Anda di halaman 1dari 17

Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk

Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah


Studi Kasus: Kerajinan Batik Wonogiren, di Kecamatan
Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri

Disusun guna memenuhi UAS Genap Tahun 2017 matakuliah Ekonomi


Perkotaan

Disusun oleh
Nama : Annisa Retno Ningrum
NIM : 155020101111030
Alamat : Kedung Balar RT 02/I, Gebang,
Nguntoronadi, Wonogiri, Jawa
Tengah

ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWWIJAYA
MALANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan penelitian tentang Pendekatan One Village One Product (OVOP)
Kerajinan Batik Wonogiren di Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri
Penelitianini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkonntribusi dan membantu menyeselesaikan penyusunan Penelitian ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Malang, 15 Juni 2017


Penulis

Annisa Retno Ningrum

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................... i


Kata Pengantar ...................................................................................... ii
Daftar isi ................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 2
1.3 Tinjauan Pustaka ......................................................................... 2
Bab II Tinjauan Pustaka......................................................................... 3
2.1 One Village One Product .............................................................. 3
2.2 Pengembangan ............................................................................ 5
2.3 Batik ............................................................................................. 5
Bab III Metodologi Penelitian ................................................................ 6
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 6
3.2 Objek Penelitian ........................................................................... 6
3.3 Data Penelitian ............................................................................. 6
Bab IV Pembahasan .............................................................................. 7
4.1 Pelaksanaan Program OVOP yang Diterapkan di
pengrajin Batik Wonogiren ........................................................... 7
4.2 Distribusi dan Pemasaran Batik Wonogiren.................................. 10
Bab V PENUTUP .................................................................................... 12
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 12
5.2 Saran ........................................................................................... 12
Lampiran ................................................................................................ 13
Daftar Pustaka ....................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


OVOP atau One Village One Product merupakan suatu pendekatan
pengembangan potensi suatu daerah dalam menghasilkan produk yang
mampu bersaing dalam pasar global dengan tetap memperhatikan ciri khas
daerah sendiri. Selain itu, produk OVOP juga memanfaatkan sumber daya
lokal, baik sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya.
Penerapan OVOP di Indonesia dilaksanakan melalui program Kementerian
Perindustrian sejak tahun 2008 untuk mengembangkan potensi industri kecil
dan menengah pada berbagai sektor, termasuk di antaranya sektor kerajinan.
Dalam penelitian ini penulis mengambil kasus kerajinan batik wonogiren.
Batik Wonogiren adalah batik dengan babaran cara Kanjeng Wonogiren. Pada
perkembangannya babaran Wonogiren digemari oleh masyarakat pengguna
kain batik pada saat kekuasaan KGPAA Mangkunagara VII VIII. Batik
Wonogiren merupakan salah satu motif untuk memberi ciri khas dan menandai
daerah kekuasaannya di daerah Wonogiri. Tirtomoyo di Kabupaten Wonogiri,
mempunyai kaitan erat dengan sejarah masuknya seni kerajinan batik dari
budaya Mataram di Surakarta ke dalam konsep batik Wonogiren. Peran
masyarakat Kecamatan Tirtomoyo dalam pengembangan desain Batik
Wonogiren adalah menghasilkan motif-motif Batik Kreasi Baru dengan efek
remukan pada motif batik. Inspirasi motif batik tersebut berasal dari tradisi dari
Surakarta, kondisi alam Wonogiri, masyarakat pendukung atau pesanan
konsumen, dan fenomena masyarakat. Batik Wonogiren hasil kreasi para
perajin batik di Kecamatan Tirtomoyo memberi peran nyata dalam
membangun perekonomian masyarakat sekitar, dan peran tidak langsung dari
aktivitas pengembangan desain tersebut adalah menjaga keberadaan batik.
Wonogiri merupakan Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, terletak Bagian
utara berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo,
bagian selatan langsung di bibir Pantai Selatan, bagian barat berbatasan
dengan Gunung Kidul di Provinsi Yogyakarta, Bagian timur berbatasan
langsung dengan Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Magetan dan Kabupaten Pacitan. Ibu kotanya terletak di Kecamatan Wonogiri.
Batik Wonogiren memiliki ciri khas eksklusif yaitu remukan (retakan). Remukan

1
tercipta dari ketidak sengajaan saat proses membatik, akan tetapi para
konsumen mengira remukan-remukan tersebut merupakan ciri dari Batik
Wonogiren dan terlihat seperti alami dan indah. Para konsumen pun menyukai
dengan Batik Wonogiren dengan remukannya, dan sampai sekarang remukan
menjadi ciri khas dari Batik Wonogiren.
Dari beberapa uraian diatas penulis menganggap bahwa dengan adanya
program OVOP ini menjadikan masyarakat menjadi lebih mandiri dan tentunya
berpengaruh terhadap perndapatan masyarakat setempat, salah satu yang
menjadi pemicunya adalah masyarakat diberi kesadaran untuk terus
mengembangkan produk-produk unggulan daerah agar berdaya saing
sehingga mampu bermitra dengan outlet-outlet di Indonesia. Sehingga penulis
mengambil judul Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk
Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah, Studi Kasus: Kerajinan Batik
Wonogiren, di Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana Pelaksanaan program OVOP yang diterapkan di
pengrajin batik wonogiren Kabuaten Wonogiri?
1.2.2 Bagaimana penerapan sistem distribusi dan pemasaran yang
diberlakukan di pengrajin batik wonogiren Kabupaten Wonogiri?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengtahui pelaksanaan program OVOP yang diterapkan di
pengrajin batik wonogiren.
1.3.2 Untuk mengetahui penerapan sistem didtribusi dan pemasaran
yang diberlakukan di pengrajin batik wonogiren

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 One Village One Product (OVOP)


2.1.1 Latar belakang OVOP
One Village One Product (OVOP) adalah suatu gerakan revitalisasi daerah
di Provinsi Oita, Pulau Kyusu di Jepang, untuk mencari atau menciptakan
apa yang menjadi keunggulan daerah atau apa yang dirasakan dan
menjadi keunggulan daerah atau apa yang dirasakan dan menjadi
kebanggaan daerah, untuk kemudian dilakukan peningkatan keunggulan
produk atau jasa yang dihasilkan serta kualitas dan pemasarannya,
sehingga akhirnya dapat diterima dan diakui nilainya oleh masyarakat
secara nasional, regional maupun internasional. Istilah OVOP mulai
diperkenalkan oleh mantan gubernur Provinsi Oita, tahun 1979 yaitu Mr.
Morihiko Hiramatsu (Sugiharto dan Rizal, 2008, p1).
2.1.2 Peran Pemerintag dalam OVOP

Datang ke komunitas lokal dan Berpikir dengan cara


melakukan pendekatan ke membangkitkan motivasi
masyarakat masyarakat

cv
Perlu suatu istilah menarik: Pengalaman Oyama
Gerakan One Village One dan Yufuin
Product (OVOP)

Meningkatnya
kebanggaan lokalitas
Orang luar tertarik terhadap
OVOP

Motivasi untuk
memanfaatkan sumber
Meningkatkan daya tarik OITA daya lokal

Meningkatnya
nilai lokal
Pasar

3
2.1.3 Konsep dasar OVOP
Konsep dari pengembangan gerakan OVOP adalah adanya interaksi
antara Pemerintah dengan masyarakat, dimana peran masyarakat sangat
dominan sebagai pihak yang memiliki kemampuan dan keinginan untuk
mengembangkan produk atau potensi yang dimiliki daerahnya. Secara
garis besar latar belakang munculnya gerakan OVOP serta konsep
dasarnya dapat disimpulkan dalam tiga hal. Yaitu:
1. Adanya konsentrasi dan kepadatan populasi diperkotaan sebagai
akibatpola urbanisasi dan meimbulkan merunrunyya populasi di
pedesaan sehingga pedesaan kekurangnpenggerak untuk
menumbuhkan perekonomian.
2. Untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi pedesaan
denganmemanfaatkan potensi dan kemampuan yang ada di desa
tersebut serta melibatkan parat okoh masyarakat setempat.
3. Untuk mengurangi ketergantungan masyarakat desa yang terlalu tinggi
terhadap Pemerintahan daerah maupun Pemerintah Pusat,maka
diciptakan inisiatif membangun dalam masyarakat desa,sehingga
timbul rasa memiliki dan ingin membangun desa menjadi lebih baik
(Sugiharto dan Rizal, 2008: 3-5)
2.1.4 Prinsip Gerakan OVOP
Dalam upaya memulai gerakan OVOP, perlu dipahami beberapa dasar
supaya gerakan OVOP tidak menjadi suatu gerakan yang timbul
tenggelam. Ada tiga prinsip utama dicanangkan oleh Mr. Hiramatsu
(Sugiharto dan Rizal, 2008, p7); (Panggabean, 2011) yaitu:
1. Lokal tapi global
Maksudnya adalah komoditas atau produk yang bersifat lokal bisa
menjadi komoditas produk yang go Internasional. Pengembangan
gerakan Ovop ditujukan untuk mengemangkan dan memasarkan satu
produk yang bisa menjadi sumber kebanggan rakyat setempat.
2. Kemandirian dan Kreatifitas
Penghela dari gerakan ini adalah wargasendiri, bukanlah pejabat
pemerintah yang harus menentukan produk spesifik lokal yang harus
dipilih dan dikembangkan, tetapi harus menjadi pilihan rakyat untuk
merevitalisasi daerah mereka.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia

4
Pengembangan sumber daya manusia inilah merupakan komponen
terpenting dari grakan ini. Bukanlah pemerintah, tetapi masyarakat
sendiri yang menghasilkan kekhasan. Maka sumber daya manusia
yang ada serta masyarakat harus diberikan pengetahuan mengenai
OVOP serta pengenalan potensi daerah yang yangadasehingga
mereka bisa menjadi penggerak OVOP didaerahnya.
2.2 Pengembangan
Pasal 1 ayat 10 undang-undang no. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah menyatakan bahwa pengembangan adalah upaya yang
dilakukan pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat
untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian
fasilitas bimbingan, pendampingan, serta bantuan untuk memperkuat dalam
menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro,
Kecil dan menengah.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2007:854) pengembangan
berasal dari kata dasar kembang yang berarti menjadi bertambah sempurna.
Kemudian mendapat imbuhan pe- dan an sehingga menjadi
pengembanganyang artinya proses, cara atau perbuatan mengembangkan.
Sehingga pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
meningkatkan atau memajukan suatu objek atau suatu hal agar menjadi lebih
baik dan dapatdipertanggungjawabkan untuk kepentingan bersama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu usaha yang
bertujuan untuk meningkatkan atau memajukan produk yang sudah adaagar
menjadi lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan
bersama.
2.3 Batik
Menurut Prasetyo (2010:1) batik adalah suatucara pembuatan bahan
pakaian. Selain itu batik bisa mengacu dua hal. Yang pertama adalah teknik
perwanaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan
sebagian dari kain. Dalam literatur Internasional, teknik ini dikenal sebagai
resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan
teknik tersebut menggunakan motif-motif tertentu yang memili ciri khas.

5
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen)
tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain
(Sugiyono, 2000, hal. 11). Selain itu diungkapkan pula Whitney (1960) dalam
(Nazir, 1998, hal. 63) bahwa metode diskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang
diselidiki. Dengan metode ini penulis mencoba membuatsebuah pemaparan
dari sebuah konsep, gambaran, serta mengkoreksi dan menambahkan
konsep baru (bila diperlukan) secara sistematis mengenai pengembangan
potensi kerajinan Batik Wonogiren.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian yang penulis ambil adalah pengrajin batik tulis wonogiren.
Yaitu sekelompok masyarakat yang bertempat di Banyakprodo, Kecamatan
Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Penulis menggambil pengarajin batik tulis wonogiren sebagai objek
penelitian karena merupakan sekelompok masyarakatdalam naungan
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang bergerak dalam sentra industri
yang lokasinya terjangkau dari dari tempat tinggal penulis yaitu di wilayah
Kabupaten Wonogiri. Selanjutnya, sekelompok pengrajin tersebut merupakan
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang menggunakan konsep one village
one product (OVOP).
3.3 Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan
oleh orang yang melakukan penelitian yang telah ada. Dalam hal ini penulis
menggunakan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, seperti artikel, jurnal, dan website resmi

6
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pelaksanaan Program OVOP yang Diterapkan di Pengrajin Batik


Wonogiren

4.1.1 Sejarah Batik Wonogiren


Dalam sejarahnya batik cap Wonogiren berdiri pada tahun 1910 saat
pejabat keraton memberikan tugas kepada para abdi dalem Keraton
Mangkunegaran Surakarta untuk bertugas di daerah Tirtomoyo Wonogiri.
Untuk kualitas hasil produkkain batik sangat bersaing dengan sentra batik kota
kota lain seperti Pekalongan, Solo, dan Rembang. Batik Wonogiren
mempunyai karakteristik khusus dalam kreasi corak batiknya yang dasaran
(Kuning kecoklatan), corak Bledak, Sekaran (lukisan bunga), dan babaran
(guratan pecah).
Ragam corak batik tersebut merupakan hasil riset dan pengembangan
corak untuk mengikuti selera pasar yang cenderung beragam dengan
melakukan kombinasi antara motif modern dan motiftradisional. Selanjutnya
para pengrajin tidak menutup kemungkinan untuk mengerjakan corak maupun
motif batik klasik seperti motif batik truntum, motif batik sidomukti, motif batik
sidoasih, motif batik sidomulyo, motif batik wahtu tumurun, motif batik latar
putih,dan masih banyak lagi.
Motif batik wonogiren terinspirasi dari pengembangan motif batik klasik
dari keraton Mangkunegaran Surakarta. Beragam motif Batik juga dipengaruhi
oleh adanya tren model baju batik yang saat ini tengah berkembang
dimsyarakat, misalnya tren koleksi tanaman Arthurium jenis jemani di tahun
2007 lalu. Hal ini menjadi inspirasi bagi para pengrajin sehingga terciptalah
batik motif Jemani.
4.1.2 Potensi Batik Wonogiren
Batik Wonogiren berpotensi menjadi produk unggulan khas Nusantara.
Yang diharapkan memiliki peluang dan berprospek menjadi komoditas
unggulan di pasar batik nasional, maupun di pasar internasional. motif batik
Wonogiren yang khas, dapat menjadi daya tarik yang spesifik dan menjadi
potensi batik unggulan, yang mampu meramaikan perkembangan batik

7
nasional maupun internasional. Beberapa waktu lalu Dewan Kerajinan
Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Wonogiri melakukan acara
talkshow dan pameran batik Wonogiren, yang dirangkai dengan gelar bazar
kuliner makanan khas Wonogiri, di Jogja City Mall. Kesempatan batik
Wonogiren berpameran di Yogyakarta terwujud berkat adanya kepedulian dan
kerjasama dari pihak Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Sekar Jagad.
Pengerajin batik wonogiren tersebar di wilayah Wonogiri hanya saja lebih
terpusat di kecamatan Tirtomoyo. Di Kecamatan tirtomoyo tercatat sampai
saat ini ada 627 orang pengrajin batik. Setiap bulan perorang mampu
menghasilkan kurang lebih 1000 lembar batik, sehingga dalam sebulan di
Kecamatan Tirtomoyo mampu menghasilkan kurang lebih 627.000 lembar per
harinya. Hal ini tentu menjadikan kebanggaan tersendiri bagi pemerintah
karena memiliki potensi Wonogiren yangmemiliki tingkat produktivitas yang
tinggi yang mana harapannya bisa bersaing di pasar internasional.
4.1.3 Pelaksanaan Program OVOP
Secara teoritis ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi suatu
program, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi.
Kondisi masing-masingf aktor dapat dijelaskan sebagai berikut:
4.1.3.1 Komunikasi
Komunikasi berperan penting untuk memperlancar pelaksanaan suatu
program. Minimal ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam
kaitannya dengan aspek komunikasi, yaitu kejelasan informasi
mengenai sasaran dan tujuan program pengembangan koperasi dan
koordinasi antar bagian terkait. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa pada umumnya program pengembangan potensi daerah
wonogiri yaitu batik wonogirensudah terjalin cukup baik. Hal ini
dibuktikan dengan mudahnya mengakses program-program yang
digulirkan pemerintah, seperti : program dana bergulir, program
sertifikasi tanah melalui APBD, dan APBN. Ada tiga pilar penjelasan
dalam keberhasilan komunikasi antara lain yaitu, pertama aspek
kejelasan informasi telah baik, dimana komunikasi antar stakeholder
terkait telah terjalin dengan baik, pilar kedua yaitu Konsistensi
dalam pemberian informasi juga telah dilakukan secara berkala dan
berkelanjutan sehingga produk yang dihasilkan maksimal. Pilar yang

8
ketiga yaiu Informasi yang disampaikan belum dapat diterapkan
dengan maksimal karena program OVOP inibersifat top-down.
4.1.3.2 Sumber daya
Sumber Daya Manusia merupakan faktor aktif yang bertugas
dalam menglola dan memberdayakan faktor-faktor lainnya.
Keberadaan anggaran yang mencukupi tidak akan membuat program
berjalan cukup baik jika tidak di dukung dengan sumberdaya manusia
yang professional.
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program pengembangan
OVOP di Kabupaten Wonogiri sudah didukung oleh SDM yang
memadai, baik dari segi pendidikan formal maupun pendidikan
keterampilan.
Dalam implementasi program OVOP dimensi sumber daya ada
dua pilar yang didapatkan yaitu pertama staff yang cukup (jumlah dan
mutu) yang dimiliki oleh Kabupaten Wonogiri khususnya Kecamatan
Tirtomoyo dalam pengembangan batik terhadap program OVOP, ini
terlihat dari pendidikan keterampilan yang diberikan terkait pembuatan
batik. Pilar kedua yaitu sarana yang dibutuhkan masih belum
terpenuhi, hal ini dikarenakan prasarana dan sarana dalam
pengembangan batik di Kabupaten Wonogiri khususnya Kecamatan
Tirtomoyo masih minim.
4.1.3.3 Disposisi
Disposisi merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementator, seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Jika
implementator memiliki disposisi yang baik, maka akan dapat
menjalankan program yang baik seperti yang diinginkan oleh pembuat
program. Disposisi jugat erkait dengan respon impementator terhadap
program, pemahaman terhadap program dan preferensi nilai yang
dimiliki implementator. Hasil observasi menunjukkan bahwa
pelaksanaan implementasi program OVOP di Kabupaten Wonogiri
belum mempunyai pemahaman yang memadai terkait koordinasi
dengan seksi bidang yang lain sehingga antara bidang berjalan
sendiri-sendiri.
Dalam implementasi program OVOP dimensi disposisi ada dua
pilar yang didapatkan yaitu, yang pertama adalah sebuah Komitmen

9
yang masih belum berjalan dengan baik karena pemahaman terkait
koordinasi dengan seksi bidang masihberjalan sendiri-sendiri.
Kemudian pilar yang kedua adalah pemberian Insentif
dalam pengembangan program OVOP belum dituangkan dalam
regulasi yang jelas sehingga dalam pengembangan OVOP masih
belum maksimal.
4.1.4 Tahapan Pengembangan OVOP Batik Wonogiren
Implementasi program OVOP di Kabupaten Wonogiri diawali dengan
gerakan OVOP kepada masyarakat. Namun, dalam penetapan OVOP
di Kabupaten Wonogiri masih kental dengan konsep sentra, sehingga
keunggulan dan keunikan tidak muncul. Poin yang sangat krusial pada
tahap sosialisasi adalah pemerintah maupun masyarakat yang
mempunyai pandangan yang sama mengenai OVOP. Masyarakat
yang disasar harus dapat melihat sejauh mana manfaat yang akan
mereka peroleh apabila berpartisipasi dalam konsep OVOP

Sosialisasi OVOP Pencarian OVOP Produk pemenang


OVOP

Pencarian OVOP Promosi pasar Kampanye standar


unggulan OVOP

OVOP menuju
kompetensi inti

4.2 Distribusi dan Pemasaran Batik Wonogiren


Strategi pemasaran yang dilakukan oleh Batik Wonogiren dalam memasarkan
produknya yaitu dengan menggunakan perumusan strategi pemasaran yang
bermula dari strategi segmentasi pasar (segmentation), strategi penentuan
pasar sasaran (targeting), dan strategi posisi pasar (positioning). Selain itu
juga dengan mengembangkan bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri
dari 4 unsur yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi
(promotion). Berikut ini adalah uraian tentang strategi pemasaran Batik
Wonogiren:

10
4.2.1 Strategi segmentasi pasar
Langkah pertama yang dilakukan oleh Batik Diajeng Solo adalah
dengan mensegmentasi pasar.
a. Segmentasi geografis: secara geografis tidak ada pengkhususan
b. Segmentasi demografis: secara demografis segmentasi pasarnya
adalah konsumen yang tergolong usia muda (16- 30 tahun), karena
perusahaan ingin mengangkat batik kepada kawula muda.
c. Segmentasi psikologis: konsumen yang dibidik adalah konsumen
yang ingin menggunakan batik sebagai pakaian maupun seragam
bagi organisasi atau institusinya.
d. Segmentasi perilaku: secara perilaku tidak ada segmentasi, namun
profil resiko konsumen dalam pembelian akan ditentukan sendiri
yang sesuai.
4.2.2 Strategi Penentuan Pasar Sasaran (Targeting)
Demi meningkatkan pendapatan perusahaan, pasti dilakukan pula
penyesuaian pada pasar sasaran, agar penjualan menjadi tepat
sasaran. Dalam hal ini untuk target pasar, Batik Wonogiren telah
menentukan targetnya. Memberikan batik yang berkualitas kepada
masyarakat yang menginginkan batik bernuansa kawula muda,
terutama menyediakan batik seragam dan kombinasi untuk perusahaan,
event organizer, pabrik, hotel, instansi pemerintah maupun sekolah.
4.2.3 Strategi Posisi Pasar (Positioning)
Batik Wonogiren merupakan solusi yang tepat produk batik untuk
perorangan ataupun batik seragam institusi dan organisasi dengan
kualitas produk yang baik. Walaupun produk yang ditawarkan oleh Batik
Wonogiren relatif lebih mahal dari produk-produk sejenis yang
ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan lain.
4.2.4 Bauran Pemasaran Batik Wonogiren (Marketing Mix)
Keberhasilan perusahaan di bidang pemasaran terkait dengan
keberhasilannya dalam menentukan produk yang tepat, harga yang
layak, saluran distribusi yang baik, serta promosi yang efektif. Bauran
pemasaran yang terdiri dari produk, harga, tempat serta promosi
ditetapkan dengan cermat oleh Batik Wonogiren agar kepuasan
konsumen serta keberlanjutan usaha dapat terwujud.

11
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penerapan OVOP sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan produk


produk unggulan yang dimiliki daerah Wonogiri yaitu batik wonogiren.
Implementasi program yang dikembangkan pada Kabupaten OVOP dipengaruhi
oleh beberapa faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, budaya serta struktur
kebijakan pemerintah. Dengan faktor komunikasi secara umum sudah dilakukan
namun perlu didukung juga sistem penerapan teknologi yang lebih. Untuk
sumberdaya nya sendiritelah berkembang dengan jumlah mayoritas penduduk
yang telah menjadi pengrajin.Tapi juga masih kurang dalam sumberdaya financial
serta saran dan prasarana. Faktor disposisi juga menunjukan dalam posisi baik.
Yang terlihat dalam komitmen sertadukungan yang dari masyarakat yang telah
ada dalam kurun waktu lama. Konsep OVOP yang akan dilaksanakan berupa
keberlangsungan OVOP di kabupaten Wonogiri khususnya kecamatan Tirtomoyo
melalui beberapa tahapan proses konsep pengembangan OVOP. Strategi
pemasaran yang dilakukan oleh Batik Wonogiren dalam memasarkan produknya
yaitu dengan menggunakan perumusan strategi pemasaran yang bermula dari
strategi segmentasi pasar (segmentation), strategi penentuan pasar sasaran
(targeting), dan strategi posisi pasar (positioning). Selain itu juga dengan
mengembangkan bauran pemasaran (marketing mix).

5.2 Saran
Perkembangan upaya diversifikasi desain produk Batik Wonogiren, masih
perlu mendapat perhatian penuh Pemerintah Daerah, karena merupakan
pengembangan produk lokal menuju produk global yang menguntungkan semua
pihak dalam jangka panjang.

12
LAMPIRAN
Batik Tulis Wonogiren

www.radioggling.com

Pembuatan Batik Wonogiren

www.radioggling.com

Pemasaran Batik Wonogiren

www.radioggling.com

13
DAFTAR PUSTAKA

Sugiharto, Y. & Rizal, S. 2008. Gerakan OVOP Sebagai Upaya Peningkatan


Pembangunan Daerah. Jakarta: Benchmark
Hiramatsu &Morihiko. 2009. Opening Speech OVOP International Seminar, Bali-
Indonesia
Kementerian Perindustrian. 2010. Pedoman Umumdan Petunjuk Teknis
Pengembangan IKM Melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk. Jakarta: Dirjen
IKM Kementerian Perindustrian
www.solopos.com, diakses 18 Juni 2017
www.jawapos.com, diakses 18 Juni 2017

14

Anda mungkin juga menyukai