Anda di halaman 1dari 12

TAFSIR AL-BAQARAH AYAT 3

SUMBER : https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-3-ugCCX
AL BAQARAH : 3

َ ُ‫صاَل ةَ َو ِم َّما َر َز ْقنَاهُ ْم يُ ْنفِق‬


 ‫ون‬ َّ ‫ون ال‬ ِ ‫ون بِ ْال َغ ْي‬
َ ‫ب َويُقِي ُم‬ َ ‫الَّ ِذ‬
َ ُ‫ين يُْؤ ِمن‬
Alladzīna yu’minūna bil ghaybi wa yuqīmūnas shalāta wa min mā razaqnāhum yunfiqūna.

Artinya, “(orang bertakwa adalah) Orang yang mempercayai hal ghaib, menegakkan sembahyang, dan sebagian
dari yang Kami anugerahkan kepada mereka itu mereka menginfakkannya.”
TAQWA

Al-Baidhawi dalam Tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, ketakwaan dapat dimengerti sebagai
upaya meninggalkan apa yang seharusnya tidak dilakukan dan melakukan kebaikan secara umum karena
mengadung pokok dan asas perbuatan kebaikan dan penjauhan atas larangan, yaitu keimanan, sembahyang, dan
sedekah. Ketiganya merupakan induk dari amaliyah batin, ibadah lahiriyah, dan ibadah maliyah yang
berdampak pada semua ketaatan dan penjauhan diri dari kemaksiatan secara umum. Penyebutan secara khusus
keimanan pada hal ghaib, penegakan sembahyang, dan penunaian zakat menunjukkan keutamaan atas semua
bentuk pengertian yang tercakup dalam sebutan “takwa.”
MAKNA

 Orang yang beriman dan mempercayai hal ghaib yang dikabarkan Al-Qur’an, yaitu kebangkitan, hisab,
shirath, surga, neraka, dan hal ghaib lainnya. Mereka tidak berhenti semata pada benda material dan fisik
empiris yang dapat dijangkau oleh pikiran pendek semata. Mereka menjangkau alam metafisik di balik
materi, yaitu roh, jin, malaikat, dan puncaknya ujud dan keesaan Allah.
 Orang yang menunaikan shalat dengan sempurna, yaitu memenuhi syarat, rukun, adab, dan kekhusyukannya.
Shalat tanpa khusyuk, perenungan atas bacaan di dalam shalat, pemahaman atas makna Al-Qur’an, dan
ketakutan kepada Allah adalah raga belaka tanpa nyawa.
 Orang yang menginfakkan hartanya di jalan kebaikan melalui zakat, sedekah, atau kewajiban nafkah lainnya
sehingga sifat dermawan untuk semua orang berujud konkret dan hartanya bersih dari segala syubhat.
Dengan demikian, bangunan yang dikehendaki oleh syariat menjadi sempurna, yaitu bangunan individu
melalui shalat sebagai tiang agama, dan bangunan masyarakat melalui zakat dan turunannya yang menjadi
asas kemajuan, pertumbuhan kehidupan, dan kebahagian masyarakat.
PERCAYA TERHADAP HAL GHAIB (makna
percaya)

Menurut syara, keimanan adalah kepercayaan atas pengetahuan mendasar dalam agama Islam seperti tauhid, kenabian,
kebangkitan, dan pembalasan. Ketiganya bila dikumpulkan terdiri atas: pertama, meyakini kebenaran; kedua,
mengikrarkannya; dan ketiga, mengamalkannya.

Tafsir Jalalain : mereka yang beriman adalah mereka yang mempercayai hal ghaib, sesuatu yang tidak terlihat oleh mereka,
yaitu kebangkitan, surga, dan neraka.

Surat Yusuf ayat 17. Iman atau kepercayaan dalam syariat adalah keyakinan di hati, ikrar dengan lisan, dan pengamalan dengan
anggota badan

Ulama lain menafsirkan kata “iman” dari “aman” karena orang yang beriman mengamankan dirinya dari siksa Allah. Allah
juga mukmin karena Dia mengamankan hamba dari siksa-Nya.

Ibnu Katsir: Keimanan adalah sebuah kata yang mencakup ikrar kepada Allah, kitab-kitab suci, dan para rasul-Nya.
Pembenaran ikrar dibuktikan dengan pengamalan.
PERCAYA TERHADAP HAL GHAIB (makna
ghaib)

 Orang Arab menyebut tanah yang tenang dan situasi pencahayaan remang-remang seperti waktu sahur
dengan kata “ghaib.” Ghaib yang dimaksud pada ayat ini adalah sesuatu yang tersembunyi atau samar yang
tidak dapat dirasakan oleh pancaindra dan tidak dapat dijangkau oleh akal sederhana tanpa pikir panjang.
 ulama lain mengartikannya “di kesunyian.” Maksudnya, “(orang bertakwa adalah) orang yang beriman juga
di kesunyian dari publik, bukan seperti pengakuan iman kelompok munafik yang ingkar di kesunyian,”
 ulama yang menafsirkan “ghaib” dengan hati karena ia tertutup. Jadi ayat ini berarti “mereka beriman
dengan hati mereka, tidak seperti mereka yang beriman dengan mulutnya saja, tidak dengan hati.”
PERCAYA TERHADAP HAL GHAIB

 Ibnu Katsir mengutip hadits riwayat Imam Ahmad dan At-Thabarani yang menyebut mereka yang beriman
kepada hal ghaib dengan ganjaran tinggi adalah umat Islam sepeninggal para sahabat yang tidak pernah melihat
Rasulullah SAW.

Artinya, “Dari Ibnu Muhairiz, ia berkata, ‘Kubilang kepada Abu Jumah, ‘Sebutkanlah sebuah hadits yang
kaudengar dari Rasulullah.’ ‘Baik, akan kuceritakan sebuah hadits yang kudengar langsung dari Rasulullah,’
jawab Abu Jumah. ‘Suatu hari kami sedang sarapan bersama Rasulullah. Hadir juga di sana Abu Ubaidah Ibnul
Jarrah. Abu Ubaidah bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah ada orang yang lebih baik dari kami? Kami memeluk
Islam dan berjihad bersamamu.’ ‘Ya, ada. (Mereka) kaum sepeninggal kamu yang beriman kepadaku dan tidak
melihatku,’’” (HR Ahmad).

Ibnu Katsir mengutip tafsir Ibnu Murduwiyah dari Shalih bin Jubair. Ia bercerita, suatu ketika Abu Jumah Al-
Anshari, salah seorang sahabat Rasulullah, datang ke Baitul Maqdis untuk shalat di dalamnya. Di sana hadir juga
Raja bin Haywah. Setelah selesai, kami ikut keluar untuk menemaninya. Ketika hendak beranjak, Abu Jumah
mengatakan, “Kalian memiliki hak dan ganjaran yang besar. Aku akan ceritakan kepada kalian sebuah hadits
yang kudengar dari Rasulullah.”
PERCAYA TERHADAP HAL GHAIB

“Ceritakanlah, semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu,” kata kami.

“Kami suatu hari duduk-duduk bersama Rasulullah. Di tengah kami hadir Muadz bin Jabal, satu dari sepuluh
sahabat Rasulullah. Kami berkata, ‘Ya Rasulullah, adakah kaum yang mendapatkan ganjaran pahala lebih besar
dari kami? Kami beriman kepadamu dan kami mengikutimu.’ Rasulullah menjawab, ‘Apa yang menghalangimu
dari (keimanan dan perikutan) itu. Sementara utusan Allah hadir di tengahmu dan wahyu turun dari langit
kepadamu. Tetapi ada kaum sepeninggalmu yang didatangkan kitab di antara dua papan (kover) beriman
kepadanya dan mengamalkan isinya. Mereka itu yang pahalanya lebih besar darimu semua.’ Rasulullah
mengulangi kalimat terakhir dua kali.” (HR At-Thabarani)
MENEGAKKAN SHOLAT/SEMBAHYANG

 Menegakkan shalat berarti “mereka menegakkan rukun sembahyang dan menjaganya dari penyimpangan
dalam mengerjakannya.”

“Menegakkan shalat” adalah pelaksanaan sembahyang sesuatu dengan haknya, yaitu ketentuan syarat, rukun,
dan hak lainnya.

“Menegakkan shalat” adalah menjalankannya secara berkelanjutan, melaksanakan shalat pada waktunya
dengan memenuhi ketentuan syarat, rukun, dan sunnah-sunnahnya.
SHALAT

 Kata “shalat” secara bahasa berarti doa seperti firman Allah dalam Surat At-Taubah ayat 103.
 Dalam syariat, sembahyang merujuk pada perilaku khusus yang terdiri atas diri, rukuk, sujud, duduk, doa,
dan puji. Dalam Surat Al-Ahzab ayat 56 yang mana Allah dan malaikat bershalat kepada Nabi Muhammad,
shalat Allah bermakna rahmat, shalat malaikat berarti istighfar, dan shalat orang beriman kepada Nabi
Muhammad SAW bermakna doa.
MENGINFAKKAN SEBAGIAN PEMBERIAN
ALLAH

 Menurut urf, rezeki berarti suatu bagian dari hewan yang ditentukan untuk pemanfaatan dan pembuatannya

 infak adalah sumbangan harta baik wajib maupun sunnah di jalan kebaikan.

 Zakat sebagai infak utama dan pokok

“Menginfakkan sebagian anugerah yang Kami berikan,” adalah menginfakkan sebagian pemberian Kami di
jalan taat kepada Allah.
MENGINFAKKAN SEBAGIAN PEMBERIAN
ALLAH

o Ibnu Katsir : infak yang dimaksud adalah zakat. Sementara sejumlah sahabat Rasul yang diriwayatkan Ibnu
Mas’ud mengartikan infak di sini adalah nafkah untuk keluarga. Pandangan ini benar sebelum turun ayat
zakat. Ad-dhahak mengatakan, infak di sini adalah segala bentuk sedekah di jalan Allah sesuai dengan
kelapangan dan kesungguhan mereka hingga turun ayat zakat.
o Qatadah menafsirkan ayat ini, “Infakkan sebagian pemberian Allah kepadamu. Ini harta terbuka dan titipan
padamu wahai anak Adam.”
o Menurut Ibnu Jarir At-Thabari, semua jenis infak baik zakat, nafkah, maupun sedekah adalah baik dan
terpuji.

Anda mungkin juga menyukai