Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

Membalas Kebaikan Orang Lain


Nasehat Berharga, Janganlah Tergesa-Gesa
Ucapan Salam, Amalan Mulia Yang Ditinggalkan
AKHLAQ
MEMBALAS KEBAIKAN ORANG LAIN
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
July 9, 2009

Semoga dengan merenungkan hadits-hadits berikut ini (yang dibawakan oleh imam
Bukhari dalam kitab Adabul Mufrod) kita bisa menjadi orang yang selalu membalas budi orang
lain terutama pada orang tua dan orang yang telah memberikan kita banyak ilmu dalam masalah
akhirat. Janganlah lupakan hal ini.

A. Siapa yang Memperoleh Kebaikan Orang Lain Hendaklah Membalasnya


1. Hadits Pertama
Dari Jabir bin Abdillah Al Ansahary radhiyAllahu’anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ فَإِنْ لَ ْم يُ ْج ِز ْئهُ فَ ْليُ ْث ِن َعلَ ْي ِه؛ فَإِنَّهُ إِ َذا أَ ْثنَى َعلَ ْي ِه‬،ُ‫صنِ َع إِلَ ْي ِه َم ْع ْر ُوفٌ فَ ْليُ ْج ِز ْئه‬
ُ ْ‫َمن‬
َ ِ‫ فَ َكأَنَّ َما لَب‬،‫ط‬
‫س ثَ ْوبَ ْي‬ َ ‫ َو َمنْ ت ََحلَّى بَ َما لَ ْم يُ ْع‬،ُ‫ َوإِنْ َكتَ َمهُ فَقَ ْد َكفَ َره‬،ُ‫ش َك َره‬ َ ‫فَقَ ْد‬
‫ُز ْو ٍر‬
“Siapa yang memperoleh kebaikan dari orang lain, hendaknya dia membalasnya. Jika
tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, hendaklah dia memuji orang tersebut,
karena jika dia memujinya maka dia telah mensyukurinya. Jika dia menyembunyikannya,
berarti dia telah mengingkari kebaikannya. Seorang yang berhias terhadap suatu
(kebaikan) yang tidak dia kerjakan atau miliki, seakan-akan ia memakai dua helai
pakaian kepalsuan.”
(Shahih) Takhrijut Targhib (2/55), Ash Shahihah (617): [Tirmidzi: 25-Kitab Al Birr
wash Shilah, 87-Bab Maa Jaa-a fii Man Tasyabba’a bimaa Lam Yu’thihi].

2. Hadits Kedua
Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ
ً ‫ ومن أتى إليكم معروفا‬،‫فأعيذوهُ ومن سأل باهلل فأعطوه‬ ‫من استعاذ باهلل‬
‫ حتى يعلم أن قد كافأتموه‬،‫ فادعوا له‬،‫ فإن لم تجدوا‬،‫فكافئوه‬
“Siapa yang memohon perlindungan dengan mengatasnamakan Allah , maka
lindungilah dia. Dan siapa yang meminta dengan mengatasnamakan Allah, maka berilah
ia. Dan siapa yang berbuat baik kepadamu, balaslah kebaikannya. Jika anda tidak
mampu, maka doakanlah dia sampai dia tahu bahwa kalian telah memberinya yang
setimpal.”
(Shahih) Ash Shahihah (254): [Abu Dawud: 9-Kitab Az Zakah, 38-Bab ‘Athiyatu
Man Sa-ala billah].

B. Siapa yang Tidak Mampu Membalas Kebaikan Orang Lain Hendaklah Dia
Mendo’akan Kebaikan Bagi Orang Tersebut

Dari Anas, ia berkata, “Kaum Muhajirin berkata, “Wahai rasulullah! Apakah kaum
Anshar telah memborong seluruh pahala [atas kebaikan yang mereka berikan kepada kami]?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak. Selama kalian mendo’akan
kebaikan kepada mereka dan kalian memuji atas kebaikan yang mereka berikan.”
(Shahih) At Ta’liq Ar Raghib: (2/56): [Abu Dawud: 40-Kitab Al Adab, 11-Bab Fii
Syukril Ma’ruf. Tirmidzi: 35-Kitab Al Qiyamah, 44-Bab Haddatsana Al Husain ibnul
Hasan].

C. Seorang yang Tidak Mensyukuri (Berterima Kasih pada) Manusia Belum


Merealisasikan Syukur pada Allah

Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

َ َّ‫ش ُك ُر الن‬
‫اس‬ ْ َ‫ش ُك ُر هللاَ َمنْ الَ ي‬
ْ َ‫الَ ي‬
”Seorang belum merealisasikan rasa syukur kepada Allah selama ia tidak mampu bersyukur
(berterimakasih) atas kebaikan orang lain terhadap dirinya.”
(Shahih) Ash Shahihah (416)

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina


Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.
 
25 Rabi’uts Tsani 1430 H
Sumber: https://rumaysho.com/284-membalas-kebaikan-orang-lain.html
NASEHAT BERHARGA, JANGANLAH TERGESA-GESA
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
July 15, 2009

Suatu kisah yang sangat bagus dikisahkan oleh Al Hasan Al Bashri rahimahullah. Sungguh
sangat menyentuh. Banyak pelajaran berharga dapat kita gali dari kisah berikut ini. Semoga
bermanfaat.
Al Hasan Al Bashri   rahimahullah berkata, “Ada  seorang  pria   meninggal dunia lalu
meninggalkan  seorang  anak  dan  seorang  budak. Dia pun berwasiat menyerahkan budak
tersebut pada anaknya. Bekas budak tadi memang sangat giat merawat anak dari tuannya.
Akhirnya anak tersebut menyukai budak tadi dan dia pun menikahinya.
(Suatu saat), anaknya berkata pada budaknya, ‘Siapkan aku untuk mencari ilmu.’ Budaknya lalu
menyiapkannya. Dia lalu mendatangi seorang yang alim dan bertanya padanya.
Orang alim itu lalu berkata padanya, ‘Jika engkau akan berangkat maka beritahulah aku,
engkau akan kuajari.’ Anak itu berkata, ‘Saya akan berangkat, ajarilah aku.’
Alim itu menasehatkan padanya,

‫ واصبر وال تستعجل‬،‫اتق هللا‬


“Bertakwalah kepada Allah, sabarlah dan jangan engkau terburu – buru“.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,

‫في هذا الخير كله‬


“Dalam nasehat alim di atas ada seluruh kebaikan“.

Anak itu hampir tidak pernah melupakan tiga nasehat dari alim tersebut. Ketika dia pulang
menemui keluarganya lalu memasuki rumah, ternyata ada seorang pria yang tidur bersitirahat di
samping seorang wanita. Wanita itu pun ikut tidur! Anak itu berkata, ‘Saya tidak sabar
menunggu untuk membunuhnya.’ Dia lalu kembali ke kendaraannya mengambil  pedang. 
Ketika  akan  mengambil pedang, dia teringat nasehat alim tadi, ‘Bertakwalah   kepada   Allah,
sabarlah,   dan jangan engkau terburu – buru.’ Dia lalu kembali ke rumah itu. Ketika dia berada
di dekat kepala orang itu, dia tidak sabar, lalu dia kembali lagi ke kendaraannya. Ketika akan
mengambil pedangnya, dia pun mengingat nasehat alim tadi. Dia lalu kembali pada orang itu.
Ketika dia berada di kepalanya, orang itu lantas bangun. Ketika orang itu melihatnya dia
langsung dirangkulnya dan diciumnya. Lelaki itu lalu bertanya padanya, ‘Apa yang kau lakukan
ketika meninggalkanku?’ Anak itu menjawab, ‘Kudapatkan kebaikan yang sangat banyak
setelah meninggalkanmu. Setelah meninggalkanmu, aku berjalan di antara pedang dan
kepalamu sebanyak tiga kali, namun ilmu telah menghalangiku dari membunuhmu.’
(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod Bab 266. Hasan secara sanad)

Catatan: 
Dijelaskan dalam Syarh Shahih Adabil Mufrad (Husein Al ‘Uwaisyah, 2/230) bahwa bekas
budak tadi dengan pria di sampingnya adalah masih mahrom.

Pelajaran Berharga:
1. Dalam hadits ini terdapat ajakan kepada kita semua untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala, bersikap sabar dan tidak tergesa-gesa.
2. Dengan bekal ilmu, seseorang bisa menahan dirinya dari tindakan maksiat dan kecerobohan
karena tidak mau sabar.
3. Sangat penting jika kita selalu berdiskusi dengan ulama atau orang berilmu dalam
menghadapi suatu masalah dan kita selalu memegang teguh nasehat mereka dalam
menghadapi setiap persoalan.
4. Seharusnya ilmu yang diperoleh bukan hanya sekedar wacana dan kebanggaan, namun
hendaklah ilmu dicari untuk diamalkan.

Marilah kita selalu membekali diri dengan tiga sifat ini yaitu takwa kepada Allah Ta’ala,
sabar dan tidak tegesa-gesa. Apalagi sifat yang terakhir, mungkin kita (juga termasuk penulis)
sering lalai dari memperhatikan sifat yang satu ini. Padahal sifat tidak tergesa-gesa inilah yang
dicintai oleh Allah.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyAllahu’anhu, beliau berkata bahwa Nabi shallAllahu ‘alaihi wa
sallam bersabda pada Asyaj ‘Abdul Qois,

‫ الحلم واألناة‬: ‫إن فيك لخصلتين يحبهما هللا‬


“Sesungguhnya dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu sabar dan tidak
tergesa-gesa.”
(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 586. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih)

Waspadalah pula dari sifat yang jelek ini yaitu tergesa-gesa karena sifat ini sebenarnya
berasal dari was-was setan. Dari Anas, Rasulullah shallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ َ‫ش ْيط‬
‫ان‬ ِّ َ ‫التَّأ‬
َّ ‫ني ِمنَ هللاِ َو ال ُع ْجلَةُ ِمنَ ال‬
“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal
dari setan.”
(Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul
Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits
ini hasan)

Ya Allah tambahkanlah kami ilmu yang bermanfaat dan bekalilah kami dengan akhlak
yang mulia.
Walhamdulillahi robbil ‘alamin wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi
wa shahbihi wa sallam.

Diselesaikan pada malam hari, 1 Rabiul Awwal 1430 H


https://rumaysho.com/219-nasehat-berharga-janganlah-tergesa-gesa.html
UCAPAN SALAM, AMALAN MULIA YANG DITINGGALKAN
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
August 11, 2009

Alhamdulillah wash sholaatu was salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa
man taabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.
An Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Shahih Muslim Bab ‘Di antara kewajiban
seorang muslim adalah menjawab salam’. Lalu dibawakanlah hadits dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« ‫سلِّ ْم َعلَ ْي ِه َوإِ َذا‬


َ َ‫سو َل هَّللا ِ قَا َل « إِ َذا لَقِيتَهُ ف‬ ُ ‫ ِقي َل َما هُنَّ يَا َر‬.» ٌّ‫ست‬ ْ ‫سلِ ِم َعلَى ا ْل ُم‬
ِ ‫سلِ ِم‬ ْ ‫ق ا ْل ُم‬
ُّ ‫َح‬
َ‫ض فَ ُع ْدهُ َوإِ َذا َمات‬
َ ‫س ِّم ْتهُ َوإِ َذا َم ِر‬ َ َ‫س فَ َح ِم َد هَّللا َ ف‬
َ ‫ط‬ َ ‫ح لَهُ َوإِ َذا َع‬£ْ ‫ص‬
َ ‫ص َحكَ فَا ْن‬ ْ ‫َدعَاكَ فَأ َ ِج ْبهُ َوإِ َذا ا‬
َ ‫ستَ ْن‬
‫» « فَاتَّبِ ْعه‬.
“Hak muslim pada muslim yang lain ada enam.” Lalu ada yang menanyakan, ”Apa saja keenam
hal itu?”  Lantas beliau shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”(1) Apabila engkau bertemu,
ucapkanlah salam padanya, (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya, (3) Apabila
engkau dimintai nasehat, berilah nasehat padanya, (4) Apabila dia bersin lalu dia memuji Allah
(mengucapkan ’alhamdulillah’), doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’), (5)
Apabila dia sakit, jenguklah dia, dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya
(sampai ke pemakaman).”
(HR. Muslim no. 2162)

Apakah hak-hak yang disebutkan di sini adalah wajib?


Ash Shan’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa inilah hak
muslim pada muslim lainnya. Yang dimaksud dengan hak di sini adalah  sesuatu yang tidak
pantas untuk ditinggalkan. Hak-hak di sini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah
mu’akkad (sunnah yang sangat ditekankan) yang sunnah ini sangat mirip dengan wajib.”
(Subulus Salam, 7/7)
Hukum Memulai Mengucapkan dan Membalas Salam
Jika kita melihat dari hadits di atas, akan terlihat perintah untuk memulai mengucapkan
salam ketika bertemu saudara muslim kita yang lain. Namun sebagaimana dinukil dari Ibnu
‘Abdil Barr dan selainnya, mereka mengatakan bahwa hukum memulai mengucapkan salam
adalah sunnah, sedangkan hukum membalas salam adalah wajib.
(Subulus Salam, 7/7)

Ucapkanlah Salam Kepada Orang yang Engkau Kenali dan Tidak Engkau Kenali
Imam Bukhari rahimahullah membawakan dalam kitab shahihnya Bab ‘Mengucapkan salam
kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal’. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu
bahwasanya ada seseorang yang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َّ ‫ َوتَ ْق َرأُ ال‬، ‫سالَ ِم َخ ْي ٌر قَا َل « تُ ْط ِع ُم الطَّ َعا َم‬


ْ‫ َو َعلَى َمنْ لَ ْم تَ ْع ِرف‬، َ‫سالَ َم َعلَى َمنْ َع َر ْفت‬ ُّ َ‫» أ‬
ْ ‫ى ا ِإل‬
“Amalan islam apa yang paling baik?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab,
“Memberi makan (kepada orang yang butuh) dan mengucapkan salam kepada orang yang
engkau kenali dan kepada orang yang tidak engkau kenali. ”
(HR. Bukhari no. 6236)

Bahkan mengucapkan salam kepada orang yang dikenal saja, tidak mau mengucapkan
salam kepada orang yang tidak dikenal merupakan tanda hari kiamat.
Imam Bukhari rahimahullah mengeluarkan sebuah hadits dalam Adabul Mufrad dengan
sanad yang shahih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu
mengatakan bahwa dia melewati seseorang, lalu orang tersebut mengucapkan, “Assalamu
‘alaika, wahai Abu ‘Abdir Rahman.” Kemudian Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu membalas salam
tadi, lalu dia berkata,

َّ ‫سيَأْتِي َعلَى النَّاس َز َمان يَ ُكون ال‬


‫ساَل م فِي ِه لِ ْل َم ْع ِرفَ ِة‬ َ ُ‫إِنَّه‬
“Nanti akan datang suatu masa, pada masa tersebut seseorang hanya akan mengucapkan salam
pada orang yang dia kenali saja.”

Begitu juga dikeluarkan oleh Ath Thohawiy, Ath Thobroniy, Al Baihaqi dalam Asy
Syu’ab dengan bentuk yang lain dari Ibnu Mas’ud . Hadits ini sampai pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam (baca: hadits marfu’). Lafazh hadits tersebut adalah:

َ ُ‫ َوأَنْ اَل ي‬، ‫صلِّي فِي ِه‬


ُ‫سلِّم إِاَّل َعلَى َمنْ يَ ْع ِرفه‬ ْ ‫ساعَة أَنْ يَ ُم ّر ال َّر ُجل بِا ْل َم‬
َ ُ‫س ِج ِد اَل ي‬ َّ ‫ِمنْ أَش َْراط ال‬
“Di antara tanda-tanda (dekatnya) hari kiamat adalah seseorang melewati masjid yang tidak
pernah dia shalat di sana, lalu dia hanya mengucapkan salam kepada orang yang dia kenali
saja.”
(Lihat Fathul Bari, 17/458)

Ibnu Hajar mengatakan, “Mengucapkan salam kepada orang yang tidak kenal merupakan
tanda ikhlash dalam beramal kepada Allah Ta’ala, tanda tawadhu’ (rendah diri) dan
menyebarkan salam merupakan syi’ar dari umat ini.”
(Lihat Fathul Bari, 17/459)

Dan tidak tepat berdalil dengan hadits di atas untuk memulai mengucapkan salam pada
orang kafir karena memulai salam hanya disyari’atkan bagi sesama muslim. Jika kita tahu bahwa
orang tersebut muslim, maka hendaklah kita mengucapkan salam padanya. Atau mungkin dalam
rangka hati-hati, kita  juga tidak terlarang memulai mengucapkan salam padanya sampai kita
mengetahui bahwa dia itu kafir.
(Lihat Fathul Bari, 17/459)

Mengucapkan Salam dapat Mencapai Kesempurnaan Iman


Dari ‘Amar bin Yasir, beliau mengatakan,

َّ ‫ َوبَ ْذ ُل ال‬، ‫س َك‬


ُ ‫ َوا ِإل ْنفَا‬، ‫سالَ ِم لِ ْل َعالَ ِم‬
َ‫ق ِمن‬ ِ ‫صافُ ِمنْ نَ ْف‬
َ ‫اإل ْن‬ ِ ‫ث َمنْ َج َم َع ُهنَّ فَقَ ْد َج َم َع‬
ِ َ‫اإلي َمان‬ ٌ َ‫ثَال‬
‫اإل ْقتَا ِر‬
ِ
“Tiga perkara yang apabila seseorang memiliki ketiga-tiganya, maka akan sempurna imannya:
[1] bersikap adil pada diri sendiri, [2] mengucapkan salam pada setiap orang, dan [3] berinfak
ketika kondisi pas-pasan. ”
(Diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq yaitu tanpa sanad. Syaikh Al Albani
dalam Al Iman  mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Ibnu Hajar mengatakan, “Memulai mengucapkan salam menunjukkan akhlaq yang mulia,
tawadhu’ (rendah diri), tidak merendahkan orang lain, juga akan timbul kesatuan dan rasa
cinta sesama muslim.”
(Fathul Bari, 1/46)

Saling Mengucapkan Salam akan Menimbulkan Rasa Cinta


Mengucapkan salam merupakan sebab terwujudnya kesatuan hati dan rasa cinta di antara
sesama muslim sebagaimana kenyataan yang kita temukan.
(Huquq Da’at Ilaihal Fithroh, 46)

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ُ‫ أَ َوالَ أَ ُدلُّ ُك ْم َعلَى ش َْى ٍء إِ َذا فَ َع ْلتُ ُموه‬.‫الَ تَد ُْخلُونَ ا ْل َجنَّةَ َحتَّى ت ُْؤ ِمنُوا َوالَ ت ُْؤ ِمنُوا َحتَّى ت ََحا ُّبوا‬
َّ ‫ت ََحابَ ْبتُ ْم أَ ْفشُوا ال‬
‫سالَ َم بَ ْينَ ُك ْم‬
“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Kalian tidak akan beriman sampai
kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan pada kalian suatu amalan yang jika kalian
melakukannya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.”
(HR. Muslim no. 54)

Siapa yang Seharusnya Mendahului Salam?


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ َوا ْلقَلِي ُل َعلَى ا ْل َكثِي ِر‬، ‫اع ِد‬


ِ َ‫اشى َعلَى ا ْلق‬
ِ ‫ َوا ْل َم‬، ‫اشى‬
ِ ‫ب َعلَى ا ْل َم‬
ُ ‫سلِّ ُم ال َّرا ِك‬
َ ُ‫ي‬
“Hendaklah orang yang berkendaraan memberi salam pada orang yang berjalan. Orang yang
berjalan memberi salam kepada orang yang duduk. Rombongan yang sedikit memberi salam
kepada rombongan yang banyak.”
(HR. Bukhari no. 6233 dan Muslim no 2160)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ر‬£ِ ‫ َوا ْلقَلِي ُل َعلَى ا ْل َكثِي‬، ‫ار َعلَى ا ْلقَا ِع ِد‬


ُّ ‫ َوا ْل َم‬، ‫ص ِغي ُر َعلَى ا ْل َكبِي ِر‬
َّ ‫سلِّ ُم ال‬
َ ُ‫ي‬
“Yang muda hendaklah memberi salam pada yang tua. Yang berjalan (lewat) hendaklah
memberi salam kepada  orang yang duduk. Yang sedikit hendaklah memberi salam pada orang
yang lebih banyak.”
(HR. Bukhari no. 6231)

Ibnu Baththol mengatakan, “Dari Al Muhallab, disyari’atkannya orang yang muda


mengucapkan salam pada yang tua karena kedudukan orang yang lebih tua yang lebih tinggi.
Orang yang muda ini diperintahkan untuk menghormati dan tawadhu’ di hadapan orang yang
lebih tua.”
(Subulus Salam, 7/31)

Jika orang yang bertemu sama-sama memiliki sifat yang sama yaitu sama-sama muda,
sama-sama berjalan, atau sama-sama berkendaraan dengan kendaraan yang jenisnya sama, maka
di antara kedua pihak tersebut sama-sama diperintahkan untuk memulai mengucapkan salam.
Yang mulai mengucapkan salam, itulah yang lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

َ ‫سالَ ِم فَ ُه َو أَ ْف‬
‫ض ُل‬ َّ ‫اجتَ َم َعا فَأَيُّ ُه َما بَدَأَ بِال‬
ْ ‫ان إِ َذا‬ ِ ‫ا ْل َم‬
ِ َ‫اشي‬
“Dua orang yang berjalan, jika keduanya bertemu, maka yang lebih dulu memulai mengucapkan
salam itulah yang lebih utama.”
(Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod dan Al Baihaqi dalam Sunannya.
Syaikh Al Albani dalam Shohih Adabil Mufrod mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Namun jika orang yang seharusnya mengucapkan salam pertama kali tidak memulai
mengucapkan salam, maka yang lain hendaklah memulai mengucapkan salam agar salam
tersebut tidak ditinggalkan. Jadi ketika ini, hendaklah yang tua memberi salam pada yang muda,
yang sedikit memberi salam pada yang banyak, dengan tujuan agar pahala mengucapkan salam
ini tetap ada.
(Huquq Da’at Ilaihal Fithroh, 47)

Jika yang Diberi Salam adalah Jama’ah


Jika yang diberi salam adalah jama’ah (banyak orang), maka hukum menjawab salam
adalah fardhu kifayah jika yang lain telah menunaikannya. Jika jama’ah diberi salam, lalu hanya
satu orang yang membalasnya, maka yang lain gugur kewajibannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫س أَنْ يَ ُر َّد أَ َح ُد ُه ْم‬ ُ ‫سلِّ َم أَ َح ُد ُه ْم َويُ ْج ِز‬


ِ ‫ئ َع ِن ا ْل ُجلُو‬ َ ُ‫َن ا ْل َج َما َع ِة إِ َذا َم ُّروا أَنْ ي‬
ِ ‫ئع‬
ُ ‫يُ ْج ِز‬
“Sudah cukup bagi jama’ah (sekelompok orang), jika mereka lewat, maka salah seorang dari
mereka memberi salam dan sudah cukup salah seorang dari sekelompok orang yang duduk
membalas salam tersebut.” (HR. Abu Daud no. 5210. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shohih). Dan sebagaimana dijelaskan oleh Ash Shon’ani bahwa hukum jama’ah (orang
yang jumlahnya banyak) untuk memulai salam adalah sunnah kifayah (jika satu sudah
mengucapkan, maka yang lain gugur kewajibannya). Namun, jika suatu jama’ah diberi salam,
maka membalasnya dihukumi fardhu kifayah.
(Subulus Salam, 7/8)

Balaslah Salam dengan Yang Lebih Baik atau Minimal dengan Yang Semisal
Allah Ta’ala berfirman,

‫سنَ ِم ْن َها أَ ْو ُردُّوهَا‬


َ ‫َوإِ َذا ُحيِّيتُ ْم بِت َِحيَّ ٍة فَ َحيُّوا بِأ َ ْح‬
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah
penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu
(dengan yang serupa).”
(QS. An Nisa’: 86)

Bentuk membalas salam di sini boleh dengan yang semisal atau yang lebih baik, dan tidak
boleh lebih rendah dari ucapan salamnya tadi. Contohnya di sini adalah jika saudara kita
memberi salam: Assalaamu ‘alaikum, maka minimal kita jawab: Wa’laikumus salam. Atau lebih
lengkap lagi dan ini lebih baik, kita jawab dengan: Wa’alaikumus salam wa rahmatullah, atau
kita tambahkan lagi: Wa’alaikumus salam wa rahmatullah wa barokatuh. Begitu pula jika kita
diberi salam: Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah, maka minimal kita jawab: Wa’alaikumus
salam wa rahmatullahi, atau jika ingin melengkapi, kita ucapkan: Wa’alaikumus salam wa
rahmatullahi wa barokatuh. Ini di antara bentuknya.
Bentuk lainnya adalah jika kita diberi salam dengan suara yang jelas, maka hendaklah kita
jawab dengan suara yang jelas, dan tidak boleh dibalas hanya dengan lirih.
Begitu juga jika saudara kita memberi salam dengan tersenyum dan menghadapkan
wajahnya pada kita, maka hendaklah kita balas salam tersebut sambil tersenyum dan
menghadapkan wajah padanya. Inilah di antara bentuk membalas. Hendaklah kita membalas
salam minimal sama dengan salam pertama tadi, begitu juga dalam tata cara penyampaiannya.
Namun, jika kita ingin lebih baik dan lebih mendapatkan keutamaan, maka hendaklah kita
membalas salam tersebut dengan yang lebih baik, sebagaimana yang kami contohkan di atas.
(Lihat penjelasan ini di Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin
pada Bab ‘Al Mubadaroh ilal Khiyarot)

Peringatan
Hendaklah jika kita memberi salam (terutama melalui sms, email, surat, beri comment),
janganlah ucapan salam tersebut  kita ringkas menjadi: Ass. atau Ass.wr.wb. atau yang lainnya.
Bentuk semacam ini bukanlah salam. Salam seharusnya tidak disingkat. Seharusnya jika ingin
mengirimkan pesan singkat, maka hendaklah kita tulis: Assalamu’alaikum. Itu lebih baik
daripada jika kita tulis: Ass., tulisan yang terakhir ini tidak ada maknanya dan bukanlah salam.
Salam adalah bentuk do’a yang sangat bagus dan baik, kenapa kita harus menyingkat-nyingkat
[?] Kenapa tidak kita tulis lengkap, bukankah itu lebih baik dan lebih utama [?] Janganlah kita
dikepung dengan sikap malas ketika ingin berbuat baik, ubahlah sikap semacam ini dengan
menulis salam lebih lengkap.
Jika salam tersebut melalui tulisan, sms, email dan sebagainya, maka hendaklah kita yang
membaca salam tersebut, juga membalasnya dengan ditulis secara lengkap dan jangan disingkat-
singkat.
Itulah peringatan dari kami. Kami ingatkan demikian karena salam adalah do’a yang sangat
baik sekali. Para ulama menjelaskan bahwa As Salam itu termasuk nama Allah. Sehingga jika
kita mengucapkan Assalamu’alaikum, maka ini berarti kita mendo’akan saudara kita agar dia
selalu mendapat penjagaan dari Allah Ta’ala. Ada juga sebagian ulama mengartikan bahwa As
Salam dengan keselamatan. Sehingga jika kita mengucapkan Assalamu’alaikum, maka ini berarti
kita mendo’akan saudara kita agar dia mendapatkan keselamatan dalam masalah agama ataupun
dunianya. Jadi makna salam yang terakhir ini berarti kita mendo’akan agar saudara kita
mendapatkan keselamatan dari berbagai macam kerancuan dalam agama, selamat dari syahwat
yang menggelora, juga agar diberi kesehatan, terhindar dari berbagai macam penyakit, dan
bentuk keselamatan lainnya. Dengan demikian, salam adalah bentuk do’a yang sangat bagus
sekali.
Oleh karena itu, hendaklah kita selalu menyebarkan syiar salam ini ketika bertemu saudara
kita, ketika berjalan, dan dalam setiap kondisi. Hendaklah pula kita mengucapkan salam kepada
orang yang kita kenali ataupun tidak. Dan dalam menulis sms atau email, hendaklah kita juga
gemar menyebarkan syiar Islam yang satu ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk
mengamalkan yang satu ini dan semoga pelajaran yang kami sampaikan ini adalah di antara ilmu
yang bermanfaat bagi diri kami dan pembaca sekalian. Insya Allah, pembahasan ini masih kami
lengkapi lagi pada posting-posting selanjutnya. Mudah-mudahan Allah memudahkan urusan ini.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Allahumman fa’ana bimaa
‘allamtana, wa ‘alimna maa yanfa’una wa zidnaa ‘ilmaa. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Referensi:
-) Subulus Salam, Ash Shon’ani, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
-) Huquq Da’at Ilaihal Fithroh, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Darul Istiqomah
-) Fathul Bari, Ibnu Hajar, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
-) Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Asy Syamilah
Pangukan, Sleman, 3 Shofar 1430 H
Sumber: https://rumaysho.com/182-ucapan-salam-amalan-mulia-yang-ditinggalkan.html

Anda mungkin juga menyukai