Anda di halaman 1dari 15

SUPERVISI RESPONSIBILITAS DAN AKUNTABILITAS

SUPERVISI BUDAYA SEKOLAH

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok


Pada mata kuliah Supervisi Pendidikan Islam

Radnasari
NIM 18711014

Nurama Yaten
NIM 18711022

Angga Riski Dilla


NIM 18711030

Dosen Pengampu
Dr. Agus Maimun, M.Pd

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2019

1
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah swt. karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami sebagaimana
mestinya. Shalawat dan salam juga tak lupa kami kirimkan kepada baginada
nabiullah Muhammad SAW. Selaku tokoh reformasi bagi kita sekalian yang
mengajarkan kepada kebenaran khususnya bagi umat islam yang telah
menunjukkan kepada kita jalan kebenaran dan kebaikan terutama yang masih
tetap teguh pendirian sampai hari ini.

Makalah ini dibuat guna memenuhi kewajiban kami selaku mahasiswa,


dalam rangka memenuhi tugas yang telah diberikan oleh Dosen yang
bersangkutan dan merupakan pra syarat dalam memperoleh nilai pada mata kuliah
“Supervisi Pendidikan Islam”. Makalah ini disusun berdasarkan referensi yang
ada, serta hasil pemikiran penulis.

Dalam penyusunan materi ini, penulis sadar sepenuhnya atas segala


kekurangan dan kesempurnaan sehingga di butuhkan masukan dan kritikan yang
membangun guna memperbaiki makalah selanjutnya agar lebih baik.

Akhirnya, saya selaku penyusun makalah mengucapkan terima kasih dan


permohonan maaf apabila terdapat ketidaksesuain dalam penyampaian isi
makalah tersebut. Serta kami membuka lebar segala kritik dan saran guna
membangun pengetahuan yang lebih baik. Harapan penyusun guna makalah yang
di sajikan memiliki nilai manfaat serta dapat di manfaatkan kepada teman-teman
khusunya dan masyarat pada umumnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb
Malang, 1 Maret 2019

Radnasari

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................. 1

KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................. 3

A. PENDAHULUAN ................................................................................. 4

B. RESPONSIBILITAS ............................................................................ 5

C. AKUNTABILITAS ............................................................................... 6

D. BUDAYA SEKOLAH ........................................................................... 8

E. KESIMPULAN ................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 15

INSTRUMEN BUDAYA SEKOLAH ............................................... 16

3
A. PENDAHULUAN
Pengelolaan pendidikan yang akuntabel dan profesional, merupakan hal
wajib dan harus ditempuh apabila menginginkan terjadi proses pendidikan
yang maksimal dengan hasil yang optimal melalui mekanisme organisasi
yang baku. Sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan memberikan
pelayanan proses terhadap anak didik, membutuhkan berbagai macam alat
untuk menghasilkan output pendidikan yang diharapkan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat terhadap hasil pendidikan yang baik dan mempunyai
mutu, mengharuskan organisasi sekolah untuk menyediakan segala kebutuhan
perangkat proses dalam rangka menghasilkan mutu pendidikan melalui
program yang dibuat maupun mekanisme manajemen terapannya.
Menurut E. Mulyasa, dalam bukunya menjadi Kepala Sekolah
Profesional, sekolah diharapkan dapat melakukan proses pembelajaran yang
efektif, dapat mencapai tujuan yang diharapkan, materi yang diajarkan
relevan dengan kebutuhan masyarakat, berorientasi pada hasil (output), dan
dampak (outcome), serta melakukan penilaian, pengawasan, dan pemantauan
berbasis sekolah secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal tersebut
diperlukan terutama untuk menjamin mutu secara menyeluruh (total quality),
dan menciptakan proses perbaikan yang berkesinambungan (continues
improvement), karena perbaikan harus dilakukan secara terus menerus.1
Menurut Mukhtar dikatakan bahwa akuntabilitas dalam pendidikan
adalah kemampuan sekolah mempertanggungjawabkan kepada publik segala
sesuatu mengenai kinerja yang telah dilaksanakan. Sebagai perencana
pendidikan maka sangat penting mengetahui prinsip akuntabilitas dalam
sekolah agar dapat mendeskripsikan tanggungjawab yang telah dilaksanakan.
Akuntabilitas merupakan suatu pertanggungjawaban, baik secara personal
atau terhadap bawahan yang telah didelegasikan oleh seorang pimpinan, dan
menjadi kewajiban organisasi/sekolah. Tanggungjawab kepala sekolah dalam
penyelenggaraan pendidikan, pengelolaan tenaga kependidikan, pembinaan

1
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung : Remaja Rosdakarya
2003).

4
tenaga administrasi pendidikan, dan pemeliharaan sarana prasarana
merupakan hal yang harus dilakukan oleh kepala sekolah untuk menjadi
sekolah yang bermutu dan berkualitas. Kepala sekolah juga harus
melaksanakan supervisi terhadap tenaga kependidikan, pelatihan terhadap
tenaga adminstrasi pendidikan, serta mampu melaksanakan inovasi-inovasi
baru terhadap perkembangan pendidikan.2

B. RESPONSIBILITAS GURU
Salah satu kelemahan dalam pengelolaan sekolah adalah lemahnya
bertanggungjawaban atau responsibilitas guru terhadap pengelolaan
pembelajaran yang diberikan terhadap siswa disekolah maupun terhadap
komponen sekolah. Padahal kenyataannya, responsibilitas merupakan unsur
penting untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas, yakni sejauh mana na-
eun pelaksanaan tugas yang diberikan kepada seorang guru dapat dilakukan
secara maksimal.
Tuntutan untuk mewujudkan sekolah yang berkualitas yang berada di
hadapan guru tersebut, ditambah dengan keterbatasan Kondisi guru, sulit
untuk diwujudkan manakala, sekolah hanya mengandalkan dan menggunakan
guru-guru yang ada saja. Untuk memenuhi tuntutan profesionalitas guru
dalam mewujudkan sekolah yang berkualitas tersebut, diperlukan adanya
kerjasama dengan pihak-pihak luar seperti pihak Departemen Kehakiman,
departemen Kesehatan, Perguruan Tinggi, dan lain sebagainya termasuk
perusahaan-perusahaan (Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik
Swasta) seperti Pertamina, plywood dan sebagainya.
Bentuk kerja sama tersebut bisa berwujud pendanaan, magang praktek
sistem ganda, observasi, penelitian, study report, atau dalam bentuk
permohonan untuk menjadi guru pendamping dari guru bidang studi yang
ada, atau guru bidang studi total, sehingga dengan demikian, hubungan antara

2
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. (Jakarta : GP Press, 2009).

5
sekolah dengan pihak lain luar tersebut, dapat dijadikan sebagai faktor utama
untuk mewujudkan sekolah yang unggul dan kompetitif.
Justru yang perlu dipertanyakan sekarang, seberapa banyak sekolah
yang mampu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang berkepentingan
tersebut, sehingga mampu mengangkat dirinya sebagai sekolah yang
berkualitas.
Kelemahan-kelemahan pihak sekolah dalam mewujudkan kerjasama
ini, disebutkan oleh banyak faktor diantaranya; kurangnya kepedulian pihak
sekolah ke arah tersebut, adanya kesan bahwa sekolah tidak ada kaitannya
dengan pihak seperti perusahaan atau instansi-instansi terkait, kurangnya
pendekatan pimpinan sekolah terhadap perusahaan daerah, di samping
kurangnya perhatian yang sungguh-sungguh untuk memberdayakan sekolah
dengan mengatur kebijakan-kebijakan fiskal yang mengatur adanya
prosentase pajak untuk dialokasikan terhadap pendidikan di sekolah. 3

C. AKUNTABILITAS KEPALA SEKOLAH


Setiap pembicaraan tentang organisasi tentu tidak akan terlepas dari aspek
kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan masalah yang sangat penting
dalam manajemen, dan merupakan factor yang sangat penting dalam
mempengaruhi prestasi organisasi, karena kepemimpinan merupakan aktivitas
yang utama untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa kepemimpinan, suatu
organisasi hanya merupakan kegaluan orang-orang dan mesin. Dan setiap
organisasi seyogyanya memiliki pemimpin.4
Akuntabilitas yaitu berfungsinya seluruh komponen penggerak jalannya
kegiatan suatu organisasi, sesuai tugas dan kewenangannya masing-masing.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-
individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber
daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal
yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan

3
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. (Jakarta : GP Press, 2009).
4
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung : Remaja Rosdakarya
2012)

6
instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada
pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada
masyarakat.
Menurut Suherman T dijelaskan bahwa akuntabilitas dalam arti instansi
pendidikan dituntut memberi tanggungjawab atas penyelenggaraan dan
pelaksanaan misi dan fungsi pendidikan. Akuntabilitas dimaksudkan bukan
saja terbatas pada masalah fisik dan keuangan namun lebih dari itu meliputi
kesesuaian tujuan pendidikan dengan falsafah moral dan etika. Pada era
desentralisasi, otonomi dan keterbukaan ini semua pihak tentunya sepakat
bahwa akuntabilitas publik itu penting. Sedangkan menurut Slamet
menyatakan bahwa tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong
terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk
terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus
memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja
kepada publik. Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah
dan kepuasan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan
oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan
pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan
pendidikan kepada publik. Rumusan tujuan akuntabilitas di atas hendak
menegaskan bahwa akuntabilitas bukanlah akhir dari sistem penyelenggaraan
manajemen sekolah, tetapi merupakan faktor pendorong munculnya
kepercayaan dan partisipasi yang lebih tinggi lagi.5
Sedangkan menurut Martinis, menjelaskan bahwa akuntabilitas
menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas
horizontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola
sekolah dengan masyarakat, sekolah dan orang tua siswa, sekolah dan instansi
di atasnya atau dinas pendidikan. Sedangkan akuntabilitas horizontal
menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah, antara kepala sekolah

5
Sri Marmoah, Akuntabilitas Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Di
Sekolah Dasar Islam Terpadu (Sdit) Nurul Ilmi Kota Jambi, Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi Vol.13 No.4 Tahun 2013

7
dengan komite dan antara kepala sekolah dengan guru. 6 Akuntabilitas tidak
saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga menyangkut pengelolaan
keuangan dan kualitas output. Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari
semakin kecilnya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik
sumber-sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun
peruntukannya dapat dipertanggung jawabkan oleh pengelola. Pengelola
keuangan yang bertanggung jawab akan mendapat kepercayaan dari warga
sekolah dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek
korupsi tidak akan dipercaya.7
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
akuntabilitas kepala sekolah adalah seorang guru yang mempunyai
kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu
sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai
tujuan bersama. Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan
yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu
kepala sekolah harus mengetahui tugas-tugas yang harus ia laksanakan,
diantaranya mengadakan supervisi terhadap kegiatan pendidikan,
memberikan pelatihan terhadap tenaga kependidikan, dan mengadakan studi
banding kesekolah yang maju, hal tersebut sebagai indikator yang harus
dicapai oleh kepala sekolah yang akuntabel atau bertanggung jawab.

D. BUDAYA SEKOLAH
1. Pengertian
Secara etimologis, budaya berasal dari bahasa Inggris yaitu dari
kata culture. Marvin Harris mendefinisikan culture atau budaya sebagai
serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi milik
bersama, dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku sesuai
dengan aturan. Dalam istilah lain Denis Lawton mendefinisikan bahwa

6
Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja (Guru. Jakarta : GP Press, 2010).
7
Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja (Guru. Jakarta : GP Press, 2010).

8
culture is everything that exists in a society. Culture includes every thing
that is man made : technological artifacts, skills, attitudes, and values.
Secara implisit, kesimpulan dari kedua definisi di atas menyatakan
bahwa kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang telah diterapkan di suatu
sekolah merupakan budaya sekolah. Secara eksplisit, Deal dan Peterson
mendefinisikan budaya sekolah sebagai sekumpulan nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan
masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter
atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.
Budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama
yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu
masyarakat. Jika definisi ini diterapkan di sekolah, sekolah dapat saja
memiliki sejumlah kultur dengan satu kultur dominan dan kultur lain
sebagai subordinasi. 8
Pendapat lain tentang budaya sekolah juga dikemukakan oleh
Schein, bahwa budaya sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hasil
invensi, penemuan atau pengembangan oleh suatu kelompok tertentu saat
ia belajar mengatasi masalah-masalah yang telah berhasil baik serta
dianggap valid, dan akhirnya diajarkan ke warga baru sebagai cara-cara
yang benar dalam memandang, memikirkan, dan merasakan masalah-
masalah tersebut.
Pandangan lain tentang budaya sekolah dikemukakan oleh bahwa
budaya sekolah adalah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-
nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dipegang
bersama oleh seluruh warga sekolah, yang diyakini dan telah terbukti
dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai problem dalam
beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan melakukan integrasi
internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada
anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat

8
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. (Jakarta : GP Press, 2009).

9
bagaimana seharusnya mereka memahami, berpikir, merasakan dan
bertindak menghadapi berbagai situasi dan lingkungan yang ada.9
2. Karakteristik Budaya Sekolah
Kehidupan selalu berubah. Dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak mengalami perubahan.Perubahan-perubahan itu dapat terjadi karena
pengaruh lingkungan dan pendidikan.Pengaruh lingkungan yang kuat
adalah di sekolah karena besar waktunya di sekolah. Sekolah memegang
peranan penting dan strategis dalam mengubah, memodifikasi, dan
mentransformasikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang
berhubungan dengan kebutuhan anak untuk hidup di masyarakat sesuai
dengan tuntutan jamannya.10
Studi terhadap sekolah-sekolah yang berhasil atau efektif dapat
diperoleh gambaran bahwa mereka mempunyai lima karakteristik umum
seperti yang diungkapkan oleh Steven dan Keyle sebagai berikut :
a. Sekolah memiliki budaya sekolah yang kondusif
b. Adanya harapan antara para guru bahwa semua siswa dapat sukses
c. Menekankan pengajaran pada penguasaan ketrampilan
d. Sistem tujuan pengajaran yang jelas bagi pelaksanaan monitoring dan
penilaian keberhasilan kelas
e. Prinsip-prinsip sekolah yang kuat sehingga dapat memelihara
kedisiplinan siswa
Penciptaan budaya sekolah dapat dilakukan melalui :
a. Pemahaman tentang budaya sekolah
b. Pembiasaan pelaksanaan budaya sekolah
c. Reward and punishment
Menurut Robbins karakteristik umum budaya sekolah adalah
sebagai berikut: (1) inisiatif individual, (2) toleransi terhadap tindakan

9
Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar.
(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1993).
10
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi (Terjemahan Hadyana P, Benyamin M).
(Jakarta : PT Prenhallindo 2001),

10
beresiko, (3) arah, (4) integrasi, (5) dukungan dari manajemen, (6) kontrol,
(7) identitas, (8) sistem imbalan, (9) toleransi terhadap konflik dan (10)
pola-pola komunikasi. 11
Dalam lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah
sekolah, kebudayaan memiliki dimensi yang dapat di ukur yang menjadi
ciri budaya sekolah seperti:
a. Tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi warga atau
personil sekolah, komite sekolah dan lainnya dalam berinisiatif.
b. Sejauh mana para personil sekolah dianjurkan dalam bertindak
progresif, inovatif dan berani mengambil resiko.
c. Sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi, tujuan,
sasaran sekolah, dan upaya mewujudkannya.
d. Sejauh mana unit-unit dalam sekolah didorong untuk bekerja dengan
cara yang terkoordinasi.
e. Tingkat sejauh mana kepala sekolah memberi informasi yang jelas,
bantuan serta dukungan terhadap personil sekolah.
f. Jumlah pengaturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk
mengawasi dan mengendalikan perilaku personil sekolah.
g. Sejauh mana para personil sekolah mengidentifkasi dirinya secara
keseluruhan dengan sekolah ketimbang dengan kelompok kerja tertentu
atau bidang keahlian profesional.
h. Sejauh mana alokasi imbalan diberikan didasarkan atas kriteria prestasi.
i. Sejauh mana personil sekolah didorong untuk mengemukakan konflik
dan kritik secara terbuka.
j. Sejauh mana komunikasi antar personil sekolah dibatasi oleh hierarki
yang formal.
Dari sekian karakteristik yang ada, dapat dikatakan bahwa budaya
sekolah bukan hanya refleksi dari sikap para personil sekolah, namun juga

11
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi (Terjemahan Hadyana P, Benyamin M).
(Jakarta : PT Prenhallindo 2001),

11
merupakan cerminan kepribadian sekolah yang ditunjukan oleh perilaku
individu dan kelompok dalam sebuah komunitas sekolah.
3. Peran Budaya Sekolah
Dalam terminologi kebudayaan, pendidikan yang berwujud dalam
bentuk lembaga atau instansi sekolah dapat dianggap sebagai pranata
sosial yang di dalamnya berlangsung interaksi antara pendidik dan
peserta didik sehingga mewujudkan suatu sistem nilai atau keyakinan,dan
juga norma maupun kebiasaan yang di pegang bersama. Pendidikan
sendiri adalah suatu proses budaya. Masalah yang terjadi saat ini adalah
nilai-nilai yang mana yang seharusnya dikembangkan atau dibudayakan
dalam proses pendidikan yang berbasis mutu itu. Dengan demikian
sekolah menjadi tempat dalam mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang
tidak hanya terbatas pada nilai-nilai keilmuan saja, melainkan semua nilai-
nilai kehidupan yang memungkinkan mampu mewujudkan manusia yang
berbudaya.12
Djemari membagi karekteristik peran kultur sekolah berdasarkan
sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga yakni : 13
a. Bernilai Strategis
Budaya yang dapat berimbas dalam kehidupan sekolah secara
dinamis. Misalnya memberi peluang pada warga sekolah untuk bekerja
secara efisien, disiplin dan tertib. Kultur sekolah merupakan milik
kolektif bukan milik perorangan, sehingga sekolah dapat dikembangkan
dan dilakukan oleh semua warga sekolah.
b. Memiliki Daya Ungkit
Budaya yang memliki daya gerak akan mendorong semua warga
sekolah untuk berprestasi, sehingga kerja guru dan semangat belajar
siswa akan tumbuh karena dipacu dan di dorong, dengan dukungan
budaya yang memiliki daya ungkit yang tinggi. Misalnya kinerja

12
Wahyusumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta : PT Radja Grafindo Persada,
2008).
13
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. (Jakarta : GP Press,
2009).

12
sekolah dapat meningkat jika disertai dengan imbalan yang pantas,
penghargaan yang cukup, dan proporsi tugas yang seimbang. Begitu
juga dengan siswa akan meningkat semangat belajranya, bila mereka
diberi penghargaan yang memadai, pelayanan yang prima, serta
didukung dengan sarana yang memadai.
c. Berpeluang Sukses
Budaya yang berpeluang sukses adalah budaya yang memiliki
daya ungkit dan memiliki daya gerak yang tinggi. Hal ini sangat penting
untuk menumbuhkan rasa keberhasilan dan rasa mampu untuk
melaksanakan tugas dengan baik. Misalnya budaya gemar membaca.
Budaya membaca di kalangan siswa akan dapat mendorong mereka
untuk banyak tahui tentang berbagai macam persoalan yang mereka
pelajari di lingkungan sekolah. Demikian juga bagi guru mereka
semakin banyak pengetahuan yang diperolah, tingkat pemahaman
semakin luas, semua ini dapat berlangsung jika disertai dengan
kesadaran, bahwa mutu/ kualitas yang akan menentukan keberhasilan
seseorang.
4. Hal-hal Yang Perlu Dikembangkan Dalam Menciptakan Budaya
Sekolah Yang Unggul
Keberadaan budaya sekolah di dalam sebuah sekolah merupakan
urat nadi dari segala aktivitas yang dijalankan warga sekolah mulai dari
guru, karyawan, siswa dan orang tua. Budaya sekolah yang didesain secara
terstruktur, sistematis, dan tepat sesuai dengan kondisi sosial sekolahnya,
pada gilirannya bisa memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan
kualitas sumber daya manusia sekolah dalam menuju sekolah yang
berkualitas. 14 Ada tiga hal yang perlu dikembangkan dalam menciptakan
budaya sekolah yang berkualitas, yaitu:
a. Budaya keagamaan (religi)

14
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. (Jakarta : GP Press,
2009).

13
Menanamkan perilaku atau tatakrama yang tersistematis dalam
pengamalan agamanya masing-masing sehingga terbentuk kepribadian
dan sikap yang baik (akhlaqul Karimah)
Bentuk Kegiatan:
Budaya Salam, Doa sebelum/sesudah belajar, Doa bersama, Sholat
Berjamaah (bagi yang beragama islam), peringatan hari besar
keagamaan, dan kegiatan keagamaan lainnya.
b. Budaya kerjasama (team work)
Menanamkan rasa kebersamaan dan rasa sosial terhadap sesama
melalui kegiatan yang dilakukan bersama.
Bentuk Kegiatan:
MOS, Kunjungan Industri, Parents Day, Baksos, Teman Asuh, Sport
And Art, Kunjungan Museum, Pentas Seni, Studi banding, Ekskul,
Pelepasan Siswa, Seragam Sekolah, Majalah Sekolah, Potency
Mapping, Buku Tahunan, PHBN, (Peringatan hari Besar Nasional), dan
PORSENI.
c. Budaya kepemimpinan (leadhership)
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan keteladanan dari sejak
dinikepada anak-anak.
Bentuk Kegiatan :
Budaya kerja keras, cerdas dan ikhlas, budaya Kreatif; Mandiri &
bertanggung jawab, Budaya disiplin/TPDS, Ceramah Umum, upacara
bendera, Olah Raga Jumat Pagi, Studi Kepemimpinan Siswa, LKMS
(Latihan Keterampilan manajemen siswa), Disiplin siswa, dan OSIS.15

E. KESIMPULAN
Dengan demikian pertanggungjawaban baik berupa responsibilitas guru
maupun akuntabilitas kepala sekolah tidak dapat terwujud tanpa adanya
pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, sehingga antara pemerintah,

15
Patricia Buhler, Alpha Teach Yourself, MAnajemen Skill, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2007)

14
masyarakat, dan sector swasta sepakat mengatur sekolah secara bersama-
sama. Berkaitan dengan ini, juga perlu dibangun adanya dialog antara pelaku-
pelaku penting sekolah agar semua pihak merasa memiliki sekolah tersebut.
Budaya sekolah yang baik dapat memperbaiki kinerja sekolah, baik
kepala sekolah, guru, siswa, karyawan maupun pengguna sekolah
lainnya. Situasi tersebut akan terwujud manakala kualifikasi budaya tersebut
bersifat sehat, solid, kuat, positif, dan professional. Dengan demikian suasana
kekeluargaan, kolaborasi, ketahanan belajar, semangat terus maju, dorongan
untuk bekerja keras dan belajar mengajar dapat diciptakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1993).
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung : Remaja Rosdakarya
2003
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung : Remaja
Rosdakarya 2012
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan. Jakarta : GP Press,
2009
Martinis Yamin dan Maisah, Standarisasi Kinerja, Guru. Jakarta : GP Press, 2010
Patricia Buhler, Alpha Teach Yourself, MAnajemen Skill, Jakarta: Prenada Media
Group, 2007
Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi (Terjemahan Hadyana P, Benyamin M).
Jakarta : PT Prenhallindo 2001
Sri Marmoah, Akuntabilitas Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Di Sekolah Dasar Islam Terpadu (Sdit) Nurul Ilmi Kota Jambi,
Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.13 No.4 Tahun 2013
Wahyusumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta : PT Radja Grafindo
Persada, 2008

15

Anda mungkin juga menyukai