Disusun oleh
Nama : Annisa Retno Ningrum
NIM : 155020101111030
Alamat : Kedung Balar RT 02/I, Gebang,
Nguntoronadi, Wonogiri, Jawa
Tengah
ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWWIJAYA
MALANG
2017
i
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan penelitian tentang Pendekatan One Village One Product (OVOP)
Kerajinan Batik Wonogiren di Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri
Penelitianini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkonntribusi dan membantu menyeselesaikan penyusunan Penelitian ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
ii
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
tercipta dari ketidak sengajaan saat proses membatik, akan tetapi para
konsumen mengira remukan-remukan tersebut merupakan ciri dari Batik
Wonogiren dan terlihat seperti alami dan indah. Para konsumen pun menyukai
dengan Batik Wonogiren dengan remukannya, dan sampai sekarang remukan
menjadi ciri khas dari Batik Wonogiren.
Dari beberapa uraian diatas penulis menganggap bahwa dengan adanya
program OVOP ini menjadikan masyarakat menjadi lebih mandiri dan tentunya
berpengaruh terhadap perndapatan masyarakat setempat, salah satu yang
menjadi pemicunya adalah masyarakat diberi kesadaran untuk terus
mengembangkan produk-produk unggulan daerah agar berdaya saing
sehingga mampu bermitra dengan outlet-outlet di Indonesia. Sehingga penulis
mengambil judul Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk
Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah, Studi Kasus: Kerajinan Batik
Wonogiren, di Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana Pelaksanaan program OVOP yang diterapkan di
pengrajin batik wonogiren Kabuaten Wonogiri?
1.2.2 Bagaimana penerapan sistem distribusi dan pemasaran yang
diberlakukan di pengrajin batik wonogiren Kabupaten Wonogiri?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
cv
Perlu suatu istilah menarik: Pengalaman Oyama
Gerakan One Village One dan Yufuin
Product (OVOP)
Meningkatnya
kebanggaan lokalitas
Orang luar tertarik terhadap
OVOP
Motivasi untuk
memanfaatkan sumber
Meningkatkan daya tarik OITA daya lokal
Meningkatnya
nilai lokal
Pasar
3
2.1.3 Konsep dasar OVOP
Konsep dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya interaksi
antara Pemerintah dengan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat
dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk
mengembangkan produk atau potensi yang dimiliki daerahnya. Secara
garis besar latar belakang munculnya gerakan OVOP serta konsep
dasarnya dapat disimpulkan dalam tiga hal. Yaitu:
1. Adanya konsentrasi dan kepadatan populasi diperkotaan sebagai
akibatpola urbanisasi dan meimbulkan merunrunyya populasi di
pedesaan sehingga pedesaan kekurangnpenggerak untuk
menumbuhkan perekonomian.
2. Untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi pedesaan
denganmemanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada di desa
tersebut serta melibatkan parat okoh masyarakat setempat.
3. Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi
terhadap Pemerintahan daerah maupun Pemerintah Pusat,maka
diciptakan inisiatif membangun dalam masyarakat desa,sehingga
timbul rasa memiliki dan ingin membangun desa menjadi lebih baik
(Sugiharto dan Rizal, 2008: 3-5)
2.1.4 Prinsip Gerakan OVOP
Dalam upaya memulai gerakan OVOP, perlu dipahami beberapa dasar
supaya gerakan OVOP tidak menjadi suatu gerakan yang timbul
tenggelam. Ada tiga prinsip utama dicanangkan oleh Mr. Hiramatsu
(Sugiharto dan Rizal, 2008, p7); (Panggabean, 2011) yaitu:
1. Lokal tapi global
Maksudnya adalah komoditas atau produk yang bersifat lokal bisa
menjadi komoditas produk yang go Internasional. Pengembangan
gerakan Ovop ditujukan untuk mengemangkan dan memasarkan satu
produk yang bisa menjadi sumber kebanggan rakyat setempat.
2. Kemandirian dan Kreatifitas
Penghela dari gerakan ini adalah wargasendiri, bukanlah pejabat
pemerintah yang harus menentukan produk spesifik lokal yang harus
dipilih dan dikembangkan, tetapi harus menjadi pilihan rakyat untuk
merevitalisasi daerah mereka.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia
4
Pengembangan sumber daya manusia inilah merupakan komponen
terpenting dari grakan ini. Bukanlah pemerintah, tetapi masyarakat
sendiri yang menghasilkan kekhasan. Maka sumber daya manusia
yang ada serta masyarakat harus diberikan pengetahuan mengenai
OVOP serta pengenalan potensi daerah yang yangadasehingga
mereka bisa menjadi penggerak OVOP didaerahnya.
2.2 Pengembangan
Pasal 1 ayat 10 undang-undang no. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah menyatakan bahwa pengembangan adalah upaya yang
dilakukan pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat
untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian
fasilitas bimbingan, pendampingan, serta bantuan untuk memperkuat dalam
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro,
Kecil dan menengah.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007:854) pengembangan
berasal dari kata dasar kembang yang berarti menjadi bertambah sempurna.
Kemudian mendapat imbuhan pe- dan an sehingga menjadi
pengembanganyang artinya proses, cara atau perbuatan mengembangkan.
Sehingga pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
meningkatkan atau memajukan suatu objek atau suatu hal agar menjadi lebih
baik dan dapatdipertanggungjawabkan untuk kepentingan bersama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu usaha yang
bertujuan untuk meningkatkan atau memajukan produk yang sudah adaagar
menjadi lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan
bersama.
2.3 Batik
Menurut Prasetyo (2010:1) batik adalah suatucara pembuatan bahan
pakaian. Selain itu batik bisa mengacu dua hal. Yang pertama adalah teknik
perwanaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan
sebagian dari kain. Dalam literatur Internasional, teknik ini dikenal sebagai
resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan
teknik tersebut menggunakan motif-motif tertentu yang memili ciri khas.
5
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
6
BAB IV
PEMBAHASAN
7
nasional maupun internasional. Beberapa waktu lalu Dewan Kerajinan
Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Wonogiri melakukan acara
talkshow dan pameran batik Wonogiren, yang dirangkai dengan gelar bazar
kuliner makanan khas Wonogiri, di Jogja City Mall. Kesempatan batik
Wonogiren berpameran di Yogyakarta terwujud berkat adanya kepedulian dan
kerjasama dari pihak Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Sekar Jagad.
Pengerajin batik wonogiren tersebar di wilayah Wonogiri hanya saja lebih
terpusat di kecamatan Tirtomoyo. Di Kecamatan tirtomoyo tercatat sampai
saat ini ada 627 orang pengrajin batik. Setiap bulan perorang mampu
menghasilkan kurang lebih 1000 lembar batik, sehingga dalam sebulan di
Kecamatan Tirtomoyo mampu menghasilkan kurang lebih 627.000 lembar per
harinya. Hal ini tentu menjadikan kebanggaan tersendiri bagi pemerintah
karena memiliki potensi Wonogiren yangmemiliki tingkat produktivitas yang
tinggi yang mana harapannya bisa bersaing di pasar internasional.
4.1.3 Pelaksanaan Program OVOP
Secara teoritis ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi suatu
program, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.
Kondisi masing-masingf aktor dapat dijelaskan sebagai berikut:
4.1.3.1 Komunikasi
Komunikasi berperan penting untuk memperlancar pelaksanaan suatu
program. Minimal ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam
kaitannya dengan aspek komunikasi, yaitu kejelasan informasi
mengenai sasaran dan tujuan program pengembangan koperasi dan
koordinasi antar bagian terkait. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa pada umumnya program pengembangan potensi daerah
wonogiri yaitu batik wonogirensudah terjalin cukup baik. Hal ini
dibuktikan dengan mudahnya mengakses program-program yang
digulirkan pemerintah, seperti : program dana bergulir, program
sertifikasi tanah melalui APBD, dan APBN. Ada tiga pilar penjelasan
dalam keberhasilan komunikasi antara lain yaitu, pertama aspek
kejelasan informasi telah baik, dimana komunikasi antar stakeholder
terkait telah terjalin dengan baik, pilar kedua yaitu Konsistensi
dalam pemberian informasi juga telah dilakukan secara berkala dan
berkelanjutan sehingga produk yang dihasilkan maksimal. Pilar yang
8
ketiga yaiu Informasi yang disampaikan belum dapat diterapkan
dengan maksimal karena program OVOP inibersifat top-down.
4.1.3.2 Sumber daya
Sumber Daya Manusia merupakan faktor aktif yang bertugas
dalam menglola dan memberdayakan faktor-faktor lainnya.
Keberadaan anggaran yang mencukupi tidak akan membuat program
berjalan cukup baik jika tidak di dukung dengan sumberdaya manusia
yang professional.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program pengembangan
OVOP di Kabupaten Wonogiri sudah didukung oleh SDM yang
memadai, baik dari segi pendidikan formal maupun pendidikan
keterampilan.
Dalam implementasi program OVOP dimensi sumber daya ada
dua pilar yang didapatkan yaitu pertama staff yang cukup (jumlah dan
mutu) yang dimiliki oleh Kabupaten Wonogiri khususnya Kecamatan
Tirtomoyo dalam pengembangan batik terhadap program OVOP, ini
terlihat dari pendidikan keterampilan yang diberikan terkait pembuatan
batik. Pilar kedua yaitu sarana yang dibutuhkan masih belum
terpenuhi, hal ini dikarenakan prasarana dan sarana dalam
pengembangan batik di Kabupaten Wonogiri khususnya Kecamatan
Tirtomoyo masih minim.
4.1.3.3 Disposisi
Disposisi merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementator, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Jika
implementator memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat
menjalankan program yang baik seperti yang diinginkan oleh pembuat
program. Disposisi jugat erkait dengan respon impementator terhadap
program, pemahaman terhadap program dan preferensi nilai yang
dimiliki implementator. Hasil observasi menunjukkan bahwa
pelaksanaan implementasi program OVOP di Kabupaten Wonogiri
belum mempunyai pemahaman yang memadai terkait koordinasi
dengan seksi bidang yang lain sehingga antara bidang berjalan
sendiri-sendiri.
Dalam implementasi program OVOP dimensi disposisi ada dua
pilar yang didapatkan yaitu, yang pertama adalah sebuah Komitmen
9
yang masih belum berjalan dengan baik karena pemahaman terkait
koordinasi dengan seksi bidang masihberjalan sendiri-sendiri.
Kemudian pilar yang kedua adalah pemberian Insentif
dalam pengembangan program OVOP belum dituangkan dalam
regulasi yang jelas sehingga dalam pengembangan OVOP masih
belum maksimal.
4.1.4 Tahapan Pengembangan OVOP Batik Wonogiren
Implementasi program OVOP di Kabupaten Wonogiri diawali dengan
gerakan OVOP kepada masyarakat. Namun, dalam penetapan OVOP
di Kabupaten Wonogiri masih kental dengan konsep sentra, sehingga
keunggulan dan keunikan tidak muncul. Poin yang sangat krusial pada
tahap sosialisasi adalah pemerintah maupun masyarakat yang
mempunyai pandangan yang sama mengenai OVOP. Masyarakat
yang disasar harus dapat melihat sejauh mana manfaat yang akan
mereka peroleh apabila berpartisipasi dalam konsep OVOP
OVOP menuju
kompetensi inti
10
4.2.1 Strategi segmentasi pasar
Langkah pertama yang dilakukan oleh Batik Diajeng Solo adalah
dengan mensegmentasi pasar.
a. Segmentasi geografis: secara geografis tidak ada pengkhususan
b. Segmentasi demografis: secara demografis segmentasi pasarnya
adalah konsumen yang tergolong usia muda (16- 30 tahun), karena
perusahaan ingin mengangkat batik kepada kawula muda.
c. Segmentasi psikologis: konsumen yang dibidik adalah konsumen
yang ingin menggunakan batik sebagai pakaian maupun seragam
bagi organisasi atau institusinya.
d. Segmentasi perilaku: secara perilaku tidak ada segmentasi, namun
profil resiko konsumen dalam pembelian akan ditentukan sendiri
yang sesuai.
4.2.2 Strategi Penentuan Pasar Sasaran (Targeting)
Demi meningkatkan pendapatan perusahaan, pasti dilakukan pula
penyesuaian pada pasar sasaran, agar penjualan menjadi tepat
sasaran. Dalam hal ini untuk target pasar, Batik Wonogiren telah
menentukan targetnya. Memberikan batik yang berkualitas kepada
masyarakat yang menginginkan batik bernuansa kawula muda,
terutama menyediakan batik seragam dan kombinasi untuk perusahaan,
event organizer, pabrik, hotel, instansi pemerintah maupun sekolah.
4.2.3 Strategi Posisi Pasar (Positioning)
Batik Wonogiren merupakan solusi yang tepat produk batik untuk
perorangan ataupun batik seragam institusi dan organisasi dengan
kualitas produk yang baik. Walaupun produk yang ditawarkan oleh Batik
Wonogiren relatif lebih mahal dari produk-produk sejenis yang
ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan lain.
4.2.4 Bauran Pemasaran Batik Wonogiren (Marketing Mix)
Keberhasilan perusahaan di bidang pemasaran terkait dengan
keberhasilannya dalam menentukan produk yang tepat, harga yang
layak, saluran distribusi yang baik, serta promosi yang efektif. Bauran
pemasaran yang terdiri dari produk, harga, tempat serta promosi
ditetapkan dengan cermat oleh Batik Wonogiren agar kepuasan
konsumen serta keberlanjutan usaha dapat terwujud.
11
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Perkembangan upaya diversifikasi desain produk Batik Wonogiren, masih
perlu mendapat perhatian penuh Pemerintah Daerah, karena merupakan
pengembangan produk lokal menuju produk global yang menguntungkan semua
pihak dalam jangka panjang.
12
LAMPIRAN
Batik Tulis Wonogiren
www.radioggling.com
www.radioggling.com
www.radioggling.com
13
DAFTAR PUSTAKA
14