنَا َعلَ ٰى ع َۡب ِدنَا فَ ۡأت‬
َ ‫وا ِبس‬ ٖ ‫َوِإن ُكنتُمۡ ِفي َر ۡي‬

Artinya: “Dan jika kalian (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolong kalian
selain Allah, jika kalian orang-orang yang memang benar.”
Firman-Nya (‫ )وإن كنتم في ريب مما نزلنا على عبدنا‬ditujukan kepada orang-orang kafir dan kemudian Allah Ta’ala
menetapkan kenabian setelah Dia menetapkan bahwasanya tiada Ilah yang hak selain Allah Ta’ala. Yang dimaksud
adalah menetapkan kenabian Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalimat ini berarti buatlah satu
surah yang serupa dengan surah dari kitab yang dibawa oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam jika kalian
mengaku bahwa wahyu ini diturunkan dari selain Allah Ta’ala, lalu bandingkanlah surah itu dengan apa yang telah
dibawa olehnya. Dan untuk melakukan itu mintalah bantuan kepada siapa saja yang kalian kehendaki selain Allah
Ta’ala, maka sesungguhnya kalian tidak akan pernah berhasil melakukannya.

Firman-Nya (‫ )شهداءكم‬menurut Ibnu Abbas berarti para penolong. Sedangkan As-Suddi menceritakan dari Abu Malik
bahwa artinya kaum lain yang mau membantu kalian untuk melakukan hal tersebut. Dan mohonlah bantuan
kepada sembahan-sembahan yang kalian anggap dapat memberikan pertolongan. Mujahid mengatakan artinya
beberapa orang ahli bahasa yang dapat membantu hal itu.

٢٤ َ‫ار ۖةُ ُأ ِعد َّۡت ِل ۡل ٰ َك ِف ِرين‬


َ ‫ار ٱلَّ ِتي َوقُو ُدهَا ٱلنَّاسُ َو ۡٱل ِح َج‬ ْ ُ‫وا َولَن ت َۡف َعل‬
ْ ُ‫وا فَٱتَّق‬
َ َّ‫وا ٱلن‬ ْ ُ‫فَِإن لَّمۡ ت َۡف َعل‬

Artinya: “Maka jika kalian tidak dapat membuat(nya) dan pasti kalian tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah
diri kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.”

Firman-Nya (‫ )فإن لم تفعلوا ولن تفعلوا‬untuk memberikan ketegasan pada masa yang akan datang dan sekali-kali kalian
tidak akan pernah dapat melakukannya. Dan ini merupakan mukjizat lain, di mana Dia memberikan sebuah berita
yang pasti dengan berani tanpa rasa takut maupun kasihan, bahwa Alquran ini tidak akan pernah dapat ditandingi.
Kenyataannya dari sejak dulu sampai sekarang, dan sampai kapanpun tidak ada yang dapat menyamai, dan tidak
mungkin bagi seseorang dapat melakukan hal itu. Yang demikian itu karena Alquran merupakan firman Allah
Ta’ala, Rabb Pencipta segala sesuatu. Bagaimana mungkin firman Allah Ta’ala Sang Pencipta akan sama dengan
ucapan makhluk ciptaan-Nya.

Orang yang mencermati dan memperhatikan Alquran dengan seksama, niscaya ia akan menemukan berbagai
keunggulan Alquran yang sulit untuk ditandingi dalam seni sastra baik yang tersurat maupun yang tersirat, dari sisi
lafaz dan juga sisi makna.

ْ ُ‫ُز ۡقنَا ِمن قَ ۡب ۖ ُل َوُأت‬


ۡ‫وا بِِۦه ُمتَ ٰ َشبِهٗ ۖا َولَهُم‬ ۖ ٰ َّ ٰ ‫وا ٱل‬
ِ ‫وا ٰهَ َذا ٱلَّ ِذي ر‬
ْ ُ‫وا ِم ۡنهَا ِمن ثَ َم َر ٖة رِّ ۡز ٗقا قَال‬
ْ ُ‫ُزق‬
ِ ‫ت ت َۡج ِري ِمن ت َۡحتِهَا ٱَأۡل ۡن ٰهَ ُر ُكلَّ َما ر‬
ٖ َّ‫ت َأنَّ لَهُمۡ َجن‬
ِ ‫صلِ ٰ َح‬ ْ ُ‫وا َو َع ِمل‬
ْ ُ‫َوبَ ِّش ِر ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ٰ ۖ
٢٥ َ‫ة َوهُمۡ فِيهَا خَ لِ ُدون‬ٞ ‫ج ُّمطَه ََّر‬ٞ ‫فِيهَٓا َأ ۡز ٰ َو‬

Artinya: “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam
surga-surga itu mereka mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-
buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya.”

Setelah Allah Ta’ala menyebutkan azab dan siksaan yang telah disediakan untuk musuh-musuh-Nya, dari kalangan
orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang kafir kepada-Nya dan rasul-rasul-Nya, lalu Dia menyambungnya
dengan mengemukakan keadaan wali-wali-Nya dari kalangan orang-orang yang hidup sejahtera, yaitu mereka yang
beriman kepada-Nya dan rasul-rasul-Nya, serta membenarkan iman mereka dengan amal salih. Dan itulah makna
penyebutan Alquran sebagai matsaniy, menurut pendapat ulama yang paling sahih (benar), sebagaimana yang
akan kami uraikan pada tempatnya. Yaitu penyebutan iman yang disertai dengan penyebutan kekufuran, atau
sebaliknya. Atau penyebutan keadaan orang-orang yang bahagia kemudian disertai dengan penyebutan keadaan
orang-orang yang sengsara, atau sebaliknya. Kesimpulannya adalah penyebutan sesuatu dan kebalikannya. Adapun
sesuatu dan kesamaannya disebut sebagai tasyabbuh (persamaan).

Ayat ini menyebutkan surga di bawahnya mengalir sungai-sungai, yakni di bawah pepohonan dan bilik-biliknya.
Dalam tafsirnya, As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah,
dari Ibnu Mas’ud, serta dari beberapa sahabat, mereka mengatakan: “Mereka diberi buah-buahan di dalam surga,
setelah mereka melihatnya, mereka pun berkata: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami sebelumnya di dunia.”
Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Qatadah, Abd Ar-Rahman bin Zaid bin Aslam, dan didukung oleh
Ibnu Jarir. Mereka berkata: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mengenai ayat ini, Ikrimah
mengatakan: “Artinya adalah seperti apa yang diberikan kemarin.”

۞ ۘ ‫ُوا فَيَقُولُونَ َما َذٓا َأ َرا َد ٱهَّلل ُ ِب ٰهَ َذا َمثَاٗل‬ ُّ ‫وا فَيَ ۡعلَ ُمونَ َأنَّهُ ۡٱل َح‬
ْ ‫ق ِمن َّربِّ ِهمۡۖ َوَأ َّما ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬ ْ ُ‫ُوض ٗة فَ َما فَ ۡوقَهَ ۚا فََأ َّما ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
َ ‫ب َمثَاٗل َّما بَع‬ َ ‫ض ِر‬ ۡ َ‫ي َأن ي‬ ‫ِإنَّ ٱهَّلل َ اَل يَ ۡست َۡح ِٓۦ‬
‫َأۡل‬ ۡ ‫َأ‬ ‫هَّلل‬ ‫َأ‬ ۡ ٰ ‫هَّلل‬ َّ
َ ‫ ٱل ِذينَ يَنقُضُونَ ع َۡه َد ٱ ِ ِم ۢن بَ ۡع ِد ِميثَقِِۦه َويَقطَعُونَ َمٓا َم َر ٱ ُ بِ ِٓۦه ن ي‬٢٦ َ‫ُضلُّ بِ ِٓۦه ِإاَّل ٱلفَ ِسقِين‬ ٰ ۡ ۚ
ِ ۚ ‫ُوص َل َويُف ِس ُدونَ فِي ٱ ۡر‬
‫ض‬ ِ ‫يرا َو َما ي‬ ٗ ِ‫يرا َويَ ۡه ِدي بِِۦه َكث‬ ٗ ِ‫ُضلُّ بِِۦه َكث‬ ِ ‫ي‬
ٓ
٢٧ َ‫ُأوْ ٰلَِئكَ هُ ُم ۡٱل ٰخَ ِسرُون‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.
Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi
mereka yang kafir mengatakan, "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?'' Dengan
perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang
diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, (yaitu) orang-orang yang
melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada
mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itu-lah orang-orang yang
rugi.”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika Allah Ta’ala membuat dua perumpamaan
kaum munafik dalam Surah Al-Baqarah ayat 17 dan 19, berkatalah kaum munafik: ‘Mungkinkah Allah Yang Maha
Tinggi dan Maha Luhur membuat perumpamaan seperti itu?’ Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini untuk
menegaskan bahwa dengan perumpamaan-perumpamaan yang Allah Ta’ala kemukakan, orang yang beriman akan
menjadi lebih tebal imannya dan hanya orang fasik yang akan semakin sesat karena menolak petunjuk Allah
Ta’ala.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dengan beberapa sanad, yang bersumber dari As-Suddi)

Asbabun Nuzul lainnya yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan
Surah Al-Hajj ayat 73 dan Surah Al-‘Ankabuut ayat 41, dengan reaksi kaum munafik yang berkata: ‘Bagaimana
pandanganmu tentang Allah Ta’ala yang menerangkan lalat dan laba-laba di dalam Alquran yang diturunkan
kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Apakah ini buka bikinan dia?” (Diriwayatkan oleh Al-Wahidi dari
Abd Al-Ghani bin Sa’id Ats-Tsaqafi, dari Musa bin Abd Ar-Rahman, dari Ibnu Juraij dari ‘Atha’, yang bersumber dari
Ibnu ‘Abbas. Abd Al-Ghani itu sangat dhaif)

Asbabun Nuzul lainnya yaitu: “Dalam riwayat dikemukakan, ketika Allah Ta’ala menerangkan laba-laba dan lalat
dalam Surah Al-Hajj ayat 73 dan Surah Al-‘Ankabuut ayat 41, kaum musyrikin berkata: ‘Apa gunanya laba-laba dan
lalat diterangkan dalam Alquran?’ Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini.” (Diriwayatkan oleh Abd Ar-Razzaq di
dalam tafsirnya, dari Ma’mar, yang bersumber dari Qatadah)

ٓ ۚ ۡ ‫َأۡل‬
٢٧ َ‫ض ُأوْ ٰلَِئكَ هُ ُم ۡٱل ٰخَ ِسرُون‬ ۡ َ ‫ٱلَّ ِذينَ يَنقُضُونَ ع َۡه َد ٱهَّلل ِ ِم ۢن بَ ۡع ِد ِمي ٰثَ ِقِۦه َويَ ۡقطَعُونَ َمٓا َأ َم َر ٱهَّلل ُ ِب ِٓۦه َأن ي‬
ِ ‫ُوص َل َويُف ِس ُدونَ ِفي ٱ ر‬
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa
yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi.
Mereka itu-lah orang-orang yang rugi.”

Para ahli tafsir terdapat perbedaan pendapat mengenai pengertian (‫ )العهد‬atau perjanjian apa yang telah dilanggar
oleh orang-orang fasik itu. Sebagian mereka menyebutkan, yaitu wasiat dan perintah Allah Ta’ala yang
disampaikan kepada makhluk-Nya agar senantiasa menaati-Nya dan menjauhi larangan-Nya melalui kandungan
kitab-kitab-Nya dan sabda rasul-rasul-Nya. Pelanggaran terhadap hal itu yaitu pengabaian terhadap
pengamalannya. Ahli tafsir lainnya berpendapat, mereka itulah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dari
kalangan ahlu kitab. Sedang perjanjian yang mereka langgar adalah perjanjian yang telah diambil Allah Ta’ala atas
mereka di dalam kitab Taurat, yaitu mengamalkan kandungan isi di dalamnya dan mengikuti Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai utusan-Nya, serta membenarkan apa yang dibawanya dari sisi Rabb mereka.
Sedang pelanggaran mereka itu adalah pengingkaran terhadap Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam setelah
mereka mengetahui hakikatnya dan menyembunyikan pengetahuan mengenai hal itu dari umat manusia padahal
mereka sudah memberikan janji kepada Allah Ta’ala untuk menjelaskan kepada manusia serta tidak
menyembunyikannya. Maka Allah Ta’ala memberitahukan bahwa mereka telah mencampakkan perjanjian itu di
belakang punggung mereka dan menjualnya dengan harga yang sangat murah. Tafsiran ini juga merupakan
pendapat Ibnu Jarir dan Muqatil bin Hayyan.

٢٨ َ‫ك َۡيفَ ت َۡكفُرُونَ ِبٱهَّلل ِ َو ُكنتُۡ‡م َأمۡ ٰ َو ٗتا فََأ ۡح ٰيَ ُكمۡۖ ثُ َّم يُ ِميتُ ُكۡ‡م ثُ َّم ي ُۡح ِيي ُكمۡ ثُ َّم ِإلَ ۡي ِه تُ ۡر َجعُون‬

Artinya: “Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian,
kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.”

Allah Ta’ala berfirman untuk menunjukkan keberadaan dan kekuasaan-Nya serta menegaskan bahwa Dialah Rabb
Pencipta dan Pengatur hamba-hamba-Nya. Firman-Nya ( ‫ )كيف تكفرون باهلل‬artinya mengapa kamu mengingkari
keberadaan-Nya atau menyekutukan-Nya dengan sesuatu.

Firman-Nya ( ‫ )وكنتم أمواتا فأحياكم‬maksudnya adalah dahulu kamu tidak ada, lalu Dia mengeluarkan kamu kea lam
wujud sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Mu’min ayat 11 yang artinya: “Ya Rabb kami, Engkau telah
mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula).” Bersumber dari Ibnu Abbas, Adh-Dhahhak
mengatakan: “Dulu, sebelum Dia menciptakan kamu, kamu adalah tanah, dan inilah kematian. Kemudian Dia
menghidupkan kamu sehingga terciptalah kamu, dan inilah kehidupan. Setelah itu Dia mematikan kamu kembali,
sehingga kamu kembali ke alam kubur, dan itulah kematian yang kedua. Selanjutnya Dia akan membangkitkan
kamu pada hari kiamat kelak, dan inilah kehidupan yang kedua.” Demikian itulah dua kematian dan dua kehidupan.

ٓ ٰ ‫ٱست ََو‬
ٖ ۚ ‫ى ِإلَى ٱل َّس َمٓا ِء فَ َسو َّٰىهُنَّ َس ۡب َع َس ٰ َم ٰ َو‬
٢٩ ‫يم‬ٞ ِ‫ت َوه َُو ِب ُكلِّ ش َۡي ٍء َعل‬ ِ ‫ق لَ ُكم َّما فِي ٱَأۡل ۡر‬
ۡ ‫ض َج ِميعٗ ا ثُ َّم‬ َ َ‫ه َُو ٱلَّ ِذي خَ ل‬

Artinya: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian dan Dia berkehendak (menciptakan)
langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Setelah menyebutkan dalil-dalil berupa penciptaan umat manusia dan apa yang mereka saksikan dari diri mereka
sendiri, Allah Ta’ala juga menyebutkan dalil lain yang mereka saksikan berupa penciptaan langit dan bumi
sebagaimana firman-Nya dalam ayat ini. Kata (‫ )استوى‬dalam ayat ini mengandung makna berkehendak dan
mendatangi, karena menggunakan kata sambung (‫)إلى‬.
Firman-Nya (‫ )فسواهن‬maksudnya, “lalu Dia menciptakan langit tujuh lapis.” (‫“ )السماء‬langit”, di sini adalah isim jinsi.
Oleh karena itu, Dia berfirman ( ‫)فسواهن سبع سموات‬. Mujahid mengatakan, sebagian langit di atas sebagian lainnya.
Dan tujuh bumi, maksudnya sebagian bumi berada di bawah bumi lainnya.

Firman-Nya (‫ )وهو بكل شيء عليم‬artinya adalah ilmu Allah Ta’ala itu meliputi seluruh apa yang diciptakan-Nya
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Mulk ayat 14 yang artinya: “Apakah Allah yang menciptakan itu tidak
mengetahui (apa yang kamu tampakkan dan sembunyikan).”

Firman-Nya ( ‫ )هو الذي خلق لكم في األرض جميعا‬menurut Mujahid artinya Allah Ta’ala menciptakan bumi sebelum langit.
Dan setelah menciptakan bumi, lalu membumbung asap darinya (bumi), dan itulah makna firman-Nya dalam Surah
Fushshilat ayat 11 yang artinya: “Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap.”

ٓ
ُ ِ‫ض خَ لِيفَ ٗ ۖة قَالُ ٓو ْا َأت َۡج َع ُل فِيهَا َمن ي ُۡف ِس ُد فِيهَا َويَ ۡسف‬
َ َ‫ك ٱل ِّد َمٓا َء َون َۡحنُ نُ َسبِّ ُح بِ َحمۡ ِدكَ َونُقَدِّسُ لَ ۖكَ ق‬
َ‫ال ِإنِّ ٓي َأ ۡعلَ ُم َما اَل ت َۡعلَ ُمون‬ ِ ‫ال َربُّكَ ِل ۡل َم ٰلَِئ َك ِة ِإنِّي َج‬
ِ ‫ل فِي ٱَأۡل ۡر‬ٞ ‫اع‬ َ َ‫َوِإ ۡذ ق‬
٣٠

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi.'" Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau!" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kalian ketahui.”

Firman-Nya ( ‫ )وإذ قال ربك للمالئكة‬artinya wahai Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ingatlah ketika Rabb-mu
berkata kepada para malaikat, dan ceritakan pula hal itu kepada kaummu. Allah Ta’ala memberitahukan ihwal
penganugerahan karunia-Nya kepada anak cucu Adam, yaitu berupa penghormatan kepada mereka dengan
membicarakan mereka di hadapan para malaikat, sebelum mereka diciptakan.

Firman-Nya ( ‫ )إني جاعل في األرض خليفة‬artinya suatu kaum yang akan menggantikan suatu kaum lainnya, kurun demi
kurun, dan generasi demi generasi, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-An’aam ayat 165 yang artinya: “Dialah
yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi.” Juga firman-Nya dalam Surah Az-Zukhruf ayat 60 yang
artinya: “Dan kalau Kami menghendaki, benar-benar Kami jadikan sebagai gantimu di muka bumi ini malaikat-
malaikat yang turun menurun.” Yang jelas bahwa Allah Ta’ala tidak hanya menghendaki Adam saja, karena jika
yang dikehendaki hanya Adam, niscaya tidak tepat pertanyaan malaikat dalam ayat ini. Artinya bahwa para
malaikat itu bermaksud bahwa di antara jenis makhluk ini terdapat orang yang akan melakukan hal tersebut.
Seolah-olah para malaikat mengetahui hal itu berdasarkan ilmu khusus, atau mereka memahami dari kata khalifah
yaitu orang yang memutuskan perkara di antara manusia tentang kezaliman yang terjadi di tengah-tengah mereka,
dan mencegah mereka dari perbuatan terlarang dan dosa. Demikian yang dikemukakan oleh Imam Al-Qurthubiy.
Atau mereka membandingkan manusia dengan makhluk sebelumnya.

ٓ
َ ٰ ۡ‫ال َأ ۢنِ‍بُٔو ِني‡ ِبَأ ۡس َمٓا ِء ٰهَُٓؤٓاَل ِء ِإن ُكنتُم‬
٣١ َ‫ص ِد ِقين‬ َ َ‫ضهُمۡ َعلَى ۡٱل َم ٰلَِئ َك ِة فَق‬
َ ‫َوعَلَّ َم َءا َد َم ٱَأۡل ۡس َمٓا َء ُكلَّهَا ثُ َّم ع ََر‬

Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika
kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Firman-Nya (‫ )إن كنتم صادقين‬menurut Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, bahwa artinya jika kalian memang mengetahui
bahwa Aku tidak menjadikan khalifah di muka bumi. As-Suddi, dari Ibnu Abbas, Murrah, Ibnu Mas’ud dan dari
beberapa orang sahabat artinya jika kalian benar bahwa anak cucu Adam itu akan membuat kerusakan di muka
bumi dan menumpahkan darah.

Ibnu Jarir mengatakan, pendapat yang paling tepat dalam hal ini adalah penafsiran Ibnu Abbas dan orang-orang
yang sependapat dengannya, artinya yaitu Allah Ta’ala berfirman: “Sebutkanlah nama-nama benda yang telah Aku
perlihatkan kepada kalian, hai para malaikat yang mempertanyakan: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah?” Yaitu dari
kalangan selain kami, “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu?” Jika ucapan kalian itu benar
bahwa Jika Aku menciptakan khalifah di muka bumi ini selain dari golongan kalian ini, maka ia dan semua
keturunannya akan durhaka kepada-Ku, membuat kerusakan, dan menumpahkan darah. Dan jika Aku menjadikan
kalian sebagai khilafah di muka bumi, maka kalian akan senantiasa menaati-Ku, mengikuti semua perintah-Ku,
serta menyucikan diri-Ku. Maka jika kalian tidak mengetahui nama-nama benda yang telah Aku perlihatkan kepada
kalian itu, padahal kalian telah menyaksikannya, berarti kalian lebih tidak mengetahui akan sesuatu yang belum
ada dari apa-apa yang nantinya bakal terjadi.”

٣٢ ‫وا س ُۡب ٰ َحنَكَ اَل ِع ۡل َم لَنَٓا ِإاَّل َما عَلَّمۡ تَن َۖٓا ِإنَّكَ َأنتَ ۡٱل َع ِلي ُم ۡٱل َح ِكي ُم‬
ْ ُ‫قَال‬

Artinya: “Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Ayat ini berarti bahwa inilah penyucian dan pembersihan bagi Allah Ta’ala yang dilakukan oleh para malaikat
bahwasanya tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui sesuatu dari ilmu-Nya kecuali dengan kehendak-Nya,
dan bahwa mereka tidak akan pernah mengetahui sesuatu kecuali apa yang telah diajarkan-Nya. Dia
Mahamengetahui segala sesuatu dan Mahabijaksana dalam penciptaan, perintah, pengajaran dan pencegahan
terhadap apa-apa yang Engkau kehendaki. Bagi-Mu hikmah dan keadilan sempurna. Firman-Nya ( ‫ )سبحان هللا‬menurut
riwayat Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Abbas, artinya penyucian Allah Ta’ala terhadap diri-Nya sendiri dari segala
keburukan.

Umar bin Khaththab pernah mengatakan kepada Ali dan para sahabat yang ada bersamanya, “Laa Ilaaha Illa Allah
(tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah), kami telah mengetahuinya. Lalu apa itu Subhanallah?” Maka Ali
pun berkata kepadanya, “Itulah kalimat yang disukai dan diridhai Allah Ta’ala untuk diri-Nya sendiri serta Dia sukai
untuk diucapkan.”

٣٣ َ‫ض َوَأ ۡعلَ ُم َما تُ ۡب ُدونَ َو َما ُكنتُمۡ ت َۡكتُ ُمون‬


ِ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬ َ َ‫ال ٰيَٓـَٔا َد ُم َأ ۢن ِب ۡئهُم ِبَأ ۡس َمٓاِئ ِهمۡ ۖ فَلَ َّمٓا َأ ۢنبََأهُم ِبَأ ۡس َمٓاِئ ِهمۡ ق‬
َ ‫ال َألَمۡ َأقُل لَّ ُكمۡ ِإنِّ ٓي َأ ۡعلَ ُم غ َۡي‬
ِ ‫ب ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬ َ َ‫ق‬

Artinya: “Allah berfirman: "Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini. Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: "Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu,
bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa
yang kamu sembunyikan?”

Zaid bin Aslam mengatakan, Adam berkata: “Engkau ini Jibril, engkau Mikail, engkau isfail dan seluruh nama-nama,
sampai pada burung gagak.”
Firman-Nya (‡‫ )قال ياآدم أنبئهم بأسمائهم‬menurut Mujahid artinya nama-nama burung merpati, burung gagak dan nama-
nama segala sesuatu. Setelah keutamaan Adam ‘alaihi as-salam atas malaikat itu terbukti dengan menyebutkan
segala nama yang diajarkan Allah Ta’ala kepadanya, maka Allah Ta’ala berfirman kepada malaikat ( ‫قال ألم أقل لكم إني‬
‫)أعلم غيب السموات واألرض وأعلم ما تبدون وما كنتم تكتمون‬.

Firman-Nya (‫ )وأعلم ما تبدون وما كنتم تكتمون‬menurut Ibnu Jarir, pendapat yang paling tepat mengenai hal itu adalah
pendapat Ibnu Abbas yaitu selain pengetahuan-Ku mengenai segala hal yang ghaib di langit dan bumi, Aku juga
mengetahui apa yang kalian nyatakan melalui lisan kalian dan apa yang kalian sembunyikan dari-Ku, baik apa yang
kalian sembunyikan atau kalian perlihatkan secara terang-terangan. Yang mereka tampakkan melalui lisan mereka
adalah ucapan mereka ( ‫)أتجعل فيها من يفسد فيها‬. Sedangkan yang dimaksud dengan apa yang mereka sembunyikan
adalah apa yang disembunyikan oleh Iblis untuk menyalahi (perintah) Allah Ta’ala dan angkuh untuk menaati-Nya.

٣٤ َ‫ٱست َۡكبَ َر َو َكانَ ِمنَ ۡٱل ٰ َكفِ ِرين‬ َ ِ‫ُوا أِل ٓ َد َم فَ َس َجد ُٓو ْا ِإٓاَّل ِإ ۡبل‬
ۡ ‫يس َأبَ ٰى َو‬ ۡ ‫َوِإ ۡذ قُ ۡلنَا لِ ۡل َم ٰلَِٓئ َك ِة‬
ْ ‫ٱس ُجد‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam," maka
sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur, dan adalah dia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Ini merupakan kemuliaan besar dari Allah Ta’ala bagi Adam yang juga dianugerahkan kepada anak keturunannya.
Di mana Dia memberitahukan bahwa Dia telah menyuruh para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Adapun
maksudnya bahwa ketika Allah Ta’ala menyuruh para malaikat bersujud kepada Adam, maka Iblis pun termasuk
dalam perintah itu. Karena, meskipun Iblis bukan dari golongan malaikat, namun ia telah menyerupai mereka dan
meniru tingkah laku mereka. Oleh karena itu, iblis termasuk dalam perintah yang ditujukan kepada para malaikat,
dan tercela atas pelanggaran yang dilakukan terhadap perintah-Nya.

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, katanya: “Iblis itu bukan dari golongan malaikat. Iblis adalah asli
bangsa jin, sebagaimana Adam adalah asli bangsa manusia.” Dan sanad riwayat ini sahih. Hal yang sama juga
dikatakan oleh Abd ar-Rahman bin Zaid bin Aslam. Qatadah mengatakan, ketaatan itu untuk Allah Ta’ala
sedangkan sujud ditujukan untuk Adam. Allah Ta’ala memuliakan Adam dengan menyuruh para malaikat bersujud
kepadanya. Sebagian ulama mengatakan, sujud tersebut adalah penghormatan, penghargaan dan pemuliaan
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Yusuf ayat 100 yang artinya: “Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke alas
singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan Yusuf berkata, "Wahai
ayahku, inilah takbir mimpiku yang dahulu itu, sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan."

ٰ ُ ‫زَوجُكَ ۡٱل َجنَّةَ َو ُكاَل ِم ۡنهَا َر َغدًا َح ۡي‬ ۡ ‫َوقُ ۡلنَا ٰيَٓـَٔا َد ُم‬
٣٥ َ‫ث ِش ۡئتُ َما‡ َواَل ت َۡق َربَا ٰهَ ِذ ِه ٱل َّش َج َرةَ فَتَ ُكونَا ِمنَ ٱلظَّلِ ِمين‬ ۡ ‫ٱس ُك ۡن َأنتَ َو‬

Artinya: “Dan Kami berfirman, "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-
makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kalian sukai, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim."

Allah Ta’ala berfirman mengabarkan kemuliaan yang dikaruniakan-Nya kepada Adam, -setelah Dia memerintahkan
para malaikat untuk bersujud kepada Adam, maka mereka pun bersujud kecuali Iblis- bahwa Dia memperkenankan
Adam untuk tinggal di surga di mana saja yang ia sukai, memakan makanan yang ada di surga sepuas-puasnya,
makanan yang banyak, lezat, lagi baik. Para ulama berbeda pendapat mengenai surga yang ditempati oleh Adam,
apakah berapa di langit atau di bumi. Mayoritas ulama berpendapat bahwa surga itu berada di langit. Imam Al-
Qurthubiy menuturkan bahwa kaum Mu’tazilah dan Qadariyah, berpendapat bahwa surga itu berada di bumi.
Konteks ayat tersebut menunjukkan bahwa Hawa diciptakan sebelum Adam masuk ke surga. Hal itu secara
gambling telah dikemukakan oleh Muhammad bin Ishak berkata: “Ketika Allah telah selesai dari urusanNya
mencaci iblis, lalu Allah kembali kepada Adam yang telah Dia ajari semua nama-nama itu, kemudian berfirman,
"Hai Adam, sebutkanlah nama benda-benda itu," sampai dengan firman-Nya, "Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana" (Al-Baqarah: 31-32).”

ٰ ۖ ۡ ‫فََأزَ لَّهُ َما ٱل َّش ۡي ٰطَنُ ع َۡنهَا فََأ ۡخ َر َجهُ َما ِم َّما كَانَا فِي ۖ ِه َوقُ ۡلنَا‬
٣٦ ‫ين‬ ِ ‫وّ َولَ ُكمۡ فِي ٱَأۡل ۡر‬ٞ ‫ض َع ُد‬
ٖ ‫رّ َو َمتَ ٌع ِإلَ ٰى ِح‬ٞ َ‫ض ُم ۡستَق‬ ٍ ‫ض ُكمۡ لِبَ ۡع‬ ْ ُ‫ٱهبِط‬
ُ ‫وا بَ ۡع‬

Artinya: “Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami
berfirman: ‘Turunlah kamu! Sebahagian kamu menjadi musub bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman
di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan’.”

Ar-Razi menuturkan bahwa Fathi Al-Mushili mengatakan: “Kita adalah kaum yang dahulu menghuni surga, lalu Iblis
menjerumuskan ke dunia, maka tiada kami rasakan kecuali kedukaan dan kesedihan hingga kami dikembalikan ke
tempat dari mana kita dikeluarkan (surga).” Jika dikatakan, bila surga yang darinya Adam dikeluarkan itu berada di
langit, sebagaimana dikemukakan oleh jumhur ulama, lalu bagaimana Iblis masuk ke surga tersebut padahal ia
telah diusir dari sana sesuai ketetapan takdir, bukankah ketetapan takdir itu tidak dapat ditentang? Sebagian
ulama mengatakan, bahwa Iblis itu kemungkinan menggoda keduanya dari luar pintu surga. Dalam hal ini Imam Al-
Qurthubiy telah menyebutkan beberapa hadis tentang ular dan memberikan penjelasan yang baik dan berguna
tentang hukum membunuhnya.

ِ ‫َاب َعلَ ۡي ۚ ِه ِإنَّ ۥهُ ه َُو ٱلتَّوَّابُ ٱلر‬


٣٧ ‫َّحي ُم‬ ٖ ‫فَتَلَقَّ ٰ ٓى َءا َد ُم ِمن َّربِِّۦه َكلِ ٰ َم‬
َ ‫ت فَت‬

Artinya: “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Ada yang berpendapat bahwa kalimat dalam ayat ini ditafsirkan dengan firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-A’raaf
ayat 23 yang artinya: “Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau
tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi." Pendapat demikian itu diriwayatkan dari Mujahid, Sa’id bin Jubair, Abu Al-‘Aliyah, Rabi’ bin Anas, Hasan
bin Bashri, Qatadah, Muhammad bin Ka’ab Al-Quradzi, Khalid bin Ma’dan, Atha’ Al-Khurasani dan Abd Ar-Rahman
bin Zaid bin Aslam.

٣٨ َ‫خَوفٌ َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل هُمۡ يَ ۡحزَ نُون‬ َ ‫وا ِم ۡنهَا َج ِميعٗ ۖا فَِإ َّما يَ ۡأتِيَنَّ ُكم‡ ِّمنِّي ه ُٗدى فَ َمن تَبِ َع هُد‬
ۡ ‫َاي فَاَل‬ ۡ ‫قُ ۡلنَا‬
ْ ُ‫ٱهبِط‬

Artinya: “Kami berfirman, "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu,
maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran alas mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati. Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya."

Allah Ta’ala memberitahukan tentang peringatan yang pernah diberikan kepada Adam dan istrinya serta Iblis
ketika Dia menurunkan mereka dari surga. Yang dimaksudkan yaitu (kepada) anak keturunannya, bahwa Dia akan
menurunkan kitab-kitab dan mengutus para nabi dan rasul. Sebagaimana dikatakan Abu Al-‘Aliyah, yang dimaksud
al-hudaa adalah para nabi, rasul, serta penjelasan dan keterangan.
٣٩ َ‫ار هُمۡ فِيهَا ٰخَ لِ ُدون‬ ۡ ‫ُوا بِ‍َٔا ٰيَتِنَٓا ُأوْ ٰلَِٓئكَ َأ‬
ِ ۖ َّ‫ص ٰ َحبُ ٱلن‬ ْ ‫ُوا َوك ََّذب‬
ْ ‫َوٱلَّ ِذينَ َكفَر‬

Ayat 39 tafsirnya adalah, mereka kekal abadi di dalam neraka itu, tidak dapat menghindar dan tidak pula dapat
menyelamatkan diri darinya. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

َ ‫ َحتَّى ِإ َذا‬،ً‫ َأوْ بِ ُذنُوبِ ِه ْ‡م فََأ َماتَ ْتهُ ْم ِإ َماتَة‬،‫صابَ ْتهُ ُم النَّا ُر بِخَ طَايَاهُ ْم‬
"‫صارُوا فَحْ ًما أذنَ فِي‬ َ ‫ لَ ِكنَّ َأ ْق َوا ًما َأ‬، َ‫ار الَّ ِذينَ هُ ْم َأ ْهلُهَا فَِإنَّهُ ْم اَل يَ ُموتُونَ فِيهَا َواَل يَحْ يَوْ ن‬
ِ َّ‫َأ َّما َأ ْه ُل الن‬
‫"ال َّشفَا َع ِة‬

Artinya: “Adapun ahli neraka yang menjadi penghuni tetapnya, maka mereka tidak pernah mati di dalamnya, tidak
pula hidup (karena mereka selamanya di azab terus-menerus). Tetapi ada beberapa kaum yang dimasukkan ke
dalam neraka karena dosa-dosa mereka, maka mereka benar-benar mengalami kemalian; dan apabila mereka
sudah menjadi arang, maka baru diizinkan beroleh syafaat.” (HR. Muslim)

Disebutkan kata ihbath (penurunan Adam, Hawa dan Iblis) yang kedua ini karena makna sesudahnya yang
berkaitan dengannya berbeda dengan ihbath (penurunan) pertama.

ٰ ِ ‫ي ُأ‬
ِ ‫وف ِب َع ۡه ِد ُكمۡ َوِإيَّ َي فَ ۡٱرهَب‬
٤٠ ‫ُون‬ ْ ُ‫ت َعلَ ۡي ُكمۡ َوَأ ۡوف‬
ٓ ‫وا ِب َع ۡه ِد‬ ُ ۡ‫ُوا نِ ۡع َمتِ َي ٱلَّتِ ٓي َأ ۡن َعم‬ َ ‫ٰيَبَنِ ٓي ِإ ۡس ٰ َٓر ِء‬
ْ ‫يل ۡٱذ ُكر‬

Artinya: “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian; dan penuhilah janji
kalian kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian dan hanya kepadaKu-lah kalian harus takut (tunduk).”

Firman-Nya ( ‫ )وأوفوا بعهدي أوف بعهدكم‬yaitu, janji yang telah Aku ambil darimu untuk mengikuti Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam ketika datang kepadamu, maka Aku akan memenuhi apa yang telah Aku janjikan
kepadamu, jika engkaau membenarkan dan mengikutinya, dengan melepaskan beban dan belenggu yang
menjeratmu dikarenakan dosa-dosamu. Menurut Al-Hasan Al-Bashri, itulah makna firman-Nya dalam Surah Al-
Maidah ayat 12 yang artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami
angkat di antara mereka dua betas orang pemimpin dan Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku beserta kalian,
sesungguhnya jika kalian mendirikan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kalian
bantu mereka dan kalian pinjamkan kepada Allah pinjaman yang balk, sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-
dosa kalian. Dan sesungguhnya kalian akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai.”

ٰ ْ ‫صد ِّٗقا لِّ َما َم َع ُكمۡ َواَل تَ ُكونُ ٓو ْا َأو ََّل كَا ِف ۢ ِر ِب ِۖۦه َواَل ت َۡشتَر‬ ُ ‫وا ِب َمٓا َأنزَ ۡل‬
ِ ُ‫ُوا ِ‍َٔبا ٰيَ ِتي ثَ َم ٗنا قَ ِلياٗل َوِإيَّ َي فَٱتَّق‬
٤١ ‫ون‬ َ ‫ت ُم‬ ْ ُ‫َو َءا ِمن‬

Artinya: “Dan berimanlah kalian kepada apa yang telah Aku turunkan (Al-Qur'an) yang membenarkan apa yang ada
pada kalian (Taurat) dan janganlah kalian menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kalian
menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kalian harus bertakwa.”

Firman-Nya ( ‫ )وآمنوا بما أنزلت مصدقا لما معكم‬artinya, wahai sekalian ahlul kitab, berimanlah kepada kitab yang telah Aku
turunkan, yang membernarkan apa yang ada pada kalian. Yang demikian itu karena mereka mendapatkan
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tertulis di dalam kitab Taurat dan Injil yang ada pada mereka.

Firman-Nya (‫ )و ال تكونوا أول كافر به‬menurut sebagian mufasir bahwa satu kelompok yang pertama kali kafir
terhadapnya. Ibnu Abbas mengatakan: “Artinya, janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir
terhadapnya sedang kalian memiliki pengetahuan tentang hal itu yang tidak dimiliki oleh orang lain.” Abu
Al-‘Aliyah mengatakan, artinya, janganlah kalian menjadi orang yang pertama kali kafir kepada Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, dari golongan ahli kitab setelah kalian mendengar pengutusannya. Demikian juga yang
dikemukakan oleh Al-Hasan Al-Bashri, As-Suddi dan Rabi’ bin Anas. Dan yang menjadi pilihan Ibnu Jarir bahwa
dhamir (kata ganti) dalam lafaz ‘biihi’ itu kembali kepada Alquran yang telah disebutkan pada firman-Nya
sebelumnya. Kedua pendapat tersebut benar, sebab keduanya saling berkaitan. Karena orang kafir terhadap
Alquran berarti dia telah kafir kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan orang kafir kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berarti telah kafir kepada Alquran.

َّ ‫وا ۡٱل َح‬


٤٢ َ‫ق َوَأنتُمۡ ت َۡعلَ ُمون‬ ْ ‫ق ِب ۡٱل ٰبَ ِط ِل َوت َۡكتُ ُم‬
َّ ‫ُوا ۡٱل َح‬
ْ ‫َواَل ت َۡل ِبس‬

Artinya: “Dan janganlah kalian campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kalian sembunyikan
yang hak itu, sedangkan kalian mengetahui.”

Melalui firman-Nya ini Allah Ta’ala melarang orang-orang Yahudi dari kesengajaan mereka mencampuradukkan
antara kebenaran dengan kebatilan, serta tindakan mereka menyembunyikan kebenaran dan menampakkan
kebatilan. Demgan demikian, Dia melarang mereka dari dua hal secara bersamaan serta memerintahkan kepada
mereka untuk memperlihatkan dan menyatakan kebenaran. Dari Ibnu Abbas, Adh-Dhahhak menjelaskan ayat ini
artinya janganlah memcampuradukkan yang hak dengan yang batil dan kebenaran dengan kebohongan.
Sementara Qatadah mengartikannya, janganlah mencampuradukkan antara ajaran Yahudi dan Nasrani dengan
ajaran Islam sedang kalian mengetahui bahwa agama Allah Ta’ala adalah Islam.

٤٣ َ‫ُوا َم َع ٱل ٰ َّر ِك ِعين‬


ْ ‫وا ٱل َّزك َٰوةَ َو ۡٱر َكع‬
ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ْ ‫َوَأقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬

Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.”

Firman-Nya (‫ )وأقيموا الصالة‬artinya, Allah Ta’ala memerintahkan kepada ahlu kitab untuk mengerjakan salat bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Firman-Nya ( ‫ )وآتوا الزكاة‬artinya, Allah Ta’ala juga memerintahkan kepada ahlu kitab untuk mengeluarkan zakat,
yaitu dengan menyerahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mubarak bin Fuhdhalah
meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, katanya: “Pembayaran zakat itu merupakan kewajiban, yang mana amal
ibadah tidak akan manfaat kecuali dengan menunaikannya dan dengan mengerjakan salat.”

َ َّ‫َأت َۡأ ُمرُونَ ٱلن‬


َ ۚ َ‫اس بِ ۡٱلبِرِّ َوتَن َس ۡونَ َأنفُ َس ُكمۡ َوَأنتُمۡ ت َۡتلُونَ ۡٱل ِك ٰت‬
۞٤٤ َ‫ب َأفَاَل ت َۡعقِلُون‬

Artinya: “Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian
sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir?”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut tentang seorang
Yahudi Madinah yang pada waktu itu berkata kepada mantunya, kaum kerabatnya, dan saudara sepersusuan yang
telah masuk Islam: ‘Tetaplah kamu pada agama kamu anut (Islam) dan apa-apa yang diperintahkan oleh
Muhammad karena perintahnya benar.’ Ia menyuruh orang lain berbuat baik, tapi dirinya sendiri tidak
mengerjakannya. Ayat ini sebagai peringatan kepada orang yang melakukan perbuatan seperti itu.”
: .٤٥ َ‫يرةٌ‡ ِإاَّل َعلَى ۡٱل ٰخَ ِش ِعين‬
َ ِ‫صلَ ٰو ۚ ِة َوِإنَّهَا لَ َكب‬ ْ ُ‫ٱست َِعين‬
َّ ‫وا بِٱلص َّۡب ِر َوٱل‬ ۡ ‫َو‬

Artinya: “Jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyuk.”

Firman-Nya (‫ )واستعينوا بالصبر والصالة‬melalui ayat ini, Allah Ta’ala menyuruh para hamba-Nya untuk meraih kebaikan
dunia dan akhirat yang mereka dambakan, dengan cara menjadikan kesabaran dan salat sebagai penolong. Sunaid
meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, ia mengatakan, bahwa sabar dan salat merupakan penolong untuk
mendapatkan rahmat Allah Ta’ala. Dan sebagaimana dikatakan Muqatil bin Hayyan dalam tafsirnya mengenai ayat
ini: “Hendaklah kalian mengejar kehidupan akhirat dengan cara menjadikan kesabaran dalam mengerjakan
berbagai kewajiban dan salat sebagai penolong.” Menurut Mujahid, yang dimaksud dengan kesabaran adalah
shiyam (puasa). Imam Al-Qurthubiy dan ulama lainnya mengatakan: “Oleh karena itu, bulan Ramadhan disebut
sebagai bulan kesabaran.” Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sabar pada ayat tersebut
adalah menahan diri dari perbuatan maksiat, karena disebutkan bersama dengan pelaksanaan berbagai macam
ibadah, dan yang paling utama adalah ibadah salat.

ْ ُ‫ٱلَّ ِذينَ يَظُنُّونَ َأنَّهُم ُّم ٰلَق‬


٤٦ َ‫وا َربِّ ِهمۡ َوَأنَّهُمۡ ِإلَ ۡي ِه ٰ َر ِجعُون‬

Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan
kembali kepada-Nya.”

Ayat ini menyempurnakan kandungan ayat sebelumnya. Maksudnya, bahwa salat atau wasiat itu benar-benar
berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu yang yakin bahwa mereka akan menemui Rabb-nya. Mereka
mengetahui bahwa dirinya akan dikumpulkan kepada-Nya pada hari kiamat, dan dikembalikan kepada-Nya. Semua
persoalan mereka kembali kepada kehendak-Nya, Dia memutuskan persoalan itu menurut kehendak-Nya sesuai
dengan keadilan-Nya. Karena mereka meyakini adanya hari pengembalian dan pemberian pahala, maka terasa
ringan bagi mereka untuk melaksanakan berbagai keataan dan meninggalkan berbagai kemungkaran.

٤٧ َ‫ت َعلَ ۡي ُكمۡ َوَأنِّي فَض َّۡلتُ ُكمۡ َعلَى ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬
‡ُ ۡ‫ي ٱلَّتِ ٓي َأ ۡن َعم‬ َ ‫ٰيَبَنِ ٓي ِإ ۡس ٰ َٓر ِء‬
ْ ‫يل ۡٱذ ُكر‬
‡َ ِ‫ُوا نِ ۡع َمت‬

Artinya: “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian dan (ingatlah)
bahwasanya Aku telah melebihkan kalian alas segala umat.”

Allah Ta’ala mengingatkan Bani Israil akan berbagai nikmat yang telah dianugerahkan kepada nenek moyang serta
para pendahulu mereka, juga keutamaan yang telah diberikan kepada mereka berupa pengutusan para Rasul dari
kalangan mereka sendiri serta penurunan kitab-kitab kepada mereka dan diutamakannya mereka atas umat-umat
lain pada zaman mereka, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Maidah ayat 20 yang artinya: “Dan (ingatlah)
ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah alas kalian ketika Dia mengangkat nabi-
nabi di antara kalian, dan dijadikan-Nya kalian orangorang merdeka, dan diberikan-Nya kepada kalian apa yang
belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umatumat yang lain."

َ ‫ل َواَل هُمۡ ي‬ٞ ‫ة َواَل ي ُۡؤخَ ُذ ِم ۡنهَا ع َۡد‬ٞ ‫س ش ٗۡ‍َٔيا َواَل ي ُۡقبَ ُل ِم ۡنهَا َش ٰفَ َع‬
.٤٨ َ‫ُنصرُون‬ ٖ ‫وا يَ ۡو ٗما اَّل ت َۡج ِزي ن َۡفسٌ عَن نَّ ۡف‬
ْ ُ‫َوٱتَّق‬
Artinya: “Dan jagalah diri kalian dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang
lain, walau sedikit pun, dan (begitu pula) tidak diterima syafaat dan tebusan darinya, dan tidaklah mereka akan
ditolong.”

Firman Allah Ta’ala ( ‫ )واتقوا يوما‬artinya, setelah Allah Ta’ala mengingkatkan mereka akan nikmat-nikmat-Nya yang
telah dilimpahkan kepada mereka pada ayat sebelumnya, kemudian hal itu diikuti dengan peringatan yang
menyatakan akan kekuasaan pembalasan Allah Ta’ala terhadap mereka kelak di hari kiamat.

Firman-Nya ( ‫ )ال تجزي نفس عن نفس شيئا‬artinya, tiada seorang pun yang dapat menolong orang lain. Makna ayat ini
sama dengan ayat lain dalam Surah Al-An’am ayat 164 yang artinya: “Dan seorang yang berdosa tidak akan
memikul dosa orang lain.” Dan juga Surah ‘Abasa ayat 37 yang artinya: “Setiap orang dari mereka pada hari itu
mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.” Serta dalam Surah Luqman ayat 33 yang artinya: “Hai manusia,
bertakwalah kepada Tuhan kalian dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat
menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikit pun.” Hal ini merupakan
kedudukan paling jelas, mengingat disebutkan bahwa seorang ayah dan anaknya masing-masing dari kedua belah
pihak tidak dapat menolong pihak yang lain barang sedikit pun.

ِ ‫ ِّمن َّربِّ ُكمۡ ع‬ٞ‫ب يُ َذبِّحُونَ َأ ۡبنَٓا َء ُكمۡ َويَ ۡست َۡحيُونَ ِن َسٓا َء ُكمۡۚ َو ِفي ٰ َذ ِل ُكم بَٓاَل ء‬
: .٤٩ ‫يم‬ٞ ‫َظ‬ ِ ‫َوِإ ۡذ نَج َّۡي ٰنَ ُكم ِّم ۡن َء‬
ِ ‫ال ِف ۡرع َۡونَ يَسُو ُمونَ ُكمۡ س ُٓو َء ۡٱل َع َذا‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; mereka
menimpakan kepada kalian siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan
membiarkan hidup anak kalian yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar
dari Tuhan kalian.”

Ayat ini tafsirnya yaitu Allah Ta’ala telah menyelamatkan kalian dari mereka dan membebaskan kalian dari tangan
mereka, dengan ditemani Musa ‘alaihi as-salam, padahal dulu Fir’aun dan para pengikutnya menimpakan azab
yang sangat hebat kepada mereka. Hal itu mereka lakukan karena Fir’aun yang dilaknat Allah Ta’ala itu pernah
bermimpi yang sangat merisaukannya. Ia bermimpi melihat api yang keluar dari Baitul Maqdis. Kemudian api itu
memasuki rumah orang-orang Qibti di Mesir kecuali rumah Bani Israil. Makna mimpi tersebut adalah bahwa
kerajaannya akan lenyap binasa melalui tangan seseorang yang berasal dari kalangan Bani Israil. Kemudian disusul
laporan dari orang-orang dekatnya saat membicarakan hal itu, bahwa Bani Israil sedang menunggu lahirnya
seorang bayi laki-laki di antara mereka, yang karenanya mereka akan meraih kekuasaan dan kedudukan tinggi.
Demikianlah yang diriwayatkan dalam hadis yang membahas tentang fitnah. Sejak saat itu, Fir’aun pun
memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil yang dilahirkan setelah mimpi itu, dan
membiarkan bayi-bayi perempuan tetap hidup. Selain itu, Fir’aun juga memerintahkan agar mempekerjakan Bani
Israil dengan berbagai pekerjaan berat dan hina.

َ ‫نج ۡي ٰنَ ُكمۡ َوَأ ۡغ َر ۡقنَٓا َء‬


٥٠ َ‫ال ِف ۡرع َۡونَ َوَأنتُمۡ تَنظُرُون‬ َ ‫َوِإ ۡذ فَ َر ۡقنَا ِب ُك ُم ۡٱلبَ ۡح َر فََأ‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan
Fir'aun dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan.”
Ayat ini berarti setelah Kami menyelamatkan kalian dari Fir’aun dan para pengikutnya, lalu kalian berhasil keluar
dan pergi dari Mesir bersama Musa ‘alaihi as-salam maka Fir’aun pun pergi mencari kalian. Kemudian Kami belah
lautan untuk kalian. Sebagaimana hal itu telah diberitahukan Allah Ta’ala secara rinci dalam Surah Asy-Syu’ara’.

ِ ‫ ِّمن َّربِّ ُكمۡ ع‬ٞ‫ب يُ َذبِّحُونَ َأ ۡبنَٓا َء ُكمۡ َويَ ۡست َۡحيُونَ نِ َسٓا َء ُكمۡۚ َوفِي ٰ َذلِ ُكم بَٓاَل ء‬
.٤٩ ‫يم‬ٞ ‫َظ‬ ِ ‫َوِإ ۡذ نَج َّۡي ٰنَ ُكم ِّم ۡن َء‬
ِ ‫ال فِ ۡرع َۡونَ يَسُو ُمونَ ُكمۡ س ُٓو َء ۡٱل َع َذا‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya; mereka
menimpakan kepada kalian siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak kalian yang laki-laki dan
membiarkan hidup anak kalian yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar
dari Tuhan kalian.”

Ayat ini tafsirnya yaitu Allah Ta’ala telah menyelamatkan kalian dari mereka dan membebaskan kalian dari tangan
mereka, dengan ditemani Musa ‘alaihi as-salam, padahal dulu Fir’aun dan para pengikutnya menimpakan azab
yang sangat hebat kepada mereka. Hal itu mereka lakukan karena Fir’aun yang dilaknat Allah Ta’ala itu pernah
bermimpi yang sangat merisaukannya. Ia bermimpi melihat api yang keluar dari Baitul Maqdis. Kemudian api itu
memasuki rumah orang-orang Qibti di Mesir kecuali rumah Bani Israil. Makna mimpi tersebut adalah bahwa
kerajaannya akan lenyap binasa melalui tangan seseorang yang berasal dari kalangan Bani Israil. Kemudian disusul
laporan dari orang-orang dekatnya saat membicarakan hal itu, bahwa Bani Israil sedang menunggu lahirnya
seorang bayi laki-laki di antara mereka, yang karenanya mereka akan meraih kekuasaan dan kedudukan tinggi.
Demikianlah yang diriwayatkan dalam hadis yang membahas tentang fitnah. Sejak saat itu, Fir’aun pun
memerintahkan untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil yang dilahirkan setelah mimpi itu, dan
membiarkan bayi-bayi perempuan tetap hidup. Selain itu, Fir’aun juga memerintahkan agar mempekerjakan Bani
Israil dengan berbagai pekerjaan berat dan hina.

َ ‫نج ۡي ٰنَ ُكمۡ َوَأ ۡغ َر ۡقنَٓا َء‬


٥٠ َ‫ال فِ ۡرع َۡونَ َوَأنتُمۡ تَنظُرُون‬ َ ‫َوِإ ۡذ فَ َر ۡقنَا بِ ُك ُم ۡٱلبَ ۡح َر فََأ‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami belah laut untuk kalian, lalu Kami selamatkan kalian dan Kami tenggelamkan
Fir'aun dan pengikut-pengikutnya, sedangkan kalian sendiri menyaksikan.”

Ayat ini berarti setelah Kami menyelamatkan kalian dari Fir’aun dan para pengikutnya, lalu kalian berhasil keluar
dan pergi dari Mesir bersama Musa ‘alaihi as-salam maka Fir’aun pun pergi mencari kalian. Kemudian Kami belah
lautan untuk kalian. Sebagaimana hal itu telah diberitahukan Allah Ta’ala secara rinci dalam Surah Asy-Syu’ara’.

.٥١ َ‫َوِإ ۡذ ٰ َوع َۡدنَا ُمو َس ٰ ٓى َأ ۡربَ ِعينَ لَ ۡيلَ ٗة ثُ َّم ٱتَّخَ ۡذتُ ُم ۡٱل ِع ۡج َل ِم ۢن بَ ۡع ِدِۦه َوَأنتُمۡ ٰظَ ِل ُمون‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat sesudah) empat puluh malam, lalu
kalian menjadikan anak lembu (sembahan kalian) sepeninggalnya dan kalian adalah orang-orang yang zalim.”

Allah Ta’ala berfirman, “Ingatlah berbagai nikmat-Ku yang telah Aku angerahkan kepada kalian, yaitu berupa
ampunan yang Ku berikan kepada kalian atas tindakan kalian menyembah anak sapi setelah kepergian Musa ‘alaihi
as-salam untuk waktu yang ditentukan Rabb-nya, yaitu setelah habis masa perjanjian selama 40 hari.” Itulah
perjanjian yang disebutkan dalam Surah Al-A’raaf ayat 142 yang artinya: “Dan Kami telah menjanjikan kepada
Musa tiga puluh hari dan Kami menambahnya dengan sepuluh hari.” Ada pendapat yang menyatakan, yaitu Bulan
Dzulqa’dah penuh ditambah dengan sepuluh hari dari Bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi setelah mereka bebas dari
kejaran Fir’aun dan selamat dari tenggelam ke dasar laut.
.٥٢ َ‫ثُ َّم َعفَ ۡونَا عَن ُكم ِّم ۢن بَ ۡع ِد ٰ َذلِكَ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬

Artinya: “Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahan kalian, agar kalian bersyukur.”

Allah Ta’ala berfirman, “Ingatlah berbagai nikmat-Ku yang telah Aku angerahkan kepada kalian, yaitu berupa
ampunan yang Ku berikan kepada kalian atas tindakan kalian menyembah anak sapi setelah kepergian Musa ‘alaihi
as-salam untuk waktu yang ditentukan Rabb-nya, yaitu setelah habis masa perjanjian selama 40 hari.” Itulah
perjanjian yang disebutkan dalam Surah Al-A’raaf ayat 142 yang artinya: “Dan Kami telah menjanjikan kepada
Musa tiga puluh hari dan Kami menambahnya dengan sepuluh hari.” Ada pendapat yang menyatakan, yaitu Bulan
Dzulqa’dah penuh ditambah dengan sepuluh hari dari Bulan Dzulhijjah. Hal itu terjadi setelah mereka bebas dari
kejaran Fir’aun dan selamat dari tenggelam ke dasar laut.

َ َ‫َوِإ ۡذ َءات َۡينَا ُمو َسى ۡٱل ِك ٰت‬


.٥٣ َ‫ب َو ۡٱلفُ ۡرقَانَ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡهتَ ُدون‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan
(antara yang benar dan yang salah), agar kalian mendapat petunjuk.”

Firman-Nya (‫ )وإذ آتينا موسى الكتاب‬yaitu kitab Taurat. Dan (‫ )الفرقان‬yaitu kitab yang membedakan antara yang hak
dengan batil dan (membedakan pula antara) petunjuk dan kesesatan.

Firman-Nya ( ‫ )لعلكم تهتدون‬yaitu peristiwa tersebut juga terjadi setelah mereka berhasil keluar dari laut, sebagaimana
yang ditunjukkan oleh konteks ayat yang terdapat dalam Surah Al-A’raaf, juga firman-Nya dalam Surah Al-Qashash
ayat 43 yang artinya: “Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami
binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk dan rah-mat agar
mereka ingat.” Ada yang berpendapat kata (‫ )و‬pada ayat tersebut adalah tambahan, dan artinya, “Kami telah
memberikan kepada Musa Kitab Al-Furqan.” Namun pendapat ini gharib.

i: . ُ‫َاب َعلَ ۡي ُكمۡۚ ِإنَّ ۥهُ ه َُو ٱلتَّوَّاب‬ ۡ ۡ‫ارِئ ُكمۡ فَ ۡٱقتُلُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡ ٰ َذ ِل ُكم‬
ِ َ‫ر لَّ ُكمۡ ِعن َد ب‬ٞ ‫خَي‬
َ ‫ارِئ ُكمۡ فَت‬ ۡ َ َ‫َوِإ ۡذ ق‬
ِ َ‫ال ُمو َس ٰى ِلقَ ۡو ِمِۦه ٰيَقَ ۡو ِم ِإنَّ ُكمۡ ظَلَمۡ تُمۡ َأنفُ َس ُكم ِبٱتِّخَ ا ِذ ُك ُم ٱل ِع ۡج َل فَتُوب ُٓو ْا ِإلَ ٰى ب‬
٥٤ ‫َّحي ُم‬
ِ ‫ٱلر‬

Artinya: ”Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Hai Kaumku, sesungguhnya kalian telah
menganiaya diri sendiri karena kalian telah menjadikan anak lembu (sesembahan kalian), maka bertobatlah
kepada Tuhan yang menjadikan kalian dan bunuhlah diri kalian. Hal itu adalah lebih baik bagi kalian pada sisi Tuhan
yang menjadikan kalian; maka Allah akan menerima taubat kalian. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima
tobat lagi Maha Penyayang."

Firman-Nya (‫ )وإذ قال موسى لقومه ياقوم إنكم ظلمتم أنفسكم باتخاذ كم العجل‬menurut Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, Musa
berkata demikian ketika hati mereka telah tersesat dengan menyembah anak lembu, hingga Allah Ta’ala berfirman
dalam Surah Al-A’raaf ayat 149 yang artinya: “Dan setelah mereka sangat menyesali perbuatannya dan
mengetahui bahwa mereka telah sesat, mereka pun berkata, "Sungguh jika Tuhan kami tidak memberi rahmat
kepada kami dan tidak mengampuni kami.”

Firman-Nya ( ‫ )فتوبوا إلى بارئكم‬menurut Abu Al-‘Aliyah, Sa’id bin Jubair dan Rabi’ bin Anas mengatakan, yaitu kepada
penciptamu. Firman-Nya ( ‫ )إلى بارئكم‬menurut Ibnu Katsir mengandung peringatan akan besarnya kejahatan yang
mereka lakukan. Artinya, bertaubatlah kalian kepada Rabb yang telah menciptakan kalian, setelah kalian
menyembah yang lain bersama-Nya. Abd Ar-Rahman bin Zaid bin Aslam menceritakan, ketika Musa ‘alaihi as-salam
kembali kepada kaumnya, di antara mereka ada tujuh puluh orang laki-laki yang beruzlah (mengasingkan diri)
bersama Harun dan tidak menyembah anak lembu, maka Musa berkata kepada mereka (kaumnya); “Berangkatlah
menuju janji Rabb kalian.” Lalu mereka pun berkata: “Hai Musa, apakah kami masih bisa bertaubat?” Musa
menjawab: “Masih.”

َّ ٰ ‫َوِإ ۡذ قُ ۡلتُمۡ ٰيَ ُمو َس ٰى لَن نُّ ۡؤ ِمنَ َلكَ َحتَّ ٰى ن ََرى ٱهَّلل َ َج ۡه َر ٗة فََأخَ َذ ۡت ُك ُم ٱل‬
.٥٥ َ‫ص ِعقَةُ َوَأنتُمۡ تَنظُرُون‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami
melihat Allah dengan terang," karena itu kalian disambar halilintar, sedangkan kalian menyaksikannya.”

Allah Ta’ala berfirman: “Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepada kalian, yaitu
ketika Aku membangkitkan kalian setelah peristiwa datangnya petir. Di mana kalian meminta untuk dapat melihat-
Ku secara nyata dan kasat mata, suatu permintaan yang tidak akan sanggup kalian tanggung, dan juga makhluk
sejenis kalian.”

.٥٦ َ‫ثُ َّم بَ َع ۡث ٰنَ ُكم‡ ِّم ۢن بَ ۡع ِد َم ۡو ِت ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡش ُكرُون‬

Artinya: “Setelah itu Kami bangkitkan kalian sesudah kalian mati, supaya kalian bersyukur.”

Firman-Nya (‫ )ثم بعثناكم‡ من بعد موتكم لعلكم تشكرون‬artinya, kemudian Allah Ta’ala mewahyukan kepada Musa ‘alaihi as-
salam bahwa 70 orang yang bersamanya itu telah menyembah anak lembu. Lalu Allah Ta’ala menghidupkan
mereka sehingga mereka bangun dan hidup seorang demi seorang dan satu sama lain saling menyaksikan,
bagaimana mereka hidup kembali. Sebagaimana dalam Surah Al-A’raaf ayat 155 yang artinya: “Ya Tuhanku, kalau
Engkau kehendaki, tentulah Engkau membinasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau membinasakan
kami karena perbuatan orang-orang yang kurang akal di antara kami.” Rabi’ bin Anas mengatakan: “Kematian
mereka itu merupakan hukuman bagi mereka, lalu dibangkitkan kembali hingga datang ajal hidupnya.” Hal itu juga
disampaikan oleh Qatadah.

.٥٧ َ‫زَق ٰنَ ُكمۡۚ َو َما ظَلَ ُمونَا َو ٰلَ ِكن كَانُ ٓو ْا َأنفُ َسهُمۡ يَ ۡظلِ ُمون‬
ۡ ‫ت َما َر‬ ْ ُ‫َوظَلَّ ۡلنَا َعلَ ۡي ُك ُم ۡٱل َغ َما َم َوَأنزَ ۡلنَا َعلَ ۡي ُك ُم ۡٱل َمنَّ َوٱلس َّۡل َو ٰ ۖى ُكل‬
ِ َ‫وا ِمن طَيِّ ٰب‬

Artinya: “Dan Kami naungi kalian dengan awan dan Kami turunkan kepada kalian manna dan salwa. Makanlah dari
makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, tetapi
merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.”

Firman-Nya ( ‫ )وظللنا عليكم الغمام‬artinya, setelah Allah Ta’ala mengingatkan azab yang telah diangkat dari mereka, Dia
juga mengingatkan mereka berbagai nikmat yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. (‫ )غمام‬jamak dari kata (
‫ )غمامة‬disebut demikian karena ia menutupi langit. Yaitu awan putih yang menaungi mereka dari terik matahari di
padang pasir. Sebagaimana yang telah diriwayatkan An-Nasai dan perawi lainnya dari Ibnu Abbas.

.٥٨ َ‫ة نَّ ۡغ ِف ۡر لَ ُكمۡ خَ ٰطَ ٰيَ ُكمۡۚ َو َسن َِزي ُد ۡٱل ُم ۡح ِس ِنين‬ٞ َّ‫وا ِحط‬ َ َ‫وا ۡٱلب‬
ْ ُ‫اب ُسج َّٗدا َوقُول‬ ْ ُ‫ث ِش ۡئتُمۡ َرغ َٗدا َو ۡٱد ُخل‬ ْ ُ‫وا ٰهَ ِذ ِه ۡٱلقَ ۡريَةَ فَ ُكل‬
ُ ‫وا ِم ۡنهَا َح ۡي‬ ْ ُ‫َوِإ ۡذ قُ ۡلنَا ۡٱد ُخل‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman, "Masuklah kalian ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari
hasil buminya yang banyak lagi enak di mana yang kalian sukai, dan masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud,
dan katakanlah, "Bebaskanlah kami dari dosa," niscaya Kami ampuni- kesalahan-kesalahan kalian. Dan kelak Kami
akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Ayat ini ditujukan untuk mencela mereka, karena mereka menolak untuk berjihad dan memasuki Tanah Suci (Baitul
Maqdis) ketika tiba dari Mesir bersama Musa ‘alaihi as-salam. Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk
memasuki Tanah Suci yang merupakan warisan dari nenek moyang mereka, Israil (Ya’qub). Juga untuk memerangi
kaum Amalik yang kafir, namun mereka menolak berperang, dan bersikap lemah dan lesu. Maka Allah Ta’ala
mencampakkan mereka ke tengah padang sahara yang menyesatkan sebagai hukuman bagi mereka sebagaimana
disebutkan Allah Ta’ala dalam Surah Al-Maidah. Oleh karena itu di antara dua pendapat mengenai hal itu, yang
paling tepat adalah pendapat yang menyatakan bahwa negeri itu adalah Baitul Maqdis, sebagaimana yang telah
disebutkan oleh As-Suddi, Rabi’ bin Anas, Qatadah, Abu Muslim Al-Isfahani dan lain-lainnya. Berkisah mengenai
Musa ‘alaihi as-salam, firman Allah Ta’ala dalam Surah Al-Maidah ayat 21 yang artinya: “Hai kaumku, masuklah ke
tanah suci yang telah ditentukan oleh Allah bagi kalian, dan janganlah kalian lari ke belakang.”

٥٩ َ‫وا يَ ۡف ُسقُون‬ ْ ‫يل لَهُمۡ فََأنزَ ۡلنَا َعلَى ٱلَّ ِذينَ ظَلَ ُم‬
ْ ُ‫وا ِر ۡج ٗزا ِّمنَ ٱل َّس َمٓا ِء بِ َما كَان‬ ْ ‫فَبَد ََّل ٱلَّ ِذينَ ظَلَ ُم‬
َ ِ‫وا قَ ۡواًل غ َۡي َر ٱلَّ ِذي ق‬

Artinya: “Lalu orang-orang yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada
mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksaan dari langit, karena mereka berbuat
fasik.”

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

"‫ َحبَّةٌ فِي َشع َْر ٍة‬:ٌ‫ ِحطَّة‬:‫ فَبَ َّدلُوا َوقَالُوا‬،‫اب ُس َّجدًا َوقُولُوا ِحطَّةٌ} فَ َدخَ لُوا يَ ْز َحفُونَ َعلَى ا ْستَا ِه ِه ْم‬
َ َ‫ {ا ْد ُخلُوا ْالب‬:‫يل‬
َ ‫يل لِبَنِي ِإس َْراِئ‬
َ ِ‫"ق‬

Artinya: “Dikatakan kepada Bani Israil, ‘Masukilah pintu gerbang sembari bersujud dan katakanlah, hitkhah
(bebaskanlah kami dari dosa)’. Maka mereka pun memasuki pintu dengan berjalan merangkak di atas pantat
mereka. Lalu mereka mengganti dengan mengatakan, ‘Habbatun fi sya’ratin (biji-bijian di dalam gandum)’”. (HR.
Al-Bukhari, Muslim dan At-Tirmidzi mengatakan hadis ini hasan sahih)

Kesimpulan dari apa yang dikemukakan oleh para mufasirin dan berdasarkan pada konteks ayat tersebut adalah
bahwa mereka mengganti perintah Allah Ta’ala untuk tunduk dengan ucapan maupun perbuatan. Ketika mereka
diperintahkan untuk masuk sembari bersujud, mereka masuk sambil merangkak di atas pantat dan membelakangi
dengan mengangkat kepada mereka. Mereka juga diperintahkan untuk mengatakan: (‫ )حطة‬hapuskanlah semua
dosan dan kesalahan kami. Tetapi mereka malah mengolok-olok perintah tersebut, dan dengan nada mengolok
mereka mengatakan ( ‫ )حنطة في شعيرة‬biji-bijian dalam gandum.

ۡ ‫وا َو‬
ْ ُ‫َاس َّم ۡش َربَهُمۡ ۖ ُكل‬ ‫ُأ‬ ۖ ۡ ۡ َ ‫ٱضرب بِّ َع‬ ۡ
۞ ‫ق ٱهَّلل ِ َواَل ت َۡعثَ ۡو ْا فِي‬
ِ ‫ُوا ِمن رِّ ۡز‬
ْ ‫ٱش َرب‬ ٖ ‫صاكَ ٱل َح َج ۖ َر فَٱنفَ َج َر ۡت ِم ۡنهُ ٱثنَتَا ع َۡش َرةَ ع َۡي ٗنا قَ ۡد َعلِ َم ُكلُّ ن‬ ِ ۡ ‫ٱست َۡسقَ ٰى ُمو َس ٰى لِقَ ۡو ِمِۦه فَقُلنَا‬
ۡ ‫َوِإ ِذ‬
٦٠ َ‫ض ُم ۡف ِس ِدين‬ِ ‫ر‬ۡ ‫َأۡل‬ ‫ٱ‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, "Pukullah batu itu dengan
tongkatmu!" Lalu memancarlah darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat
minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kalian berkeliaran
di muka bumi dengan berbuat kerusakan.”

Allah Ta’ala berfirman kepada Bani Israil: “Ingatlah nikmat yang telah Aku anugerahkan dengan mengabulkan doa
Nabi Musa ‘alaihi as-salam ketika memohon air untuk kalian semua. Maka Aku pun segera mempermudah dan
mengeluarkan air bagi kalian dari sebuah bata. Aku pancarkan dari batu itu dua belas mata air. Masing-masing
suku dari kalian (Bani Israil) memiliki mata air yang sudah diketahui.” Karena itu, “Makanlah dari manna dan salwa.
Minumlah dari air yang telah Aku pancarkan bagi kalian tanpa perlu usaha dan kerja keras, serta beribadahlah
kepada Rabb yang telah menciptakan semua itu untuk kalian.”

: . ‫ال َأت َۡست َۡب ِدلُونَ ٱلَّ ِذي ه َُو‬ َ َ‫صلِهَ ۖا ق‬


َ َ‫ت ٱَأۡل ۡرضُ ِم ۢن بَ ۡقلِهَا َوقِثَّٓاِئهَا َوفُو ِمهَا َو َعد َِسهَا َوب‬ ُ ِ‫ع لَنَا َربَّكَ ي ُۡخ ِر ۡج لَنَا ِم َّما تُ ۢنب‬ ۡ َّ‫َوِإ ۡذ قُ ۡلتُمۡ ٰيَ ُمو َس ٰى لَن ن‬
ُ ‫صبِ َر َعلَ ٰى طَ َع ٖام ٰ َو ِح ٖد فَ ۡٱد‬
َ‫ت ٱهَّلل ِ َويَ ۡقتُلُونَ ٱلنَّ ِبي‍ِّۧن‬
ِ َ‫وا يَ ۡكفُرُونَ ِ‍َٔبا ٰي‬ ٰ
ْ ُ‫ب ِّمنَ ٱهَّلل ۗ ِ َذ ِلكَ ِبَأنَّهُمۡ كَان‬ َ ‫ُربَ ۡت َعلَ ۡي ِه ُم ٱل ِّذلَّةُ َو ۡٱل َم ۡس َكنَةُ َوبَٓا ُءو ِبغ‬ ۡ ۡ ‫خَي ۚ ٌر‬
ٖ ‫َض‬ ِ ‫ص ٗرا فَِإنَّ لَ ُكم َّما َسَألتُمۡ ۗ َوض‬ ْ ُ‫ٱه ِبط‬
ۡ ‫وا ِم‬ ۡ ‫َأ ۡدن َٰى ِبٱلَّ ِذي ه َُو‬
ْ
٦١ َ‫َصوا َّوكَانُوا يَ ۡعتَ ُدون‬ ْ َ ‫ق َذلِكَ بِ َما ع‬ ٰ ۗ ۡ
ِّ ‫بِغ َۡي ِر ٱل َح‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika kalian berkata, "Hai Musa, kami tidak sabar (tahan) dengan satu macam makanan
saja. Sebab itu, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayur, mentimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya."
Musa berkata, "Maukah kalian mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kalian
ke suatu kota, pasti kalian memperoleh apa yang kalian minta. Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan
kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-
ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat
durhaka dan melampaui batas."

Allah Ta’ala menyerukan, “Hai Bani Israil, ingatlah nikmat yang telah Aku anugerahkan kepada kalian, berupa
manna dan salwa sebagai makanan yang baik dan bermanfaat, menyenangkan dan mudah diperoleh. Dan ingatlah
ketika kalian menolak dan merasa bosan dengan apa yang telah Aku anugerahkan kepada kalian, serta meminta
kepada Musa ‘alaihi as-salam untuk menggantinya dengan makanan-makanan hina yang berupa sayur-sayuran dan
sebangsanya.” Al-Hasan Al-Bashri mengatakan, maka mereka pun menolak semuanya itu dan tidak tahan
dengannya. Lalu mereka menyebutkan gaya hidup yang mereka jalani, sebagai kaum yang sangat gemar pada
kacang adas, bawang merah, sayur-sayuran dan bawang putih. Mereka berkata, “Hai Musa, kami tidak bisa
bersabar dengan satu jenis makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Rabbmu agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-sayuran, ketimun, bawang putih, kacang
adas dan bawang merahnya.” Mereka mengatakan, tidak tahan terus-menerus mengkonsumsi satu jenis makanan,
padahal mereka makan manna dan salwa, namun karena makanan mereka tidak pernah ganti dan berubah setiap
harinya, maka dikatakan sebagai satu makanan. Sayur-mayur, ketimun, kacang adas dan bawang merah semua ini
sudah dikenal.

٦٢ َ‫خَوفٌ َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل هُمۡ يَ ۡحزَ نُون‬ َّ ٰ ‫ص َر ٰى َوٱل‬


َ ٰ ‫صِ‍بِٔينَ َم ۡن َءا َمنَ ِبٱهَّلل ِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل ٓ ِخ ِر َو َع ِم َل‬
ۡ ‫ص ِل ٗحا فَلَهُمۡ َأ ۡج ُرهُمۡ ِعن َد َربِّ ِهمۡ َواَل‬ ْ ‫وا َوٱلَّ ِذينَ هَاد‬
َ ٰ َّ‫ُوا َوٱلن‬ ْ ُ‫ِإنَّ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang
Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh,
mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.”
Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Salman bertanya kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam tentang penganut agama yang pernah ia anut bersama mereka. Kemudian ia menerangkan cara
salat dan ibadahnya. Maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa orang yang beriman kepada Allah Ta’ala
dan hari akhir dan berbuat baik akan mendapat pahala Allah Ta’ala.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan
Al-‘Adni di dalam Musnad-nya, dari Ibnu Abi Najih, yang bersumber dari Mujahid)

ْ ‫وا َمٓا َءات َۡي ٰنَ ُكم بِقُو َّٖة َو ۡٱذ ُكر‬
.٦٣ َ‫ُوا َما فِي ِه لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَّقُون‬ ْ ‫ور ُخ ُذ‬ ُّ ‫َوِإ ۡذ َأخَ ۡذنَا ِمي ٰثَقَ ُكمۡ َو َرفَ ۡعنَا فَ ۡوقَ ُك ُم‬
َ ‫ٱلط‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkatkan gunung (Tursina) di atas kalian
(seraya Kami berfirman), "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan ingatlah selalu apa
yang ada di dalamnya, agar kalian bertakwa."

Allah Ta’ala mengingatkan Bani Israil akan janji mereka kepada Allah Ta’ala untuk senantiasa beriman kepada-Nya
semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan mengikuti para rasul-Nya. Selain itu Allah Ta’ala juga memberitahukan
bahwa ketika mengambil janji dari mereka, Dia mengangkat gunung di atas kepala mereka agar mereka mengakui
janji yang telah mereka ikrarkan dan memegangnya dengan teguh, niat yang kuat untuk melaksanakannya serta
tunduk patuh sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-A’raaf ayat 171 yang artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami
mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan
jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka), "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami
berikan kepada kalian, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang terse-but di dalamnya supaya kalian menjadi
orang-orang yang bertakwa."

Thur adalah gunung, sebagaimana ditafsirkan dalam Surah Al-A’raaf. Dan hal itu telah ditegaskan oleh Ibnu Abbas,
Mujahid, Ikrimah, Hasan Al-Bashri, Adh-Dhahhak, Rabi’ bin Anas dan ulama lainnya. Dan inilah pendapat yang jelas.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, thur adalah gunung yang ditumbuhi pepohonan sedangkan yang tidak
ditumbuhi pepohonan tidak disebut sebagai thur.

ۡ َ‫ثُ َّم ت ََولَّ ۡيتُم ِّم ۢن بَ ۡع ِد ٰ َذ ِل ۖكَ فَلَ ۡواَل ف‬


: .٦٤ َ‫ض ُل ٱهَّلل ِ َعلَ ۡي ُكمۡ َو َر ۡح َمتُ ۥهُ لَ ُكنتُم ِّمنَ ۡٱل ٰخَ ِس ِرين‬

Artinya: “Kemudian kalian berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan
rahmat-Nya alas kalian, niscaya kalian tergolong orang-orang yang rugi.”

Firman-Nya (‫ )ثم توليتم من بعد ذلك‬artinya, Allah Ta’ala mengatakan bahwa setelah perjanjian yang tegas lagi agung ini
kalian berpaling serta menyimpang darinya dan melanggarnya.

Firman-Nya (‫ )فلو ال فضل هللا عليكم ورحمته‬yaitu dengan menerima taubat kalian. Firman-Nya ( ‫ )لكنتم من الخاسرين‬yaitu rugi
di dunia dan akhirat karena pelanggaran yang kalian lakukan terhadap perjanjian itu.

ِ ٦٥ ‫وا قِ َر َدةً ٰخَ س‬


ْ ُ‫ت فَقُ ۡلنَا لَهُمۡ ُكون‬
ِ ‫ٱعتَد َۡو ْا ِمن ُكمۡ فِي ٱلس َّۡب‬
ۡ َ‫ولَقَ ۡد َعلِمۡ تُ ُم ٱلَّ ِذين‬.
َ َ‫ين‬
Artinya: “Dan sesungguhnya telah kalian ketahui orang-orang yang melanggar di antara kalian pada hari Sabtu, lalu
Kami berfirman kepada mereka, "Jadilah kalian kera-kera yang hina.”

Firman-Nya ( ‫ )ولقد علمتم‬artinya, hai orang-orang Yahudi, azab yang telah ditimpakan kepada penduduk negeri yang
mendurhakai perintah Allah Ta’ala dan melanggar perjanjian yang telah diambil-Nya atas mereka agar
menghormati hari Sabtu, serta mengerjakan perintah-Nya yang telah disyariatkan bagi mereka. Lalu mereka
mencari-cari alasan supaya dapat menangkap ikan paus pada hari Sabtu, yaitu dengan memasang pancing, jala dan
perangkap sebelum hari Sabtu, maka ketika ikan-ikan itu datang pada hari Sabtu dalam jumlah besar seperti
biasanya, tertangkaplah dan tidak dapat lolos dari jarring dan perangkapnya. Ketika malam hari tiba, setelah hari
Sabtu berlalu, mereka segera mengambil ikan-ikan tersebut. Tatkala mereka melakukan hal itu, Allah Ta’ala
mengubah rupa mereka seperti kera, sebagai hewan yang lebih menyerupai manusia, namun bukan seperti
manusia sesungguhnya. Demikian juga tindakan dan alasan yang mereka buat-buat yang secara lahiriyah tampak
benar tetapi sebenarnya bertentangan. Karena itulah mereka mendapatkan balasan yang serupa dengan
perbuatannya tersebut. Kisah tersebut dimuat dalam Surah Al-A’raaf ayat 163-167 yang artinya: “Dan tanyakanlah
kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di
waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di
hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka
disebabkan mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa kalian
menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?”
Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya
mereka bertakwa.” Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan
orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang
keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang
mereka mengerjakannya. Kami katakan kepadanya, Jadilah kalian kera yang hina. Dan (ingatlah) ketika suatu umat
di antara mereka berkata, "Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau
mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (pelepas
tanggung jawab) kepada Tuhan kalian dan supaya mereka bertakwa.” Maka tatkala mereka melupakan apa yang
diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami
timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik Maka tatkala
mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya. Kami katakan kepadanya, Jadilah
kalian kera yang hina.”

.٦٦ َ‫فَ َج َع ۡل ٰنَهَا نَ ٰ َكاٗل لِّ َما بَ ۡينَ يَد َۡيهَا َو َما خَ ۡلفَهَا َو َم ۡو ِعظَ ٗة لِّ ۡل ُمتَّقِين‬

Artinya: “Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang
datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.”

Firman-Nya ( ‫ )فجعلناها نكاال‬yang benar dhamir pada ayat tersebut kembali ke kata al-qaryah (negeri). Artinya, Allah
Ta’ala menjadikan penduduk negeri ini sebagai (‫ )نكاال‬atau peringatan disebabkan oleh pelanggaran mereka pada
hari Sabtu. Yaitu Kami hukum mereka dengan hukuman yang dapat dijadikan pelajaran dan peringatan.

.٦٧ َ‫ال َأعُو ُذ ِبٱهَّلل ِ َأ ۡن َأ ُكونَ ِمنَ ۡٱل ٰ َج ِه ِلين‬ ۖ ْ ‫و ۡذ قَال موس ٰى لقَ ۡومۦه نَّ ٱهَّلل ي ۡأم ُر ُكمۡ َأن ت َۡذبح‬
َ َ‫ُوا بَقَ َر ٗة قَالُ ٓو ْا َأتَتَّ ِخ ُذنَا هُ ُز ٗو ۖا ق‬ َ ُ َ َ ‫َ ِإ َ ُ َ ِ ِ ِٓ ِإ‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kalian
menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata, "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa
menjawab, "Aku berlindung kepada Allah akan termasuk golongan orang-orang yang jahil."

Tafsir secara umumnya: “Wahai Bani Israil, ingatlah nikmat yang telah Aku berikan kepada kalian berupa kejadian
yang luar biasa, yaitu penyembelihan seekor sapi betina dan penjelasan tentang si pembunuh dengan sebab sapi
itu. Kemudian Allah Ta’ala menghidupkan kembali orang yang terbunuh itu hingga dapat ditanya tentang siapa
yang membunuhnya.”

ْ ُ‫ض َواَل ِب ۡك ٌر ع ََو ۢانُ بَ ۡينَ ٰ َذ ِل ۖكَ فَ ۡٱف َعل‬


.٦٨ َ‫وا َما تُ ۡؤ َمرُون‬ َ َ‫ع لَنَا َربَّكَ يُبَيِّن لَّنَا َما ِه ۚ َي ق‬
ِ َ‫ة اَّل ف‬ٞ ‫ال ِإنَّ ۥهُ يَقُو ُل ِإنَّهَا بَقَ َر‬
ٞ ‫ار‬ ْ ُ‫قَال‬
ُ ‫وا ۡٱد‬

Artinya: “Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami
sapi betina apakah itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina
yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada
mereka.”

Allah Ta’ala memberitahukan tentang sikap keras kepala Bani Israil dan banyaknya pertanyaan yang mereka ajukan
kepada rasul mereka. Oleh karena itu, ketika mereka mempersulit diri sendiri, maka Allah Ta’ala pun mempersulit
mereka. Seandainya mereka menyembelih sapi bagaimanapun wujudnya, maka sudah cukup baginya,
sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas, Ubaidah dan ulama lainnya. Namun mereka mempersulit diri sendiri
sehingga Allah Ta’ala pun mempersulit mereka, di mana mereka berkata ( ‫ )ادع لنا ربك يبين لنا ما هي‬artinya, sapi yang
bagaimana kriterianya. Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, seandainya mereka menyembelih sapi yang paling
buruk sekalipun, maka cukuplah bagi mereka, tetapi ternyata mereka mempersulit diri, sehingga Allah Ta’ala pun
mempersulit mereka. Riwayat ini bersanad sahih. Juga diriwayatkan oleh perawi lainnya dari Ibnu Abbas. Hal ini
juga diriwayatkan oleh Ubaidah, As-Suddi, Mujahid, Ikrimah, Abu Al-‘Aliyah dan ulama lainnya.

.٦٩ َ‫ لَّ ۡونُهَا تَسُرُّ ٱل ٰنَّ ِظ ِرين‬ٞ‫ص ۡف َرٓا ُء فَاقِع‬ َ َ‫ع لَنَا َربَّكَ يُبَيِّن لَّنَا َما لَ ۡونُهَ ۚا ق‬
َ ‫ة‬ٞ ‫ال ِإنَّ ۥهُ يَقُو ُل ِإنَّهَا بَقَ َر‬ ْ ُ‫قَال‬
ُ ‫وا ۡٱد‬

Artinya: “Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa
warnanya." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning,
kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya."

Firman-Nya (‫ )فاقع لونها‬menurut Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, mengatakan bahwa karena sangat kuningnya, maka
warnanya nyaris putih. Firman-Nya ( ‫ )تسر الناظرين‬menurut As-Suddi, Abu Al-‘Aliyah, Qatadah dan Rabi’ bin Anas,
mengatakan bahwa menakjubkan bagi orang yang menyaksikannya. Sedangkan Wahab bin Munabbih
mengatakan, jika engkau melihat kulitnya, maka terbayang dalam benakmu bahwa sinar matahari terpancar dari
kulitnya.

٧٠ َ‫ع لَنَا َربَّكَ يُبَي ِّْن لَنَا َما ِه َي ِإنَّ ْالبَقَ َر تَشَابَهَ َعلَ ْينَا َوِإنَّا ِإ ْن شَا َء هَّللا ُ لَ ُم ْهتَ ُدون‬
ُ ‫قَالُوا ا ْد‬

Artinya: “Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami
bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi betina itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya
kami insya Allah akan mendapat petunjuk."
Firman-Nya ( ‫ )إن البقر تشابه علينا‬artinya, karena jumlahnya yang sangat banyak sehingga menjadikannya samar. Oleh
karena itu, sebutkan keistimewaan sapi itu dan juga sifat-sifat yang dimilikinya kepada kami. Firman-Nya ( ‫وإنا إن شاء‬
‫ )هللا لمهتدون‬artinya, sapi betina itu tidak dihinakan dengan menggunakannya untuk bercocok tanam dan tidak juga
untuk menyirami tanaman, tetapi sapi itu sangat dihormati, elok, mulus, sehat dan tidak ada cacat padanya.

ِّ ‫ث ُم َسلَّ َمةٌ اَل ِشيَةَ ِفيهَا ۚ قَالُوا اآْل نَ ِجْئتَ ِب ْال َح‬
٧١َ‫ق ۚ فَ َذبَحُوهَا َو َما كَادُوا يَ ْف َعلُون‬ َ ْ‫ض َواَل تَ ْس ِقي ْال َحر‬
َ ْ‫ال ِإنَّهُ يَقُو ُل ِإنَّهَا بَقَ َرةٌ اَل َذلُو ٌل تُ ِثي ُر اَأْلر‬
َ َ‫ق‬

Artinya: “Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum
pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada
belangnya." Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya."
Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir mereka tidak melaksanakan perintah itu.”

Firman-Nya (‫ )ال شية فيها‬berarti tidak ada warna lain selain yang dimilikinya. Menurut Atha Al-Khurasani, warna sapi
itu hanya satu, yaitu polos.

Firman-Nya (‫ )قالوا اآلن جئت بالحق‬menurut Qatadah artinya, sekarang engkau telah berikan penjelasan kepada kami.
Abd Ar-Rahman bin Zaid bin Aslam mengatakan: “Hal itu dikatakan: ‘Demi Allah, telah datang kepada mereka
kebenaran.’”

: ٧٢ َ‫ج َّما ُكنتُمۡ ت َۡكتُ ُمون‬ٞ ‫َوِإ ۡذ قَت َۡلتُمۡ ن َۡفسٗ ا فَٱ ٰ َّد َٰٔرتُمۡ ِفيهَ ۖا َوٱهَّلل ُ ُم ۡخ ِر‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika kalian membunuh seorang manusia, lalu kalian saling tuduh-menuduh tentang itu.
Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kalian se‫ط‬mbunyikan.”

Firman-Nya (‫ )وإذ قتلتم نفسا فادارأتم فيها‬menurut Imam Al-Bukhari dan Mujahid artinya “kalian berselisih”. Sedangkan
menurut Atha’ Al-Khurasani dan Adh-Dhahhak, artinya kalian saling bertengkar karenanya. Ibnu Juraij mengatakan,
sebagian mengatakan, “Kalian telah membunuhnya.” Tetapi sebagaian lainnya berkata: “Justru kalianlah yang
telah membunuhnya.” Yang demikian itu juga dikemukakan oleh Abd Ar-Rahman bin Zaid bin Aslam.

Firman-Nya (‫ )وهللا مخرج ما كنتم تكتمون‬menurut Mujahid maksudnya adalah apa yang tidak kalian perlihatkan. Ibnu Abi
Hatim menceritakan, Shadaqah bin Rustum memberitahu kami, aku pernah mendengar Al-Musayyab bin Rafi
mengatakan, “Tidaklah seseorang berbuat kebaikan dalam tujuh bait melainkan Allah Ta’ala akan
memperlihatkannya. Dan tidaklah seseorang berbuat kejahatan dalam tujuh bait melainkan Allah Ta’ala akan
memperlihatkannya.”

٧٣ َ‫ضهَ ۚا َك ٰ َذ ِلكَ ي ُۡح ِي ٱهَّلل ُ ۡٱل َم ۡوت َٰى َوي ُِري ُكمۡ َءا ٰيَ ِتِۦه لَ َعلَّ ُكمۡ ت َۡع ِقلُون‬ ۡ ‫فَقُ ۡلنَا‬
ِ ‫ٱض ِربُوهُ ِببَ ۡع‬

Artinya: “Lalu Kami berfirman, —"Pukullah mayat itu dengan sebagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah
menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan pada kalian tanda-tanda kekuasaan-Nya
agar kalian mengerti.”
Firman-Nya ( ‫ )فقلنا اضربوه ببعضها‬maksud dengan sebagian tersebut adalah satu bagian dari anggota tubuh sapi.
Dengan demikian, mukjizat itu terwujud pada bagian tubuh sapi tersebut. Dan pada saat yang sama bagian tubuh
itu telah ditentukan. Seandainya penentuan anggota tubuh ini bermanfaat bagi kita dalam urusan agama dan
dunia, niscaya Allah Ta’ala akan menjelaskannya. Namun Allah Ta’ala menyamarkannya dan tidak ada satu riwayat
yang sahih berasal dari Nabi yang menjelaskannya, maka kita pun menyamarkan hal itu sebagaimana Allah Ta’ala
telah menyamarkannya.

ۚ
ُ َّ‫ار ِة لَ َما يَتَفَ َّج ُر ِم ۡنهُ ٱَأۡل ۡن ٰهَ ۚ ُر َوِإنَّ ِم ۡنهَا لَ َما يَ َّشق‬
‫ق فَيَ ۡخ ُر ُج ِم ۡنهُ ۡٱل َمٓا ۚ ُء َوِإنَّ ِم ۡنهَا لَ َما يَ ۡه ِبطُ‡ ِم ۡن‬ َ ‫ثُ َّم قَ َس ۡت قُلُوبُ ُكم ِّم ۢن بَ ۡع ِد ٰ َذ ِلكَ فَ ِه َي ك َۡٱل ِح َج‬
َ ‫ار ِة َأ ۡو َأ َش ُّد قَ ۡس َو ٗة َوِإنَّ ِمنَ ۡٱل ِح َج‬
٧٤ َ‫خَشيَ ِة ٱهَّلل ۗ ِ َو َما ٱهَّلل ُ بِ ٰ َغفِ ٍل َع َّما تَع َملُون‬
ۡ

Artinya: “Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara
batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu
keluarlah mata air darinya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.”

Ayat ini sebagai celaan dan kecaman terhadap Bani Israil atas sikap mereka setelah menyaksikan tanda-tanda
kekuasaan Allah Ta’ala dan kemampuan-Nya menghidupkan orang yang sudah mati.

Firman-Nya (‫ )ثم قست قلوبكم من بعد ذلك فهي كالحجارة‬artinya, setelah itu hatimu menjadi keras seluruhnya seperti batu,
yang tidak akan pernah melunak selamanya. Oleh karena itu Allah Ta’ala melarang orang-orang yang beriman
menyerupai keadaan mereka dengan berfirman dalam Surah Al-Hadid ayat 16 yang artinya: “Belumkah datang
waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang
telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-
Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang alas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”

۞٧٥ َ‫يق ِّم ۡنهُمۡ يَ ۡس َمعُونَ َك ٰلَ َم ٱهَّلل ِ ثُ َّم ي َُحرِّ فُونَ ۥهُ ِم ۢن بَ ۡع ِد َما َعقَلُوهُ َوهُمۡ يَ ۡعلَ ُمون‬ ْ ُ‫َأفَت َۡط َمعُونَ َأن ي ُۡؤ ِمن‬
ٞ ‫وا لَ ُكمۡ َوقَ ۡد َكانَ فَ ِر‬

Artinya: “Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari
mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka
mengetahui.”

Firman-Nya (‫ )أفتطمعون أن يؤمنوا لكم‬artinya, akan mengikuti kalian dengan penuh ketaatan. Mereka adalah golongan
sesat tanda-tanda kekuasaan Allah Ta’ala dan bukti-bukti yang jelas. Tetapi kemudian hati mereka mengeras.

Firman-Nya (‫ )وقد كان فريق مله نهم يسمعون كالم هللا ثم يحرفونه‬artinya, mereka menakwilkannya dengan penafsiran yang
tidak semestinya. As-Suddi mengatakan: “Yang mereka ubah itu adalah Kitab Taurat.” Qatadah mengatakan:
“Mereka itu adalah orang-orang Yahudi. Mereka mendengar firman-Nya, lalu mengubahnya setelah mereka
memahami dan menyadarinya.” Sedangkan Mujahid mengatakan: “Yang mengubah dan menyembunyikan firman-
Nya itu adalah para ulama dari kalangan Yahudi.” Abu Al-‘Aliyah mengatakan: “Mereka memahami apa yang
diturunkan Allah Ta’ala dalam kitab mereka itu, menyangkut sifat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu
mereka pun mengubahnya dari yang sebenarnya.”

ۚ
ُ َّ‫ار ِة لَ َما يَتَفَ َّج ُر ِم ۡنهُ ٱَأۡل ۡن ٰهَ ۚ ُر َوِإنَّ ِم ۡنهَا لَ َما يَ َّشق‬
‫ق فَيَ ۡخ ُر ُج‬ َ ‫ثُ َّم قَ َس ۡت قُلُوبُ ُكم ِّم ۢن بَ ۡع ِد ٰ َذ ِلكَ فَ ِه َي ك َۡٱل ِح َج‬
َ ‫ار ِة َأ ۡو َأ َش ُّد قَ ۡس َو ٗة َوِإنَّ ِمنَ ۡٱل ِح َج‬
٧٦ َ‫ض قَالُ ٓو ْا َأتُ َح ِّدثُونَهُم بِ َما فَت ََح ٱهَّلل ُ َعلَ ۡي ُكمۡ ِلي َُحٓاجُّ و ُكم بِِۦه ِعن َد َربِّ ُكمۡۚ َأفَاَل ت َۡعقِلُون‬ ُ ‫وا قَالُ ٓو ْا َءا َمنَّا َوِإ َذا خَاَل بَ ۡع‬
ٖ ‫ضهُمۡ ِإلَ ٰى بَ ۡع‬
ْ ُ‫وا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫َوِإ َذا لَق‬

Artinya: “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami pun telah
beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan
kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat
mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian. Tidakkah kalian mengerti?”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam para
peperangan Bani Quraidzah berdiri di bawah benteng mereka. Dengan marahnya atas pengkhianatan mereka,
beliau bersabda: ‘Hai saudara-saudara kera! Hai saudara-saudara babi! Hai penyembah-penyembah tagut!’ Para
pemimpin Bani Quraidzah berkata kepada kaumnya: ‘Siapa yang memberi tahu Muhammad tentang ucapan yang
dikeluarkannya itu! Ia tidak mungkin tahu kecuali dari kami. Mengapa kalian memberitahukan kepada mereka
tentang kutukan Allah kepada kalian, sehingga mereka dapat mengalahkan hujjah kalian?’ Maka turunlah ayat ini
yang menegaskan penyesalan mereka atas kebocoran isi Taurat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Mujahid)

٧٧ َ‫َأ َو اَل يَ ۡعلَ ُمونَ َأنَّ ٱهَّلل َ يَ ۡعلَ ُم َما ي ُِسرُّ ونَ َو َما ي ُۡعلِنُون‬

Artinya: “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang
mereka nyatakan?”

Menurut Adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas mengatakan: “Yaitu orang-orang munafik dari kalangan kaum Yahudi.”
Menurut Abu Al-‘Aliyah: “Maksudnya apa yang mereka rahasiakan, berupa pengingkaran dan pendustaan terhadap
kenabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal mereka menemukan nama beliau tertulis di dalam kitab
mereka.”

Firman-Nya (‫ )أن هللا يعلم ما يسرون‬menurut Qatadah dan Al-Hasan Al-Bashri, “Apa yang mereka rahasiakan yaitu bahwa
jika mereka berpaling dari pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kembali bertemu dengan
teman-teman mereka, maka mereka saling melarang satu dengan yang lainnya agar tidak memberitahukan kepada
para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai apa yang diterangkan Allah Ta’ala dalam kitab
mereka, karena mereka khawatir akan dikalahkan hujjah yang dikemukakan oleh para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam di hadapan Rabb mereka. Dan demikian itulah yang mereka sembunyikan.”

َ َ‫َو ِم ۡنهۡ‡ُم ُأ ِّميُّونَ اَل يَ ۡعلَ ُمونَ ۡٱل ِك ٰت‬


.٧٨ َ‫ب ِإٓاَّل َأ َما ِن َّي َوِإ ۡن هُمۡ ِإاَّل يَظُنُّون‬

Artinya: “Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al-Kitab (Taurat), kecuali dongengan
bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga."

Tafsir ayat ini menurut Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas mengatakan: “Mereka tidak mengetahui isi kitab
tersebut dan mereka mengetahui kenabian-mu (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) hanya melalui dugaan
belaka.”

Firman-Nya (‫ )ومنهم‡ أميون‬yaitu dari kalangan ahlul kitab. Kata Mujahid, (‫ )األميون‬merupakan jamak dari kata (‫ )أمي‬yang
berarti orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Hal itu dikemukakan pula oleh Abu Al-‘Aliyah, Rabi’ bin
Anas, Qatadah, Ibrahim An-Nakha’I dan ulama lainnya. Hal itu adalah hal yang jelas dan tampak pada firman-Nya (
‫)اليعلمون الكتاب‬. Maksudnya mereka tidak mengetahui isi kitab tersebut. Oleh karena itu, di antara sifat yang dimiliki
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah al-ummiy, karena beliau tidak bisa menulis sebagaimana dalam Surah
Al-‘Ankabut ayat 48 yang artinya: “Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al-Qur'an) sesuatu kitab pun
dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan
menulis), niscaya akan ragulah orang yang mengingkari(mu).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

.٧٩ َ‫ل لَّهُم ِّم َّما يَ ۡك ِسبُون‬ٞ ‫ل لَّهُم ِّم َّما َكتَبَ ۡت َأ ۡي ِدي ِهمۡ َو َو ۡي‬ٞ ‫ُوا بِِۦه ثَ َم ٗنا قَلِياٗل ۖ فَ َو ۡي‬ َ َ‫ل لِّلَّ ِذينَ يَ ۡكتُبُونَ ۡٱل ِك ٰت‬ٞ ‫فَ َو ۡي‬
ْ ‫ب بَِأ ۡي ِدي ِهمۡ ثُ َّم يَقُولُونَ ٰهَ َذا ِم ۡن ِعن ِد ٱهَّلل ِ ِليَ ۡشتَر‬

Artinya: ”Maka kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan
kecelakaan besarlah bagi mereka karena apa yang mereka kerjakan.”

Firman-Nya ini maksudnya, mereka ini kelompok lain dari kalangan Yahudi, yaitu para penyeru kepada kesesatan
melalui tipu daya dan cerita-cerita bohong atas nama Allah Ta’ala serta memakan harta kekayaan orang lain
dengan cara yang tidak benar.

Lafaz (‫ )الويل‬adalah kecelakaan dan merupakan kata yang sudah sangat popular dalam khazanah bahasa Arab.
Menurut Ibnu Abbas, al-wail ini berarti siksaan yang sangat berat. Dan menurut Al-Khalil bin Ahmad, al-wail berarti
puncak kejahatan. Menurut Sibawaih, al-wail itu ditujukan bagi orang yang terjerumus dalam kebinasaan,
sedangkan al-waih dimaksudkan bagi orang yang masih berada di tepi jurang kebinasaan. Al-Ashma’i mengatakan,
al-wail dipergunakan sebagai kecaman. Sedangkan al-waih dipergunakan sebagai ungkapan kasihan. Dan ulama
lainnya mengatakan, al-wail berarti kesedihan. Al-Khalil bin Ahmad mengatakan, yang semakna dengan kata al-wail
yaitu: al-waih, al-waisy, al-waih, al-waik dan al-waib. Ada pula di antara para ulama yang membedakan maknanya.

.٨٠ َ‫وا لَن تَ َم َّسنَا‡ ٱلنَّا ُر ِإٓاَّل َأي َّٗاما َّم ۡعدُود َٗۚة قُ ۡل َأتَّخَ ۡذتُمۡ ِعن َد ٱهَّلل ِ ع َۡه ٗدا فَلَن ي ُۡخ ِلفَ ٱهَّلل ُ ع َۡه َد ۖ ٓۥهُ َأمۡ تَقُولُونَ َعلَى ٱهَّلل ِ َما اَل ت َۡعلَ ُمون‬
ْ ُ‫َوقَال‬

Artinya: “Dan mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari
saja." Katakanlah, "Sudahkah kalian menerima janji dari Allah sehingga tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah
kalian hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui?”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa di waktu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sampai ke Madinah, kaum Yahudi berkata: ‘Umur dunia itu tujuh ribu tahun. Manusia disiksa tiap seribu
tahun dari hari dunia ini sehari di akhirat, sehingga jumlahnya hanya tujuh hari saja, dan setelah itu putuslah
siksaan itu.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai bantahan dan peringatan kepada orang-orang yang
menganggap dirinya lebih tahu daripada Allah Ta’ala.” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabari di dalam Kitab Al-Kabir, dan
Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Ali Muhammad, dari Ikrimah atau Sa’id bin Jubair,
yang bersumber dari Ibnu Abbas)

٨١ َ‫ار هُمۡ ِفيهَا ٰخَ ِل ُدون‬ ۡ ‫خَطٓ‍َٔيتُ ۥهُ فَُأوْ ٰلَِٓئكَ َأ‬
ِ ۖ َّ‫ص ٰ َحبُ ٱلن‬ َ ‫بَلَ ٰۚى َمن َك َس‬
ِ ‫ب َسي َِّٗئة َوَأ ٰ َحطَ ۡت ِبِۦه‬

Artinya: “(Bukan demikian), yang benar, barang siapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Allah Ta’ala mengatakan: “Masalahnya tidak seperti yang kalian angan-angankan dan harapkan. Tetapi barangsiapa
mengerjakan kejahatan dan dosanya itu telah meliputi dirinya sampai hari kiamat, sedang ia tidak mempunyai
kebaikan sedikitpun, dan semua amalannya berupa kejahatan, maka ialah salah satu penghuni neraka.”

Firman-Nya (‫ )بلى من كسب سيئة‬menurut Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas, ia mengatakan: “Yaitu suatu
perbuatan seperti perbuatan kalian (orang-orang Yahudi), kekufuran seperti kekufuran kalian kepada-Nya sehingga
kekufurannya itu meliputi dirinya, sedang ia sama sekali tidak mempunyai kebaikan.” Dalam suatu riwayat dari
Ibnu Abbas juga, ia mengatakan: “Yaitu perbuatan syirik.” Al-Hasan Al-Bashri dan juga As-Suddi mengatakan: “Dosa
yang dimaksud, yaitu salah satu perbuatan yang termasuk dosa besar.”

ۡ ‫ت ُأوْ ٰلَِٓئكَ َأ‬


٨٢ َ‫ص ٰ َحبُ ۡٱل َجنَّ ۖ ِة هُمۡ فِيهَا ٰخَ لِ ُدون‬ َّ ٰ ‫وا ٱل‬
ِ ‫صلِ ٰ َح‬ ْ ُ‫وا َو َع ِمل‬
ْ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬

Artinya: “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itulah penghuni surga, mereka kekal
didalamnya.”

Firman-Nya ( ‫ )والذين آمنوا وعملوا الصالحات‬artinya, beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya serta mengerjakan amal
salih, yaitu amal yang sesuai dengan syariat, maka mereka itulah penghuni surga.

ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬


. ۡ‫وا ٱل َّزك َٰوةَ ثُ َّم ت ََولَّ ۡيتُم‬ ْ ‫اس ح ُۡس ٗنا َوَأقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ ْ ُ‫يل اَل ت َۡعبُ ُدونَ ِإاَّل ٱهَّلل َ َوبِ ۡٱل ٰ َولِد َۡي ِن ِإ ۡح َس ٗانا َو ِذي ۡٱلقُ ۡربَ ٰى َو ۡٱليَ ٰتَ َم ٰى َو ۡٱل َم ٰ َس ِكي ِن َوقُول‬
ِ َّ‫وا لِلن‬ ‡َ َ‫َوِإ ۡذ َأخَ ۡذنَا ِمي ٰث‬
َ ‫ق بَنِ ٓي ِإ ۡس ٰ َٓر ِء‬
٨٣ َ‫ِإاَّل قَلِياٗل ِّمن ُكمۡ َوَأنتُم ُّم ۡع ِرضُون‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain
Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin; serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kalian tidak
memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil darikalian, dan kalian selalu berpaling.”

Allah Ta’ala mengingatkan Bani Israil mengenai beberapa perkara yang telah diperintahkan kepada mereka. Dia
mengambil janji dari mereka untuk mengerjakan perintah tersebut. Namun mereka berpaling dan mengingkari
semua itu secara sengaja, sedang mereka mengetahui dan mengingatnya. Kemudian Allah Ta’ala menyuruh
mereka agar beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dia juga
memerintahkan hal itu kepada seluruh makhuk-Nya. Dan untuk itu pula (beribadah) mereka diciptakan.
Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Anbiya’ ayat 25 yang artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul
pun sebelum kalian, melainkan Kami wahyukan kepadanya, "Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka
sembahlah Aku oleh kamu sekalian." Itulah hak Allah Ta’ala yang paling tinggi dan agung, yaitu hak untuk
senantiasa diibadahi dan tidak disekutukan dengan sesuatu apapun, lalu setelah itu ha kantar sesama makhluk.

.٨٤ َ‫َوِإ ۡذ َأخَ ۡذنَا ِمي ٰثَقَ ُكمۡ اَل ت َۡسفِ ُكونَ ِد َمٓا َء ُكمۡ َواَل تُ ۡخ ِرجُونَ َأنفُ َس ُكم ِّمن ِد ٰيَ ِر ُكمۡ ثُ َّم َأ ۡق َر ۡرتُمۡ َوَأنتُمۡ ت َۡشهَ ُدون‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian (yaitu): Kalian tidak akan menumpahkan darah
kalian (membunuh orang), dan kalian tidak akan mengusir diri kalian (saudara sebangsa) dari kampung halaman
kalian, kemudian kalian berikrar (akan memenuhinya), sedangkan kalian mempersaksikannya.”

Allah Ta’ala mengecam orang-orang Yahudi pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Madinah dan apa
yang mereka alami karena peperangan dengan kaum Aus dan Khazraj. Kaum Aus dan Khajraz adalah kaum Anshar,
yang pada masa Jahiliyah mereka menyembah berhala. Di antara mereka terjadi banyak peperangan, kaum Yahudi
Madinah terbagi menjadi tiga kelompok: Bani Qainuqa’ dan Bani Nadhir menjadi sekutu kaum Khajraz, dan Bani
Quraidhah yang menjadi sekutu Bani Aus. Apabila perang meletus, masing-masing kelompok bersama sekutunya
saling menyerang. Orang Yahudi membantai musuh-musuhnya, bahkan ada orang Yahudi yang membunuh orangh
Yahudi dari kelompok lain. Padahal menurut ajaran mereka, yang demikian itu merupakan suatu hal yang
diharamkan bagi mereka dan telah tertuang di dalam kitab mereka. Kelompok yang satu mengusir kelompok yang
lain sambil merampas harta kekayaan dan barang-barang berharga. Kemudian apabila peperangan usai mereka
segera melepaskan tawanan kelompok yang kalah sebagai bentuk pengamalan hukum Taurat.

. ۚۡ‫ثُ َّم َأنتُمۡ ٰهَُٓؤٓاَل ِء ت َۡقتُلُونَ َأنفُ َس ُكمۡ َوتُ ۡخ ِرجُونَ فَ ِر ٗيقا ِّمن ُكم ِّمن ِد ٰيَ ِر ِهمۡ تَ ٰظَهَرُونَ َعلَ ۡي ِهم ِبٱِإۡل ۡث ِم َو ۡٱلع ُۡد ٰ َو ِن َوِإن يَ ۡأتُو ُكمۡ ُأ ٰ َس َر ٰى تُ ٰفَدُوهُمۡ َوه َُو ُم َح َّر ٌم َعلَ ۡي ُكمۡ ِإ ۡخ َرا ُجهُم‬
ِ ۗ ‫ي فِي ۡٱل َحيَ ٰو ِة ٱلد ُّۡنيَ ۖا َويَ ۡو َم ۡٱلقِ ٰيَ َم ِة ي َُر ُّدونَ ِإلَ ٰ ٓى َأ َش ِّد ۡٱل َع َذا‬ٞ ‫ض فَ َما َجزَٓا ُء َمن يَ ۡف َع ُل ٰ َذلِكَ ِمن ُكمۡ ِإاَّل ِخ ۡز‬
‫ب َو َما ٱهَّلل ُ بِ ٰ َغفِ ٍل َع َّما‬ ۡ ِ َ‫َأفَتُ ۡؤ ِمنُونَ بِبَ ۡعض ۡٱل ِك ٰت‬
ٖ ۚ ‫ب َوتَكفُرُونَ بِبَ ۡع‬ ِ
٨٥ َ‫ت َۡع َملُون‬

Artinya: “Kemudian kalian (Bani Israil) membunuh diri kalian (saudara kalian sebangsa) dan mengusir segolongan
dari kalian dari kampung halamannya, kalian bantu-membantu terhadap mereka dengan membuat dosa dan
permusuhan; tetapi jika mereka dalang kepada kalian sebagai tawanan, kalian tebus mereka, padahal mengusir
mereka itu (juga) terlarang bagi kalian. Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar
terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripada kalian, melainkan
kenistaan dalam kehidupan .dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat besar.
Allah tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.”

Firman-nya (‫ )ثم أنتم هاؤالء تقتلون أنفسكم وتخرجون فريقا من ديارهم‬maksudnya, Allah Ta’ala memberitahu mereka mengenai
hal itu dan kandungan ayat di atas. Redaksi ayat ini merupakan kecaman sekaligus hinaan terhadap orang-orang
Yahudi yang meyakini kebenaran perintah Taurat itu, dan menyalahi syariatnya di sisi lain, padahal mereka
mengetahui dan memberikan kesaksian akan kebenarannya. Oleh karena itu mereka tidak dapat dipercaya dalam
pengamalan isinya, penukilannya, dan mereka tidak jujur dalam hal sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
perilakunya, pengutusannya, kehadirannya dan hijrah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mereka sembunyikan,
dan segala hal yang telah diberitahukan oleh para Nabi sebelumnya. Orang-orang Yahudi saling menutup-nutupi
apa yang ada di antara mereka. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman ( ‫ )فما جزاء من يفعل ذلك منكم إال حزي في الحياة الدنيا‬hal
itu disebabkan oleh pelanggaran yang mereka lakukan terhadap syariat dan perintah Allah Ta’ala.

Firman-Nya (‫ )ويوم القيامة يردون إلى أشد العذاب‬artinya, sebagai balasan atas penyimpangan mereka terhadap kitab Allah
Ta’ala yang berada di tangan mereka.

ۡ َ‫ُأوْ ٰلَِٓئكَ ٱلَّ ِذين‬


َ ‫ٱشت ََر ُو ْا ۡٱل َحيَ ٰوةَ ٱلد ُّۡنيَا ِبٱأۡل ٓ ِخ َر ۖ ِة فَاَل يُخَ فَّفُ ع َۡنهُ ُم ۡٱل َع َذابُ َواَل هُمۡ ي‬
٨٦ َ‫ُنصرُون‬

Artinya: “Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan
diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong.”

Firman-Nya ( ‫ )أولئك الذين اشتروا الحياة الدنيا باآلخرة‬artinya, mereka lebih mencintai dan memilih dunia.

Firman-Nya (‫ )فال يخفف عنهم العذاب‬artinya, azab itu tidak akan dihilangkan dari mereka meski hanya sekejab saja.

Firman-Nya (‫ )وال هم ينصرون‬artinya, tidak ada seorang penolong pun yang akan membantu dan menyelamatkan
mereka dari azab yang menimpa mereka selamanya.
‫ٱست َۡكبَ ۡرتُمۡ فَفَ ِر ٗيقا‬ ٓ ٰ ‫ُس َأفَ ُكلَّ َما َجٓا َء ُكمۡ َرسُو ۢ ُل بِ َما اَل ت َۡه َو‬
ۡ ‫ى َأنفُ ُس ُك ُم‬ ۡ ٰ ‡ِ َ‫ب َوقَفَّ ۡينَا ِم ۢن بَ ۡع ِدِۦه بِٱلرُّ س ۖ ُِل َو َءات َۡينَا‡ ِعي َسى ۡٱبنَ َم ۡريَ َم ۡٱلبَيِّ ٰن‬
َ َ‫َولَقَ ۡد َءات َۡينَا ُمو َسى ۡٱل ِك ٰت‬
ِ ‫ت َوَأي َّۡدنَهُ بِر‬
ِ ۗ ‫ُوح ٱلقُد‬
٨٧ َ‫ك ََّذ ۡبتُمۡ َوفَ ِر ٗيقا ت َۡقتُلُون‬

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah
menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran
(mukjizat) kepada Isa putra Maryam dan Kami memperkuatnya dengan ruhul qudus. Apakah setiap datang kepada
kalian seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginan kalian, lalu kalian
menyombongkan diri; maka beberapa orang (di antara mereka) kalian dustakan dan beberapa orang (yang lain)
kalian bunuh?”

Firman-Nya (‫ )ولقد آتينا موسى الكتاب‬artinya, Allah Ta’ala telah mencap Bani Israil dengan sifat melampaui batas, ingkar,
melanggar perintah dan sombong terhadap para Nabi. Mereka ini hanya menuruti hawa nafsu. Lalu Allah Ta’ala
mengingatkan bahwa Dia telah menurunkan Al-Kitab kepada Musa ‘alaihi as-salam yaitu Taurat. Tetapi orang-
orang Yahudi itu mengubah, menukar dan melanggar perintah-Nya. Sepeninggal Musa, Allah Ta’ala mengutus para
Rasul dan Nabi yang menjalankan hukum berdasarkan syariat-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-
Maidah ayat 44 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan
cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang
berserah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya.”
ۚۢ ۡ
.٨٨ َ‫فُ بَل لَّ َعنَهُ ُم ٱهَّلل ُ بِ ُك ۡف ِر ِهمۡ فَقَلِياٗل َّما ي ُۡؤ ِمنُون‬ ْ ُ‫َوقَال‬
‫وا قُلُوبُنَا ُغل‬

Artinya: “Dan mereka berkata, "Hati kami tertutup." Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena
keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.”

Firman-Nya (‫ )وقالوا قلوبنا غلف‬menurut Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas, artinya berada di tempat tertutup.
Menurut Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas, artinya hati mereka itu tidak dapat memahami.

Firman-Nya ( ‫ )بل لعنهم هللا بكفرهم‬artinya, Allah Ta’ala mengusir dan menjauhkan mereka dari segala macam kebaikan.

.٨٩ َ‫ُوا بِ ِۚۦه فَلَ ۡعنَةُ ٱهَّلل ِ َعلَى ۡٱل ٰ َكفِ ِرين‬
ْ ‫وا َكفَر‬ ْ ‫وا ِمن قَ ۡب ُل يَ ۡست َۡفتِحُونَ َعلَى ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬
ْ ُ‫ُوا فَلَ َّما َجٓا َءهُم َّما ع ََرف‬ َ ‫ب ِّم ۡن ِعن ِد ٱهَّلل ِ ُم‬ٞ َ‫َولَ َّما َجٓا َءهُمۡ ِك ٰت‬
ْ ُ‫ِّق لِّ َما َم َعهُمۡ َوكَان‬ٞ ‫صد‬

Artinya: “Dan setelah datang kepada mereka Al-Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka,
padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang
kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka
laknat Allah-lah alas orang-orang yang ingkar itu.”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi Khaibar dahulu memerangi
kaum Ghathafan (bangsa Arab). Tiap kali bertempur, kaum Yahudi kalah. Kemudian kaum Yahudi minta
pertolongan dengan doa ini: ‘Ya Allah, sesungguhnya kami minta kepada-Mu dengan hak Muhammad, Nabi yang
umi, yang telah Engkau janjikan kepada kami bahwa Engkau akan mengutus dia di akhir zaman. Tidakkah Engkau
akan menolong kami untuk mengalahkan mereka?’ Apabila bertempur, mereka selalu berdoa dengan doa ini,
sehingga kalahlah kaum Ghathafan. Tetapi ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus, mereka kufur
kepadanya. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai laknat kepada orang-orang yang memohon
pertolongan Allah Ta’ala, yang setelah dikabulkan, mengingkarinya.” (Diriwayatkan oleh Al-Hakim di dalam kitab
Al-Mustadrak dan Al-Baihaqi di dalam kitab Ad-Dala’il, dengan sanad yang lemah, yang bersumber dari Ibnu Abbas)

ٞ ‫ب َو ِل ۡل ٰ َك ِف ِرينَ َع َذ‬
ٞ ‫اب ُّم ِه‬
.٩٠ ‫ين‬ َ ‫ب َعلَ ٰى غ‬
ٖ ۚ ‫َض‬ ٍ ‫َض‬ ْ ‫ٱشت ََر ۡو ْا ِب ِٓۦه َأنفُ َسهُمۡ َأن يَ ۡكفُر‬
ۡ َ‫ُوا ِب َمٓا َأنزَ َل ٱهَّلل ُ بَ ۡغيًا َأن يُن َِّز َل ٱهَّلل ُ ِمن ف‬
َ ‫ض ِلِۦه َعلَ ٰى َمن يَشَٓا ُء ِم ۡن ِعبَا ِد ِۖۦه فَبَٓا ُءو ِبغ‬ ۡ ‫ِب ۡئ َس َما‬

Artinya: “Alangkah buruknya (hasil perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran kepada apa
yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-
Nya di antara hambah-hamba-Nya. Karena itu, mereka mendapat murka sesudah (mendapat) kemurkaan. Dan
untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan.”

Firman-Nya (‫ )بئسما‡ اشتروا به أنفسهم‬menurut Mujahid, “Orang-orang Yahudi menjual kebenaran dengan kebatilan serta
menyembunyikan apa yang dibawa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan enggan untuk menjelaskannya.”
As-Suddi mengatakan, “Mereka menjual diri mereka dengannya. Alangkah buruknya apa yang mereka pertukaran
untuk diri mereka sendiri dan mereka ridha dengan pertukaran itu dan mereka lebih condong untuk mengingkari
apa yang diturunkan Allah Ta’ala kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, daripara membenarkan,
mendukung dan membantunya. Yang menjadikan mereka berbuat demikian itu adalah kedurhakaan, kedengkian,
kebencian karena Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-
hamba-Nya. Dan tidak ada kedengkian yang lebih parah daripada kedengkian mereka ini.”

. َ‫صد ِّٗقا لِّ َما َم َعهُمۡ ۗ قُ ۡل فَ ِل َم ت َۡقتُلُونَ َأ ۢن ِبيَٓا َء ٱهَّلل ِ ِمن قَ ۡب ُل ِإن ُكنتُم ُّم ۡؤ ِم ِنين‬ ُّ ‫نز َل َعلَ ۡينَا َويَ ۡكفُرُونَ ِب َما َو َرٓا َء ۥهُ َوه َُو ۡٱل َح‬
َ ‫ق ُم‬ ‫ُأ‬ ْ ُ‫وا ِب َمٓا َأنزَ َل ٱهَّلل ُ قَال‬
ِ ‫وا نُ ۡؤ ِمنُ ِب َمٓا‬ ْ ُ‫يل لَهُمۡ َءا ِمن‬
َ ‫َوِإ َذا ِق‬
٩١

Artinya: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kepada Al-Qur'an yang diturunkan Allah," mereka
berkata, "Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami." Dan mereka kafir kepada Al-Qur'an yang
diturunkan sesudahnya, sedangkan Al-Qur'an itu adalah (kitab) yang hak, yang membenarkan apa yang ada pada
mereka. Katakanlah, "Mengapa kalian dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kalian orang-orang yang
beriman?"

Firman-Nya (‫ )وإذا قيل لهم‬yaitu orang-orang Yahudi dan sebangsanya dari kalangan Ahlul Kitab.

Firman-Nya (‫ )آمنوا بما أنزل هللا‬artinya, kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, benar dan ikutilah ia.

Firman-Nya ( ‫ )قالوا نؤمن بما أنزل علينا‬artinya, cukup bagi kami mengimani kitab Taurat dan Injil yang telah diturunkan
kepada kami. Kami tidak akan pernah mengakui kecuali kedua kitab itu saja.

Firman-Nya ( ‫ )ويكفرون بما وراءه وهو الحق مصدقا لما معهم‬artinya, padahal mereka tahu bahwa apa yang diturunkan kepada
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah benar dan Alquran pun membenarkan kitab suci yang ada pada
mereka (Taurat dan Injil). Dengan demikian hujjah itu tegak di atas mereka, sebagaimana firman-Nya dalam Surah
Al-Baqarah ayat 146 yang artinya: “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan
Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.”

۞٩٢ َ‫ت ثُ َّم ٱتَّخَ ۡذتُ ُم ۡٱل ِع ۡج َل ِم ۢن بَ ۡع ِدِۦه َوَأنتُمۡ ٰظَلِ ُمون‬
‡ِ َ‫َولَقَ ۡد َجٓا َء ُكم ُّمو َس ٰى ِب ۡٱلبَيِّ ٰن‬
Artinya: “Sesungguhnya Musa telah datang kepada kalian membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kamudian
kalian jadikan anak sapi (sebagai sesembahan) sesudah (kepergian) nya dan sebenarnya kalian adalah orang-orang
yang zalim.”

Firman-Nya (‡‫ )ولقد جاءكم موسى بالبينات‬artinya, bukti-bukti yang jelas dan dalil-dalil qath’i bahwa ia adalah Rasul-Nya
dan bahwa tiada Ilah yang haq selain Allah Ta’ala. Yang dimaksud dengan ( ‫( )اآليات البينات‬bukti-bukti yang jelas)
adalah berupa angina badai, belalang, kutu, kodok, darah, tongkat, tangan, pembelahan laut, penaungan dengan
awan, manna, salwa, batu dan mukjizat lainnya yang mereka saksikan. Setelah itu kalian jadikan anak sapi sebagai
sembahan selain Allah Ta’ala pada zaman hidupnya Musa ‘alaihi as-salam.

Firman-Nya ( ‫ )من بعده‬artinya, sesudah kepergian Musa ‘alaihi as-salam ke gunung Thursina untuk bermunajat
kepada Allah Ta’ala.

. ‫ُوا ِفي قُلُو ِب ِه ُم ۡٱل ِع ۡج َل ِب ُك ۡف ِر ِهمۡۚ قُ ۡل ِب ۡئ َس َما‡ يَ ۡأ ُم ُر ُكم ِب ِٓۦه ِإي ٰ َمنُ ُكمۡ ِإن‬
ْ ‫َص ۡينَا َوُأ ۡش ِرب‬ ْ ۖ ‫ٱس َمع‬
ْ ُ‫ُوا قَال‬
َ ‫وا َس ِم ۡعنَا‡ َوع‬ ۡ ‫وا َمٓا َءات َۡي ٰنَ ُكم‡ ِبقُو َّٖة َو‬
ْ ‫ور ُخ ُذ‬ ُّ ‫َوِإ ۡذ َأخَ ۡذنَا ِمي ٰثَقَ ُكمۡ َو َرفَ ۡعنَا فَ ۡوقَ ُك ُم‬
َ ‫ٱلط‬
٩٣ َ‫ُكنتُم ُّم ۡؤ ِمنِين‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkat Bukit (Tursina) di alas kalian
(seraya Kami berfirman), "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan dengarkanlah!"
Mereka menjawab, "Kami mendengar, tetapi tidak menaati." Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu
(kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan
iman kalian kepada diri kalian jika betul kalian beriman (kepada Taurat)."

Allah Ta’ala merinci kesalahan, pelanggaran janji, kesombongan dan berpalingnya orang-orang Yahudi dari-Nya
sehingga Dia mengangkat gunung Thursina untuk ditimpakan kepada mereka sampai mereka mau menerima
perjanjian itu. Lalu mereka melanggar perjanjian tersebut.

Firman-Nya ( ‫ )وأشربوا في قلوبهم العجل بكفرهم‬menurut Abd Ar-Razaq, dari Qatadah, ia mengatakan: “Kecintaan mereka
kepada anak sapi telah meresap hingga merasuk ke dalam hati mereka.” Hal ini juga dikatakan oleh Abu Al-‘Aliyah
dan Rabi’ bin Anas. Imam Ahmad pernah meriwayatkan, dari Abu Darda’, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda:

"‫" ُحبُّك ال َّش ْي َء يُ ْع ِمي ويُصم‬

Artinya: “Kecintaanmu kepada sesuatu membuatmu buta dan tuli.” (HR. Abu Dawud)

َ ٰ ۡ‫اس فَتَ َمنَّ ُو ْا ۡٱل َم ۡوتَ ِإن ُكنتُم‬


٩٤ َ‫ص ِد ِقين‬ َ ‫قُ ۡل ِإن كَان َۡت لَ ُك ُم ٱلدَّا ُر ٱأۡل ٓ ِخ َرةُ ِعن َد ٱهَّلل ِ خَ ا ِل‬
ِ ‫ص ٗة ِّمن د‬
ِ َّ‫ُون ٱلن‬

Artinya: “Katakanlah, "Jika kalian (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi
Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar.”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi berkata: ‘Tidak akan masuk
surga kecuali penganut agama Yahudi.’ Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai sindiran kepada orang-
orang yang mengaku ahli surga.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abu Al-‘Aliyah)
ٰ
.٩٥ َ‫َولَن يَتَ َمنَّ ۡوهُ َأبَ ۢ َدا بِ َما قَ َّد َم ۡت َأ ۡي ِدي ِهمۡۚ َوٱهَّلل ُ َعلِي ۢ ُم بِٱلظَّلِ ِمين‬

Artinya: “Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan yang telah
diperbuat oleh tangan mereka (sendiri). Dan Allah Maha Mengetahui siapa orangorang yang aniaya.”

Ayat ini berarti, Allah Ta’ala mengetahui segala sesuatu tentang mereka, bahkan pengingkaran mereka terhadap
(ajakan Rasul). Seandainya mereka menginginkan kematian itu pada saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengajaknya niscaya tidak akan ada di muka bumi ini seorang pun dari kaum Yahudi, melainkan akan mati. Ibnu
Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Seandainya orang-orang Yahudi itu menginginkan kematian, niscaya
mereka akan disambar kematian.” Seluruh sanad ini sahih sampai Ibnu Abbas. Demikian itulah penafsiran yang
dikemukakan Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat ini, yaitu ajakan untuk bermubahalah (adu doa) untuk
mengetahui kelompok mana yang berdusta, baik kelompok kaum muslimin ataupun Yahudi. Hal yang sama
dinyatakan pula oleh Ibnu Jarir dari Qatadah, Abu Al-‘Aliyah dan Rabi’ bin Anas.

.٩٦ َ‫صي ۢ ُر بِ َما يَ ۡع َملُون‬


ِ َ‫ب َأن يُ َع َّم ۗ َر َوٱهَّلل ُ ب‬ ْ ۚ ‫اس َعلَ ٰى َحيَ ٰو ٖة َو ِمنَ ٱلَّ ِذينَ َأ ۡش َر ُك‬
ِ ‫وا يَ َو ُّد َأ َح ُدهُمۡ لَ ۡو يُ َع َّم ُر َأ ۡلفَ َسن َٖة َو َما ه َُو بِ ُمزَ ۡح ِز ِحِۦه ِمنَ ۡٱل َع َذا‬ َ ‫َولَت َِج َدنَّهُمۡ َأ ۡح َر‬
ِ َّ‫ص ٱلن‬

Artinya: “Dan sungguh kalian akan mendapati mereka, setamak-tamak manusia kepada kehidupan (di dunia),
bahkan (lebih tamak lagi) daripada orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu
tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan.”

Firman-Nya (‫ )ولتجدنهم أحرص الناس على حياة‬maksudnya, sepanjang umur mereka, karena mereka tahu bahwa tempat
kembali mereka (di akhirat) itu sangat buruk dan kesudahan yang akan mereka alami sangat merugikan. Sebab
dunia itu merupakan penjara bagi orang-orang mukmin dan surga bagi orang kafir. Mereka mengangankan
seandainya mereka dapat menghindari alam akhirat dengan segala macam cara. Padahal apa yang mereka hindari
dan jauhi itu pasti akan mereka alami. Terhadap kehidupan duniawi ini, orang-orang Yahudi itu lebih rakus
daripada orang-orang musyrik yang tidak memiliki kitab. Yang demikian itu merupakan ‘athaf khash (penyandaran
yang khusus) kepada yang ‘amm (umum). Al-Hasan Al-Bashri mengatakan tentang firman-Nya ini, “Orang munafik
itu lebih tamak terhadap kehidupan dunia daripada orang musyrik.”

.٩٧ َ‫صد ِّٗقا لِّ َما بَ ۡينَ يَد َۡي ِه َوه ُٗدى َوب ُۡش َر ٰى لِ ۡل ُم ۡؤ ِمنِين‬
َ ‫يل فَِإنَّ ۥهُ نَ َّزلَ ۥهُ َعلَ ٰى قَ ۡلبِكَ بِِإ ۡذ ِن ٱهَّلل ِ ُم‬ ِ ِّ‫قُ ۡل َمن َكانَ َع ُد ٗوّ ا ل‬
َ ‫ـج ۡب ِر‬

Artinya: “Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke
dalam hatimudengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita
gembira bagi orang-orang yang beriman.”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abdullah bin Salam mendengar akan
tibanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di saat dia berada di tempat peristirahatannya. Lalu ia menghadap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: ‘Sesungguhnya saya akan bertanya kepada tuan tentang tiga
hal. Tidak akan ada yang mengetahui jawabannya kecuali seorang nabi: (1) apa tanda-tanda pertama kali kiamat,
(2) makanan apa yang pertama kali dimakan oleh ahli surga, (3) mengapa si anak menyerupai bapaknya atau
kadang-kadang menyerupai ibunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Baru saja Jibril
memberitahukan hal itu padaku.’ Abdullah bin Salam berkata: ‘Jibril?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menjawab: ‘Iya’. Abdullah bin Salam berkata: ‘Dia itu malaikat yang termasuk musuh kaum Yahudi.’ Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan ayat ini sebagai teguran kepada orang-orang yang memusuhi Malaikat
pesuruh Allah Ta’ala.” Lebih lanjut beliau menuturkan, “Tanda kiamat yang pertama kali adalah api yang
menggiring manusia dari timur ke barat. Sedangkan makanan yang pertama kali dimakan oleh penghuni surga
adalah hati ikan paus. Dan jika mani laki-laki mendominasi mani perempuan, maka anaknya kan menyerupainya.
Dan jika mani perempuan lebih mendominasi, maka anaknya akan menyerupainya. Lalu Abdullah bin Salam
mengatakan, “Aku bersaksi bahwasanya tiada Ilah selain Allah, dan engkau adalah utusan Allah Ta’ala. Ya
Rasulullah, sesungguhnya orang Yahudi itu adalah kaum pendusta. Jika mereka mengetahui keislamanku sebelum
engkau menanyai mereka, maka mereka akan mendustaiku.” Lalu orang-orang Yahudi datang, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada mereka, “Menurut kalian, orang macam apakah Abdullah bin Salam
itu?” Mereka menjawab, “Ia adalah orang yang terbaik di antara kami putra orang yang terbaik di antara kami,
pemuka kami dan putra pemuka kami.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Bagaimana
menurutmu jika ia memeluk Islam?” Mereka pun berucap, “Semoga Allah Ta’ala melindunginya dari perbuatan
itu.” Maka Abdullah bin Salam keluar seraya berkata, “Aku bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah selain Allah dan
Muhammad adalah Rasul-Nya.” Lebih lanjut Abdullah bin Salam berkata, “Inilah yang paling aku khawatirkan, Ya
Rasulullah.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang bersumber dari Anas. Dan di dalam Sahih Muslim, dari Tsauban
dengan lafaz mendekati ini). Menurut Ibnu Hajar, di dalam Kitab Fathul Bari, berdasarkan susunan kalimatnya, ayat
dibacakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ini sebagai bantahan kepada kaum Yahudi, dan tidak
seharusnya turun bersamaan dengan peristiwa tersebut. Dan inilah yang paling kuat. Di samping itu, ada
keterangan lain yang sah bahwa turunnya ayat ini pada peristiwa lain, dan bukan pada peristiwa Abdullah bin
Salam ini.

ٓ
َ ‫َمن َكانَ َع ُد ٗوّ ا هَّلِّل ِ َو َم ٰلَِئ َكتِِۦه َو ُر ُسلِِۦه َو ِج ۡب ِر‬
.٩٨ َ‫وّ لِّ ۡل ٰ َكفِ ِرين‬ٞ ‫يل َو ِميك َٰى َل فَِإنَّ ٱهَّلل َ َع ُد‬

Artinya: “Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka
sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.”

Firman-Nya (‫ )ورسله‬artinya, rasul-rasul-Nya, yaitu mencakup rasul dari malaikat dan juga dari kalangan manusia
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Hajj ayat 75 yang artinya: “Allah memilih para rasul-Nya dari malaikat dan
dari manusia.”

٩٩ َ‫ت َو َما يَ ۡكفُ ُر ِبهَٓا ِإاَّل ۡٱل ٰفَ ِسقُون‬


ٖ ‡ۖ َ‫ت بَيِّ ٰن‬
ِ ۢ َ‫َولَقَ ۡد َأنزَ ۡلنَٓا ِإلَ ۡيكَ َءا ٰي‬

Artinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat yang jelas; dan tak ada yang ingkar
kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik.

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ibnu Shuriya Al-Quthwaini berkata
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Hai Muhammad! Tuan tidak memberitahukan tentang apa-apa yang
telah kami ketahui, dan Allah Ta’ala tidak menurunkan ayat yang jelas kepada tuan.” Maka Allah Ta’ala
menurunkan ayat ini sebagai bantahan terhadap ucapan mereka.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id dan
Ikrimahm yang bersumber dari Ibnu Abbas)

.١٠٠ َ‫يق ِّم ۡنهُمۚ بَ ۡل َأ ۡكثَ ُرهُمۡ اَل ي ُۡؤ ِمنُون‬ ْ ‫َأ َو ُكلَّ َما ٰ َعهَد‬
ٞ ‫ُوا ع َۡه ٗدا نَّبَ َذ ۥهُ فَ ِر‬
Artinya: “Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan
mereka melemparkannya? Bahkan sebagian besar dari mereka tidak beriman.”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Malik bin Ash-Shaif menerangkan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
diutus dan diingatkan kepada mereka (kaum Yahudi) akan janji mereka (untuk beriman kepada Allah Ta’ala) dan
apa yang dijanjikan Allah Ta’ala kepada mereka (dalam Taurat tentang akan diutusnya Muhammad sebagai nabi),
kaum Yahudi berkata: “Demi Allah, tidak pernah kami dijanjikan sesuatu tentang Muhammad, dan kami tidak
pernah berjanji apa-apa.” Maka turunlah ayat ini, 100-101

.١٠١ َ‫ُور ِهمۡ َكَأنَّهُمۡ اَل يَ ۡعلَ ُمون‬ َ َ‫ب ِك ٰت‬


ِ ‫ب ٱهَّلل ِ َو َرٓا َء ظُه‬ َ َ‫وا ۡٱل ِك ٰت‬
ْ ُ‫يق ِّمنَ ٱلَّ ِذينَ ُأوت‬ َ ‫ُول ِّم ۡن ِعن ِد ٱهَّلل ِ ُم‬
ٞ ‫ِّق لِّ َما َم َعهُمۡ نَبَ َذ فَ ِر‬ٞ ‫صد‬ ٞ ‫َولَ َّما َجٓا َءهُمۡ َرس‬

Artinya: “Dan setelah datang kepada mereka seorang rasul dari sisi Allah yang membenarkan kitab yang ada pada
mereka, sebagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakangnya, seolah-olah
mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).”

Firman-Nya ( ‫ )ولما جاءهم رسول من عند هللا مصدقا لما معهم‬maksudnya, sekelompok dari mereka melemparkan ke belakang
kitab Allah Ta’ala yang berada di tangan mereka yang di dalamnya terdapat berita mengenai kedatangan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan pengertian lain, mereka meninggalkannya seolah-olah mereka
tidak mengetahui sama sekali isinya. Kemudian mereka mengarahkan perhatiannya untuk belajar dan melakukan
sihir. Oleh karena itu, mereka bermaksud menipu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyihirnya melalui
sisir dan mayang kurma yang kering yang diletakkan di pinggir sumur Arwan. Penyihiran itu dilakukan oleh salah
seorang Yahudi yang bernama Labid bin A’sham yang Allah Ta’ala melaknatnya. Tetapi Allah Ta’ala
memperhilatkan hal itu kepada Rasul-Nya sekaligus menyembuhkan dan menyelamatkannya dari sihir tersebut.
Sebagaimana hal itu telah diuraikan dari Aisyah Ummul Mukminin.

ۚ ‫اس ٱلس ِّۡح َر َومٓا ُأنز َل َعلَى ۡٱلملَك َۡين ببَاب َل ٰهَرُوتَ َو ٰمر‬
. ‫ُوتَ َو َما‬ َ ِ ِ ِ َ ِ َ َ َّ‫ُوا يُ َعلِّ ُمونَ ٱلن‬ْ ‫ك ُسلَ ۡي ٰ َم ۖنَ َو َما َكفَ َر ُسلَ ۡي ٰ َمنُ َو ٰلَ ِكنَّ ٱل َّش ٰيَ ِطينَ َكفَر‬
ِ ‫وا ٱل َّش ٰيَ ِطينُ َعلَ ٰى ُم ۡل‬
ْ ُ‫ُوا َما ت َۡتل‬
ْ ‫َوٱتَّبَع‬
َّ ‫هَّلل‬ ۡ ‫َأ‬ ۡ ۡ َّ ۖ ۡ ٞ ۡ ‫َأ‬
‫ضٓارِّينَ بِِۦه ِم ۡن َح ٍد ِإاَّل بِِإذ ِن ٱ ۚ ِ َويَتَ َعل ُمونَ َما‬ َ ِ‫زَو ِج ِۚۦه َو َما هُم ب‬ ۡ ‫ان ِم ۡن َح ٍد َحتَّ ٰى يَقُوٓاَل ِإنَّ َما ن َۡحنُ فِتنَة فَاَل تَكفُ ۡر فَيَتَ َعل ُمونَ ِمنهُ َما‡ َما يُفَرِّ قُونَ بِِۦه بَ ۡينَ ٱل َم ۡر ِء َو‬ ِ ‫يُ َعلِّ َم‬
١٠٢ َ‫وا يَ ۡعلَ ُمون‬ ْ ُ‫س َما ش ََر ۡو ْا ِب ِٓۦه َأنفُ َسهُمۡۚ لَ ۡو كَان‬ ٰ
َ ‫ٱشت ََر ٰىهُ َما لَ ۥهُ ِفي ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة ِم ۡن خَ لَ ۚ ٖق َولَ ِب ۡئ‬
ۡ ‫وا لَ َم ِن‬
ْ ‫يَضُرُّ هُمۡ َواَل يَنفَ ُعهُمۡۚ َولَقَ ۡد َع ِل ُم‬

Artinya: “Dan mereka mengikuti apa yang dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya
setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang
diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut; sedangkan keduanya tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu). Sebab itu,
janganlah kamu kafir." Mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan
sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat
kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang
menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat; dan amat jahatlah perbuatan
mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi berkata: “Lihatlah
Muhammad yang mencampu-baurkan antara hak dan batil, yaitu menerangkan (Nabi) Sulaiman digolongkan pada
kelompok nabi-nabi, padahal ia seorang ahli sihir yang mengendarai angin.” Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini
yang menegaskan bahwa kaum Yahudi lebih mempercayai setan daripada iman kepada Allah Ta’ala.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Syahr bin Hausyab)

ْ ُ‫ۚر لَّ ۡو كَان‬ٞ ‫خَي‬


.١٠٣ َ‫وا يَ ۡعلَ ُمون‬ ۡ ِ ‫ة ِّم ۡن ِعن ِد ٱهَّلل‬ٞ َ‫وا َوٱتَّقَ ۡو ْا لَ َمثُوب‬
ْ ُ‫َولَ ۡو َأنَّهُمۡ َءا َمن‬

Artinya: “Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala); dan
sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.”

Firman-Nya (‫ )ولو أنهم آمنوا واتقوا‬maksudnya, seandainya mereka beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya, maka pahala Allah Ta’ala atas hal itu lebih baik bagi mereka daripada apa yang
mereka pilih dan mereka ridhai. Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang berpendapat bahwa tukang sihir itu kafir.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal dan beberapa ulama salaf. Ada yang mengatakan,
bahwa tukang sihir itu tidak tergolong kafir, tapi hukumannya adalah dipenggal lehernya. Sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal, keduanya menceritakan, Sufyan bin Uyainah pernah
memberitahu kami, dari Amr bin Dinar, bahwa ia pernah mendengar Bajalah bin Abdah menceritakan: “Umar bin
Al-Khaththab pernah mengirimkan surat kepada para gubernur agar menghukum mati setiap tukang sihir, laki-laki
maupun perempuan.” Lebih lanjut ia mengatakan, “Maka kami pun menghukum mati tiga orang tukang sihir.”
Imam Al-Bukhari juga meriwayatkannya dalam kitab sahihnya. Dan sahih juga riwayat yang menyebutkan bahwa
Hafshah, Ummul Mukminin pernah disihir oleh budak wanitanya. Kemudian ia memerintahkan agar budak itu
dihukum mati. Maka budak wanita itupun dibunuh. Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: “Dibenarkan dari tiga
orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mengenai membunuh tukang sihir.”

ْ ۗ ‫ٱس َمع‬
.١٠٤ ‫يم‬ٞ ‫ُوا َو ِل ۡل ٰ َك ِف ِرينَ َع َذابٌ َأ ِل‬ ْ ُ‫وا ٰ َر ِعنَا َوقُول‬
ۡ ‫وا ٱنظُ ۡرنَا َو‬ ْ ُ‫ٰ ٓيََأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ُ‫وا اَل تَقُول‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian katakan (kepada Muhammad), "Ra'ina," tetapi
katakanlah, "Unzhurna," dan, "Dengarlah." Dan bagi orang-orang kafir siksaan yang pedih.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa dua orang Yahudi, bernama Malik bin Ash-Shaif dan Rifa’ah bin Zaid,
apabila bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka mengucapkan: “Raa’inaa sam’aka wasma’ ghaira
musma’in”. Kaum Muslimin mengira kata-kata itu adalah ucapan ahli kitab untuk menghormati nabi-nabinya.
Mereka pun mengucapkan kata-kata itu kepada Rasulullah. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat tersebut sebagai
larangan untuk meniru perbuatan kaum Yahudi.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mundzir yang bersumber dari As-
Suddi)

.١٠٥ ‫ض ِل ۡٱل َع ِظ ِيم‬


ۡ َ‫خَي ٖر ِّمن َّربِّ ُكمۡۚ َوٱهَّلل ُ يَ ۡختَصُّ ِب َر ۡح َم ِتِۦه َمن يَشَٓا ۚ ُء َوٱهَّلل ُ ُذو ۡٱلف‬ ِ َ‫ُوا ِم ۡن َأ ۡه ِل ۡٱل ِك ٰت‬
ۡ ‫ب َواَل ۡٱل ُم ۡش ِر ِكينَ َأن يُنَ َّز َل َعلَ ۡي ُكم ِّم ۡن‬ ْ ‫َّما يَ َو ُّد ٱلَّ ِذينَ َكفَر‬

Artinya: “Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkan sesuatu
kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya
(kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar.”

Allah Ta’ala mengungkapkan betapa sengit dan kerasnya permusuhan orang-orang kafir dari Ahlul Kitab dan orang-
orang musyrik terhadap orang-orang Mukmin. Oleh karena itu kaum Mukminin diperingatkan oleh Allah Ta’ala
agar tidak menyerupai mereka, supaya dengan demikian terputus kasih sayang yang terjadi di antara orang-orang
Mukmin dengan orang-orang kafir dan musyrik tersebut. Selain itu, Allah Ta’ala juga mengingatkan nikmat yang
telah dikaruniakan kepada orang-orang Mukmin berupa syariat yang sempurna dan lengkap yang telah
disyariatkan kepada Nabi mereka, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

.١٠٦ ‫خَي ٖر ِّم ۡنهَٓا َأ ۡو ِم ۡث ِلهَ ۗٓا َألَمۡ ت َۡعلَمۡ َأنَّ ٱهَّلل َ َعلَ ٰى ُكلِّ ش َۡي ٖء قَ ِدي ٌر‬ ِ ‫نسهَا‡ ن َۡأ‬
ۡ ‫ت ِب‬ ِ ُ‫َما نَن َس ۡخ ِم ۡن َءايَ ٍة َأ ۡو ن‬

Artinya: “Apa saja ayat yang Kami nasakh-kan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang
lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
Mahakuasa alas segala sesuatu?”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Bahwa turunnya wahyu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kadang-kadang
pada malam hari, tapi beliau lupa pada siang harinya. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai jaminan
bahwa wahyu Allah Ta’ala tidak mungkin terlupakan.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah, yang
bersumber dari Ibnu Abbas)

.١٠٧ ‫ير‬ ِ ‫ُون ٱهَّلل ِ ِمن َولِ ٖ ّي َواَل ن‬


ٍ ‫َص‬ ِ ۗ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬
ِ ‫ض َو َما لَ ُكم ِّمن د‬ ُ ‫َألَمۡ ت َۡعلَمۡ َأنَّ ٱهَّلل َ لَ ۥهُ ُم ۡل‬
ِ ‫ك ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

Artinya: “Tidakkah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagi
kalian selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.”

Firman-Nya menurut Imam Abu Ja’far bin Jarir adalah “Hai Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tidaklah
engkau mengetahui bahwa Aku pemilik kerajaan dan kekuasaan atas langit dan bumi. Di dalamnya Aku putuskan
segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Ku, dan di sana Aku mengeluarkan perintah dan larangan, dan juga
menasakh, mengganti, serta merubah hukum-hukum yang Aku berlakukan di tengah-tengah hamba-Ku sesuai
kehendak-Ku, jika Aku menghendaki.” Kemudian Abu Ja’far mengatakan, ayat itu meski diarahkan kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberitahu keagungan Allah Ta’ala, namun sekaligus hal itu
dimaksudkan untuk mendustakan orang-orang Yahudi yang mengingkari nasakh (penghapusan) hukum-hukum
Taurat dan menolak kenabian Isa ‘alaihi as-salam dan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena keduanya
datang dengan membawa beberapa perubahan dari sisi Allah Ta’ala untuk merubah hukum-hukum Taurat. Maka
Allah Ta’ala memberitahukan kepada mereka bahwa kerajaan dan kekuasaan atas langit dan bumi ini hanyalah
milik-Nya, semua makhluk ini berada di bawah kekuasaan-Nya. Mereka harus tunduk dan patuh menjalankan
perintah dan menjauhi larangan-Nya. Dia mempunyai hak memerintah dan melarang mereka, menasakh,
menetapkan dan membuat segala sesuatu menurut kehendak-Nya.

١٠٨ ‫يل‬ َ ‫وا َرسُولَ ُكمۡ َك َما ُسِئ َل ُمو َس ٰى ِمن قَ ۡب ۗ ُل َو َمن يَتَبَد َِّل ۡٱل ُك ۡف َر ِبٱِإۡل ي ٰ َم ِن فَقَ ۡد‬
ِ ‫ض َّل َس َوٓا َء ٱل َّس ِب‬ ْ ُ‫َسل‬
َٔ‍ۡ ‫َأمۡ تُ ِري ُدونَ َأن ت‬

Artinya: “Apakah kalian menghendaki untuk meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa
pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat
dari jalan yang lurus.”

Asbabun Nuzul ayat ini yaitu: “Bahwa Rafi’ bin Huraimalah dan Wahb bin Zaid berkata kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam: “Hai Muhammad! Cobalah turunkan kepada kami suatu kitab dari langit yang dapat
kami baca, atau buatlah sungai yang mengalir airnya, pasti kami akan mengikuti dan mempercayai tuan.” Maka
Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai peringatan agar umat Islam tidak meniru Bani Israil dalam mengikuti
ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah, yang
bersumber dari Ibnu Abbas)

‫ق ۖ فَا ْعفُوا َواصْ فَحُوا َحتَّ ٰى يَْأ ِت َي هَّللا ُ ِبَأ ْم ِر ِه ۗ ِإنَّ هَّللا َ َعلَ ٰى‬
ُّ ‫ب لَوْ يَ ُردُّونَ ُك ْم ِم ْن بَ ْع ِد ِإي َما ِن ُك ْم ُكفَّارً ا َح َسدًا ِم ْن ِع ْن ِد َأ ْنفُ ِس ِه ْم ِم ْن بَ ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَهُ ُم ْال َح‬
ِ ‫َو َّد َك ِثي ٌر ِم ْن َأ ْه ِل ْال ِكتَا‬
١٠٩‫َي ٍء قَ ِدي ٌر‬ ْ ‫كلِّ ش‬ ُ

Artinya: “Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran
setelah kalian beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.
Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah
Mahakuasa alas segala sesuatu.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Sebagaimana yang diriwayatkan Muhammad bin Ishak, dari Ibnu Abbas, ia
mengatakan, Huyay bin Akhthab dan Abu Yasir bin Akhthab merupakan orang Yahudi yang paling dengki terhadap
masyarakat Arab, karena Allah Ta’ala telah mengistimewakan mereka dengan mengutus Rasul-Nya. Selain itu,
keduanya juga paling gigih menghalangi manusia memeluk Islam. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini
sehubungan dengan perbuatan kedua orang ini.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah yang
bersumber dari Ibnu Abbas)

ٞ ‫ص‬
.١١٠ ‫ير‬ ِ َ‫خَي ٖر ت َِجدُوهُ ِعن َد ٱهَّلل ۗ ِ ِإنَّ ٱهَّلل َ بِ َما ت َۡع َملُونَ ب‬ ْ ‫وا ٱل َّزك َٰو ۚةَ َو َما تُقَ ِّد ُم‬
ۡ ‫وا َأِلنفُ ِس ُكم ِّم ۡن‬ ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ْ ‫َوَأقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬

Artinya: “Dan dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat. Dan apa-apa yang kalian usahakan dari kebaikan bagi diri
kalian, tentu kalian akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang
kalian kerjakan.”

Allah Ta’ala memerintahkan mereka untuk mengerjakan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka yang pahalanya
adalah untuk mereka pada hari kiamat kelak, misalnya mendirikan salat dan menunaikan zakat, sehingga Allah
Ta’ala memberikan kepada mereka kemenangan dalam kehidupan dunia ini dan ketika hari kebangkitan kelak
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Mukmin ayat 52 yang artinya: “(Yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-
orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi mereka tern-pat tinggal yang buruk.”

ْ ُ‫َص َر ٰۗى ِت ۡلكَ َأ َمانِيُّهُمۡۗ قُ ۡل هَات‬


َ ٰ ۡ‫وا ب ُۡر ٰهَنَ ُكمۡ ِإن ُكنتُم‬
.١١١ َ‫ص ِدقِين‬ َ ٰ ‫وا لَن يَ ۡد ُخ َل ۡٱل َجنَّةَ ِإاَّل َمن َكانَ هُودًا َأ ۡو ن‬
ْ ُ‫َوقَال‬

Artinya: “Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata, "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang
beragama) Yahudi dan Nasrani" Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah,
"Tunjukkanlah bukti kebenaran kalian jika kalian adalah orang-orang yang benar.”

Allah Ta’ala menjelaskan ketertipuan orang-orang Yahudi dan Nasrani oleh apa yang ada pada diri mereka, di mana
setiap kelompok dari keduanya (Yahudi dan Nasrani) mengaku bahwasanya tidak akan ada yang masuk surga
kecuali yang memeluk agama mereka, sebagaimana yang diberitahukan Allah Ta’ala melalui firman-Nya dalam
Surah Al-Maidah ayat 18 yang artinya: “Kami anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Kemudian Allah Ta’ala
mendustakan pengakukan mereka itu melalui pemberitahuan yang disampaikan dalam firman-Nya bahwa Dia akan
mengazab mereka akibat dosa yang mereka perbuat. Seandanya keadaan mereka sebagaimana yang mereka
katakana, niscaya keadaannya tidak demikian. Sebagaimana pengakuan mereka sebelumnya yang menyatakan
bahwa mereka tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali beberapa hari saja. Kemudian mereka masuk ke surga.
Tetapi pengakuan mereka ini pun mendapat bantahan dari Allah Ta’ala. Berikut ini adalah bantahan Allah Ta’ala
berkenaan dengan pengakuan mereka yang tidak berdasarkan dalil, hujjah dan keterangan yang jelas.

ۡ ‫ن فَلَ ٓۥهُ َأ ۡج ُر ۥهُ ِعن َد َربِِّۦه َواَل‬ٞ ‫بَلَ ٰۚى َم ۡن َأ ۡسلَ َم َو ۡجهَ ۥهُ هَّلِل ِ َوه َُو ُم ۡح ِس‬
.١١٢ َ‫خَوفٌ َعلَ ۡي ِهمۡ َواَل هُمۡ يَ ۡحزَ نُون‬

Artinya: “(Tidak demikian) bahkan barang siapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedangkan ia berbuat
kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.”

Firman-Nya (‫ )بلى من أسلم وجهه هلل وهو محسن‬maksudnya, barangsiapa yang mengikhlaskan amalnya hanya untuk Allah
Ta’ala semata, yang tiada sekutu bagi-Nya.” Abu Al-Aliyah dan Ar-Rabi bin Anas mengatakan bahwa artinya “(Yaitu)
barangsiapa yang benar-benar tulus karena Allah Ta’ala.” Lafaz (‫ )وجهه‬menurut Sa’id bin Jubair mengatakan, yaitu
yang tulus ikhlas menyerahkan agamanya sedang ( ‫ )وهو محسن‬artinya, mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Karena amal perbuatan yang diterima itu harus memenuhi dua syarat, yaitu harus didasarkan pada
ketulusan karena Allah Ta’ala semata, dan harus benar dan sejalan dengan syariat Allah Ta’ala. Jika suatu amalan
sudah didasarkan pada keikhlasan hanya karena Allah Ta’ala, tetapi tidak benar dan tidak sesuai dengan syariat,
maka amalah tersebut tidak diterima.

َ َ‫ب َك ٰ َذ ِلكَ ق‬
. ‫ال ٱلَّ ِذينَ اَل يَ ۡعلَ ُمونَ ِم ۡث َل قَ ۡو ِل ِهمۡۚ فَٱهَّلل ُ يَ ۡح ُك ُم بَ ۡينَهۡ‡ُم‬ َ ۗ َ‫ت ۡٱليَهُو ُد َعلَ ٰى ش َۡي ٖء َوهُمۡ يَ ۡتلُونَ ۡٱل ِك ٰت‬ َ ٰ َّ‫ت ٱلن‬
ِ ‫ص َر ٰى لَ ۡي َس‬ ِ ‫ت ۡٱليَهُو ُد لَ ۡي َس‬
َ ٰ َّ‫ت ٱلن‬
ِ َ‫ص َر ٰى َعلَ ٰى ش َۡي ٖء َوقَال‬ ِ َ‫َوقَال‬
ۡ ْ
١١٣ َ‫يَ ۡو َم ٱلقِيَ َم ِة فِي َما كَانُوا فِي ِه يَختَلِفُون‬ ٰ ۡ

Artinya: “Dan orang-orang Yahudi berkata, "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan dan orang-
orang Nasrani berkata, "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama)
membaca Al-Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu.
Maka Allah akan mengadili di antara mereka pada hari kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa ketika orang-orang Nasrani Najran menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam datang pulalah paderi-paderi Yahudi. Mereka bertengkar di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam berkatalah Rafi’ bin Khuzaimah (Yahudi): ‘Kamu tidak berada pada jalan yang benar karena menyatakan
kekufuran kepada Nabi Isa dan Kitab Injilnya.’ Seorang dari kaum Nasrani Najran membantahnya dengan
mengatakan: ‘Kamu pun tidak berada di atas jalan yang benar, karena menetang kenabian Musa dan kufur kepada
Taurat.’ Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini sebagai jawaban sehubungan dengan pertengkaran mereka.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah yang bersumber dari Ibnu Abbas)

ۚ ‫ٱس ُم ۥهُ َو َس َع ٰى ِفي خَ َرا ِبهَ ۚٓا ُأوْ ٰلَِٓئكَ َما َكانَ لَهُمۡ َأن يَ ۡد ُخلُوهَٓا ِإاَّل خَ ٓاِئ ِف‬
. ٌ‫ي َولَهُمۡ ِفي ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة َع َذاب‬ٞ ‫ينَ لَهُمۡ ِفي ٱلد ُّۡنيَا ِخ ۡز‬ ۡ ‫َو َم ۡن َأ ۡظلَ ُم ِم َّمن َّمنَ َع َم ٰ َس ِج َد ٱهَّلل ِ َأن ي ُۡذك ََر ِفيهَا‬
١١٤ ‫يم‬ٞ ‫َظ‬ ِ ‫ع‬

Artinya: “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam
masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid
Allah) kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan, dan di akhirat mendapat
siksa yang berat.”
Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa turunnya sehubungan dengan larangan kaum Quraisy kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk salat dekat Ka’bah, di dalam Masjidil Haram.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim
yang bersumber dari Sa’id atau Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas)

ْ ُّ‫ق َو ۡٱل َم ۡغ ِر ۚبُ فََأ ۡينَ َما‡ تُ َول‬


١١٥ ‫يم‬ٞ ِ‫وا فَثَ َّم َو ۡجهُ ٱهَّلل ۚ ِ ِإنَّ ٱهَّلل َ ٰ َو ِس ٌع َعل‬ ُ ‫َوهَّلِل ِ ۡٱل َم ۡش ِر‬

Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka ke mana pun kalian menghadap, di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Mahaluas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Asbabun Nuzul ayat ini “Bahwa Ibnu Umar membacakan ayat ini, kemudian menjelaskan peristiwanya sebagai
berikut: Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah, beliau salat sunat
di atas kendaraan menghadap sesuai dengan arah kendaraannya.” (Diriwayatkan oleh Muslim, At-Tirmidzi dan An-
Nasai yang bersumber dari Ibnu Abbas)

.١١٦ َ‫لّ لَّ ۥهُ ٰقَنِتُون‬ٞ ‫ض ُك‬ ِ ‫وا ٱتَّخَ َذ ٱهَّلل ُ َولَ ٗد ۗا س ُۡب ٰ َحنَ ۖۥهُ بَل لَّ ۥهُ َما فِي ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬
ِ ۖ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬ ْ ُ‫َوقَال‬

Artinya: “Dan mereka (orang-orang kafir) berkata, "Allah mempunyai anak." Mahasuci Allah, bahkan apa yang ada
di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.”

Ayat ini dan yang berikutnya mencakup bantahan terhadap orang-orang Nasrani serta yang serupa dengan mereka
dari kalangan orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik Arab yang menjadikan para malaikat sebagai anak-
anak perempuan Allah Ta’ala. Maka Allah Ta’ala mendustakan pengakuan dan pernyataan mereka bahwa Allah
Ta’ala mempunyai anak. Maka Dia berfirman (‫ )سبحانه‬artinya, Allah Mahatinggi, dan bersih dari semuanya itu.

١١٧ ُ‫ض ٰ ٓى َأمۡ ٗرا فَِإنَّ َما يَقُو ُل لَ ۥهُ ُكن فَيَ ُكون‬ ِ ۖ ‫ت َوٱَأۡل ۡر‬
َ َ‫ض َوِإ َذا ق‬ ِ ‫بَ ِدي ُع ٱل َّس ٰ َم ٰ َو‬

Artinya: “Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah)
Dia mengatakan kepadanya, "Jadilah." Lalu jadilah ia.”

Firman-Nya (‫ )بديع السماوات واألرض‬artinya, Dialah yang menciptakan keduanya, dengan tanpa adanya contoh
sebelumnya. Mujahid dan As-Suddi menyatakan: “Hal ini sesuai dengan makna yang ditutut secara bahasa.” Ibnu
Jarir mengatakan, “Makna ayat tersebut adalah yang menciptakan keduanya.” Karena sesungguhnya bentuk
asalnya berwazan ‘muf’ilun’ lalu ditashrif menjadi ‘fa’iilun’ (yang berbuat), sebagaimana ‘al-muallimu’ ditashrif
menjadi ‘aliimun’. Dan kata ‘al-mubdi’’ berarti pencipta, yang dalam pembuatannya tidak meniru bentuk yang
sama dan tidak didahului oleh seorang pun.

ۗ
.١١٨ َ‫ت لِقَ ۡو ٖم يُوقِنُون‬ َ َ‫ة َك ٰ َذ ِلكَ ق‬ٞ َ‫ال ٱلَّ ِذينَ اَل يَ ۡعلَ ُمونَ لَ ۡواَل يُ َكلِّ ُمنَا‡ ٱهَّلل ُ َأ ۡو ت َۡأتِينَٓا َءاي‬
ِ َ‫ال ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِ ِهم ِّم ۡث َل قَ ۡولِ ِهمۡۘ تَ ٰ َشبَهَ ۡ‡ت قُلُوبُهُمۡۗ قَ ۡد بَيَّنَّا ٱأۡل ٓ ٰي‬ َ َ‫َوق‬

Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami
atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" Demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah
mengatakan seperti ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin.”
Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa sehubungan dengan Rabi’ bin Khuzaimah. Ketika itu ia berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jika tuan seorang Rasulullah sebagaimana tuan katakana, mintalah kepada
Allah Ta’ala agar Dia berbicara (langsung) kepada kami sehingga kami dapat mendengar perkataan-Nya.” Ayat ini
turun sebagai penjelasan bahwa kalau pun Allah Ta’ala mengabulkan permintaan mereka, mereka tetap akan
kufur.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari Sa’id atau Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas)

.١١٩ ‫ب ۡٱل َج ِح ِيم‬ ‍ۡ ُ‫ير ۖا َواَل ت‬


ۡ ‫سَٔ ُل ع َۡن َأ‬
ِ ‫ص ٰ َح‬ ٗ ‫يرا َونَ ِذ‬ ِّ ‫ِإنَّٓا َأ ۡر َس ۡل ٰنَكَ بِ ۡٱل َح‬
ٗ ‫ق بَ ِش‬

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-
penghuni neraka.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Betapa inginnya aku
mengetahui nasab ibu bapakku.” Maka turunlah ayat ini dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
menyebut-nyebut lagi kedua ibu bapaknya hingga beliau wafat. Ayat ini menjelaskan bahwa Nabi bertugas sebagai
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.” (Diriwayatkan oleh Abd Ar-Razzaq dari Ats-Tsauri, dari Musa
bin Ubaidah, yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi. Hadis ini mursal)

. ‫ت َأ ۡه َوٓا َءهُم بَ ۡع َد ٱلَّ ِذي َجٓا َءكَ ِمنَ ۡٱل ِع ۡل ِم َما لَكَ ِمنَ ٱهَّلل ِ ِمن َولِ ٖ ّي َواَل‬ ۗ ٰ ‫ص َر ٰى َحتَّ ٰى تَتَّب َ‡ع ملَّتَهُمۡ ۗ قُ ۡل نَّ هُدَى ٱهَّلل هُو ۡٱلهُد‬
‡َ ‫َى َولَِئ ِن ٱتَّبَ ۡع‬ َ ِ ‫ِإ‬ ِ ِ َ ٰ َّ‫ض ٰى عَنكَ ۡٱليَهُو ُد َواَل ٱلن‬
َ ‫َولَن ت َۡر‬
١٢٠ ‫ير‬ ٍ ِ ‫َص‬ ‫ن‬

Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan sesungguhnya jika kamu
mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan
penolong bagimu.”

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa kaum Yahudi Madinah dan Kaum Nasrani Najran mengharap agar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam salat menghadap kiblat mereka. Ketika Allah Ta’ala membelokkan kiblat ke
arah Ka’bah, mereka merasa keberatan. Mereka berkomplot dan berusaha supaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam menyetujui kiblat sesuai dengan agama mereka. Maka turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa orang-
orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada Nabi Muhammad walaupun keinginannya dikabulkan.”
(Diriwayatkan oleh Ats-Tsa’labi yang bersumber dari Ibnu Abbas)

ٓ ٓ
.١٢١ َ‫ق ِتاَل َو ِت ِٓۦه ُأوْ ٰلَِئكَ ي ُۡؤ ِمنُونَ ِب ِۗۦه َو َمن يَ ۡكفُ ۡر ِبِۦه فَُأوْ ٰلَِئكَ هُ ُم ۡٱل ٰخَ ِسرُون‬ َ َ‫ٱلَّ ِذينَ َءات َۡي ٰنَهُ ُم ۡٱل ِك ٰت‬
َّ ‫ب يَ ۡتلُونَ ۥهُ َح‬

Artinya: “Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang
sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barang siapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-
orang yang rugi.”

Firman-Nya (‫)الذين آتيناهم الكتاب يتلونه حق تالوته‬, dari Qatadah, bahwa Sa’id meriwayatkan: “Mereka itu adalah para
sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Abu Al-Aliyah, dari Ibnu Mas’ud meriwayatkan: “Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya yang dimaksud dengan membacanya dengan bacaan yang
sebenarnya, adalah menghalalkan apa yang dihalalkan-Nya dan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya serta
membacanya sesuai dengan apa yang diturunkan Allah Ta’ala, tidak mengubah kalimat dari tempatnya, dan tidak
menafsirkan satu kata pun dengan penafsiran yang tidak seharusnya.” Al-Hasan Al-Bashri mengatakan: “Mereka
mengamalkan ayat-ayat muhkam di dalam Alquran dan beriman dengan ayat-ayat mutasyabihat yang ada di
dalamnya, serta menyerahkan hal-hal yang sulit dipahami kepada yang mengetahuinya.”

.١٢٢ َ‫ت َعلَ ۡي ُكمۡ َوَأنِّي فَض َّۡلتُ ُكمۡ َعلَى ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬
‡ُ ۡ‫ي ٱلَّ ِت ٓي َأ ۡن َعم‬ َ ‫ٰيَبَ ِن ٓي ِإ ۡس ٰ َٓر ِء‬
ْ ‫يل ۡٱذ ُكر‬
‡َ ‫ُوا ِن ۡع َم ِت‬

Artinya: “Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Kuanugerahkan kepada kalian dan Aku telah
melebihkan kalian atas se-gala umat. Dan takutlah kalian kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat
menggantikan seseorang yang lain sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan darinya dan tidak akan
memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.”

Dalam pembahasan yang lalu —yaitu pada permulaan Surat Al-Baqarah— telah disebutkan ayat yang bermakna
seminal dengan ayat ini. Sengaja diulangi dalam bagian ini untuk mengukuhkan maknanya dan sebagai anjuran
untuk mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang mereka jumpai sifat-sifatnya, ciri khasnya, namanya, perkaranya, dan
umatnya di dalam kitab-kitab mereka. Maka Allah Ta’ala memperingatkan mereka agar jangan menyembunyikan
hal tersebut, jangan pula menyembunyikan anugerah yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala kepada mereka
sebagai nikmat dari-Nya. Allah Ta’ala memerintahkan agar mereka selalu ingat akan nikmat duniawi dan nikmat
agama yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala kepada mereka. Untuk itu, janganlah mereka merasa dengki dan iri
kepada anak-anak paman mereka (yaitu bangsa Arab) atas rezeki Allah Ta’ala yang diberikan kepada mereka,
berupa diutus-Nya seorang rasul terakhir yang dijadikan-Nya dari kalangan mereka. Janganlah kedengkian tersebut
mendorong mereka menentang rasul itu, mendustakannya, dan tidak berpihak kepadanya. Semoga salawat dan
salam-Nya terlimpahkan kepada Rasul selama-lamanya sampai hari kiamat.

َ ‫ة َواَل هُمۡ ي‬ٞ ‫ل َواَل تَنفَ ُعهَا‡ َش ٰفَ َع‬ٞ ‫س ش ٗۡ‍َٔيا َواَل ي ُۡقبَ ُل ِم ۡنهَا ع َۡد‬
١٢٣ َ‫ُنصرُون‬ ٖ ‫وا يَ ۡو ٗما اَّل ت َۡج ِزي ن َۡفسٌ عَن نَّ ۡف‬
ْ ُ‫َوٱتَّق‬

Artinya: “Dan takutlah kalian kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang yang lain
sedikit pun dan tidak akan diterima suatu tebusan darinya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat
kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong.”

Dalam pembahasan yang lalu —yaitu pada permulaan Surat Al-Baqarah— telah disebutkan ayat yang bermakna
seminal dengan ayat ini. Sengaja diulangi dalam bagian ini untuk mengukuhkan maknanya dan sebagai anjuran
untuk mengikuti Rasul, Nabi yang ummi yang mereka jumpai sifat-sifatnya, ciri khasnya, namanya, perkaranya, dan
umatnya di dalam kitab-kitab mereka. Maka Allah Ta’ala memperingatkan mereka agar jangan menyembunyikan
hal tersebut, jangan pula menyembunyikan anugerah yang telah diberikan oleh Allah Ta’ala kepada mereka
sebagai nikmat dari-Nya.

ٰ
.۞١٢٤ َ‫ال اَل يَنَا ُل ع َۡه ِدي ٱلظَّ ِل ِمين‬ َ َ‫اس ِإ َم ٗام ۖا ق‬
َ َ‫ال َو ِمن ُذرِّ يَّ ِتيۖ ق‬ ِ َّ‫اعلُكَ ِللن‬ َ َ‫ت فََأتَ َّمهُ ۖنَّ ق‬
ِ ‫ال ِإنِّي َج‬ ٖ ‫َوِإ ِذ ۡٱبتَلَ ٰ ٓى ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم َربُّ ۥهُ ِب َك ِل ٰ َم‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu
Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia."
Ibrahim berkata, "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku." Allah berfirman, "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang
yang zalim."
Firman-Nya ( ‫ )وإذ بتلى إبراهيم ربه بكلمات‬artinya, wahai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang Musyrik dan Ahlul
Kitab yang mengaku sebagai pengatur agama Ibrahim, padahal mereka tidak mengikuti agama itu. Bahwa
sesungguhnya yang berada pada agama Ibrahim dan tegak di atasnya adalah engkau dan orang-orang mukmin
yang bersamamu, maka ceritakanlah kepada mereka ujian yang ditimpakan Allah Ta’ala kepada Ibrahim berupa
berbagai perintah dan larangan.

َ ‫ص ٗلّىۖ َو َع ِه ۡدنَٓا ِإلَ ٰ ٓى ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم َوِإ ۡس ٰ َم ِع‬


.١٢٥ ‫يل َأن طَه َِّرا بَ ۡيتِ َي لِلطَّٓاِئفِينَ َو ۡٱل ٰ َع ِكفِينَ َوٱلرُّ َّك ِع ٱل ُّسجُو ِد‬ ْ ‫اس َوَأمۡ ٗنا َوٱتَّ ِخ ُذ‬
َ ‫وا ِمن َّمقَ ِام ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم ُم‬ ۡ ۡ ۡ
ِ َّ‫َوِإذ َج َعلنَا ٱلبَ ۡيتَ َمثَابَ ٗة لِّلن‬

Artinya: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
tawaf, yang rukuk, dan yang sujud."

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Umar menerangkan bahwa pendapatnya bersesuaian dengan firman Allah Ta’ala
di dalam tiga perkara, yaitu (1) ketika ia mengemukakan usul: “Wahai Rasulullah, tidakkah sebagainya engkau
jadikan maqam Ibrahim ini tempat salat?” Maka turunlah ayat ini; (2) ketika ia mengusulkan: “Telah berkunjung
kepada istri-istri engkau orang baik dan orang jahat. Bagaimana sekiranya engkau memerintahkan supaya dipasang
hijab (penghalang).” Maka turunlah ayat hijab (QS. Al-Ahzab: 53); (3) ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
diboikot oleh istri-istrinya karena cemburu, maka Umar berkata kepada mereka: “Mudah-mudahan Rabb-nya akan
menceraikan kamu, dan menggantikanmu dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu.” Maka turunlah Surah
At-Tahrim ayat 66 yang membenarkan peringatan Umar terhadap istri-istri Nabi.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dan lain-lain, yang bersumber dari Umar)

ِ ۖ َّ‫ب ٱلن‬
. ‫ار‬ َ ‫ض‬
ِ ‫طرُّ ٓۥهُ ِإلَ ٰى َع َذا‬ َ َ‫ت َم ۡن َءا َمنَ ِم ۡنهُم ِبٱهَّلل ِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ٱأۡل ٓ ِخ ۚ ِر ق‬
ۡ ‫ال َو َمن َكفَ َر فَُأ َمتِّ ُع ۥهُ قَ ِلياٗل ثُ َّم َأ‬ ِ ‫ٱج َع ۡل ٰهَ َذا بَلَدًا َءا ِم ٗنا َو ۡٱر ُز ۡق َأ ۡهلَ ۥهُ ِمنَ ٱلثَّ َم ٰ َر‬ َ َ‫َوِإ ۡذ ق‬
ۡ ِّ‫ال ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ ُم َرب‬
١٢٦ ‫صي ُر‬ ۡ
ِ ‫س ٱل َم‬ ‡َ ‫َوبِئ‬ ۡ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan
berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari
kemudian." Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku
paksa is menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."

Imam Abu Ja’far bin Jarir meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:

َ ‫ص ْي ُدهَا َواَل يُ ْقطَ ُع ِع‬


«‫ضاهُهَا‬ َ ‫ت ْال َم ِدينَةَ َما بَيْنَ اَل بَتَ ْيهَا‡ فَاَل ي‬
َ ‫ُصا ُد‬ ُ ‫ َوِإنِّي َح َّر ْم‬،ُ‫»ِإنَّ ِإب َْرا ِهي َم َح َّر َم بَيْتَ هَّللا ِ َوَأ َّمنَه‬

Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan dan mengamankan Baitullah, dan sesungguhnya aku
mengharamkan Madinah di antara kedua batasnya. Karena itu, tidak boleh diburu binatang buruannya dan tidak
boleh ditebang pepohonannya.” (HR. An-Nasai dan Muslim)

.١٢٧ ‫ت َوِإ ۡس ٰ َم ِعي ُل َربَّنَا تَقَب َّۡل ِمنَّ ۖٓا ِإنَّكَ َأنتَ ٱل َّس ِمي ُع ۡٱل َعلِي ُم‬
ِ ‫اع َد ِمنَ ۡٱلبَ ۡي‬
ِ ‫َوِإ ۡذ يَ ۡرفَ ُع ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ ُم ۡٱلقَ َو‬

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), "Ya
Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui."
Kata (‫ )القواعد‬dalam ayat di atas merupakan jamak dari kata (‫ )القاعدة‬yang berarti tiang dan pondasi. Artinya, Allah
Ta’ala berfirman, “Hai Muhammad, katakanlah kepada kaummu mengenai pembangunan Baitullah yang dilakukan
oleh Ibrahim dan Ismail dan peninggian pondasi oleh keduanya, dan keduanya pun berdoa sebagaimana dalam
ayat ini. Dan yang benar bahwa Ibrahim dan Ismail meninggikan pondasi dan mengatakan apa yang akan
diterangkan pada pembahasan berikut ini. Mengenai hal ini Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbas,
ia menuturkan: Wanita yang mula-mula memakai mintaq (ikat pinggang atau kemben) di zaman dahulu adalah ibu
Nabi Ismail. Ia sengaja memakai kemben untuk menghapus jejak kehamilannya terhadap Siti Sarah (permaisuri
Nabi Ibrahim yang belum juga punya anak). Kemudian Nabi Ibrahim membawanya pergi bersama anaknya Ismail
(yang baru lahir), sedangkan ibunya menyusuinya. Lalu Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di dekat Baitullah,
yaitu di bawah sebuah pohon besar di atas Zamzam, bagian dari masjid yang paling tinggi. Saat itu di Mekkah
masih belum ada seorang manusia pun, tiada pula setetes air. Nabi Ibrahim menempatkan keduanya di tempat itu
dan meletakkan di dekat keduanya sebuah kantong besar yang berisikan buah kurma dan sebuah wadah yang
berisikan air minum. Kemudian Nabi Ibrahim pulang kembali (ke negerinya). Maka ibu Nabi Ismail mengikutinya
dan bertanya, "Hai Ibrahim, ke manakah engkau akan pergi, tegakah engkau meninggalkan kami di lembah yang
tandus dan tak ada seorang pun ini?" Ibu Nabi Ismail mengucapkan kata-kata ini berkali-kali, tetapi Nabi Ibrahim
tidak sekali pun berpaling kepadanya. Maka ibu Nabi Ismail bertanya, "Apakah Allah telah memerintahkan kamu
melakukan hal ini?" Nabi Ibrahim barn menjawab, "Ya." Ibu Nabi Ismail berkata, "Kalau demikian, pasti Allah tidak
akan menyia-nyiakan kami."

Lalu ibu Nabi Ismail kembali (kepada anaknya), sedangkan Nabi Ibrahim berangkat meneruskan perjalanannya.
Ketika ia sampai di sebuah celah (lereng bukit) hingga mereka tidak melihatnya, maka ia menghadapkan wajahnya
ke arah Baitullah, kemudian memanjatkan doanya seraya mengangkat kedua tangannya seraya berdoa,
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Ibrahim ayat 37 yang artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah
menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau
(Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berikanlah rezeki kepada mereka dari buah-buahan, mudah-
mudahan mereka bersyukur.” Ibu Ismail menyusui anaknya dan minum dari bekal air tersebut. Lama-kelamaan
habislah bekal air yang ada di dalam wadahnya itu, maka ibu Ismail merasa kehausan, begitu pula dengan Ismail.
Ibu Ismail memandang bayinya yang menangis sambil meronta-ronta, lalu ia berangkat karena tidak tega
memandang anaknya yang sedang kehausan. Ia menjumpai Bukit Safa yang merupakan bukit terdekat yang ada di
sebelahnya. Maka ia berdiri di atasnya, kemudian menghadapkan dirinya ke arah lembah seraya memandang ke
sekitarnya, barangkali ia dapat menjumpai seseorang, tetapi ternyata ia tidak melihat seorang manusia pun di
sana. Ia turun dari Bukit Safa. Ketika sampai di lembah bawah, ia mengangkat (menyingsingkan) baju kurungnya
dan berlari kecil seperti berlarinya orang yang kepayahan hingga lembah itu terlewati olehnya, lalu ia sampai di
Marwah. Maka ia berdiri di atas Marwah, kemudian menghadap ke arah lembah seraya memandang ke
sekelilingnya, barangkali ia menjumpai seseorang, tetapi ternyata ia tidak melihat seorang manusia punۧ

ِ ‫َاس َكنَا‡ َوتُ ۡب َعلَ ۡين َۖٓا ِإنَّكَ َأنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلر‬
.١٢٨ ‫َّحي ُم‬ ِ ‫ٱج َع ۡلنَا ُم ۡس ِل َم ۡي ِن َلكَ َو ِمن ُذرِّ يَّ ِتنَٓا ُأ َّم ٗة ُّم ۡس ِل َم ٗة لَّكَ َوَأ ِرنَا َمن‬
ۡ ‫َربَّنَا َو‬

Artinya: “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan (jadikanlah) di an-
tara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang.”
Firman-Nya (‫)ربنا واجعلنا مسلمين لك‬, Ibnu Jarir mengemukakan, maksud mereka berdua adalah, “Ya Allah, jadikanlah
kami orang yang patuh kepada perintah-Mu, tunduk menaati-Mu, serta tidak menyekutukan-Mu dengan seorang
pun di dalam ketaatan dan ibadah kami.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abdul Karim, ia mengatakan, “Artinya,
tulus ikhlas karena-Mu.” Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Ali bin Husain, dari Salam bin Abi Muthi’i, ia
mengatakan: “Keduanya telah menjadi hamba yang tunduk patuh, tetapi dalam hal itu mereka meminta
keteguhan.”

َ َ‫وا َعلَ ۡي ِهمۡ َءا ٰيَ ِتكَ َويُ َعلِّ ُمهُ ُم ۡٱل ِك ٰت‬
: .١٢٩ ‫ب َو ۡٱل ِح ۡك َمةَ َويُزَ ِّكي ِهمۡ ۖ ِإنَّكَ َأنتَ ۡٱل َع ِزي ُز ۡٱل َح ِكي ُم‬ ْ ُ‫َربَّنَا َو ۡٱب َع ۡث ِفي ِهمۡ َر ُسواٗل ِّم ۡنهُمۡ يَ ۡتل‬

Artinya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah serta
menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”

Ini merupakan doa Ibrahim dan Ismail. Dan yang dimaksud dalam ayat ini adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam yang telah diutus kepada umatnya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Jumuah ayat 2
yang artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul dari kalangan mereka sendiri.”
Namun demikian, hal itu tidak menafikan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga diutus kepada
orang-orang berkulit merah atau hitam, sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-A’raaf ayat 158 yang artinya:
“Katakanlah: ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku adalah rasul Allah bagi kalian semua.” Dan inilah doa
yang dipanjatkan oleh Ibrahim dan Ismail ‘alaihima as-salam sebagaimana diberitahukan Allah Ta’ala mengenai
hamba-hamba-Nya yang bertakwa dan beriman melalui firman-Nya dalam Surah Al-Furqan ayat 74 yang artinya:
“Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, anugerahkan lah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami
sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orangorang yang bertakwa.” Hal ini sangat
dianjurkan secara syariat, karena di antara kesempurnaan cinta pada ibadah kepada Allah Ta’ala adalah keinginan
agar keturunannya juga beribadah kepada Allah Ta’ala semata dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman kepada Ibrahim dalam Surah Al-Baqarah ayat 124 dan Surah
Ibrahim ayat 35.

َّ ٰ ‫ٱصطَفَ ۡي ٰنَهُ فِي ٱلد ُّۡنيَ ۖا َوِإنَّ ۥهُ ِفي ٱأۡل ٓ ِخ َر ِة لَ ِمنَ ٱل‬
: .١٣٠ َ‫صلِ ِحين‬ ۡ ‫َو َمن يَ ۡرغَبُ عَن ِّملَّ ِة ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم ِإاَّل َمن َسفِهَ ن َۡف َس ۚۥهُ َولَقَ ِد‬

Artinya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri,
dan sungguh Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang
yang saleh."

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa Abdullah bin Salam mengajak dua anak saudaranya, Salamah dan Muhajir,
untuk masuk Islam, dengan berkata: “Kamu berdua telah mengetahui, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman di
dalam Taurat bahwa Dia akan mengutus dari keturunan Ismail, seorang Nabi bernama Ahmad. Barangsiapa yang
beriman kepadanya, ia telah mendapat petunjuk dan bimbingan; dan barangsiapa yang tidak beriman kepadanya,
akan dilaknat. Maka masuk Islamlah Salamah, akan tetapi Muhajir menolak. Maka turunlah ayat ini yang
menegaskan bahwa hanya orang-orang bodohlah yang tidak beriman kepada agama Ibrahim.” (Diriwayatkan oleh
Ibnu Uyainah)

.١٣١ َ‫ت ِل َربِّ ۡٱل ٰ َعلَ ِمين‬


ُ ۡ‫ال َأ ۡسلَم‬ َ َ‫ِإ ۡذ ق‬
َ َ‫ال لَ ۥهُ َربُّ ٓۥهُ َأ ۡسلِمۡۖ ق‬
Artinya: “Ketika Tuhannya berfirman kepadanya, "Tunduk patuhlah!" Ibrahim menjawab, "Aku tunduk patuh
kepada Tuhan semesta alam."”

Firman-Nya ( ‫ )إذ قال له ربه أسلم قال أسلمت لرب العالمين‬maksudnya, Allah Ta’ala menyuruhnya untuk ikhlas, tunduk dan
patuh kepada-Nya. Maka Ibrahim pun memenuhi perintah itu sesuai dengan syariat dan ketetapan-Nya.

.١٣٢ َ‫ٱصطَفَ ٰى لَ ُك ُم ٱل ِّدينَ فَاَل تَ ُموتُنَّ ِإاَّل َوَأنتُم ُّم ۡسلِ ُمون‬
ۡ َ ‫وب ٰيَبَنِ َّي ِإنَّ ٱهَّلل‬
‡ُ ُ‫َو َوص َّٰى بِهَٓا ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ ُم بَنِي ِه َويَ ۡعق‬

Artinya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub (Ibrahim
berkata), "Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagi kalian, maka janganlah kalian mati
kecuali dalam memeluk agama Islam!”

Firman-Nya (‡‫ )ووصى بها إبراهيم بنيه ويعقوب‬artinya, Ibrahim telah mewasiatkan agama ini, yaitu Islam. Atau kata ganti
itu kembali pada kalimat pada ayat sebelumnya ( ‫)أسلمت لرب العالمين‬. Karena kesungguhan mereka memeluk Islam
dan kecintaan mereka kepadanya, mereka benar-benar memeliharanya sampai wafatnya. Dan mereka pun
mewasiatkannya kepada anak cucu mereka yang lahir setelah itu. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Az-
Zukhruf ayat 28 yang artinya: “Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu yang kekal pada keturunannya.”

. َ‫ق ِإ ٰلَهٗ ا ٰ َو ِح ٗدا َون َۡحنُ لَ ۥهُ ُم ۡسلِ ُمون‬ َ ‫وا ن َۡعبُ ُد ِإ ٰلَهَكَ َوِإ ٰلَهَ َءابَٓاِئكَ ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم َوِإ ۡس ٰ َم ِع‬
َ ‫يل َوِإ ۡس ٰ َح‬ َ َ‫ت ِإ ۡذ ق‬
ْ ُ‫ال لِبَنِي ِه َما ت َۡعبُ ُدونَ ِم ۢن بَ ۡع ِد ۖي قَال‬ ُ ‫وب ۡٱل َم ۡو‬ َ ‫َأمۡ ُكنتُمۡ ُشهَدَٓا َء ِإ ۡذ َح‬
‡َ ُ‫ض َر يَ ۡعق‬
١٣٣

Artinya: “Adakah kalian hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika is berkata kepada anak-
anaknya, "Apo yang kalian sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab, "Kami akan menyembah Tuhanmu dan
Tuhan nenek moyangmu Ibrahim, Ismail, dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya."

Firman-Nya (‫)ماتعبدون من بعدي قالوا نعبد إلهك وإله آبائك إبراهيم وإسماعيل وإسحاق‬, Allah Ta’ala berfirman sebagai hujjah atas
orang-orang musyrik Arab dari anak keturunan Ismail dan juga atas orang-orang kafir dari keturunan Israil, yaitu
Ya’qub bin Ishak bin Ibrahim, bahwa ketika kematian menjemputnya, Ya’qub berwasiat kepada anak-anaknya
supaya beribadah kepada Allah Ta’ala semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Hal ini termasuk bab taghlib
(penyamarataan), karena sebenarnya Ismail adalah paman Ya’qub. An-Nahas mengatakan, “Masyarakat Arab biasa
menyebut paman dengan sebutan ayah.” Seperti yang dinukil oleh Imam Al-Qurthubiy. Ayat ini juga dijadikan dalil
orang-orang yang menjadikan kedudukan kakek sebagaimana kedudukan ayah sehingga keberadaannya
menghalangi (menutupi) saudara-saudara dalam memperoleh harta warisan. Sebagaimana hal ini merupakan
pendapat Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, dari Ibnu Abbas dan Ibnu Jubair.
Kemudian Imam Al-Bukhari mengatakan, “Dan tidak ada yang menyelisihi pendapat itu. Dan itu pula yang menjadi
pendapat Aisyah, Ummul Mukminin.” Hal itu juga dikemukakan oleh Al-Hasan Al-Bashri, Thawus, dan Atha juga
merupakan pendapat Abu Hanifah serta beberapa ulama salaf dan khalaf. Sedangkan Malik, Syafi’i dan Ahmad
mengatakan, bahwa bapak berbagi dengan para saudara dalam warisan. Pendapat ini diriwayatkan pula dari Umar
bin Al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit dan sekelompok ulama salaf
dan khalaf, serta menjadi pilihan dua sahabat Abu Hanifah, yaitu Al-Qadhi Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan.
‍ۡ ُ‫ة قَ ۡد خَ لَ ۡ ۖت لَهَا َما َك َسبَ ۡ‡ت َولَ ُكم َّما َك َس ۡبتُمۡ ۖ َواَل ت‬ٞ ‫ِت ۡلكَ ُأ َّم‬
ْ ُ‫سَٔلُونَ َع َّما كَان‬
.١٣٤ َ‫وا يَ ۡع َملُون‬

Artinya: “Itu adalah umat yang lalu, baginya apa yang telah diusahakannya dan bagi kalian apa yang sudah kalian
usahakan, dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.”

Firman-Nya ( ‫ )تلك أمة قد خلت‬artinya, telah lewat. Menurut Abu Al-Aliyah, Rabi’ bin Anas dan Qatadah bahwa
maksudnya: “Yakni Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya.” Oleh karena itu dalam sebuah atsar
disebutkan:

‫َم ْن َأ ْبطََأ به عمله لم يسرع به نسبه‬

Artinya: “Barangsiapa yang lambat dalam beramal, maka tidak dapat dipercepat oleh nasab keturunannya.” (Atsar
ini dapat juga mencakup hadis marfu’, karena diriwayatkan pula oleh Imam Muslim sebagai hadis marfu’, dari Abu
Hurairah dalam sebuah hadis yang panjang)

ْ ۗ ‫َص َر ٰى ت َۡهتَد‬
.١٣٥ َ‫ُوا قُ ۡل بَ ۡل ِملَّةَ ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم َح ِن ٗيف ۖا َو َما َكانَ ِمنَ ۡٱل ُم ۡش ِر ِكين‬ َ ٰ ‫وا هُودًا َأ ۡو ن‬
ْ ُ‫وا ُكون‬
ْ ُ‫َوقَال‬

Artinya: “Dan mereka berkata, "Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian
mendapat petunjuk." Katakanlah, "Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia
(Ibrahim) dari golongan orang musyrik."

Asbabun Nuzul ayat ini adalah: “Bahwa Ibnu Shuriya berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Petunjuk itu tiada lain kecuali apa yang kami anut, maka ikutilah kami hai Muhammad, agar kamu mendapat
petunjuk.” Kaum Nasrani pun berkata seperti itu juga. Maka Allah Ta’ala menurunkan ayat ini untuk menegaskan
bahwa agama Ibrahim adalah agama yang bersih dari perubahan yang menimbulkan syirik.” (Diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Hatim dari Sa’id atau Ikrimah, yang bersumber dari Ibnu Abbas)

ُ ِّ‫اط َو َمٓا ُأو ِت َي ُمو َس ٰى َو ِعي َس ٰى َو َمٓا ُأو ِت َي ٱلنَّ ِبيُّونَ ِمن َّربِّ ِهمۡ اَل نُفَر‬
: . َ‫ق بَ ۡين‬ ِ َ‫وب َوٱَأۡل ۡسب‬ َ ‫يل َوِإ ۡس ٰ َح‬
َ ُ‫ق َويَ ۡعق‬ َ ‫نز َل ِإلَ ٰ ٓى ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم َوِإ ۡس ٰ َم ِع‬‫ُأ‬
ِ ‫نز َل ِإلَ ۡينَا َو َمٓا‬
‫ُأ‬
ِ ‫قُولُ ٓو ْا َءا َمنَّا ِبٱهَّلل ِ َو َمٓا‬
ۡ َ ۡ
١٣٦ َ‫َح ٖد ِّمنهُمۡ َونَحنُ ل ۥهُ ُمسلِ ُمون‬ۡ ‫َأ‬

Artinya: “Katakanlah (hai orang-orang mukmin), "Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada
kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya' qub, dan anak cucunya; dan apa yang diberikan
kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan
seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya."

Allah Ta’ala membimbing hamba-hamba-Nya yang beriman untuk senantiasa beriman kepada apa yang diturunkan
kepada mereka melalui Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam secara rinci, serta apa yang diturunkan
kepada para Nabi yang terdahulu secara global. Allah Ta’ala telah menyebutkan beberapa nama rasul,
menyebutkan secara global nabi-nabi lainnya. Dan hendaklah mereka tidak membeda-bekan salah satu di antara
mereka, bahkan hendaklah mereka beriman kepada seluruh rasul, serta tidak menjadi seperti orang yang
difirmankan-Nya dalam Surah An-Nisaa’ ayat 150-151 yang artinya: “Dan mereka bermaksud memperbedakan
antara Allah dan rasulrasul-Nya dengan mengatakan, "Kami beriman kepada yang sebagian (dari rasul-rasul itu),
dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)," serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (lain) di
antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya.
١٣٧ ‫اق فَ َسيَ ۡكفِي َكهُ ُم ٱهَّلل ۚ ُ َوه َُو ٱل َّس ِمي ُع ۡٱل َعلِي ُم‬ ْ ۖ ‫ٱهتَد‬
ٖۖ َ‫َوا َّوِإن ت ََولَّ ۡو ْا فَِإنَّ َما هُمۡ فِي ِشق‬ ۡ ‫وا بِ ِم ۡث ِل َمٓا َءا َمنتُم بِِۦه فَقَ ِد‬
ْ ُ‫فَِإ ۡن َءا َمن‬

Artinya: “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah
mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu).
Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Firman-Nya (‫ )فإن آمنوا‬artinya, orang-orang kafir dari kalangan Ahlul Kitab dan juga yang lainnya.

Firman-Nya (‫ )بمثل ما آمنتم‬artinya, hai orang-orang yang beriman, yaitu iman kepada semua kitab Allah Ta’ala, para
rasul-Nya, serta tidak membedakan antara satu nabi dengan nabi lainnya.

Firman-Nya ( ‫ )فقد اهتدوا‬artinya, jika demikian niscaya mereka berada dalam kebenaran dan memperoleh jalan
menuju kepada-Nya.

Firman-Nya (‫ )وإن تولوا‬artinya, dari kebenaran menuju kepada kebatilan setelah adanya hujjah atas diri mereka.

Firman-Nya (‫ )فإنما هم في شقاق فسيكفيك هم هللا‬artinya, Allah Ta’ala akan menolongmu dari mereka serta memenangkanmu
atas mereka.

ۖ
.١٣٨ َ‫ص ۡبغ َٗة َون َۡحنُ لَ ۥهُ ٰ َع ِب ُدون‬
ِ ِ ‫ص ۡب َغةَ ٱهَّلل ِ َو َم ۡن َأ ۡح َسنُ ِمنَ ٱهَّلل‬
ِ

Artinya: “Sibgah Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibgahnya daripada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami
menyembah.”

Firman-Nya (‫)صبغة‬, Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yaitu, “Agama Allah.” Hal senada diriwayatkan
dari Mujahid, Abu Al-Aliyah, Ikrimah, Ibrahim, Al-Hasan Al-Bashri, Qatadah, Adh-Dhahhak, Abdullah bin Katsir,
Athiyah Al-Aufi, Rabi’ bin Anas, As-Suddi dan lain-lainnya. Penggunaan lafaz Shibghatullah ini dimaksudkan sebagai
dorongan (semangat) seperti yang terdapat dalam firman-Nya, “Fithratallah,” maksudnya, hendaklah kalian
berpegang teguh kepadanya.

:.١٣٩ َ‫قُ ۡل َأتُ َحٓاجُّ ونَنَا‡ فِي ٱهَّلل ِ َوه َُو َربُّنَا َو َر ُّب ُكمۡ َولَنَٓا َأ ۡع ٰ َملُنَا َولَ ُكمۡ َأ ۡع ٰ َملُ ُكمۡ َون َۡحنُ لَ ۥهُ ُم ۡخلِصُون‬

Artinya: “Katakanlah, "Apakah kalian memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami
dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, dan bagi kalian amalan kalian, dan hanya kepada-Nya kami
mengikhlaskan hati.”

Firman-Nya (‫)قل أتحاجوننا في هللا‬, Allah Ta’ala berfirman dalam rangka membimbing Nabi-Nya untuk menolak
perdebatan orang-orang musyrik. Artinya, kalian mendebat kami mengenai pengesaan Allah Ta’ala, ketulusan
ibadah serta ketundukpatuhan kepada-Nya, mengikuti semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Firman-Nya ( ‫ )وهو ربنا وربكم‬artinya, Rabb yang mengatur dan mengurus diri kami dan juga kalian, hanya Dialah yang
berhak atas pemurnian ibadah, tiada sekutu bagi-Nya.

:. ‫َص َر ٰ ۗى قُ ۡل َءَأنتُمۡ َأ ۡعلَ ُم َأ ِم ٱهَّلل ۗ ُ َو َم ۡن َأ ۡظلَ ُم ِم َّمن َكتَ َم َش ٰهَ َدةً ِعن َد ۥهُ ِمنَ ٱهَّلل ۗ ِ َو َما ٱهَّلل ُ ِب ٰ َغ ِف ٍل‬
َ ٰ ‫وا هُودًا َأ ۡو ن‬
ْ ُ‫وب َوٱَأۡل ۡسبَاطَ كَان‬ َ ‫َأمۡ تَقُولُونَ ِإنَّ ِإ ۡب ٰ َر ِه‍ۧ َم َوِإ ۡس ٰ َم ِع‬
َ ‫يل َوِإ ۡس ٰ َح‬
‡َ ُ‫ق َويَ ۡعق‬
ُ
١٤٠ َ‫َع َّما تَع َملون‬ ۡ
Artinya: “Ataukah kalian (hai orang-orang Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub,
dan anak cucunya adalah penganut agama Yahudi atau Nasrani? Katakanlah, ''''Apakah kalian yang lebih
mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari
Allah yang ada padanya?" Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kalian kerjakan.”

Firman-Nya (‫ قل ءأنتم أعلم أم هللا‬.... ‡‫ )أتقولون إن إبراهيم وإسماعيل وإسحاق ويعقوب‬maksudnya, Allah Ta’ala mengingkari
pengakuan mereka bahwasanya Ibrahim serta para nabi yang disebutkan sesudahnya, Al-Ashbath menganut
agama mereka, baik agama Yahudi ataupun agama Nasrani. Akan tetapi Allah Ta’ala yang lebih mengetahui, dan
Dia telah memberitahukan bahwa mereka bukan penganut agama Yahudi atau Nasrani, sebagaimana firman-Nya
dalam Surah Ali Imraan ayat 67 yang artinya: “Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani,
tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari
golongan orang-orang musyrik.”

َٔ‍ۡ ُ‫ة قَ ۡد خَ لَ ۡ ۖت لَهَا َما َك َسبَ ۡت َولَ ُكم َّما َك َس ۡبتُمۡ ۖ َواَل ت‬ٞ ‫ِت ۡلكَ ُأ َّم‬
ْ ُ‫سلُونَ َع َّما كَان‬
.١٤١ َ‫وا يَ ۡع َملُون‬

Artinya: “. Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya, dan bagi kalian apa yang kalian
usahakan; dan kalian tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan.”

Firman-Nya ( ‫ )تلك أمة قد خلت‬maksudnya, mereka telah dahulu.

Firman-Nya ( ‫ )لها ما كسبت‡ ولكم ما كسبتم‬maksudnya, bagi mereka amal perbuatan mereka dan bagi kalian pula amal
perbuatan kalian.

Firman-Nya ( ‫ )وال تسألون عما كانوا يعملون‬pengakuan kalian sebagai anak keturunan mereka tidak akan berguna bagi
kalian tanpa mengikuti mereka. Dan janganlah kalian tertipu dengan sekedar mengaku bernasab kepada mereka,
kecuali jika kalian menataati perintah-perintah Allah Ta’ala, sebagaimana telah mereka lakukan, juga mengikuti
para Rasul-Nya yang diutus untuk menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Karena barangsiapa yang kafir
terhadap salah satu Nabi, berarti ia telah kafir terhadap seluruh rasul, apalagi kepada penghulu para nabi, penutup
para rasul dan utusan Rabb semesta alam, kepada seluruh para mukallaf dari bangsa manusia dan juga jin

Anda mungkin juga menyukai