II.1 PENDAHULUAN
II.2 PENYAJIAN
Siklus hidup pohon dapat dibagi menjadi dua fase besar yaitu fase vegetatif dan fase
reproduktif
Tanda fisik sebagai indikator terjadinya transisi dari fase juvenil menuju
dewasa:
Pertumbuhan meninggi makin lambat
Ruas-ruas yang tersusun (internodia) menjadi makin pendek
Titik tumbuh mulai melebar
Ujung batang membentuk kerucut tumpul
c. Fase reproduktif
Adalah suatu masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-organ
reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi tersebut untuk membentuk biji.
a. Bagian-bagian bunga
Produksi biji merupakan basil akhir dari serangkaian tahap perkembangan,
yang diawali dengan pembentukan kuncup bunga, perkembangan bunga hingga
anthesis (mekar), penyerbukan (pollination), pembuahan (fertilization), perkembangan
buah dan biji, hingga kemasakan dan penyebaran biji (ripening and dispersal).
Bunga (flos) dapat dipandang sebagai suatu batang atau cabang berdaun yang telah
mengalami perubahan bentuk. Cabang ini diumpamakan memiliki empat buku (nodus),
dan pada tiap nodus ini melekatlah rangkaian daun yang fungsinya berbeda :
Putik (pistillum)
Fungsi : alat perkembangbiakan betina
Terdiri dari :
1. Kepala putik (stigma)
2. Tangkai putik (stylus)
3. Bakal buah (ovarium)
4. Bakal biji (ovulum)
Androecium : seluruh alat kelamin jantan yang terdapat pada bunga, yaitu:
benang sari (stamen)
Tepung sari (pollen) : mengandung inti sperma
Gynaecium : seluruh alat kelamin betina yang terdapat pada bunga, yaitu:
bakal buah (ovarium)
bakal biji (ovulum) : mengandung sel telur
(ovum) Berdasarkan keberadaan alat kelamin, bunga
dibedakan menjadi :
bunga jantan (masculus : ) : hanya punya androecium
bunga betina (femineus : ) : hanya memiliki gynaecium
hermaphroditus ( ) : memiliki keduanya
c. Tipe simetri
Bidang simetri : bidang vertikal yang dapat membagi bentuk bunga menjadi 2 bagian
yang sama dan sebangun.
d. Perbungaan (inflorescentia)
4. Tangkai utama bercabang dan tiap cabang membentuk satu cabang samping;
bungabunganya bertangkai monochasium
Sekrup (bostryx)
Sinsinus (cincinnus)
Sabit (drepanium)
Kipas (rhipidium)
2. Inisiasi bunga
Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif
mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi
dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses
selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.
4. Anthesis
Tahap pertama :
Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle);
biasanya terjadi pada buah-buah fleshy
Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan
endocarp pada buah-buah dry
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap
ketiga buah telah mengandung 80-90% air dan 2-10-20% gula.
2. Faktor internal
Fitohormon
Genetik
1. Faktor eksternal
Suhu
Pada spesies temperate dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan
awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di
sini adalah mematahkan dormansi kuncup.
Pada spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada
suhu justru lebih bermanfaat (Matthews, 1963; Jackson dan Sweet, 1972; Menzel,
1983; Owens dan Blake, 1985; Southwick dan Davenport, 1986). Pada apokat
suhu optimal untuk perkembangan bunga adalah 25 C. Jika tanaman ditempatkan
pada suhu 33C sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi penghambatan
perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari (Sedgley dkk, 1985b).
Pada Acacia pycnantha suhu di atas 19C menghambat baik mikrosporogenesis
maupun makrosporogenesis (Sedgley, 1985a). Pada jeruk, suhu di atas 30 C
dilaporkan telah merusak perkembangan kuncup bunga (Moss, 1969).
Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan pola pembelahan meristem, dari
apikal menjadi lateral. Penempatan tanaman pada suhu rendah adalah penting
untuk induksi dan inisiasi bunga dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 1,2 C
(Amling dan Amling, 1983).
Curah hujan/kelembaban
Stres air dapat memacu inisiasi bunga, terutama pada tanaman pohon tropis dan
subtropis seperti leci dan jeruk (Menzel, 1983; Southwick dan Davenport, 1986).
Pembungaan melimpah pada tanaman kayo tropis genus Shorea juga telah
dihubungkan dengan terjadinya kekeringan pada periode sebelumnya (Burgess,
1972). Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada spesies iklim-sedang
seperti pinus, apel dan zaitun.
Kebanyakan pembungaan di daerah tropis terjadi scat transisi dari musim hujan
menuju kemarau
Pada musim hujan tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara
dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi
sebanyakbanyaknya pertumbuhan vegetatif lebih dominan
Transisi menuju kemarau berhubungan dengan meningkatnya intensitas cahaya,
lama penyinaran dan suhu udara meningkatnya aktivitas metabolik pada
tanaman
Pembungaan di daerah tropis merupakan respon terhadap turunnya status air
dalam tanah
Air dan nitrogen melimpah titik tumbuh apikal aktif pertumbuhan vegetatif
dominan
Kandungan air menurun suhu dalam tanah meningkat aktivitas meristem
apical menurun terjadi mobilisasi energi dan cadangan makanan untuk
membentuk meristem lateral
1. Intensitas Cahaya
Unsur hara
2. Faktor Internal
Fitohormon
Auxin
Merupakan respon terhadap cahaya
Disintesis di jaringan meristematik apikal (ujung)
Menstimulir terjadinya pembelahan pada meristem apical mempengaruhi
proses perpanjangan ujung tanaman
Ethylene
Disintesis oleh daun
Diransfer ke tunas lateral memulai proses induksi bunga
Gibberellin
Disintesis pada primordia akar dan batang
Ditranslokasikan pada xylem dan floem
Menstimulir proses perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
Asam giberelik mempunyai efek penghambatan yang sangat kuat terhadap
pembungaan berbagai pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah
temperate, rhododendron, jeruk dan mangga (Criley, 1969; Jackson dan Sweet,
1972; Luckwill dan Silva, 1979; Guardiola dkk, 1982; Tomer, 1984). Pada Citrus
sinensis, GA3 dapat menyebabkan kuncup-kuncup dorman yang sesungguhnya
potensial berbunga kembali sepenuhnya ke tingkat vegetatif, sampai tiba
waktunya pembentukan kelopak bunga (Lord dan Eckard, 1987). Luckwill
(1980) telah memperkenalkan sebuah model yang melibatkan giberelin pada
pengendalian inisiasi bunga apel secara hormonal. Giberelin yang dihasilkan
oleh biji-biji yang sedang berkembang dalam buah muda diduga telah
menghambat pembentukan bunga, dan dengan demikian mengurangi
pembungaan pada musim semi berikutnya.
Pada umumnya, zat penghambat-tumbuh, seperti Chlormequat Cycocel; (2-
cloroethyl)trimethylammonium chloride, Alar dan TIBA (tri-iodobenzoic acid),
mengurangi pertumbuhan vegetatif dan memacu pembungaan pada spesies
pohon angiosperma (Cathey, 1964; Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972;
Luckwill dan Silva, 1979; Ramirez dan Hoad, 1984; Embree dkk, 1987).
Penyerbukan merupakan:
pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik
(pistillum)
peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma)
a. Penyerbukan di Alam
Pola variasi genetik di alam sangat ditentukan oleh mekanisme penyerbukan
pada tanaman (Bawa dan Hadley, 1990; Griffin dan Sedgley, 1989). Dalam hal ini,
adalah penting untuk memahami fungsi tanaman sebagai bagian dari populasi
terutama dalam konteks spesies yang biotically pollinated sebagai suatu sistem
ekologis yang lebih kompleks.
Maksud dari manajemen polinasi/penyerbukan (pollination management)
adalah untuk memastikan bahwa transfer tepung sari dari genotip yang dibutuhkan
telah mencukupi untuk dapat memproduksi biji dalam kualitas dan kuantitas yang
optimal.
Macam penyerbukan di alam
1. Penyerbukan tertutup (kleistogami)
Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama. Dapat
disebabkan oleh
Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar)
Konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar),
misalnya pada bunga dengan kelopak besar dan menutup. Contoh : familia
Papilionaceae
a. Autogamie : putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama
b. Geitonogamie : putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda, dalam
pohon yang sama
c. Allogamie (Silang) : putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg sejenis
d. Xenogamie (asing) : putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg tidak
sejenis
a. Dikogami
Putik dan benang sari masak dalam waktu yang tidak bersamaan.
b. Herkogami
Bunga yang berbentuk sedemikian rupa hingga penyerbukan sendiri tidak dapat
terjadi. Misal : Panili yang memiliki kepala putik yang tertutup selaput (rostellum).
c. Heterostili
Bunga memiliki tangkai putik (stylus) dan tangkai sari (filamentum) yang tidak sama
panjangnya
Misal :
Agen Biotik
Penyerbukan dengan bantuan agen biotik biasanya terjadi di daerah tropis.
Contoh agen biotik : serangga, kelelawar, burung
Agen Abiotik
Penyerbukan dengan bantuan agen abiotik biasa terjadi di daerah
temperate. Contoh agen abiotik : angin, air
Pada penyerbukan biotik, proses penyerbukan merupakan resultan dari serangkaian
interaksi yang telah terbentuk antara tanaman berbunga dan pollinatornya, yang
dikondisikan oleh lingkungan menjelang dan selama anthesis. Dengan demikian,
keberhasilan penyerbukan mensyaratkan adanya kemampuan dari pollinator untuk
membangun sejumlah interaksi dengan tanaman berbunga yang dapat
mengakibatkan terjadinya transfer tepung sari.
Menurut Ghazoul (1997), pengunjung bunga (flower visitor) dapat diduga
sebagai agen pembantu penyerbukan (pollinator) jika organisme tersebut dapat
memastikan terjadinya transfer tepung sari pada kepala putik. Sehubungan dengan
itu, Griffin dan Sedgley (1989) mengajukan sejumlah kriteria pollinator efektif yaitu :
mengadakan kunjungan reguler pada bunga saat tepung sari masak dan putik
reseptif,
melakukan aktivitas pada kisaran kondisi cuaca/iklim yang sama dengan
saat terjadinya musim bunga,
mengunjungi banyak bunga pada banyak pohon dalam satu populasi,
membawa muatan tepung sari yang mencukupi,
membuat kontak yang kontinu dengan kepala putik, dengan cara yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyerbukan,
1. Atraktan primer
Berupa substansi/materi yang disediakan oleh tanaman untuk memperoleh
kunjungan yang kontinu dari pollinator-nya. Atraktan primer dapat berupa :
Sumber energi (makanan)
Nektar
Tiap-tiap jenis pollinator hanya dapat mengambil nektar pada volume
dan konsentrasi tertentu
Pollen
Tempat membangun sarang
Contoh : Blastophagus psenes, sejenis tawon dari ordo Hymenoptera
membangun sarangnya di dalam buah muda Ficus carica. Ketika akan
bertelur, serangga betina memasuki bunga sehingga tepung sari yang
menempel di tubuhnya jatuh pada kepala putik.
Tempat melakukan perkawinan
Contoh : nangka (Arthocarpus heterophyllus) dan cocoa (Theobroma cacao)
merupakan sarang bagi sejenis lalat (ordo Diptera)
2. Atraktan Sekunder
Adalah efek-efek tertentu yang ditampilkan oleh bunga untuk mengusahakan agar
eksistensinya dapat diketahui oleh pollinator-nya. Atraktan sekunder dapat berupa
:
Warna bunga
Tiap-tiap jenis pollinator hanya dapat menangkap spektrum warna tertentu.
Lebih berperan untuk menarik diurnal pollinator (pollinator yang aktif di siang
hari)
Ukuran dan bentuk bunga
Ukuran dan bentuk bunga berhubungan dengan struktur tubuh dan tipe mulut
agen penyerbuk.
Bau bunga
Lebih berperan untuk menarik nocturnal pollinator (pollinator yang aktif pada
malam hari)
Tipe pollinator tertentu akan mengunjungi bunga dengan tipe tertentu pula
Konsentrasi dan volume nektar yang dapat diambil oleh tiap jenis pollinator
1. Persiapan
Contoh emaskulasi pada Eucalyptus pellita : kuncup bunga yang siap diemaskulasi
ciri morfologis warna kuning rata (a), dan kuncup bunga setelah diemaskulasi (b)
b. Pembelahan Reduksi
c. Proses pembuahan
Bakal buah (ovarium) dapat menjadi buah (fructus) setelah terjadinya proses
pembuahan. Pembuahan (fertilization) adalah peristiwa peleburan antara inti sperma
dengan inti sel telur.
Produktivitas bunga pada tiap siklus pembungaan tidak sama. Hal ini dipengaruhi oleh
umur dan kondisi lingkungan.
Tidak semua bunga yang terbentuk dapat diserbuki. Hal ini dipengaruhi oleh
keberadaan agen penyerbuk, kondisi lingkungan, dan fertilitas alat reproduksi.
Tidak semua bunga yang telah diserbuki dapat melanjutkan prosesnya hingga ke
pembuahan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan genetik, misalnya
mekanisme self-incompatibility.
Persentase buah muda yang dapat tumbuh terus hingga menjadi buah masak
Dipengaruhi oleh :
Partenogenesis
Sel telur (ovum) dalam bakal biji (ovulum) dalam kondisi tertentu kadang-
kadang dapat tumbuh menjadi embrio tanpa mengalami pembuahan sama sekali.
Terbagi menjadi:
Partenogenesis haploid :
Sel telur telah mengalami reduksi terlebih dahulu menjadi n kromosom.
Biasanya tipe ini akan segera mati, sebelum sempat tumbuh menjadi buah
masak.
Apogami
Beberapa sel yang terdapat di dalam bakal biji (ovulum), namun di luar
kandung embrio (saccus embryonalis), bisa tumbuh menjadi embrio. Sel-sel tsb tidak
pernah mengalami reduksi, sehingga inti selnya adalah diploid (2n).
Jika sel-sel tersebut masuk ke dalam kandung embrio dan ikut tumbuh menjadi
embrio yang diploid, maka proses ini disebut apogami. Apogami dapat mengakibatkan
terjadinya poliembrioni, yaitu terbentuknya banyak embrio dalam satu biji.
Partenokarpi
Bakal buah kadang-kadang dapat tumbuh menjadi buah tanpa didahului
dengan penyerbukan dan pembuahan. Buah yang terbentuk tidak berisi biji sama
sekali.
a. Struktur Bunga
ANGIOSPERMAE
Tersusun atas kelopak (sepal), mahkota (petal), putik (o+) dan benang sari (o>)
Bisa berupa bunga sempurna (strukturnya lengkap) atau tak
sempurna (salah satu/beberapa struktur penyusunnya tidak ada)
Bisa berumah satu/monoecious (o+dan o> dalam bunga/pohon yang sama)
atau berumah dua/dioecious (o+ dan o> dalam pohon yang berbeda)
Bisa bersifat hermafrodit (o+ dan o> lengkap dalam 1 bunga), masculus
(hanya memiliki (o>), atau femineus (hanya memiliki o+)
GYMNOSPERMAE
Tipe strobili (cones) : strukturnya tersusun atas sumbu sentral (central
axis) yang mendukung kelopak (bracts) dan sisik (scales)
Tepung sari
Ketika tepung sari (pollen) matang, secara otomatis kepala sari (anthera)
akan pecah dan menghamburkan butiran-butiran tepung sari yang matang.
Kematangan tepung sari berhubungan dengan penurunan kadar air dan penyusutan
jaringan pada kepala sari, yang merupakan fungsi higroskopis untuk membuka
kantung tepung sari. Mekanisme ini diduga merupakan fungsi alami dari tanaman
untuk menghamburkan tepung sarinya demi kepentingan penyebaran alam dan
regenerasi (Griffin dan Sedgley, 1989).
Secara visual, tepung sari yang matang dapat dideteksi dari perubahan
warna dan kelekatan (stickiness) butiran-butirannya (Griffin dan Sedgley, 1989;
Ghazoul, 1997). Perubahan warna permukaan butiran tepung sari dari kuning pucat
menjadi kuning terang mengindikasikan adanya peningkatan sporopollenin bagian
dari exine yang merupakan ciri spesifik dari suatu spesies yang mempengaruhi
kenampakan luarnya; dan pollenkit yang basah, lengket dan berwarna; mengandung
lemak, protein, karbohidrat, pigmen, senyawa fenolik dan ensim.
Peningkatan kelekatan butiran tepung sari mengindikasikan bahwa tepung
sari tersebut telah siap untuk berkecambah dengan melakukan proses hidrasi dan
melepaskan protein. Mekanisme hidrasi inilah yang dianggap paling menentukan
dalam mengawali terjadinya proses penyerbukan, yang merupakan rangkaian dari
proses interaksi jantan-betina (male-female interaction), perkecambahan tepung sari
(pollen germination) dan pembentukan buluh tepung sari (pollen tube growth) (Griffin
dan Sedgley, 1989).
Putik
Foto mikroskopik kepala putik sebelum reseptif (A), saat reseptif (B)
dan sesudah melampaui masa reseptif (C)
GYMNOSPERMAE
Masa reseptif biasanya ditandai dengan :
- perubahan warna female cone menjadi lebih terang
- scales terbuka perlahan-lahan dan akan tertutup kembali dalam waktu yang
singkat
ANGIOSPERMAE
ANGIOSPERMAE
Proses interaksi :
Putik yang reseptif memproduksi sekresi ekstraseluler
Butiran tepung sari yang masak jatuh pada kepala putik
Proses hidrasi : butiran tepung sari menyerap sekresi putik melalui lubang
germinasi
Hidrasi menyebabkan pollen membengkak, akhirnya lubang germinasi pecah dan
membebaskan lemak
Exine dan intine membebaskan protein
Proses perkecambahan pollen : lubang germinasi mendorong protein dari exine
masuk ke dalam pori-pori jaringan transmisi yang ada pada putik
Pembentukan pollen tube : formasi dinding pollen tube dimulai, selanjutnya
protein dari intine ikut membentuk dinding pollen tube
Selama terjadinya interaksi ini, jaringan transmisi yang ada pada putik menebal
dan memperbesar pori-porinya, untuk membuka jalan bagi pollen tube yang akan
membentang dari kepala putik hingga mikrofil.
GYNOSPERMAE
Bunga betina memiliki dua ovule terbuka (telanjang) dalam tiap scales
(macrosporophyll): yang berfungsi menangkap butiran tepung sari adalah
permukaan jaringan integument.
Ketika bungs betina mencapai reseptif, permukaan jaringan integument
memproduksi sekresi ekstraseluler dan membentuk mikrofil terbuka.
Ketika jaringan integument membentuk mikrofil terbuka, terjadi penebalan dan
penyusutan pada jaringan scale yang menyebabkan scale membuka sesaat.
Pada saat itulah butiran tepung sari menempel pada ujung nucellus.
Proses hidrasi : pollen menyerap air dari jaringan integument, dan
perkecambahan pollen terjadi pada ujung nucellus
Pollen tube terbentuk dari intine
ANGIOSPERMAE
Cadangan makanan berasal dari 2 polar nuclei (2n) + 1 inti generatif (n) =
endosperm (3n)
Endosperm (3n) dan embrio (2n) sama-sama berkembang, biasanya endosperm
berkembang terlebih dahulu untuk menjamin ketersediaan suplai makanan
Endosperm berangsur mengecil karena diserap oleh embrio dan ditransfer ke
cotyledon
Monocotyl : biji memiliki 1 cotyledon
Dicotyl : biji memiliki 2 cotyledon
GYMNOSPERMAE
Cadangan makanan berasal dari endosperm yang merupakan perkembangan
dari tapetum (female gametophyte) = n
Karena endosperm (n) sudah terbentuk sebelum pembuahan, maka energi
difokuskan untuk perkembangan embrio (2n)
Tehnik dan tatacara penanganan benih dan persemaian berkaitan erat dengan
sistim biologi benih yang bersangkutan. Untuk mengerti sejauh mana pengaruh
penanganan benih dan persemaian terhadap mutu benih, perlu diketahui dasar-
dasar genetik dan biologi benih. Di dalam kegiatan-kegiatan penanganan benih dan
persemaian, hasil terbaik dapat diperoleh apabila pengetahuan tentang dasar-dasar
ini digunakan secara tepat.
a. Kualitas Genetik
Kualitas genetik adalah suatu tingkatan di mana suatu lot benih mewakili
keragaman genetik dari sumber benih yang dipilih. Keragaman genetik mungkin
lebar ataupun sempit tergantung pada tujuan penanaman.
b. Kualitas Fisik
Kualitas fisik dari suatu benih merupakan gabungan dari ciri-ciri fisik atau
morfologis benih seperti warna, bentuk dan kemurnian benih.
Biji berasal dari ovule atau putik setelah mengalami pembuahan oleh tepung
sari melalui persilangan. Bagian yang berkembang ini meliputi endosperm didalam
benih-benih angiosperma atau mega-gametophyte (gametofit) pada jenis pohon
jarum, dan biasanya embrio dari tanaman yang akan datang. Kulit biji memiliki
bentuk dan struktur yang berlainan pada jenis tanaman yang berbeda, terutama
ketebalannya dan memiliki fungsi yang berbeda; sebagai contoh, ketahanannya atau
"dormancy" terdapat pada lapisan benih. Endosperma terdapat pada bagian dari biji
contoh: Rhododendron spp ..., Sambucus spp ..., atau Ribes spp ..., atau mungkin
berbentuk tidak sempurna atau rudimenter, fungsinya sebagai penyimpan makanan
telah diambil alih oleh cotyledon a.l. benih tumbuh-tumbuhan polong. Pada tanaman
daun jarum mega-gametofit (mega-gametophyte) merupakan bagian terbesar dari
biji.
Buah yang utuh (sejati) berkembang dari induk mega-sporophyll, pada
angiosperma disebut carpel. Pada angiosperm satu atau dua carpel akan
membentuk indung telur dan berisi satu atau beberapa ovule yang dapat
berkembang menjadi buah. Pada angiosperma. pericarp, meliputi exo-, meso-, dan
endocarp dan biji. Beberapa mega-sporophyll pada suatu poros pusat membentuk
buah kerucut atau 'cone'.
c. Kualitas Fisiologis
Kualitas fisiologis dari suatu benih berhubungan dengan kemampuan benih
tersebut untuk melangsungkan proses-proses fisiologis; dan dimanifestasikan dari
indeks viabilitas dan vigoritasnya.
Viabilitas benih merupakan kemampuan benih untuk berkecambah dalam
kondisi lingkungan yang optimal; dimanifestasikan dalam nilai persen kecambah.
c. Kualitas fitosanitari
Kualitas fitosanitari (kesehatan) dari suatu lot benih merupakan gabungan dari
sifatsifat fisik, fisiologis dan kesehatan dari setiap individu benih yang ada dalam lot
benih.
Kesehatan benih berkaitan dengan hama dan penyakit yang secara langsung
berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor dari material tersebut atau dapat
menimbulkan masalah di persemaian atau di areal penanaman apabila terbawa oleh
benih; misalnya penyakit-penyakit seed borne (penyakit-penyakit yang menyertai
benih).
Maksud dari kualitas suatu lot benih yang baik adalah kemampuan dari lot
benih tersebut untuk menghasilkan suatu populasi tanaman yang berguna dan sehat
dengan keragaman genetik minimal mendekati keragaman genetik dari sumber
benih aslinya.
Kualitas awal dari lot benih yang diberikan mungkin berubah akibat pengaruh
dari keragaman faktor. Apabila kualitas fisik, fisiologis dan kesehatan lot benih
menurun/ memburuk maka kualitas genetiknya pun demikian.
Adalah penting untuk memonitor kualitas dari suatu lot benih. Hal ini bisa
dilakukan melalui berbagai macam pengujian. Pengujian-pengujian tersebut harus
mencakup semua aspek kualitas dan semua tahapan-tahapan operasional dari
pengumpulan benih, pengolahan benih, persemaian, pengangkutan dan
penanaman. Hal yang sama seperti di atas berlaku untuk bahan reproduktif
vegetatif.
- benih belum terbebas dari dormansi, baik dormansi kulit biji maupun embrio
- metode perlakuan benih (seed handling)
Berbagai gejala kerusakan pada biji dan benih baik selama masih di kebun
penghasil benih atau di penyimpanan yang selama ini menjadi permasalahan antara
lain berupa :
Keguguran biji (seed abortion)
Benih menjadi busuk basah atau kering di penyimpanan
Benih menjadi berkeriput
Benih mengalami sklerotisasi
Benih mengalami nekrosis
Benih mengalami perubahan warna
Menurunnya perkecambahan benih
Terjadi stromatisasi benih.
Biji yang akan digunakan sebagai benih yang mengalami kerusakan seperti
tersebut di atas kadang bisa mencapai lebih dari 30%
Kondisi penyimpanan
Benih yang telah bebas dari serangga ketika disimpan, hams dilindungi dari
serangan ulang. Sisa-sisa benih dari lot benih yang sebelumnya terdapat serangga
di sudut-sudut kotak penyimpanan berpotensi merusak benih. Tindakan pencegahan
untuk terjadinya serangan ulang adalah dengan membersihkan secara menyeluruh
ruang penyimpanan. Cara yang paling efisien untuk mengurangi kerusakan oleh
serangga selama penyimpanan adalah dengan mengeringan yang tepat dan suhu
rendah.
Jika serangga benih tidak dapat dihilangkan selama pemrosesan, dan ada
resiko serangan serangga akan berlanjut atau meningkat selama penyimpanan,
perlakuan dengan racun atau zat penolak serangga dapat diberikan.
Fumigasi
Fumigasi adalah pemberian zat penghambat metabolisme atau racun dalam
bentuk gas. Keuntungan dan kerugian fumigasi, berhubungan dengan sifat fisiknya
dibandingkan dengan perlakuan lainnya seperti bubuk insektisida.
Beberapa zat fumigan yang banyak tersedia antara lain adalah ethylen
bromida, gas hidrosianik, campuran karbon disulfit dan karbon tetraklrorit fosfin, dan
pirimiphs. Zat fumigan di atas semuanya adalah racun terhadap manusia dan hams
ditangani dengan sangat hati-hati dan hanya oleh petugas yang terlatih dengan
menggunakan perlengkapan pelindung. Lebih dari itu, semua zat fumigan bersifat
phytotoxic, sehingga waktu perlakuan hams sesingkat mungkin. Salah satu gas yang
beracun adalah CO2 telah digunakan untuk perlakuan benih ortodok. Karena CO2
tidak berbahaya terhadap benih kering, benih dapat disimpan dengan gas tersebut
dalam waktu yang lama.
Metode biologik
Beberapa finis tanaman mengandung bahan penolak serangga, yang secara
tradisional digunakan dalam penyimpanan benih, misalnya pyrethrum di atas salah
satu tanaman dengan pengaruh insektisida yang paling efektif adalah Mimba
(Azadirachta indica). Benih Mimba mengandung konsentrasi tinggi senyawa
aktufazadiractin dan benih yang dihancurkan atau minyaknya sangat efektif.
Sterilisasi permukaan
Jamur yang menempel pada permukaan benih dapat dihilangkan dengan
pemberian zat sterilisasi, antara lain:
Perlakuan panas
Perlakuan sesaat pada suhu tinggi dengan udara kering atau pencelupan
pada air panas dapat dilakukan bila jamur peka terhadap panas dan benih tahan
terhadap panas. Pada jenis Oak (Quercus spp.) perendaman dalam air pada suhu
40-45C selama 2-2,5 jam digunakan untuk membunuh jamur Ciborea. Perlakuan
dengan menggunakan suhu hams dilakukan secara hati-hati, karena jika terlalu lama
akan merusak benih. Di samping itu, perlakuan panas dapat menyebabkan kulit biji
rentan terhadap serangan jamur lainnya. Oleh karena itu, pemberian fungisida
mungkin masih diperlukan.
Fumigasi
Fumigasi dengan Metil bromida efektif untuk mengendalikan beberapa jenis
jamur. Fumigan lainnya yang kurang banyak digunakan adalah HCN, Karbon
disulfida dan Aluminium sulfida.
Fungisida yang biasa digunakan adalah Dithane M-45, Thiram dan lainnya.
Perlu diperhatikan bahwa bahan kimia yang memiliki bahan dasar sama seringkali
dijual dengan merek dagang yang berbeda oleh pabrik yang berbeda dan di negara
yang berbeda. Dikarenakan besarnya pasar dan penggunaan benih pertanian,
kebanyakan bahan kimia dilengkapi dengan petunjuk pemakaian dan dosis yang
digunakan untuk benih pertanian. Ukuran benih dan struktur kulit biji harus
dipertimbangkan dalam menentukan dosisnya.
Beberapa fungisida hanya efektif jika bersentuhan langsung dengan jamur.
Oleh karena itu jamur yang terletak jauh di dalam benih kemungkinan terhindar.
Pestisida sistemik seperti triadimethol, ehtirimol, dan metalaxyl efektif untuk
mengatasi jamur yang ada di dalam benih. Di Tasmania, Australia, 2 kantong calico
yang berisi 50 g paradichlorbenzine ditambahkan pada tiap kaleng benih (kira-kira
12 liter), yang satu dengan kedalaman 2/3 dan yang lainnya di atas benih untuk
perlindungan terhadap jamur.
Aplikasi Fungisida
Kebanyakan fungisida diaplikasikan dalam bentuk bubuk yang dicampurkan
dengan benih. Metode ini kebanyakan diaplikasikan pada benih dengan permukaan
biji kasar sehingga bubuk akan lebih melekat. Untuk benih dalam jumlah besar, cara
terbaik adalah mencampur benih dan bubuk dalam mesin pengaduk. Jika
permukaan biji halus, fungisida diaplikasikan dengan perendaman (metode slurry),
terkadang ditambah perekat/bahan pengikat untuk meningkatkan daya rekat. Metode
ini juga membantu absorpsi bahan kimia.
Metode Biologik
Ada sedikit pengalaman dalam penggunaan bahan biologis untuk
mengendalikan perkembangan jamur pada benih hutan tropis. Penyimpanan benih
rekalsitran Prunus africana dan Podocarpus milanjianus dalam serbuk kayu
membatasi perkembangan jamur, namun tidak diketahui apakah serbuk itu
mengandung sifat anti jamur atau tidak. Di India, minyak Eucalyptus hybrid efektif
mengendalikan perkembangan jamur benih Shorea robusta pada kelembaban tinggi,
dengan dosis minimum 3 ml minyak per 1 m3 kotak penyimpanan.
a. Genetika
Pada tanaman hutan ketahanan genetik ini belum banyak diketahui. Variasi
dalam tingkat serangan oleh bruchids terhadap beberapa genotipa telah dilaporkan
dalam tumbuhan Vigna unguiculata. Karena jenis serangga yang sama menyerang
kayu tumbuhan polong, misalnya Acacia dan Albizia spp., kemungkinan besar
keragaman genetik juga ada dalam jenis-jenis tersebut. Ketahanan, yang
disebabkan oleh perbedaan unsur kimia atau struktur kulit biji, bersifat variabel dan
berubah-ubah. Pada tahun dengan tingkat serangan yang
b. Perkembangan
Ovula dan benih dapat mudah dimangsa oleh hama dan penyakit dari tingkat
perkembangan awal hingga masak. Infeksi atau serangan awal sering menyebabkan
aborsi ovula atau seluruh bagian buah. Apabila serangan tersebut timbul pada akhir
perkembangannya, buah tersebut masak secara normal, namun tidak berisi dan
benihnya rusak. Jika jaringan buah diserang, buah akan tumbuh abnormal atau
berubah bentuk. Serangga dan penyakit menyerang buah atau benih hanya selama
tingkat perkembangan yang relatif singkat, misalnya ketika benih tersebut telah
masak atau mencapai ukuran masak tetapi sebelum memiliki kulit biji yang keras.
Hal ini terjadi pada sekelompok bruchid yang hanya menyerang benih atau polong
belum matang yang berwarna hijau; kelompok bruchid lainnya hanya menyerang
benih yang sudah matang. Jenis serangga yang berbeda menyerang benih Shorea
spp. selama perkembangannya. Benih yang masih muda diserang oleh Nanophyes
spp., sedangkan pada saat benih bertambah besar, diserang oleh kumbang
penggerek dari genus Alcidodes. Kedua kumbang penggerek ini biasanya
menyerang benih pada saat di pohon. Begitu benih tersebut jatuh, mereka diserang
oleh scolytids. Benih yang belum matang biasanya lebih lemah secara fisiologis, dan
gagalnya perkembangan misalnya pembentukan kulit benih dapat memberikan jalan
masuk yang lebih mudah bagi hama dan patogen pada bagian dalam benih yang
rentan, dan sebaliknya. Kehilangan viabilitas diawali oleh penurunan vigor, dan
menunjukkan kerentanan terhadap infeksi pada benih yang berkecambah atau
semainya. Untuk benih yang disimpan dalam kondisi kelembaban tinggi seperti
benih rekalsitran, infeksi jamur di dalamnya sering menimbulkan kerusakan benih.
c. Lingkungan
Faktor iklim tertentu dapat mendorong atau membatasi suatu jenis infeksi.
Kondisi panas dan sinar matahari dapat mempercepat perkembangan tingkat
dewasa serangga yang menginfeksi dan memperoleh makanan dari bungs. Kondisi
angin dapat memperluas penyebaran spora dan terkadang juga serangga; kondisi
lembab bermanfaat bagi pertumbuhan jamur. Kerentanan individu benih dapat
dipengaruhi oleh kualitas fisiologis, ukuran benih
a. Sumber benih
Benih adalah jasad hidup yang berfungsi sebagai sarana untuk reproduksi
tanaman. Benih merupakan hasil tanaman, yang jugs merupakan awal kehidupan
yang sangat menentukan kelangsungan generasi berikutnya.
Macam hasil yang dipungut atau dipanen tergantung pada macam benih
yang ditanam. Kenyataan memperlihatkan bahwa pada pohon terdapat perbedaan
sifat atau variasi. Perbedaan sifat yang diwariskan (turun temurun) disebabkan oleh
pengaruh gen di dalam pohon. Perbedaan sifat atau variasi itu terdapat diantara
species, provenans, tegakan dan di antara individu pohon.
Penentuan species yang tepat untuk tujuan tertentu dan tempat tumbuh
tertentu dapat dilakukan dari hasil uji species. Setelah ditentukan species, masih
perlu ditentukan provenans yang paling sesuai sehingga perlu dilakukan uji
provenans. Seringkali perbedaan sifat antar provenans cukup besar sehingga salah
pilih dalam pembuatan tanaman dapat menimbulkan kerugian yang besar.
Provenans terbaik itulah yang kemudian dipilih sebagai sumber benih untuk
pembuatan tanaman hutan ataupun keperluan pekerjaan pemuliaan lebih lanjut.
Untuk tujuan penanaman pohon hutan dalam ukuran luas, asal usul benih
yang diketahui nilai genetiknya adalah perlu. Pada saat ini, umumnya kita belum
banyak memperhatikan sifat genetik benih pohon hutan. Tetapi untuk negara-negara
lain, asal usul benih mutlak perlu diketahui.
Berdasarkan kualitas genetiknya, sumber benih dapat diklasifikasikan
menjadi (semakin tinggi nomornya, semakin tinggi pula kualitas genetik benihnya):
Tegakan terseleksi
Suatu tegakan dengan pohon-pohon berfenotip superior; merupakan tegakan
biasa yang dikonversi menjadi sumber benih dengan pemberian perlakuan tertentu
seperti penjarangan selektif dan isolasi dari kontaminasi tepung sari. Luasan minimal
5 Ha. Benih hanya dikoleksi dari tengah area untuk meningkatkan kemungkinan
memperoleh benih bergenetik baik, walaupun masih dalam bentuk prediksi.
Tegakan provenans
Salah satu metode yang paling biasa digunakan untuk memperoleh benih
baik dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang relatif cepat ielah kembali
kepada sumber asal atau provenans yang telah diuji sebelumnya dan terbukti baik.
Tegakan provenans merupakan pertanaman yang dibuat dari provenans
tertentu yang telah teruji; dengan tujuan untuk sumber benih, seleksi pohon plus,
maupun konservasi provenans. Eksplorasi benih dilakukan pada provenans yang
telah teridentifikasi bergenetik baik melalui uji provenans.
Selanjutnya dibangun tegakan provenans dengan menanam benih-benih dari
provenans teruji tersebut, menjarangi individu berfenotip inferior dan
mempertahankan yang baik. Sejak awal menejemen tegakan telah diarahkan untuk
tujuan produksi benih.
Kebun benih
Kebun Benih didefinisikan sebagai suatu pertanaman terdiri dari klon-klon
atau progeni terseleksi yang diisolasi (untuk mencegah atau mengurangi
penyerbukan tepung sari dari luar) dan dikelola sedemikian rupa sehingga
menghasilkan benih yang melimpah, sering
Diinginkan bila spesies yang bersangkutan mulai berbunga Diinginkan bila spesies yang
sangat awal bersangkutan mulai berbunga agak
Diinginkan bila uji keturunan dapat dikonversi menjadi SSO lambat
Diinginkan bila pembiakan vegetatif me-
dan berfungsi sebagai uji dan produksi sekaligus. Menjadi mungkinkan dan kebun benih hanya berfungsi
pilihan bila terdapat problem inkopabilitas atau pembiakan untuk produksi benih
vegetatif sulit dilakukan
Kebun benih teruji 1,5 generasi (progeny test 1.5 generation orchard)
Apabila hasil uji keturunan tersedia, maka kebun benih yang bare dapat
dibangun dari genotipe yang memiliki Daya Gabung Umum (General
Combining Ability) terbaik untuk sifat yang diseleksi.
b. Pertanaman Uji
Konservasi ex-situ
Konservasi sumber plasma nutfah merupakan aktifitas yang menyatu dengan
kegiatan pemuliaan pohon. Dengan konservasi gen maka ketersediaan material
genetik yang diperlukan
Uji keturunan
Peningkatan produktifitas, selain dapat ditempuh dengan penggunaan benih
dari provenans yang benar, juga perlu menggunakan benih dari kebun benih, yaitu
suatu sumber benih yang terdiri dari genotipe-genotipe yang telah teruji
keunggulannya. Kebun benih ini dapat berupa kebun benih semai/seedling seed
orchard (KBS/SSO) maupun kebun benih klon/clonal seed orchard (KBK/CSO).
Bank klon
Pada waktu melakukan pengumpulan benih dari pohon induk, bahan
vegetatif (scion) sekaligus dapat diambil untuk kemudian disambungkan pada
tanaman bawah (root stock). Hasil dari sambungan ini kemudian dipindahkan ke
lapangan untuk membuat bank klon. Pembangunan bank klon ini dimaksudkan
sebagai upaya untuk menduplikat seluruh materi genetik (plus trees) yang telah
terpilih dari hasil eksplorasi jangan sampai hilang. Dengan demikian bilamana dari
hasil uji genetik yang akan dilakukan diperoleh seedlot/famili yang unggul, maka
program breeding berikutnya dapat memanfaatkan materi genetik yang telah
terkumpul di areal klon bank. Pembangunan bank klon seyogyanya di buat di
beberapa tempat, sehingga bila terjadi sesuatu hal yang menyebabkan bank klon di
satu lokasi rusak/musnah, duplikat di tempat lain masih dapat dimiliki/diselamatkan.
Uji klon
Disadari dengan sepenuhnya bahwa produktifitas hutan hanya akan dapat
dicapai apabila materi tanaman yang dipergunakan seragam, dan materi seragam
hanya dapat diperoleh lewat pengembangbiakan klon unggul secara vegetatif.
Hanya klon-klon yang terbukti unggullah yang sebenarnya ekonomis untuk
dikembangkan secara operasional. Informasi tentang keunggulan klon hanya dapat
diperoleh lewat uji klon, yang biasanya dimulai dengan pemapanan bank klon
maupun kebun pangkas untuk menyiapkan stek pucuk dari klon klon yang akan diuji.
(1). Pinus radiata yang berasal dari California, setelah dimuliakan di Selandia Baru
dan di
Australia, berpenampilan lebih bagus daripada di tempat aslinya dengan
produksi lebih dari 700 m 3/ha per daur, sehingga hutan Pinus radiata di
Selandia Baru dan Australia merupakan hutan produksi andalan yang dapat
mendatangkan kentungan besar.
(2). Bastar antara Pinus caribaea dan Pinus eliottii di Queensland Australia
dikembangkan secara operasional melalui perhutanan klonal dengan
karakteristik tumbuh cepat yang diwarisi dari Pinus caribaea serta batang lurus,
kualitas kayu bagus, tahan hempasan angin yang diwarisi dari Pinus eliottii
(3). Perhutanan klonal bastar Urograndis (Eucalyptus urophylla x Eucalyptus
grandis) di Brazil dengan daur 7 tahun dapat menghasilkan kayu bahan pulp
dan kertas sebanyak 650 m 3/ha dalam skala penelitian dan 500 m 3/ha dalam
skala operasional. -
(4). PT. Indah Kiat dari kelompok Sinar Mas dapat membuat pertanaman Acacia
mangium di Riau dengan riap tahunan 20-30 m3 dengan daur 7-8 tahun
meningkat menjadi riap tahunan 40-60 m3 dengan daur 5-6 tahun walaupun
masih dalam skala penelitian.
Pada prinsipnya setiap benih basil suatu proses pembuahan akan mampu
tumbuh menggantikan pohon induknya. Tetapi ada pula kalanya benih tersebut tidak
dapat bekembang menjadi tumbuhan dewasa atau mengalami kematian bahkan
sebelum benih bekecambah, terutama bila permudaan trjadi secara alami.
Permudaan yang terjadi secara alami umumnya mengalami benih gagal tersebar,
benih dimakan serangga, serangan amadan penyakit, kemunduran benih secara
alami dan benih gagal berkecambah. Untuk mengupayakan agar benih mampu
berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan dewasa maka benih perlu
diperlakukan atau perlu adanya penanganan benih secara tepat.
Penanganan benih dimaksudkan agar benih dapat terkumpul sebanyak
mungkin dan memperoleh persen tumbuh tanaman yang tinggi. Pekerjaan penangan
benih umumnya mencakup serangkaian prosedur yang dimulai dari seleksi sumber
benih dengan kwalitas terbaik, pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan benih,
penijian benih, perlakuan awal terhadap perkecambahan. Setiap rangkaian proses
penanganan benih ini mengandung resiko kegagalan, meskipun tidak sama
sensitivitasnya. Penyimpanan benih yang dilakukan secara tepat, namun tidak
diimbangi penanganan dan pemrosesan benih secara hati hati, maka meskipun
kondisi perlakuan awal perkecambahan yang diupayakan secara baik pun tidak akan
mampu menahan lajunya kerusakan benih dan benih akan tetap tidak berkecambah.
Jika benih mati selama prosedur penanganan benih maka seluruh usaha yang telah
dlakukan sebelumnya akan sia sia.
Di banding dengan upaya perbaikan mutu benih dari aspek genetik,
perbaikan dari aspek fisis fisiologis, sudah lebih mudah untuk dipersiapkan.
Seharusnya setiap institusi yang
Cloning vs Bulking
Hampir semua sistim pembiakan vegetatif yang digunakan dalam kegiatan
kehutanan secara komersial apakah itu stek pucuk, kultur jaringan ataupun somatic
embriyogenesis memiliki target yang sama yaitu mencampur (to bulk) materi genetik
atau klon dari banyak individu yang belum teruji atau mengklon (to clone) materi
genetik dari sedikit individu tetapi sudah terbukti unggul. Dengan demikian ada dua
technical term yang dikenal dalam implementasi pembiakan vegetatif untuk skala
lapangan yaitu Bukling dan Cloning. Bulking dalam implementasinya belkerja pada
level fenotipe, dengan melibatkan banyak klon atau individu dengan masing-masing
diwakili sedikit ramet per klon. Sedangkan Cloning adalah sebaliknya, melibatkan
lebih sedikit klon atau individu terpilih dengan jumlah ramet yang
Stek Pucuk
Stek pucuk adalah suatu metoda pembiakan vegetatif dengan cara
memangkas tunas-tunas yang memiliki respon orthotropic dan mengakarkannya di
media tertentu di bedeng perakaran atau langsung ke polibag. Metoda stek pucuk
merupakan metoda yang paling prospektif dan banyak digunakan untuk
pembangunan pertanaman skala operasional. Keberhasilan stek pucuk ditentukan
oleh beberapa faktor, sebagaimana yang yaitu tingkat kedewasaan materi tunas
atau stek yang digunakan, kondisi fisiologi tunas/stek, waktu pemanenan tunas/stek,
media pengakaran yang dipakai, kemampuan berakar, suhu, kelembaban, intensitas
cahaya, hormon sebagai pengatur tumbuh.
Sehubungan dengan itu beberapa aktifitas riset yang perlu dilakukan untuk
mengoptimalkan penggunaan materi vegetatif diantaranya adalah :
1. pertumbuhan klon baik di persemaian maupun dilapangan dengan
berbagai perlakuan lingkungan,
2. kemampuan adaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan termasuk
interaksi dan korelasi G x E,
3. ketahanannya terhadap serangan hama dan penyakit,
a. Mekanisme Regenerasi
Tanaman melakukan reproduksi atau regenerasi untuk menjaga
kelangsungan generasinya. Reproduksi dapat dilakukan secara generatif dengan
biji, maupun vegetatif dengan berbagai bentuk sprouting. Pada reproduksi generatif
terjadi persatuan dua material genetik yaitu gamet jantan dan gamet betina,
sehingga dimungkinkan terjadinya individu baru yang memiliki karakter baru. Pada
reproduksi vegetatif, keturunan baru yang merupakan duplikat dari induknya
dapat terbentuk dari berbagai sprouting yang muncul dari ujung tanaman, batang
maupun akar.
Regenerasi alam merupakan hasil dari serangkaian event atau proses; tiap
proses mempunyai peran dan fungsi tersendiri, sehingga kegagalan pada salah satu
proses akan berakibat pada gagalnya regenerasi secara keseluruhan (Smith, 1986).
Rangkaian proses regenerasi alam dan faktor yang mempengaruhinya akan
dijabarkan pada sub-sub bab berikut.
Penyebaran biji
Untuk kepentingan penyebaran keturunannya, tanaman telah melakukan
mekanisme alami dengan membentuk struktur morfologis tertentu maupun
melangsungkan proses-proses tertentu pada bijinya. Berbagai penelitian
membuktikan adanya interaksi antara tanaman dengan agen tertentu dalam
mekanisme penyebaran bijinya. Agen pembantu penyebaran biji ini dapat berupa
agen biotik (burung, mamalia, serangga) maupun abiotik (angin, air, gravitasi).
Perkecambahan Biji
Perkecambahan merupakan transformasi dari bentuk embrio menjadi
tanaman anakan yang sempurna. Rangkaian proses-proses fisiologis yang
berlangsung pada perkecambahan adalah (l) penyerapan air secara imbibisi dan
osmose, (2) pencernaan atau pemecahan senyawa menjadi bermolekul lebih kecil,
sederhana, larut dalam air dan dapat diangkut, (3) pengangkutan hasil pencernaan,
(4) asimilasi atau penyusunan kembali senyawa hasil pencernaan, (5) pernafasan
atau respirasi yang merupakan perombakan cadangan makanan, dan (6)
pertumbuhan pada titik-titik tumbuh.
Proses-proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktor-
faktor lingkungan seperti air, 02, cahaya dan suhu. Air berperan dalam melunakkan
kulit biji, memfasilitasi masuknya 02, pengenceran protoplasma untuk aktivasi fungsi,
dan alat trasnportasi makanan. Suhu berperan dalam pematahan dormansi; aplikasi
fluktuasi suhu yang tinggi berhasil mematahkan dormansi pada banyak spesies,
terutama yang mengalami termodormansi. Aplikasi fluktuasi suhu ini dapat berupa
chilling/alternating temperature maupun pembakaran permukaan. 02 dibutuhkan
pada proses oksidasi untuk membentuk energi perkecambahan. Cahaya
mempengaruhi perkecambahan melalui tiga macam bentuk yaitu intensitas cahaya,
panjang gelombang, dan fotoperiodisitas.
b. Teknologi Persemaian
Naungan (Shading)
Perkecambahan adalah bentuk awal dari embryo yang berkembang menjadi
sesuatu yang barn, yaitu tanaman anakan yang sempurna (memiliki radicle dan
plumulae).
Berdasarkan kebutuhannya akan cahaya saat melangsungkan proses
perkecambahan, biji dapat dibedakan menjadi :
Biji yang hanya mampu berkecambah dalam gelap
Biji yang hanya mampu berkecambah dalam cahaya terus menerus
Biji yang bisa berkecambah setelah disinari dalam interval waktu yang
singkat
Biji yang tidak terpengaruh oleh keberadaan cahaya selama perkecambahan
Berdasarkan atas sensitivitasnya terhadap cahaya, biji dapat dibedakan menjadi :
Biji positively photoblastic : memberikan respon positif terhadap cahaya
Biji negatively photoblastic : memberikan respon negatif terhadap cahaya
Atas dasar pengaruhnya terhadap perkecambahan biji, spectrum cahaya dapat
dibedakan menjadi :
mendukung : daerah merah dari spectrum 650 nm
menghambat : sinar infra merah 750 nm
4. Sebutkan tipe seks, tipe simetri dan tipe perbungaan (inflorescencia) pada
bunga!
5. Sebutkan tahapan-tahapan yang terjadi pada proses pembungaan (flowering),
dan jelaskan mekanisme yang terjadi pada tiap-tiap tahapan itu !
6. Bagaimana faktor internal dan faktor eksternal dapat berpengaruh pada fase
reproduktif ? Jelaskan !
12. Sebutkan kriteria pollinator efektif menurut Griffin dan Sedgley (1989) !
30. Jelaskan rangkaian proses yang terjadi pada mekanisme regenerasi alam !
31. Bagaimana teknologi persemaian diaplikasikan untuk meningkatkan
produktivitas benih ?