Anda di halaman 1dari 21

KITAB AL-IMAN

Ibnu Taimiyah
Biografi Pengarang
Nama beliau adalah Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdillah bin
Abi Qashim bin al Khadr an Namiri Al Harani Ad Damsyiqi Al Hambali Abul AbbasTaqiyuddin Ibnu Taimiyah Al Imam, Syaikhul Islam.
Beliau lahir di Haran pada tahun 661 H atau bertepatan tahun 1263 M. Kemudian
ayahanda beliau membawanya ke Damsyiq. Dan akhirnya beliau tumbuh berkembang di
sana.
Beliau pernah diminta pemerintahan Mesir untuk menjadi Dewan Fatwa. Akan
tetapi beliau justru dipenjara sampai beberapa waktu karena fatwa beliau tidak sesuai
dengan mazhab penguasa. Akan tetapi beliau akhirnya dipindahkan ke Iskandariyah lalu
kemudian dibebaskan.
Beliau meninggal di Benteng Damsyiq pada tahun 728 H atau pertepatan tahun
1328 M. Para penduduk Damsyiq merasa kehilangan dengan kepergian beliau, dan
mereka berbondong-bondong keluar dari rumah untuk ikut serta dalam mengiringi
jenazah beliau. Selamat jalan wahai imam!
Makna Islam dan Iman
Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam membagi dien ini menjadi tiga tingkatan
yaitu;
1. Al-Ihsan (tingkatan tertinggi)
2. Al-Iman
3. Al-Islam
Hal ini sebagaimana hadits Jibril yang menjelma menjadi seorang lelaki kemudian
bertanya kepada beliau.
Ihsan itu lebih luas cakupannya dari segi jenisnya, tetapi lebih khusus dari segi
jumlah (kuantitas) dari pada iman. Sedangkan iman itu cakupannya lebih luas dari segi
jenisnya, tapi lebih khusus dari segi jumlah (kuantitas) dari pada islam.
Setiap muhsin pasti mukmin, dan setiap mukmin pasti muslim, tapi tidak setiap
muslim itu mukmin dan tidak setiap mukmin itu muhsin. Jadi muhsin lebih khusus dari
pada mukmin, dan mukmin lebih khusus dari pada muslim.
Ihsan
Iman
Islam

Muslim
Mukmin
Muhsin

Antara Iman Dan Amal Shalih


Terkadang kata iman disebutkan secara mutlak, namun terkadang beriringan
dengan amal atau islam, misalnya :
A Iman yang mutlak

Rasulullah saw bersabda, Tidaklah pezina itu ketika ia sedang berzina dikatakan
mukmin.(HR. Bukhari)
b. Iman beriringan dengan Islam
Hal ini sebagaimana hadits Jibril ketika bertanya kepada beliau tentang perihal
Islam dan Iman dengan menjelma sebagi seorang lelaki.
Dan juga firman Allah; QS. Ahzab: 35, Al-Hujurat: 14, Adz-DZariyat: 35-36.
c. Iman beriringan dengan amal
QS. Ar-Rum: 56, Al-Mujadilah:11
Lafadz orang-orang mukmin juga disebutkan dengan penyertaan orang-orang
Yahudi Nasrani dan Shabi'in, firman-Nya (Al-Baqarah: 62). Orang-orang mukmin tidak
sama dengan tiga golongan tersebut.
Yang dimaksud perbedaan antara iman dan Islam ialah masalah keumuman dan
kekhususan yang dikaitkan dengan apa yang ada di dalam batin dan zhahir dari iman.
Adapun keumuman yang dikaitkan dengan agama dalam (Al-Baqarah: 62), merupakan
masalah lain lagi.
Jika kata iman disebutkan beriringan dengan islam, maka islam itu berupa amalan
dhohir, seperti; syahadatain, zakat, shoum, haji, begitu pula iman kepada malaikat, kitab,
rasul, dan hari akhir. Hal ini sebagaimana hadits Nabi SAW :


Islam bersifat nyata, sedangkan iman itu di dalam hati. (HR. Ahmad)
Dan jika kata iman disebutkan secara mutlak maka tercakup di dalamnya islam
dan amal. Sebagaimana hadits Rasul, Iman itu ada enam puluh sekian atau tujuh puluh
sekian cabang, yang paling tinggi adalah ucapan Laailaahaillallahu, dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.

Siapakah mukmin sejati (sempurna) ?


Penjelasan Firman Allah:

.
Mereka adalah mukmin yang sebenar-benarnya (QS. Al-Anfal : 2-4)
Penulis menjelaskan secara panjang lebar pendapat berbagai golongan dalam Islam
seputar hakikat iman, dan mencela orang yang mengatakan bahwa iman hanya sekedar
pembenaran hati. Beliau menegaskan bahwa amal termasuk dalam kancah iman, dengan
mengacu kepada dalil-dalil dari al-qur'an, di antaranya bahwa orang yang tidak
melakukan ketaatan, maka dia bukan orang mukmin, seperti makna yang terkandung
dalam firman Allah,
"Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan
kami mentaati (keduanya)." Kemudian sebagian dari mereka berpaling
sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman."
(An-Nur: 47).
Ayat ini menafikan iman dari orang-orang yang berpaling dari ketaatan dan tidak
mau memikirkannya. Ini merupakan nash al-qur'an yang sangat jelas maknanya. Di
dalam ayat lain,

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut


nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang
menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan
memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan
serta rezki (nikmat) yang mulia." (Al-Anfal: 2-4).
Ayat ini merinci beberapa hal yang harus dilakukan orang muslim agar dia
menjadi orang-orang mukmin.
Mereka adalah yang mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan yang
haram. Dan penyebutan gelar Mukmin Sejati (mukmin yang sempurna) pada ayat di
atas adalah setelah penyebutan lima amal yang semuanya itu wajib, yaitu :
a. Jika disebut nama Allah hatinya bergetar (amalan hati /bathin)
b. Bila disebut ayat-ayat-Nya imannya bertambah (amalan hati/bathin)
c. Tawakal hanya kepada Allah (amalan bathin)
d. Mengerjakan shalat (amalan dhahir)
e. Menginfaqkan sebagian dari rizki /harta (amalan dhahir)
Jadi seorang mukmin yang sejati (mukmin yang sempurna) adalah yang beriman
dan bertaqwa, baik dhohir maupun bathin.
Dinafikannya Iman Karena Meninggalkan Kewajiban
Iman dinafikan karena tidak adanya amal-amal shalih yang memang ada
petunjuknya bahwa itu merupakan kewajiban. Jika disebutkan keutamaan iman atas
pelaku amal shalih dan tidak menafikan imannya, hal itu menunjukkan bahwa amal
shalih itu hukumnya sunnah. Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya tidak menafikan
sebutan sesuatu yang diperintahkan kecuali jika sebagian kewajibannya ditinggalkan,
seperti sabda Nabi, "Tidak syah shalat kecuali dengan membaca al-fatehah."
Begitu pula sabda beliau, "Tidak dikatakan beriman bagi orang yang tidak
memegang amanat, dan tidak sempurna agama seseorang bagi yang tidak menepati
janji."
Jika perbuatan tersebut termasuk sunnah dalam suatu ibadah maka ia tidak
dinafikan, karena tidak adanya sesuatu yang disunnahkan (artinya, jika orang muslim
meninggalkan hal yang disunnahkan, maka yang demikian itu tidak mempengaruhi status
imannya dan tidak menghapuskannya, tapi jika ia meninggalkan yang wajib, maka yang
demikian itu mempengaruhi imannya).

AL-ILMU

Ilmu itu ada dua macam, yaitu :


1. Ilmu Hati
2. Ilmu Lisan
Hal ini sebagimana riwayat dari Hasan Al-Bashri yang diriwayatkan secara
mursal dari Nabi SAW bersabda, Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu di dalam hati dan ilmu di

lisan. Ilmu hati yaitu al-ilmu an-nafi(ilmu yang bermanfaat), sedangkan ilmu lisan yaitu
hujjah Allah atas para hamba-hamba-Nya.
Orang yang berilmu itu adalah yang mengamalkan ilmunya. Sedangkan orang
yang tidak mengamalkan ilmunya adalah orang jahil (bodoh).
Mujahid berkata, Setiap orang yang bermaksiat adalah orang bodoh ketika ia
berbuat maksiat.
Tingkatan alim yang paling tinggi adalah ketika al-Khasyah (takut)-nya kepada
Allah tinggi. Orang yang memiliki khasyah maka ia akan senantiasa melaksanakan
ketaatan kepada Allah dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi larangan-Nya.
Sifat khasyah itu akan menelorkan adz-dzikr (senantiasa ingat kepada Allah).
Allah Taala berfirman;

"Orang yang takut (kepada Allah)." (Qs. al-A'la:10)
Orang yang sempurna ilmunya adalah ketika ilmu itu sampai merasuk dan terpatri
dalam hati. Jika ilmu sudah merasuk ke hati, maka hati akan menjadi jernih. Sehingga
ketika mendengar ayat-ayat Allah akan bertambah imannya, setelah itu akan muncul AlKhusyudi dalam hati.
Khusyu itu ada dua makna, yaitu :
1. Khusyu bermakna tawadhu (tunduk) atau merendahkan
2. Khusyu bermakna tenang atau tentram.
Sehingga dengan khusyunya hati akan menjamin khusyunya dalam ibadah
kepada Allah Taala.
Khusyunya jasad itu timbul dari khusyunya hati. Sedangkan hati yang membeku
akan menghilangkan ke-khusyu-an..
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah, "Orang-orang yang khusyu'
dalam shalatnya," beliau berkata, Mereka tunduk dan merendahkan diri.
Menurut Al-Hasan dan Qatadah maknanya adalah takut takut.
Menurut Muqatil, mereka yang tawadhu'.
Menurut Ali; khusyu' di dalam hati dan bersikap lemah lembut terhadap orang muslim,
tidak menoleh ke kanan dan ke kiri.
Menurut Amr bin Dinar, khusyu' di sisni bukan ruku' dan sujud, akan tetapi ketenangan
dan sikap yang baik tatkala shalat.
Menurut Atha', artinya engkau tidak boleh bermain-main dengan sebagian anggota tubuh
ketika engkau shalat. Suatu ketika Nabi melihat seorang yang memainkan jenggotnya
tatkala shalat. Maka Beliau bersabda, "Sekiranya hati khusyu', maka anggota tubuh itu
pun juga khusyu'."

Al-Ilmu

Al-Khasyah

Adz-Dzikr

Al-Khusyu

Penjelasan :
Sesungguhnya Shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan Munkar(al-Ankabut: 45)
Orang yang melaksanakan shalat dengan semestinya (sesuai dengan contoh
Rasul), maka dirinya akan tercegah dari perbuatan keji dan munkar. Hal ini sebagaimana
riwayat dari Ibnu Masud dan Ibnu Abbas, Sesungguhnya shalat itu akan mencegah
seseorang dari berbuat maksiat kepada Allah. Barang siapa yang shalatnya tidak
mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka shalatnya justru akan
menjauhkan dirinya dari Allah.
Nabi bersabda,
Artinya, "Itulah shalat orang Munafik yang mengawasi matahari, hingga matahari
berada di antara dua tanduk syetan, maka dia berdiri dan mematuk empat kali tanpa
mengingat Allah di dalamnya kecuali hanya sedikit."
Allah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah
akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri
dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan
tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (An-Nisa': 142).
Penjelasan :
Tidak sah shalat tanpa wudhu, dan tidak sah wudhu tanpa Bismillah"
Para ulama berselisih pendapat akan keshahihan hadits ini. Akan tetapi lafadh,
Tidak sah shalat tanpa wudhu itu sesuai dengan hadits Nabi SAW, Tidak sah shalat
tanpa bersuci. Dan kaum muslimin sudah sepakat akan hal ini. Yaitu tidak sah shalat
tanpa bersuci, bahkan itu adalah wajib.
Adapun wajibnya melafadhkan Bismillah ketika wudhu itu diperselisihkan para
ulama.
Madzhab Imam Malik, Abu Hanifah dan Syafii tidak mewajibkannya. Mereka
bersandarkan hadits riwayat Ahmad yang dipilih oleh al-Kharaqi, Abu
Muhammad dan lainnya.
Mewajibkan. Ini adalah pendapat sebagian ahli ilmu. Ini juga berdasarkan riwayat
dari Ahmad dari jalur lain yang dipilih oleh Abu Bakr Abdul Azis, Al-Qadhi Abu
Yala dan teman-temannya.
Adapun jalan yang terbaik adalah kita mengembalikan itu semua kepada Allah
dan Rasul-Nya. Karena paling tidak hadits itu adalah mauquf (hanya sampai pada
sahabat).
Larangan Mentakwil Nash Tanpa Ilmu
Tidak pantas bagi seorang muslim untuk mengotak-atik nash tanpa ilmu, apalagi
hanya untuk mendukung keinginan hawa nafsunya (madzhab). Tapi cukuplah baginya
untuk beriman dengan nash yang ada, dan memahami sesuai sengan pemahaman para
salaf. Allah berfirman dalam Surat an-Nisa': 65
Imam Ahmad berkata, "Kebanyakan kesalahan yang dialami manusia bersumber
dari takwil dan qiyas."

Ijma Kaum Muslimin Adalah Hujjah


Ijma yang menjadi hujjah adalah yang bersandarkan nash (al-quran dan as-sunnah
ash-shahihah). Ijma merupakan dalil ketiga setelah al-quran dan al-hadits. Dan ijma
merupakan dalil yang sudah disepakati kaum muslimin.
Menentang ijma berarti menentang Rasul. Karena apa pun yang mereka sepakati
dilandaskan kepada nash dari rasul.
Firman Allah, "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai." (Qs. ali-Imran: 103).
Tali Allah adalah agama Allah, yaitu Islam. Ada yang berpendapat al-qur'an,
perjanjian-Nya, ketaatan kepada-Nya dan perintah-Nya. Dan ada yang berpendapat
jama'atul muslimin, namun semua pendapat ini benar.
Mencintai Orang-Orang Anshar
Cinta terhadap orang-orang Anshar adalah tanda dari keimanan. Sedangkan
membencinya adalah tanda kemunafikan. Rasulullah Saw bersabda,


Artinya : Tanda keimanan adalah mencintai Anshar, dan tanda kenifakan adalah
membenci Anshar. (HR. Bukhari Muslim)
Anshar adalah orang-orang yang menolong Allah dan Rasul-Nya, mereka
mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan mereka berbaiat (sumpah setia) untuk menegakkan
Panji Islam.
Tingkatan Maksiat
Perbuatan maksiat itu ada yang menyeret pelakunya kepada kekufuran (contoh :
Tidak membenci apa yang Allah dan Rasul-Nya benci atau tidak mengharamkan apa
yang Allah dan Rasul-Nya haramkan), dan terkadang bisa menyeret kepada ke-fasikan
(contoh : Mengerjakan apa yang Allah haramkan atau meninggalkan kewajiban), dan
terkadang hanya sekedar maksiat. Allah berfirman dalam surat An-Nuur : 45-51.
KUFUR

MAKSIAT

NIFAQ

MAKSIAT
Antara Nifaq dan Kufur
Jika kata kufur disebutkan secara mutlak (sendirian) yang berhubungan dengan
ancaman di akherat, maka orang-orang munafik termasuk di dalamnya, misalnya:

QS. al-Maidah: 5, an-Nisa: 136, al-Lail: 15-16, al-Mulk: 8-9, az-Zumar: 71-72, alAnkabut: 68, Thaha: 124-127, al-Bayyinah: 6 dan sebagainya.
Orang munafik termasuk di dalamnya karena pada hakekatnya di dalam hatinya
terdapat kekufuran. Bahkan siksa bagi mereka paling berat, yaitu mereka berada di kerak
neraka.
Namun terkadang lafadh al-Kufru itu disertai dengan an-Nifaq seperti dalam
awal surat al-Baqarah, an-Nisa:146, al-Hadid: 13 dan 15, at-Taubah: 73, al-Hasyr:11

Lafadh:
Ash-Shalih, Asy-Syahid, Dan Ash-Shiddiq
Jika lafadh Ash-Shalih, Asy-Syahid dan Ash-Shiddiq disebutkan sendirian, maka
tercakup di dalamnya para nabi. Firman Allah QS. an-Nahl: 122, asy-Syura: 83, Yusuf:
101, Maryam: 41. dan juga dalam hadits yang menerangkan tentang perintah berdoa
untuk para shalihin ketika tahiyat akhir :.. .
Kemudian surat An-Nisa:69. Mereka bersama orang-orang yang telah diberi nikmat
oleh Allah, dari golongan para nabi, shiddiqin syuhada dan shalihin.
Az-Zujaj berkata, Orang sholeh yaitu yang menunaikan hak-hak Allah dan hakhak hamba-Nya. Dan lafadz shahih kebalikan dari fasik.
Antara Maksiat, Kufur Dan Fasiq
Jika lafadh maksiat disebutkan secara mutak (tidak terikat dengan yang lain)
maka kufur dan fasiq termasuk di dalamnya. Allah berfirman dalam QS. Al-Jin: 23.
Akan tetapi ada lafadh maksiat tertentu yang tidak termasuk di dalamnya kufur
dan fasiq, yaitu maksiat para sahabat yang bertugas sebagai pemanah di atas bukit pada
perang Uhud (mereka turun bukit). Allah menyebutkan dalam QS. Ali-Imran: 152.
Dhulmu An-Nafs (dholim terhadap diri sendiri)
Jika kata Dhulmun Nafsi disebutkan secara mutlak (tidak terikat) maka
tercakup di dalamnya semua dosa. QS. Al-Baqarah: 54, Al-Qashas: 16, An-Naml:44, AlAraf: 23.
Adapun lafadh Adz-Dzulmu jika disebutkan secara mutlak (tidak terikat) maka
termasuk di dalamnya kekufuran dan semua dosa. QS. Ash-Shafat: 22-24.
Ancaman Bagi Yang Enggan Membayar Zakat
1. Harta yang ia simpan pada hari kiamat akan diserupakan dengan seekor ular ganas
lagi berbisa dengan kepala botak yang akan dikalungkan di lehernya dan akan
melilit tubuhnya, ia akan memasukkan tangannya ke mulut ular tersebut.
2. Harta yang ia simpan akan menjadi lempengan panas (seperti setrika) untuk
menyetrika kening dan punggung mereka.
Penjelasan Firman Allah:
.....
"Mereka menjadaikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan
selain Allah" (QS. At-Taubah: 31)

Maksudnya mereka (para rahib) menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah
dan mengharamkan apa yang di halalkan oleh-Nya, lalu mereka mengikuti dan
mentaatinya. Jadi bukan berarti mereka sujud (shalat) atau shaum untuk para rahib
mereka.
Dalam hal ini ada dua pandangan :
1. Mereka mengetahui bahwa mereka (para rahib) telah mengganti dien Allah, akan
tetapi mereka tetap mengikutinya, meskipun tidak rukuk atau sujud. Mereka tetap
dikatakan musyrik.
2. Keyakinan dan keimanan mereka dalam menghalalkan apa yang haram atau
sebaliknaya, tapi tetap melaksanakan ketaatan tersebut untuk bermaksiat kepada
Allah.

TAQLID
Kapan Diperbolehkan Taklid?
Jika seorang muttabi itu seorang mujtahid dan tidak mampu mengetahui yang
haq secara mendetail (terperinci), dan ia sudah berusaha semaksimal mungkin dalam
mengkaji dan meneliti, kemudian setelah itu ia taqlid, maka jika keliru ia tidak
mendapatkan hukuman. Hal ini sebagaimana seseorang yang keliru dalam menentukan
arah kiblat.
Akan tetapi jika ia dalam taqlid kepada seseorang tanpa mengkaji dan meneliti
bahkan ia hanya mengandalkan hawa nafsunya tanpa ilmu bahwa yang ia laksanakan itu
benar, maka yang demikian termasuk kebodohan (kekeliruan). Dan jika yang ia ikuti
ternyata benar, maka amalnya tidak dalam kategori benar. Akan tetapi jika salah ia
berdosa. Hal ini sebagaimana seseorang yang menafsirkan al-quran dengan akalnya, jika
benar tetap dikatakan salah. Dan jika salah maka ancamannya adalah neraka.

SYAFAAT

1.
2.

Syafaaat itu ada, akan tetapi orang-orang musyrik mengingkarinya.


Ke-dholim-an itu ada tiga macam.
Kedholiman yang bermakna syirik, dan baginya tidak ada syafaat.
Kedholiman manusia yang satu dengan yang lainnya. Maka seorang yang
terdholimi harus diberikan haknya. Dan hak yang terdholimi itu tidak akan
terbalas, baik dengan syafaat atau yang lainnya.
3. Dholim yang mutlak, baginya tidak ada syafaat. Adapun ahli tauhid tidak dalam
kategori ini. Akan tetapi ia adalah ahlu tauhid yang termasuk Dholimun Nafsi
yang telah mendholimi diri sendiri dan tetap baginya syafaat.
Adapun dholim yang muqayyad (terikat) bisa termasuk di dalamnya dholimun
nafsi (seperti bakhil terhadap harta karena saking cintanya), atau dholimnya manusia
yang satu kepada yang lainnya.
Barang siapa yang selamat dari ketiga jenis ke-dholim-an di atas maka baginya
keamanan dan hidayah yang sempurna. Akan tetapi barang siapa yang tidak selamat dari
Dholimun Nafsi tetap ia akan mendapatkan keamanan dan hidayah, maksudnya ia akan
tetap masuk jannah. Akan tetapi kedudukan yang ia peroleh tidak sempurna, yaitu
berkurang sesuai dengan berkurangnya keimanan dan kedholiman yang ia lakukan
terhadap diri sendiri.

ASH-SHALAAH DAN AL-FASAD


Jika disebutkan lafadh Ash-Shalaah maka tercakup di dalamnya semua
kebaikan sebagaimana lafadh Ash-Shalih. Begitu pula sebaliknya jika disebutkan lafadh
Al-Fasad maka mencakup semua keburukan, juga termasuk Al-Mushlih dan AlMufsid. QS. Al-Qashas: 19, Al-Araf: 142, Al-Baqarah: 11-12.
As-Sadi (dari para Syiekh beliau) berkata, Al-Fasad yaitu Al-Kufru (kekufuran),
dan Al-Maashi (maksiat).
Mujahid berkata, Al-Fasad yaitu meninggalkan dari melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan.
Sebab Kesalahan Berbagai Golongan Islam
Golongan sesat seperti Murji'ah, Jahmiyah, Karamiyah, dll. Ketika mereka
memahami makna leksikal "Iman". Mereka beranggapan bahwa amal tidak termasuk
iman. Sedang mereka beranggapan tentang hadits Rasulullah, {Iman itu ada 70 atau 60
lebih cabangnya. Yang paling tinggi adalah laa ilahaa illallah dan yang paling rendah
adalah menyingkirkan gangguan dari jalan." Dalam pandangan mereka hadits ini adalah
majaz. Sedang hadits beliau, "Iman adalah engkau beriman kepada Allah,"
merupakan hakikat. Mereka hanya mengandalkan pendapat dan menurut pemahaman
bahasa.

Abu Hasan Al-Asyari


Pendukung Paham Jahmiyah Dalam Masalah Iman

Jahmiyah meyakini bahwa iman itu cukup sebatas perkataan saja. Mereka
mengatakan Saya mukmin Insya Allah. Paham ini biasa disebut dengan
Istitsna artinya mereka ragu dalam menyatakan keimanan.dalam hal ini akan
ada pembahasan tersendiri.
Al-Qadhi Abu Bakr (Jahmiyah) berkata, Iman itu adalah tasdiq" (pembenaran)
akan adanya Allah, dan tasdiq itu letaknya di dalam hati. Hal ini berdasarkan
kesepakatan seluruh ahli bahasa. Sebelum turunnya al-quran dan diutusnya nabi
Muhammad Shollallahu 'alaihi wasallam iman itu hanya tasdiq. QS. Yusuf: 17.
jika dikatakan fulan tidak beriman adzab kubur berarti maknanya fulan tidak
percaya.
Makna iman secara syari juga sebagaimana makna bahasa. Karena al-quran itu
diturunkan menggunakan bahasa Arab, sedangkan Allah sendiri tidak merubah ke
bahasa lain. Jadi kita memahami al-quran sesuai dengan bahasa dimana turunnya
(Arab).
Bantahan :
Siapa dan dari mana itu berasal?
Tidak diketahui sama sekali siapa mereka yang telah berijma kalau makna iman
itu tasdiq. Jika yang mengatakan satu atau dua orang maka itu bukan ijma.
Tidak ada sanad sama sekali tentang hal ini. Mereka hanya mendengar perkataan
orang arab pada zamannya saja.
Sebelum turunnya al-quran orang-orang tidak memahami makna iman kecuali
hanya tasdiq.

Dah douloe yach..


I want to sleep, because I'm very sleepy, see you letter, Ok!
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata :
Iman itu tidak hanya sebatas tasdiq (pembenaran) saja tanpa amal yang nyata.
Oleh karena itu orang yang hanya percaya akan adanya surga dan neraka atau
adzab kubur tapi tidak merasa takut atau harap maka ia belum dikatakan mukmin.
Ia harus takut kalau dimasukkan ke neraka dan mengharap akan jannah-Nya.
Sehingga dengan itu akan melahirkan amal yang nyata. Orang yang hanya
beriman dalam hati dan lisan tanpa amal, maka Allah Ta'ala tidak mengakui
keimanan mereka. QS. AL-Hujurat: 14 &15, An-Nuur: 47.

Firaun tidak dikatakan seorang mukmin meskipun ia membenarkan akan


kenabian Musa Alaihis Salam dan ayat yang telah diturunkan kepadanya. Begitu
pula dengan Iblis laknatullah Alaihi- juga tidak dikatakan mukmin meskipun ia
percaya akan adanya Allah dan Rububiyah-Nya. Begitu juga orang-orang Yahudi
yang telah mengetahui kebenaran Al-Quran dan paham sebagaimana ia paham
akan anaknya sendiri.

Orang yang hanya percaya dalam hati tapi lisannya mendustakan maka belum
dikatakan mukmin. Dan orang yang sudah percaya dan beramal tapi tidak sesuai
atau menyelisihi konsekuensinya juga belum dikatakan mukmin.

Lafadh Iman di dalam al-quran tidak hanya disebutkan secara mutlak tanpa
membutuhkan penafsiran. Akan tetapi terkadang disebutkan secara muqayyad
(terikat) dan terkadang secara mutlak mufassar (membutuhkan penafsiran).

Contoh Muqayyad :
-Firman Allah, ( al-Baqarah: 3) maksudnya beriman dengan apa yang
dikabarkan oleh al-quran atau Rasululalh shollallahu 'alaihi wasallam meskipun tidak
bisa diindra. Begitu juga QS. Yusuf: 83.
Contoh Mutlak Mufassar :
- QS: AL Hujurat: 15), Al-Anfal: 1, An-Nisa: 64.
Jadi, antara amal dan iman harus sejalan dan tidak bisa dipisahkan.
Terbantahnya Perkataan Jahmiyah dan Karamiyah Dalam Masalah Iman

Murjiah : Iman itu cukup dengan tasdiq (membenarkan) saja tanpa amal.
Karamiyah : Iman cukup ucapan lisan, karena ucapan itu secara bahasa berarti
sudah mencakup apa yang ada di dalam hati. QS. Al-Fath: 11, Al-Baqarah: 8.
Jahmiyah: Orang yang hanya percaya dalam hati adalah sudah dikatakan sebagai
mukmin yang sempurna keimananya. Dan keimanannya baru dikatakan hilang
jika keyakinannya dalam hati sudah tiada.
Bantahan:
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata,
Memang benar bahwa orang munafik itu bukan mukmin. Barang siapa yang
mengatakan mukmin maka ia sesat

@ Orang munafik yang mukmin kekal di neraka. Karena mereka hanya sebatas lahirnya
saja sedangkan batinnya tidak, alias kafir. Sedangkan yang akan masuk ke jannah adalah
mereka yang beriman secara utuh, baik lahir maupun batin.
@ Orang yang hanya percaya dalam hati saja tanpa diucapkan dengan lisan, maka ia
tetap belum dihukumi sebagai seorang mukmin baik di dunia atau di akherat. Dan ia tidak
termasuk dalah firman Allah surat Al-Baqarah: 104. .
Perkataan Abu Maali (murid Abu Hasan Al-Asyari) tentang Iman
Iman hanyalah tasdiq. Ini juga perkataan Abu Hasan Al-Asyari.
Mereka berselisih tentang makna tasdiq, di antaranya :
1. Marifah (mengetahui) akan adanya Allah dan Ilahiyah-Nya.
2. Perkataan hati tanpa harus mengetahui.
3. Tasdiq tidak bisa terealisasi kecuali dengan ucapan dan pembenaran. Jujur
secara keseluruhan.
Madzhab Al Asyari
- Menafikan sifat, bahkan juga asma.
- Jumhur: menetapkan sifat adalah bagian dari iman.
Hujjah Pendukung Perkataan Jahm bin Shafwan Dalam Masalah Iman
Di antara pendukung dari generasi akhir adalah seperti Al-Qadhi Abi Bakr.
Mereka mengatakan, Islam adalah tunduk dan berserah diri. Maka setiap ketaatan yang
berupa ketundukan seorang hamba kepada Rabb nya dan berserah diri terhadap perintahNya maka itu adalah islam. Sedangkan iman adalah cabang atau bagian dari islam. Setiap
iman itu islam dan tidak setiap islam itu iman. Mereka berhujjah dengan QS. Al Hujurat:
14. dalam ayat ini diterangkan tentang penetapan islam dan penafian (peniadaan) iman.

Bantahan:
Apa yang mereka sebutkan adalah batil, menyelisihi al-quran dan sunnah karena
saling bertentangan. Mereka menjadikan iman bagian dari islam. Setiap ketaatan itu
masuk dalam islam dan tidak termasuk dalam iman kecuali hanya tasdiq.
Orang-orang Murjiah mengatakan, Iman itu mencakup islam. Iman itu tasdiq
dalam hati dan lisan. Sedangkan Jahmiyah menjadikan iman itu hanya tasdiq dalam hati
saja. Sehingga syahadat, shalat shoum, zakat dan itiqad tidak termasuk dalam iman.
Padahal Allah dan Rasul-Nya telah menerangkan bahwa islam itu masuk dalam
iman. Seseorang itu belum dikatakan mukmin sebelum menjadi muslim. Dan amalan
seseorang tidak akan diterima jika tidak ada iman.
Kata iman yang disebutkan secara mutlak maka menuntut adanya amal.
Dalil: QS.As-Sajdah:15, Al-Anfal:2, An-Nuur:2. sedangkan dari hadits
............. .................. Dan jika iman disebutkan secara muqayyad (terikat) baik diiringi dengan islam
atau amal maka termasuk di dalamnya iman di hati.

Perkataan Salaf Tentang Iman


Di antara perkataan para Salaf dan Imam Sunnah tentang iman terkadang mereka
menyebutkan :
1. Iman itu ucapan dan amal
2. Iman itu ucapan, amal dan niat.
3. Iman itu ucapan, amal, niat dan mengikuti sunnah.
4. Iman itu ucapan lisan dan Itiqad (keyakian) dalam hati dan amal jawarih (anggota
badan). Ini semua adalah benar.
Jika disebutkan Ucapan dan amal maka termasuk di dalamnya ucapan hati dan
lisan semuanya, begitu juga amalan hati dan jawarih.
Sahl bin Abdillah At-Tstari pernah ditanya tentang iman, lalu beliau berkata,
Iman itu ucapan, amal, niat dan sunnah. Jika iman hanya sebatas ucapan tanpa amal
maka kafir. Jika ucapan dan amal tanpa niat maka nifak. Dan jika ucapan, amal dan niat
,tapi tidak sesuai dengan as sunnah maka itu bidah.

ATHF
Peng-Athf- an Sesuatu kepada sesuatu dalam al quran dan di seluruh perkataan
meski keduanya (athf dan mathuf alaih) berbeda, tapi secara hukum sama. Contoh
1. QS. An Nisa: 136
Barang siapa yang kafir kepada Allah maka ia secara otomais telah mengkufuri
semuanya (malaikat, kitab-kitab dan para rasul).
2. QS. Ali Imran:3. Jadi al Furqan (al-quran), Taurat dan Injil itu sama, yaitu sebagai
petunjuk bagi manusia.
Terkadang keduanya berbeda (bertolak belakang). QS. Al Baqarah: 42. Keduanya
adalah sudah menjadi kemestian. Barang siapa mencampur kebenaran dengan kebatilan
maka keduanya akan bercampur aduk. Maka secara otomatis ia telah menyembunyikan
kebenaran sesuai kadar kebatilan yang tampak. Begitu pula sebaliknya. Hal ini sebagai
mana hadits :
) (
-Orang yang mengerjakan kebidahan pasti ia telah meninggalkan suatu bagian dari
sunnah.
Dan terkadang athf itu hanya sebagian saja. Qs.An Nisa:7&27, Al Baqarah: 98.
dan terkadang athf itu kepada sesuatu yang lain karena berbeda sifat. QS.Al Baqarah: 3-5,
Al Ala: 1-4.

Antara Al-Iman dan Al-Birr


Jika kata iman disebutkan secara mutlak di dalam al-quran atau as sunnah maka
maknanya mencakup lafadh at taqwa dan dien. Maka setiap sesuatu yang dicintai Allah
termasuk di dalamnya Iman. Misalnya sebagaimana hadits, Iman itu ada tujuh puluh
cabang
Bagitu juga jika kata al-Birr disebutkan secara mutlak maka maknanya
mencakup semua itu, dan yang lainnya seperti kata: at-taqwa, ad-dien, atau dinul islam.
Rasul shollallahu 'alaihi wasallam pernah ditanya tentang iman, maka turunlah
ayat QS.Al Baqarah: 177. ada yang menafsirkan makna al birr adalah iman, dan ada yang
menafsirkan dengan amal yang mendekatkan seseorang kepada Allah, dan semuanya
benar.

Dalam QS.Al Baqarah:177 bahwa al Abrar adalah mereka al


Muttaqin ketika disebutkan secara mutlak.
Adapun ketika beriringan atau muqayyad seperti firman Allah:

Menunjukan bahwa penamaan iman, al birr, dan at-taqwa ketika disebutkan secara
mutlak bermakna satu. Maka mukminin itu ya muttaqin dan juga al-abraar.
Nama-Nama Allah, Kitab, Rasul dan Din-Nya
Ayat-ayat yang menerangkan tentang nama-nama Allah di antaranya: QS: AlIsra:110, Al-Araf: 179, Al-Hasyr: 22-24.
Dalam ayat-ayat di atas adalah nama-nama Allah yang telah Dia tetapkan atas diri-Nya.
Setiap nama itu menunjukkan akan zat dan sifat. Contoh Al-Azis, itu adalah nama Allah
dan berarti Dia memiliki sifat Yang Maha Mulia.
Begitu pula dengan nama-nama kitab-Nya seperti al-Quran, al-Furqan, al-Kitab,
al-Huda, al-Bayan, asy-Syifa, an-Nuur dan lain sebagainya, atau nama-nama rasul-Nya
seperti Muhammad, Ahmad, Al-Mahi, AL-Hasyir, Al-Muraqi, Nabiyur Rahmah, Nabiyut
Taubah, dan Nabiyul Malhamah. Setiap nama adalah menunjukkan dari sifat-sifat yang
terpuji dan bukan sifat yang lain.
Atau nama-nama din-Nya seperti iman, al-birr (kebaikan), taqwa, khoir
(kebaikan), dien, amal sholih, shiratol Mustaqim (jalan yang lurus) dan lain sebagainaya.
Semua itu tetap dalam satu makna.

Kesalahan-Kesalahan Jahmiyah
-

Iman itu hanya tasdiq dalam hati dan mengetahui saja. Sedangkan amalan
hati bukan termasuk iman. Dan orang seperti itu tetap sebagi seorang
mukmin yang sempurna imannya, meskipun ia mencela Allah dan RasulNya, memusuhi wali-wali-Nya, berwali kepada musuh-musuh Allah,
membunuh para nabi, menghancurkan masjid-masjid, menghina mushaf
dan yang lainnya. Ini semua hanya sekedar maksiat saja dan tidak
berpengaruh atau menghilangkan iman dalam hati, bahkan ia secara batin
tetap mukmin di sisi Allah.
Di antara mereka ada yang mengatakan, Mereka tetap dihukumi kafir di
dunia karena hal-hal di atas secara dhahir adalah tanda-tanda kekufuran.

Adapun para salaf mengkafirkan orang yang berpaham seperti ini. Di antaranya;
Waqi bin Al-Jirah, Ahmad bin Hanbal, Abu Ubaid dan lain-lain. Hal ini sebagaimana
kafirnya Iblis meskipun karena kesombongan dan pembangkangannya tidak sujud kepada
Adam. Ia (iblis) kafir bukan karena mendustakan kabar (berita) yang telah sampai
kepadanya. Begitu pula Firaun dan para pengikutmya yang masih setia. Qs. an-Nahl: 14,
Al-Isra: 102 dan 101-102. Firaun dihukumi kafir bukan karena dia tidak tahu akan ayatayat Allah, tetapi karena rusaknya irodah dia.

Kefatalan Paham Jahmiyah


- Iman sebatas tasdiq dan ilmu (mengetahui) ini seperti paham Murjiah.
- Dan siapa saja yang dihukumi kafir oleh syara maka ia kekal di neraka.
- Memisahkan antara iman dan amal
jawaban :

Telah di terangkan bahwa jika iman itu di sebut secara mutlak maka termasuk di
dalamnya perintah Allah dan Rosul-Nya. Dan terkadang diiringi dengan amal . hal ini
karena pada prinsipnya iman itu di dalam hati dan amal dhohir adalah sebuah kemestian.
Iman di hati itu tidak akan terwujud atau nampak tanpa adanya amal jawarih yang nyata.
Bahkan setiap kali amal itu berkurang berarti menunjukkn akan berkurangnya iman di
dalam hati. Contoh QS: Al bayyinah: 5
Dalam ayat ini menunjukkan bahwa ayat yang pertama adalah beribadah hanya
kepada-Nya semata, baru kemudian perintah shalat dan zakat. Hal ini unuk menunjukkan
bahwa keduanya adalah ibadah wajib.
Begitu pula disebutkan iman pertama kali sebelum amal, karena iman adalah
pokok/pondasi akan di terimanya sebuah amal.

Iman itu bertambah dan berkurang


Khawarij dan Murjiah sepakat bahwa meskipun sebagian saja dari iman itu hilang
maka hilang pula seluruhnya. Sehingga konsekuensinya bagi pelaku dosa besar kekal di
neraka.
Sedangkan ahlu sunnah sepakat bahwa pelaku dosa besar itu tidak kekal di
neraka, ia akan tetap keluar dari neraka jika masih ada iman dalam hatinya meskipun
sebesar dzarrah, ahlu sunnah juga menetapkan bahwa iman itu bisa bertambah dan
berkurang.
Diriwayatkan dari Ismail bin Ayyas dari Jabir bin Utsman dari Al-Harits bin
Muhammad dari Abu Darda berkata, Iman itu bisa bertambah dan berkurang. Adapun
yang menunjukkan akan hal ini terdapat dalam QS. Al-Anfal: 2, Al- Imran:173, AtTaubah: 124-125, Ar-Radu: 38, Yunus: 58 dan yang lainnya. Iman bertambah dengan
ketaatan, baik hati ataupun yang dhahir (lisan atau jawarih) dan berkurang dengan
maksiat dan kelalaian. Dan tingkat kesempurnaan iman itu bertingkat-tingkat sesuai
dengan tingkatan amal.

Mengapa ditetapkan islam dan bukan Iman?


Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat: 14

Orang-orang Arab Badwi itu berkata:"Kami telah beriman".Katakanlah


(kepada mereka), "Kamu belum beriman,tetapi katakanlah 'kami telah tunduk', karena
iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya,
Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. 49:14)

Dalam ayat ini Allah menetapkan keislaman mereka dan menafikan keimanan
mereka. Dan apakah islamnya mereka tetap diberi pahala ataukah jenis islamnya
munafik? Dalam hal ini ada dua pendapat :
1. Islam mereka tetap diberi pahala dan ia terbebas dari kufur dan nifaq. Ini adalah
riwayat dari al-Hasan dan Ibnu sirin, Ibrahim An-Nakhai, Abu Jafar, Al-Bakir. Yaitu
perkataan Hammad bin Zaid, Ahmad bin Hanbal, Sahl bin Abdullah At-Tastiry, dan Abu
Thalib al-Maky,serta mayoritas ahlu hadist dan sunnah.

2. Islam mereka hanya sekedar pasrah dan tunduk karena takut cela atau di bunuh,
dan ini adalah termasuk golongan munafik. Bahkan ada yang mengatakan kafir. Mereka
mengatakan bahwa sesungguhnya iman di hati sudah tiada, dan jika iman sudah tiada
berarti kafir. Dan ini adalah pendapat yang diambil oleh Al-Bukhari, Muhammad bin
Nasr al-Mawardi, akan tetapi dalam hal ini para salaf berselisih pendapat.
Jawaban:
Mereka masih tetap dalam khitab firman Allah:
. Hai orang-orang yang beriman.
Akan tetapi tidak disebut sebagai iman yang mutlak (sempurna imannya). Karena
mukmin yang sempurna berhak mendapatkan pahala dan masuk jannah. Adapun khitab di
atas adalah umum bagi siapa saja yang menampakkan keimanan meskipun batinnya
munafik. Sehingga ia bukan termasuk mukmin yang sempurna tapi meskipun demikian ia
tetap seorang muslim yang tidak kekal di neraka. Ia adalah seorang mukmin yang
berkurang keimanannya. Mukmin karena keimanannya dan fasik karena
kesombongannya.
Khitab di atas mencakup tiga golongan :
1. Mukmin yang sempurna keimanannya.
2.Munafik yang secara dhohir menampakkan keislamamnnya, meskipun di akherat
berada di kerak neraka.
3. Mereka yang masuk islam akan tetapi hakekat iman tidak ada di hatinya. Ia masih
memilki sebagian dari islam dan iman yang ia dapat balasan karenanya. Mereka bukan
pelaku dosa besar tetapi mereka hanya meninggalkan perkara yang wajib. Yang termasuk
dalam Golongan ini adalah seperti orang-orang badui yang disebutkan dalam ayat
tersebut. Mereka mayoritas adalah orang-orang arab yang masuk islam dan belum paham
akan hakekat iman.
Mereka tidak berjihad, padahal nabi shollallahu 'alaihi wasallam memerintahkan
untuk berjihad. Namun terkadang mereka adalah termasuk orang yang melaksanakan
ketaatan seperti shalat, zakat, atau berjihad namun masih melaksakan dosa besar.
Berbeda halnya dengan pernyataan khawarij, bahwa mereka telah kafir dan kekal
di neraka.
HAKEKAT PERBEDAAN IMAN DAN ISLAM
Islam adalah dien yang secara bahasa bentuk masdar (plural) dari dana yadinu
diinan yang berarti ketundukan dan kehinaan. Islam adalah agama yang telah ridhoi dan
karena Allah mengutus para Rasul yang mengajarkan ketundukan dan pasrah hanya
kepada-Nya yang terhujam di dalam hati. Yaitu berupa ketundukan hanya beribadah
kepada-Nya. Dan barang siapa yang masih beribadah kepada selain-Nya berarti bukan
termasuk tunduk. Dan jika disertai kesombongan ia belum dikategorikan muslim. Ini
adalah menurut ahli bahasa. Sesungguhnya islam mencakup amal baik hati ataupun
jawarih.
Sedangkan iman aslinya adalah membenarkan, mengakui dan mengetahui. Dan
ini adalah lebih sepesifik pada ucapan hati yang mencakup juga amalan hati.
Pangkalnya adalah tasdiq dan amal mengiringinya. Hal ini sebagaimana yang ditafsirkan
oleh Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bahwa iman adalah tasdiq dalam hati dan
ketundukan, seperti : iman kepada Allah, Malaikat, Kitab dan Rasul. Sedangkan islam
adalah sebuah ketundukkan yang sifatnya khusus, yaitu yang di bangun di atas lima
perkara.

Jadi kesimpulannya bahwa iman adalah tasdiq hati dengan disertai


ketundukannya. Adapun islam adalah ketundukkan secara dhohir yang sempurna.
Sebagaimana sabda Rasul :


Artinya, Islam bersifat nyata, sedangkan iman itu di dalam hati. (HR. Ahmad)
Dan sesuatu yang kembalinya kepada tasdiq serta ketundukkan hati adalah lebih
tinggi kedudukannya dari pada hanya sekedar ketundukkan dhohir.
Sesungguhnya amalan dhohir manusia bisa melihatnya akan tetapi amalan bathin
seperti takut dan harap adalah tersembunyi. Akan tetapi memiliki sebuah tuntutan yang
harus dipenuhi. Dan terealisasinya tuntutan ini adalah bukti akan eksistenti
kerberadaanya.
Al-hasan Al-Bashri berkata, Tidaklah iman itu dengan angan-angan dan tidak
pula dengan hanyalan, akan tetapi iman adalah pengakuan hati yang dibenarkan dengan
amal. Maka barang siapa yang perkataannya baik namun amalnya tidak benar maka
Allah akan menolak perkataannya, dan barang siapa yang perkataan dan amalnya baik
maka Allah akan menerima amalnya.
Bantahan Bagi Yang Mengatakan Iman Itu Sinonim Dari Tasdiq
Kata iman itu tidak digunakan kecuali untuk berita yang bersifat ghoib. Jika
dikatakan, Matahari itu terbit dan terbenam. Maka berarti bisa dikatakan saya
mengimaninya sebagaimana saya mempercayainya. Ini adalah bagi yang mengatakan
iman itu sinonim dari tasdiq.
Secara bahasa lawan kata dari iman adalah kufur. Maka orang yang tidak mau
beriman dikatakan kafir, bukan mendustakan. Namun jika iman itu artinya sama dengan
tasdiq maka lawan katanya takdzib (mendustakan). Padahal kufur itu tidak hanya
mencakup takdzib, tapi bisa juga artinya menyelisihi, memusuhi atau menentang.
Kemudian hal itu juga tidak cukup hanya dengan tasdiq, namun harus disertai
ketundukan dan dukungan. Sehingga islam adalah bagian dari iman. Dan jika seseorang
hanya membenarkan tapi ia tetap menentang maka ia tetap dikatakan kufur. setiap
muslim itu harus tunduk atas semua perintah, dan hal ini nampak dari amalan.
Dan sebagian lagi mengatakan bahwa islam itu bentuk masdar dari al-amnu
(aman) lawan kata dari al-khouf (takut). Maka barang siapa yang telah beriman berarti ia
mendapatkan jaminan keamanan.
Maksud dari perkataan Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah bahwa iman itu bukan
dengan angan-angan adalah iman itu bukan hanya dengan perkataan. Dan maksud bukan
dengan hayalan adalah bukan berarti hayalan dhohir yang tanpa amal. Akan tetapi amal
adalah sesuatu yang telah terdetik dalam hati kemudian direalisasikan dengan amal. Jika
tidak ada amal maka pengakuan yang ada dalam hati berarti dusta. Rasulullah Shollallahu
'alaihi wasallam bersabda,


Artinya, Islam bersifat nyata, sedangkan iman itu di dalam hati. (HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Muhammad bin Nashr Al-Marwazi bahwa Abdul Malik bin
Marwan menulis surat kepada Said bin Jabir, beliau bertanya tentang masalah ini. Maka
Said menjawabnya, Saya bertanya tentang iman, iman adalah tasdiq, yaitu hendaknya
seseorang beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul dan Hari Akhir. Dan saya

bertanya tentang tasdiq, tasdiq adalah seorang beramal dengan apa yang telah ia benarkan
dari al-quran dan sesuatu yang ia tidak mampu melaksanakannya sedang ia tahu bahwa
itu adalah dosa. Maka ia meminta ampun kepada Allah lantas betaubat dan tidak akan
megulanginya. Dan saya bertanya tentang ad-dien, dien yaitu ibadah, karena tidak akan
pernah seorang ahli dien meningalkan ibadahnya ahlu dien, dan tidaklah seorang masuk
ke dien yang lain kecuali ia pasti menjadi dien baginya. Aku bertanya tentang ibadah,
ibadah yaitu ketaatan, oleh karena itu barang siapa yang taat kepada perintah Allah dan
larangan-Nya maka itu termasuk ibadah, dan barang siapa mentaati syetan dalam agama
dan amalnya, maka ia telah beribadah kepadanya. Firman Allah Subhanahu Wata'ala :
Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu
tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kamu", (QS.
36:60)
Bentuk ibadah kepada syetan yaitu dengan mentaatinya.
Jika iman arti aslinya tasdiq, itu maksudnya tasdiq yang khusus, sebagaimana
shalat adalah doa, tapi makna yang khusus. Sebagaimana shalat adalah doa, haji adalah
al-qasdu (tujuan) yang khusus.

Antara Makna Lughawi dan Makna Syarie


Para ulama berselisih pendapat apakah makna syarie diambil dari makna bahasa
atau bukan, maksudnya apakah makna syari itu sesuai dengan makna bahasa ataukah
makna tetap sebagimana makna syari meskipun ada makna secara bahasa. Tapi
kemudian syara menambah hukumnya dan bukan namanya, seperti shalat, zakat, haji dll.
Maknanya tetap sebagaimana makna syari disamping ada makna bahasa. Tapi ada
penambahan hukum-hukum. Maka iman itu adalah tasdiq yang murni yang muncul dari
hati yang tulus dan lisan.
Namun ada yang mengatakan bahwa syari itu sesuai dengan makna urf
(kenbiasaan). Jika demikian maka makna lughah itu adalah majas, sedangkan urf syari
adalah makna hakiki.
Namun yang benar, bahwa syari tidak menukil atau mengadopsi makna tersebut
atau merubahnya, akan tetapi menggunakan secara muqayyad (terikat) tidak mutlak.
Akan tetapi secara dhahir, syari itu menukil atau mengadopsi makna tersebut dan
merubahnya dengan tetap menjaga keserasian antara makna asli dan makna penukilan
tersebut. Seperti haji secara bahasa adalah al-qasdu (tujuan) pengagungan. Kemudian
syara mengadopsinya sebagi perbuatan dan perkataan di antaranya sai, tawaf, wuquf,
dan lain-lain. Seperti firman Allah :

Haji yang dimaksud adalah haji yang khusus yaitu haji ke baitullah.
HUKUM MENINGGALKAN RUKUN ISLAM
Para ulama sepakat bahwa orang yang tidak bersyahadat (jika mampu) maka ia
kafir. Akan tetapi ulama berselisih tentang meninggalkan yang empat perkara (shalat
zakat,haji, dan shoum).
1. Dalam salah satu riwayat dari Ahmad disebutkan, Orang yang meninggalkan
salah satunya saja maka sudah kafir. Ini juga pendapat yang dipilih oleh Abu
Bakar bin Arabi, salah satu ulama Malikiyah and sekelompok dari sahabat Malik
seperti Hubaib.

2. Dari Ahmad juga, Tidak kafir, kecuali jika meninggalkan shalat dan zakat saja.
3. Tidak kafir, kecuali meninggalkan shalat saja dan bagi orang yang meninggalkan
zakat, maka tugas imam untuk memeranginya.
Al-Hakim bin Utaibah (tabiin) berkata, Barang siapa meninggalkan shalat
secara sengaja maka telah kafir, dan barang siapa meninggalkan zakat secara sengaja
maka telah kafir, begitu pula haji dan shaum.
Adh-Dahhak berkata, Shalat tidak diangkat (diterima) kecuali dengan
menunaikan zakat.
Abdullah bin Masud berkata, Barang siapa yang melaksanakan shalat dan
tidak membayar zakat, maka tidak ada shalat baginya
Jadi dari pemaparan para salaf di atas lebih condong bahwa barang siapa
meninggalkan empat pilar ini baik seluruhnya atau sebagain saja telah kafir.

Macam-Macam Hati.
Dari Abu Darda al-Bahtari dari Hudzaifah berkata, Hati itu ada empat yaitu;
Hati yang tertutup, yaitu hatinya orang kafir
Hati yang terbalik, yaitu hatinya orang munafik
Hati yang bersinar, yaitu hatinya orang mukmin.
Hati yang didalamnya ada iman dan nifak.
Iman di dalam hati itu ibarat pohon yang tumbuh dari air yang baik, sedangkan
nifak itu ibarat dumal (bisul) yang tumbuh atau muncul karena darah kotor, maka yang
mana dari keduanya yang lebih kuat maka itu yang menang. (diriwayatkan secara marfu)
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran : 167


Dalam diri mereka sebelumnya ada sedikit nifak, kemudian ketika hari uhud nifak
mereka bertambah, maka ia menjadi dekat dengan kekafiran.
Dan terkadang di dalam hati itu terkumpul dua sifat yaitu iman dan nifak. Hal ini
sebagaimana yang islam karena takut diperangi atau dibunuh, secara dhohir islam. Hal itu
termasuk juga di dalamnya munafikin.
Ali bin Abi Thalib Radliyallahu 'anhu berkata, Sesungguhnya iman itu nampak
putih di dalam hati, maka acap kali iman seorang hamba itu bertambah, maka
bertambah pula titik putih tersebut, sehingga ketika iman itu sempurna menjadi putih
seluruhnya. Dan sesunggguhnya kenifakan itu menjadikan titik hitam di hati, maka acap
kali kenifakan seorang hamba itu bertambah, bertambah pulalah titik hitam tersebut,
sehingga ketika sempurna kenifakan seseorang akan menjadi hitam seluruhnya. Demi
Allah, seandainya kalian buka hatinya orang mukmin, niscaya akan kalian dapati putih.
Dan seandainya kalian buka hati orang munafik dan orang kafir, niscaya akan kalian
dapati hitam kelam.

Ijma sahabat dan tabiien bahwa iman itu ucapan dan amal
Iman Syafiie dalam kitabnya al-Umm menyebutkan bahwa para sahabat dan
tabiien serta orang-orang setelah mereka serta orang-orang yang kami temui berkata,
Iman itu ucapan, amal dan niat. Tidak akan diberi pahala diterima jika salah satunya
tidak ada kecuali dengan yang lainnya.
Makna hadits:


Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud dari sabda nabi tersebut adalah
bahwa nama iman darinya itu hilang tapi tidak keluar dari islam. Kelompok ini
membedakan antara iman dan islam. . Iman itu bersifat khusus dan ia tetap
ada dengan adanya amal dan tauhid. Sedangkan islam itu bersifat umum, akan tetapi
ketetapan keberadaan namanya dengan adanya tauhid.
Abu Jafar berkata, Islam itu seperti lingkaran besar, sedangkan iman seperti
lingkaran kecil yang berada di tengahnya. Jika seseorang berzina atau mencuri maka
iman hilang darinya menuju islam. Dan ia tidak keluar dari islam atau kufur kepada
Allah.
Al Hasan berkata, Jika ia kembali maka akan kembali pula imannya dan
dikatakan pula, Ia keluar dari iman menuju islam dan tidak keluar dari islam
Islam
Iman

Sebagian lagi mengatakan bahwa mereka bukan mukmin tapi orang fasiq pezina,
meskipun ashlu iman-nya masih ada. Karena iman adalah sebuah nama yang Allah
memuji dengannya orang-orang beriman, dan mensucikan mereka serta balasan baginya
adalah jannah.

Kufrun Duna Kufrin


Perlu diketahui bahwa dalam iman ada yang disebut ashlu iman (pokok iman) dan
ada yang disebut faru iman (cabang iman).Yang dimaksud ashlu iman adalah al-iqrar
dan at-tasdiq (pengakuan dan pembenaran), sedangkan cabang dari iman adalah amal
hati dan anggota badan.
Seseorang yang sudah tidak ada ashlu imannya maka ia kafir, dan jika
meninggalkan perkara yang fardu dengan tetap ada pada dirinya at-tasdiq (ashlu iman) ia
dihukumi kafir akan tetapi tidak mengeluarkannya dari millah, karena itu adalah kufru
amal yaitu meninggalkan al-haq. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata'ala :
Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka mereka adalah kafir.
Dalam ayat ini yang dimaksud kufur adalah kufur yang tidak mengeluarkan dari
millah. hal ini sebagaimana pendapat dari pada Ibnu Abbas. Dan kufur di sini tidak
sebagaimana kufur kepada Allah, Malaikat, Kitab dan Rasul.
Istitsna (mengucapkan insya Allah) dalam menyatakan iman
Para ulama terkemuka tidak mengucapkan kata insya Allah dalam menyatakan
keimanan. Mereka mengatakan bahwa iman adalah iman yanga ada dalam diri kita. Kita
memastikan bahwa kita adalah mushaddiqun (orang-orang yang amat membenarkan).
Mereka memandang pengucapan sebagai keraguan.
Abdullah bin Masud dan sahabat-sahabatnya berpaham istitsna namun telah
diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa ia menarik kembali pendapat ini ketika
sebagian dari sahabat Muadz mengatakan seseatu kepadanya. Akan tetapi hadits tersebut
diingkari dan dilemahkan oleh Ahmad.

Akhirnya dalam hal ini manusia terbagi menjadi dua golongan.


Pendapat pertama, mewajibkan istitsna, dan barang siapa yang tidak mengucapkannya
berarti seorang mubtadi (ahlu bidah)
Pendapat kedua, melarang istitsna dalam menyatakan keimanan, karena ini menandung
konsekuensi dalam keimanan.
Pendapat ketiga, yang paling moderat dan adil. Seseorang boleh mengucapkan insya
Allah dalam menyatakan keimanannya dengan kriteria; dan boleh tidak mengucapkan
insya Allah dengan kriteria pula. Bila yang dimaksudnya pengucapan insya Allah adalah,
Saya tidak tahu apakah saya telah melaksanakan setiap hal yang diwajibkan oleh Allah
dan Allah menerima amal-amalku, bukan keraguan terhadap keimanan yang ada dalam
hatinya, maka pengucapan insya Allah ini baik dan tujuannya agar seseorang tidak
memuji-muji diri atau memastikan dirinya telah melaksanakan sesuai perintah, sehingga
memastikan pula amalanya itu diterima. Sebab dosa itu banyak dan kemunafikaan itu
ditakuti oleh mayoritas orang mukmin.
Mengenai pengharaman pengucapan insya Allah di dalam menyatakan keimanan,
mereka beralasan bahwa pernyataan iman tidak boleh diikat dengan syarat, karena
apapun yang diikat dengan syarat, maka ia tidak ada kecuali ketika syarat itu terpenuhi.
Seperti yang merka katakan mengenai ucapan seseorang, Kamu tercerai insya Allah
(jika Allah menghendaki). Jika iman diikat dengan syarat sebagaimana kasus-kasus lain
yang diikat dengan syarat, maka ia tidak akan ada kecuali jika syarat tersebut terpenuhi.
Sebab lain adalah pengucapan insya Allah setelah pembicaraan akan
mengghilangkan makna pembicaraan itu, sehingga yang mengaku beriman tidak bisa lagi
disebut beriman. Bisa jadi orang yang mengucapkan insya Allah ini ragu apakah
pembenaran (atau keyakinan) di dalam dirinya itu masih ada, dan keraguan semacam ini
menghilangkan iman.ini adalah yang dikemukakan oleh Murjiah.
Jawaban terhadap syubhat murjiah
Sebenarnya yang dimaksud mengucapkan insya Allah ini baik dari kalangan salaf
maupun kholaf bukanlah dalam hal munculnya keimanan-seperti seseorang yang ingin
masuk islam, kemudian dikatakan kepadanya, Berimanlah! lantas ia menjawab, Ana
uminu insya Allah (aku akan beriman jika Allah menghendaki)- tetapi mereka hanya
mengucapkan insya Allah dalam kaitan pengabaran mengenai iman yang telah ada pada
dirinya. Karena itu mereka mengucapkan insya Allah. Karena keimanan yang mutlak
mengandung konsekuensi masuk surga. Sedangkan mereka tidak tahu akhir hidup
mereka. Atau karena keimanan yang sempurna akan diikuti dengan penerimaan Allah,
ganjaran-Nya dan penulisan oleh malaikat. Dan ini adalah sebagai sikap kehatian-hatian
bahwa mereka tidak berani menjustifikasikan dirinya sebagai seorang mukmin yang
mutlak (sempurna kaimanannya tanpa ada kekurangan).
Ibnu Masud pernah ditanya, Sesungguhnya fulan bersaksi bahwa dirinya
mukmin, bagaimana pendapatmu? belau menjawab, Hendaklah ia bersaksi bahwa
dirinya termasuk ahlu jannah. Yang dimaksudkan adalah apabila orang tersebut bersaksi
bahwa ia beriman dalam penilaian Allah dan mati dalam keadaan beriman.
Begitu pula jika yang dimaksudkan adalah, Sesungguhnya imanku terjadi karena
kehendak Allah. Orang yang tidak mengatakan Insya Allah berkata, Saya tidak
meragukan keimanan hatiku, maka ucapan seperti ini tidak mengapa jika ia tidak
bermaksud memuji diri dan memastikan bahwa dirinya telah melaksanakan semua

perintah Allah, serta bahwa Allah menerima amalnya, sekalipun ia tidak mengatakan
bahwa keimanan seperti keimanan Jibril, Abu Bakar, dan umar, serta ucapan semacam
ucapan yang biasa diucapkan Murjiah.
Musir bin Kadam juga pernah ditanya, Aku tidak meragukan keimananku.
Ahmad berkata, Ia bukan penganut paham Murjiah. Sesungguhnya Murjiah adalah
yang mengatakan bahwa amal itu bukan bagian dari iman, tetapi saya tidak ragu
mengenai imanku.
Adapun ucapan insya Allah yang diucapkan seseorang ketika akan masuk islam,
maka tidak boleh. Karena jika seseorang mengaitkan imannya dengan kehendak Allah.
Maka jika yang dimaksudkan dengan ucapam insya AllahSaya beriman insya Allah
adalah Saya beriman setelah itu, berarti ia belum beriman. Seperti orang yang ditanya,
Apakah kamu akan termasuk penganut islam?, lantas ia menjawab, Ya, insya Allah,.
Orang semacam ini belum masuk islam, tetapi ia masih tetap dalam kekafiran.
Tetapi jika yang dimaksudkan adalah Aku telah beriman dan keimananku ini
terjadi karena kehendak Allah, berarti ia telah menjadi orang mukmin.
Namun golongan yang berpaham istitsna tidaklah melakukannya ketika baru
akan menyatakan keimanannya. Wallahu Alam. Sampai di sisni dulu

yaach?????? Ana dah ngantuk..tuuktuuk

Anda mungkin juga menyukai