Anda di halaman 1dari 96

POKOK BAHASAN II

KUALITAS BENIH DAN PENINGKATAN PRODUKTIVITASNYA

II.1 PENDAHULUAN

Pokok Bahasan Kualitas Benih dan Peningkatan Produktivitasnya disajikan sebagai


dasar untuk memahami beberapa aspek penting yang dibutuhkan dalam menciptakan
benih yang berkualitas dan meningkatkan produktivitas benih. Pokok Bahasan ini
terdiri dari tiga Subpokok Bahasan yaitu:

a. Proses terjadinya benih dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Fase vegetatif (juvenil) dan fase reproduktif pada tanaman

Pembungaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Penyerbukan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Pembuahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

b. Kualitas benih (aspek fisis, fisologis, dan genetis)

c. Peningkatan produktivitas benih

Aplikasi pemuliaan pohon (rekayasa genetik)

Aplikasi manipulasi lingkungan

II.2 PENYAJIAN

II.2.1 Subpokok Bahasan I:

Proses terjadinya Benih dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II.2.1.1 Fase vegetatif (juvenil) dan fase reproduktif pada tanaman

Siklus hidup pohon dapat dibagi menjadi dua fase besar yaitu fase vegetatif dan fase
reproduktif

Universitas Gadjah Mada


a. Fase vegetatif (juvenil)
Semua pohon yang dibiakkan dari biji akan melalui periode juvenilitas, yaitu
interval waktu selama tanaman tersebut belum mampu bereproduksi (membentuk biji).
Secara alami periode ini berakhir setelah 1 hingga 45 tahun tergantung pada species
dan kondisi lingkungannya (Ng, 1977; Hackett, 1985). Sejumlah karakter morfologis
dan fisiologis mungkin dapat dihubungkan dengan fase juvenil ini. Hal ini termasuk
pembentukan duri pada jeruk, pertumbuhan meninggi yang pesat pada larch dan jeruk,
yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan susunan daun pada pistachio, bulu-
bulu daun pada pecan, perbedaan bentuk, warna, kelekatan atau filotaksis dedaunan
pada beberapa jenis ekaliptus dan pinus, dan kemampuan untuk memproduksi akar
dan kuncup adventif (Longman, 1961; Soost dan Cameron, 1975; Crane dan Iwakiri,
1981; Hackett, 1985; Wetzstein dan Sparks, 1986; Greenwood, 1987).
Karakteristik fase juvenil :
Diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem apikal
Semua proses yang berlangsung dalam tubuh tanaman ditujukan untuk
pertambahan jumlah dan volume sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman
Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunas-tunas pucuk mendominasi
proses pertumbuhan

b. Transisi juvenil menuju dewasa


Transisi menuju tingkat dewasa pada umumnya berlangsung secara bertahap,
dan dalam satu pohon tertentu, tidak semua karakter juvenil berubah pada tahap yang
sama. Beberapa jenis ekaliptus, seperti Eucalyptus pulverulenta, mempertahankan
pola daun juvenilnya sementara memasuki masa dewasa yang berhubungan dengan
kemampuan pembentukan bunga.
Pengurangan fase juvenil dapat dilakukan dengan menumbuhkan semai pada
kondisi yang merangsang pertumbuhan yang pesat atau terus menerus (Hackett,
1985). Waktu untuk mulai berbunga pada semai Rhododendron dapat diperpendek
dengan menumbuhkan tanaman pada fotoperiodisitas yang sangat lama atau pada
penyinaran terus menerus dengan suhu 1520C (Doorenbos, 1955). Pengurangan fase
juvenil telah dilakukan dengan penyinaran terus menerus pada Betula verrucosa,
Malus hupenhensis, Pinus resinosa dan Picea glauca

Universitas Gadjah Mada


(Longman dan Wareing, 1959; Ho1st, 1961; Zimmerman, 1971). Fase ini tampaknya
berhubungan erat dengan jumlah nodus dan jumlah siklus mitosis dalam meristem
terminal.
Greenwood (1978) menyatakan bahwa pohon pinus pada tingkat juvenil gagal
berbunga karena pola pertumbuhan normal pada pohon muda tidak menyediakan
cukup waktu untuk terjadinya diferensiasi kuncup bunga. Pembentukan kuncup bunga
didukung oleh terjadinya peningkatan level asam absisat (ABA) dalam tunas pohon
birch muda yang berbunga (Galoch, 1985). Dimungkinkan bahwa ABA mengakibatkan
penurunan pertumbuhan tunas, sehingga memungkinkan terjadinya inisiasi bunga
(Bonnet-Masimbert dan Zaerr, 1987).
Beberapa perlakuan yang dapat menginduksi pembungaan pada tanaman
dewasa, seperti perlakuan penyayatan, gravitasi dan hormon, juga dapat menginduksi
pembungaan pada beberapa tanaman juvenil.
Lamanya periode juvenil juga dipengaruhi oleh kontrol genetik. Inheritance
pada Betula telah teramati sebagai pengaruh poligen (Eriksson dan Johnsson, 1986)
dan kontrol gen mayor (Johnsson, 1949), sedangkan pada pohon apel dan pir, faktor
poligen menentukan inheritance secara akumulatif (Visser, 1976).

Tanda fisik sebagai indikator terjadinya transisi dari fase juvenil menuju
dewasa:
Pertumbuhan meninggi makin lambat
Ruas-ruas yang tersusun (internodia) menjadi makin pendek
Titik tumbuh mulai melebar
Ujung batang membentuk kerucut tumpul

Perubahan pola pembelahan meristem dari apikal menjadi lateral

Universitas Gadjah Mada


Transisi dari meristem lateral menuju primordia bunga

Primordia bunga dalam stadium menuju bentuk kuncup bunga

c. Fase reproduktif
Adalah suatu masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-organ
reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi tersebut untuk membentuk biji.

Karakteristik fase reproduktif :


Terjadi setelah pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman
mencapai jumlah primordia tertentu yang memungkinkan tanaman untuk mulai
berbunga)
Ditandai dengan stabilnya pembelahan sel: pola pembelahan berubah untuk
mulai membentuk meristem lateral

Universitas Gadjah Mada


Tercapainya size effect: ukuran tertentu yang berhubungan dengan
kemampuan tanaman untuk mengatur penyerapan, suplai dan alokasi makanan
Tercapainya endogenous timing: umur tertentu yang secara genetis
berhubungan dengan kesiapannya untuk berbunga
Tercapainya keseimbangan hara dalam tanaman

L2.1.2 Pembungaan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

a. Bagian-bagian bunga
Produksi biji merupakan basil akhir dari serangkaian tahap perkembangan,
yang diawali dengan pembentukan kuncup bunga, perkembangan bunga hingga
anthesis (mekar), penyerbukan (pollination), pembuahan (fertilization), perkembangan
buah dan biji, hingga kemasakan dan penyebaran biji (ripening and dispersal).

Dalam konteks teknologi benih, bunga memegang peranan penting karena


beberapa hal:
Pada bunga terkandung organ reproduksi jantan dan betina, yang merupakan
pembawa sifat keturunan (genetic) dan berperan dalam pembentukan individu
baru.
Bunga merupakan tahapan awal dari serangkaian proses yang berakhir dengan
terbentuknya biji; berperan penting dalam mempertahankan kelangsungan
regenerasi.

Bunga (flos) dapat dipandang sebagai suatu batang atau cabang berdaun yang telah
mengalami perubahan bentuk. Cabang ini diumpamakan memiliki empat buku (nodus),
dan pada tiap nodus ini melekatlah rangkaian daun yang fungsinya berbeda :

Nodus terbawah : terdapat rangkaian daun berwarna hijau, disebut kelopak


(calyx)
Nodus kedua dari bawah : terdapat rangkaian daun yang lebih luas, halus,
lebar, dan berwarna, disebut tajuk/mahkota (corolla)
Nodus ketiga dari bawah : terdapat rangkaian daun yang masih bergulung,
disebut benang sari (stamen) yang merupakan alat perkembangbiakan jantan
Nodus teratas : terdapat rangkaian daun yang berlekatan menjadi satu, disebut
putik (pistillum) yang merupakan alat perkembangbiakan betina.

Universitas Gadjah Mada


Kelopak bunga (calyx)
Fungsi : melindungi bagian-bagian bunga lainnya sebelum kuncup itu mekar
Terdiri atas beberapa helai daun kelopak (sepalum)
Pada beberapa spesies, di bawah daun kelopak terdapat kelopak tambahan
(epicalyx); misalnya pada Kapas (Gossypium acuminatum Roxb), Kembang
Sepatu (Hibiscus rosasinnensis L.)

Tajuk/mahkota bunga (corolla),


Fungsi :
membungkus dan melindungi putik dan benang sari selama kuncup bunga
belum mekar
menjadi atraktan (daya tarik) bagi serangga penyerbuk, scat bunga mencapai
reseptif dan siap melakukan penyerbukan
Terdiri dari beberapa helai daun tajuk (petalum)
Daun kelopak (sepalum) dan daun tajuk (petalum) bersama-sama membentuk
perhiasan bunga (perianthium)

Universitas Gadjah Mada


Benan2 sari (stamen)
Fungsi : alat perkembangbiakan jantan
Terdiri dari :
1. Tangkai sari (filamentum)
2. Kepala sari (anthera)
Kepala sari mempunyai 2 ruang serbuk sari (theca), dan di dalam ruang ini
terdapat serbuk sari (pollen)

Putik (pistillum)
Fungsi : alat perkembangbiakan betina
Terdiri dari :
1. Kepala putik (stigma)
2. Tangkai putik (stylus)
3. Bakal buah (ovarium)
4. Bakal biji (ovulum)

Berdasar jumlah daun buah (carpellum) yang membentuknya, bakal buah


dibedakan menjadi:
Unilocularis/beruang tunggal : bakal buah terbentuk dari sehelai daun buah
(carpellum) dan membentuk sebuah ruangan
Bilocularis/beruang dua : bakal buah terbentuk dari 2 helai daun buah
(carpellum) dan membentuk 2 buah ruangan
Trilocularis/beruang tiga : bakal buah terbentuk dari 3 helai daun buah
(carpellum) dan membentuk 3 buah ruangan
Multilocularis/beruang banyak : bakal buah terbentuk dari banyak daun
buah (carpellum) dan membentuk banyak ruangan
Berdasar letak bakal buah pada dasar bunga (receptaculum), bakal buah
dibedakan menjadi:
Superus : bakal buah menumpang di atas dasar bunga
Inferus : bakal buah tenggelam di dalam dasar bunga
Semi inferus : bakal buah setengah tenggelam

Universitas Gadjah Mada


Ruangan dalam bakal buah (ovarium) berisi bakal biji (ovulum). Ovulum tersusun
sepanjang papan bakal biji (placenta), dan dihubungkan oleh tangkai tali pusat
(funiculus) Bakal biji (ovulum) terdiri dari :
Nucellus : inti bakal biji
Integumentum : lapisan kulit bakal biji
Chalaza : pangkal dari nucellus, tempat melekatnya integumentum
Funiculus : tangkai tempat menggantungnya bakal biji
Hilum/pusat biji : tempat melekatnya ujung funiculus
Micropyle : liang kecil pada bagian ujung integumentum
Tipe bakal biji :
Atropus : lurus
Anatropus : terbalik
Campylotropus : melengkung

Universitas Gadjah Mada


b. Beberapa tipe seks pada bunga

Androecium : seluruh alat kelamin jantan yang terdapat pada bunga, yaitu:
benang sari (stamen)
Tepung sari (pollen) : mengandung inti sperma

Gynaecium : seluruh alat kelamin betina yang terdapat pada bunga, yaitu:
bakal buah (ovarium)
bakal biji (ovulum) : mengandung sel telur
(ovum) Berdasarkan keberadaan alat kelamin, bunga
dibedakan menjadi :
bunga jantan (masculus : ) : hanya punya androecium
bunga betina (femineus : ) : hanya memiliki gynaecium
hermaphroditus ( ) : memiliki keduanya

c. Tipe simetri

Bidang simetri : bidang vertikal yang dapat membagi bentuk bunga menjadi 2 bagian
yang sama dan sebangun.

1. Radial simetri (actinomorphus/regularis) : banyak bidang simetri

Misal : Lombok (Capsicum annuum L), tembakau (Nicotiana tabaccum L)

Tipe simetri (kiri) dan bentuk bunga (kanan) actinomorphus

Universitas Gadjah Mada


2 . Bilateral simetri (zygomorphus): hanya dapat dibagi oleh bidang simetri dalam
satu jurusan Misal : Anggrek (Orchidaceae), kacang-kacangan (Papilionaceae)

Tipe simetri (kiri) dan bentuk bunga (kanan) zygomorphus

3 . Asimetri (asymmetrus) : tidak mempunyai bidang simetri sama sekali


Misal : Cannaceae dan Marantaceae

d. Perbungaan (inflorescentia)

Perbungaan (inflorescentia) : sekelompok bunga yang serupa dan tersusun menurut


cara-cara tertentu pada sebuah pohon bunga

Berdasarkan atas urutan mekarnya bunga-bunga, perbungaan dibedakan


menjadi :
1. Perbungaan tak terbatas (Inflorescentia racemosa, centripetala)
Tangkai utama (pedunculus) panjang dan ujungnya tidak berbunga
Tangkai utama dalam pertumbuhan memanjang berturut-turut membentuk
anak tangkai dari pangkal ke ujung
Jumlah anak tangkai tidak terbatas
Tangkai utama lebih panjang dari anak tangkai
Bunga mekar dari bawah ke atas

2. Perbungaan terbatas (Inflorescentia cymosa, centrifuga)


Ujung tangkai utama (pedunculus) berbunga (tidak dapat tumbuh terus ke
atas)

Universitas Gadjah Mada


Percabangan anak tangkai tidak berbeda dengan tangkai utama
Jumlah anak tangkai terbatas
Tangkai utama lebih pendek dari anak tangkai
Bunga pada ujung tangkai utama mekar lebih dulu (Bunga mekar dari atas ke
bawah)

Berdasarkan atas percabangan tangkai utama, perbungaan dibedakan menjadi :

1. Tangkai utama tidak bercabang dan bunga-bunga tidak bertangkai (duduk)


Bulir (spica)
Untai (amentum)
Tongkol (spadix)
Bongkol (capitulum)

2. Tangkai utama tidak bercabang dan bunga-bunganya bertangkai


Tandan (racemus/botrys)
Payung (umbella)

3. Tangkai utama bercabang berulang kali; masing-masing dengan dua cabang


samping
Malai (panicula)
Payung majemuk (umbella composita)
Lembing (anthela)

4. Tangkai utama bercabang dan tiap cabang membentuk satu cabang samping;
bungabunganya bertangkai monochasium
Sekrup (bostryx)
Sinsinus (cincinnus)
Sabit (drepanium)
Kipas (rhipidium)

Universitas Gadjah Mada


Universitas Gadjah Mada
e. Pembungaan (flowering)
Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya
hams berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Masing-masing
tahap tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang berbeda.

1. Induksi bunga (evokasi)


Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika
meristem vegetatif diprogram untuk mulai berubah menjadi meristem
reproduktif

Terjadi di dalam sel.


Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan
protein, yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.

2. Inisiasi bunga
Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif
mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi
dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses
selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.

3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)

Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.


Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis
untuk penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan
betina.

4. Anthesis

Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.


Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi
jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada
kalanya organ reproduksi, baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi
anthesis, atau bahkan jauh setelah terjadinya anthesis.
Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif
jantan dan betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.

Universitas Gadjah Mada


5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini memberikan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses
penyerbukan dan pembuahan akan dijelaskan pada bab tersendiri.

6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji


Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh
perkembangan cadangan makanan (endosperm), dan selanjutnya terjadi
perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan efek dari pembelahan dan pembesaran sel, yang
meliputi tiga tahap:

Tahap pertama :

Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.

Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle);
biasanya terjadi pada buah-buah fleshy

Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan
endocarp pada buah-buah dry
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap
ketiga buah telah mengandung 80-90% air dan 2-10-20% gula.

Universitas Gadjah Mada


Contoh : Tahap perkembangan organ reproduksi E. pellita (Ratnaningrum, 2001)

Tahap perkembangan Waktu


Phase 1: Inisiasi bunga dan perkembangan kuncup bunga
Tahap 1
perkembangan Diferensiasi tunas reproduktif membentuk tangkai dan kuncup 29 hari
perbungaan
Tahap 2 Pembesaran dan pembengkakan kuncup ke ukuran maksimal 17 hari
Tahap 3 Gugurnya selubung kuncup, sehingga terbentuklan perbungaan 12 hari
dengan 7 bunga tunggal

Phase 2: Perkembangan bunga menuju anthesis


Tahap 1 Gugurnya selubung outer operculum 39 hari
Tahap 2 Pembengkakan bunga menuju ukuran maksimal 25 hari
Tahap 3 Perubahan warna dari hijau mcnjadi kuning tcrang 23 hari
Tahap 4 Anthesis terjadi karena terbukanya outer operculum 5 jam

Phase 3: Penyerbukan dan Pembuahan


Tahap 1 Proses perkembangan dari anthesis menuju bunga terserbuki 5 hari
Tahap 2 Perubahan morfologis dari struktur bunga menjadi buah muda 19 hari

Phase 4: Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji


Tahap 1 Pembesaran buah muda menuju ukuran maksimal 65 hari
Tahap 2 Perkembangan buah menuju kemasakan dan penyebaran biji 63 hari

TOTAL 302 hari

Phase 1: Inisiasi bunga dan perkembangan kuncup bunga

Universitas Gadjah Mada


Phase 2 : perkembangan bunga menuju anthesis

Universitas Gadjah Mada


Phase 3 : Penyerbukan dan pembuahan

Phase 4: Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji

f. Faktor yang berpengaruh pada fase reproduktif


Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang
meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur
panjang/menahun), pohon hams berinteraksi dengan kondisi lingkungan setiap waktu
sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan perubahan iklim.

Universitas Gadjah Mada


Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua
faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal.

1. Faktor eksternal (lingkungan)


Suhu
Cahaya
Kelembaban PROSES
Unsur Kara PEMBUNGAAN

2. Faktor internal
Fitohormon
Genetik

1. Faktor eksternal

Suhu
Pada spesies temperate dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan
awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di
sini adalah mematahkan dormansi kuncup.
Pada spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada
suhu justru lebih bermanfaat (Matthews, 1963; Jackson dan Sweet, 1972; Menzel,
1983; Owens dan Blake, 1985; Southwick dan Davenport, 1986). Pada apokat
suhu optimal untuk perkembangan bunga adalah 25 C. Jika tanaman ditempatkan
pada suhu 33C sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi penghambatan
perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari (Sedgley dkk, 1985b).
Pada Acacia pycnantha suhu di atas 19C menghambat baik mikrosporogenesis
maupun makrosporogenesis (Sedgley, 1985a). Pada jeruk, suhu di atas 30 C
dilaporkan telah merusak perkembangan kuncup bunga (Moss, 1969).
Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan pola pembelahan meristem, dari
apikal menjadi lateral. Penempatan tanaman pada suhu rendah adalah penting
untuk induksi dan inisiasi bunga dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 1,2 C
(Amling dan Amling, 1983).

Universitas Gadjah Mada


Suhu tinggi hingga batas ambang tertentu dibutuhkan oleh meristem lateral
(primordia bunga) untuk mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan
melangsungkan proses pembungaan.
Selisih antara suhu max di siang hari dengan suhu min di malam hari akan
mempengaruhi proses terbentuknya bunga: selisih yang besar akan mempercepat
terjadinya pembungaan. Namun fluktuasi suhu yang terlalu besar dapat
mengacaukan meiosis pada kuncup yang sedang berkembang pada tanaman larch,
yang berakibat pada penurunan fertilitas biji (Barner dan Christiansen, 1960).
Suhu tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolik dalam tubuh tanaman:
fotosintesis, asimilasi, dan akumulasi makanan untuk mensuplai energi
pembungaan.

Curah hujan/kelembaban
Stres air dapat memacu inisiasi bunga, terutama pada tanaman pohon tropis dan
subtropis seperti leci dan jeruk (Menzel, 1983; Southwick dan Davenport, 1986).
Pembungaan melimpah pada tanaman kayo tropis genus Shorea juga telah
dihubungkan dengan terjadinya kekeringan pada periode sebelumnya (Burgess,
1972). Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada spesies iklim-sedang
seperti pinus, apel dan zaitun.
Kebanyakan pembungaan di daerah tropis terjadi scat transisi dari musim hujan
menuju kemarau
Pada musim hujan tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara
dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi
sebanyakbanyaknya pertumbuhan vegetatif lebih dominan
Transisi menuju kemarau berhubungan dengan meningkatnya intensitas cahaya,
lama penyinaran dan suhu udara meningkatnya aktivitas metabolik pada
tanaman
Pembungaan di daerah tropis merupakan respon terhadap turunnya status air
dalam tanah
Air dan nitrogen melimpah titik tumbuh apikal aktif pertumbuhan vegetatif
dominan
Kandungan air menurun suhu dalam tanah meningkat aktivitas meristem
apical menurun terjadi mobilisasi energi dan cadangan makanan untuk
membentuk meristem lateral

Universitas Gadjah Mada


Cahaya
Cahaya mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan
fotoperiodisitas (panjang hari).

1. Intensitas Cahaya

Berhubungan dengan tingkat fotosintesis: sumber energi bagi proses


pembungaan
Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih
konsisten dari pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan
mengurangi inisiasi bunga pada banyak spesies pohon (Matthews, 1963; Cain,
1971; Jackson dan Sweet, 1972; Puritch dan Vyse, 1972; Tromp, 1984;
Sedgley, 1985a).
Peningkatan cahaya harian rata-rata telah dihubungkan dengan pembungaan
yang melimpah pada dipterokarpa di Malaysia (Ng, 1977), dan menejemen
kanopi pada pohon apel untuk memaksimalkan penetrasi cahaya dapat
memberikan efek yang serupa (Barritt dkk, 1987). Kuncup bunga lebih banyak
terbentuk pada ujung cabang/ranting yang mendapatkan cahaya matahari
penuh.
Pada spesies monoesi dan dioesi, yang hanya mempunyai bunga-bunga
berkelaminsatu (single-sex), intensitas cahaya dapat memberikan efek yang
berbeda pada inisiasi bunga betina dan jantan. Intensitas cahaya yang tinggi
merangsang inisiasi bunga betina pada walnut dan pinus, sedangkan intensitas
cahaya yang rendah, yang biasanya disebabkan oleh naungan kanopi, lebih
merangsang terbentuknya bunga jantan (Matthews, 1963; Giertych, 1977;
Ryugo dkk, 1980, 1985).
Giertych (1977) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dapat
memacu pembungaan pada pinus dengan cara meningkatkan suhu dalam
primordia.

2. Fotoperiodisitas (panjang hari)

Merupakan perbandingan antara lamanya waktu siang dan malam hari


Di daerah tropis panjang siang dan malam hampir sama. Makin jauh dari
equator (garis lintang besar), perbedaan antara panjang siang dan malam hari
juga makin besar

Universitas Gadjah Mada


Misalnya pada garis 60 LU:
Musim panas: siang hari hampir 19 jam, malam hari 5 jam Musim dingin: siang
hari hanya 6 jam, malam hari 18 jam
Sehubungan dengan fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim,
tanaman dapat dibedakan menjadi:
Tanaman berhari pendek
Tanaman berhari panjang
Tanaman yang butuh hari pendek untuk mengawali pembungaannya, namun
selanjutnya butuh hari panjang untuk melanjutkan proses pembungaan itu
Tanaman yang dapat berbunga setiap waktu
Pada Picea glauca, pematahan sinar infra merah pada malam hari akan
menghambat pembentukan kon betina, yang mengindikasikan bahwa
pembungaan merupakan pengaruh dari hari-pendek (short-day) (Durzan dkk,
1979), dan pengaruh serupa telah teramati pada sejumlah spesies Pinus
(Longman, 1961; Matthews, 1963; Puritch dan Vyse, 1972; Slee, 1977;
Greenwood, 1978).
Aplikasi hari-pendek dengan penyinaran selama 8 jam akan meningkatkan
inisiasi bunga pada Rhododendron (Criley, 1969). Pengaruh hari-pendek
direncanakan untuk diaplikasikan pada spesies pohon temperate, mengingat
bahwa inisiasi bunga secara normal terjadi pada musim gugur seiring dengan
berkurangnya panjang hari.
Namun demikian, pembentukan kuncup bunga pada apel lebih berhasil
dilakukan pada 14 jam penyinaran dibandingkan dengan 8 jam, yang
mengindikasikan bahwa pada tanaman ini panjang hari di musim panas
memberikan hasil yang berbeda nyata (Tromp, 1984). Pada Hibiscus syriacus
subtropis, pembungaan tampaknya juga merupakan pengaruh hari-panjang
(long-day) (Salisbury, 1982).

Unsur hara

Keberadaan unsur hara dalam tanah berhubungan dengan ketersediaan suplai


energi dan bahan pembangun bagi proses pembentukan dan perkembangan
bunga.
1. Carbon/protein ratio

Universitas Gadjah Mada


Kuncup bunga terbentuk setelah tanaman mencapai keseimbangan
carbon/protein
Hal ini berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk melakukan
asimilasi, akumulasi makanan, dan alokasi/distribusi hasil asimilasi
Panjang tunas merupakan faktor penting pada inisiasi bunga pecan. Tunas
yang lebih panjang mampu memproduksi lebih banyak bunga secara
konsisten dan membentuk lebih banyak polong, dibanding tunas yang lebih
pendek yang telah berbunga dan berbuah pada tahun sebelumnya
(Malstrom dan McMeans, 1982). Efek ini mungkin berhubungan dengan
peningkatan cadangan makanan pada tunas yang lebih panjang.
2. carbon/nitrogen ratio
Carbon sebagian besar diperoleh dari mobilisasi cadangan makanan dan
hasil fotosintesis
Konsentrasi carbon yang tinggi menentukan ketersediaan energi dan
akumulasi makanan untuk pembentukan bunga
Nitrogen --> Dampak posit& ekspansi percabangan,
Dampak negatif: memacu pertumbuhan vegetatif
Secara umum, aplikasi pupuk terutama nitrogen meningkatkan pembungaan
pada sebagian besar tanaman pohon (Sarvas, 1962; Matthews, 1963;
Puritch dan Vyse, 1972; Pederick dan Brown, 1976; Weinbaum dkk, 1980;
Edwards, 1986).

2. Faktor Internal

Fitohormon
Auxin
Merupakan respon terhadap cahaya
Disintesis di jaringan meristematik apikal (ujung)
Menstimulir terjadinya pembelahan pada meristem apical mempengaruhi
proses perpanjangan ujung tanaman
Ethylene
Disintesis oleh daun
Diransfer ke tunas lateral memulai proses induksi bunga

Universitas Gadjah Mada


Cytokinin
Disintesis pada jaringan endosperm, ujung akar, dan xylem
Ditransfer ke daun melalui jaringan xylem
Berfungsi untuk meningkatkan energi metabolisme ditransfer untuk
membentuk kuncup-kuncup bunga
Mengendalikan proses translokasi menjamin ketersediaan energi untuk
pembungaan
Mematahkan dominansi apikal.
Berperan dalam memacu inisiasi bunga (Ramirez dan Hoad, 1978; Oslund
dan Davenport, 1987) dan dijumpai pada level lebih tinggi pada akar Douglas-
fir yang sedang berbunga, dibanding pohon yang tidak berbunga (Bonnett-
Massimbert dan Zaerr, 1987).

Gibberellin
Disintesis pada primordia akar dan batang
Ditranslokasikan pada xylem dan floem
Menstimulir proses perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
Asam giberelik mempunyai efek penghambatan yang sangat kuat terhadap
pembungaan berbagai pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah
temperate, rhododendron, jeruk dan mangga (Criley, 1969; Jackson dan Sweet,
1972; Luckwill dan Silva, 1979; Guardiola dkk, 1982; Tomer, 1984). Pada Citrus
sinensis, GA3 dapat menyebabkan kuncup-kuncup dorman yang sesungguhnya
potensial berbunga kembali sepenuhnya ke tingkat vegetatif, sampai tiba
waktunya pembentukan kelopak bunga (Lord dan Eckard, 1987). Luckwill
(1980) telah memperkenalkan sebuah model yang melibatkan giberelin pada
pengendalian inisiasi bunga apel secara hormonal. Giberelin yang dihasilkan
oleh biji-biji yang sedang berkembang dalam buah muda diduga telah
menghambat pembentukan bunga, dan dengan demikian mengurangi
pembungaan pada musim semi berikutnya.
Pada umumnya, zat penghambat-tumbuh, seperti Chlormequat Cycocel; (2-
cloroethyl)trimethylammonium chloride, Alar dan TIBA (tri-iodobenzoic acid),
mengurangi pertumbuhan vegetatif dan memacu pembungaan pada spesies
pohon angiosperma (Cathey, 1964; Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972;
Luckwill dan Silva, 1979; Ramirez dan Hoad, 1984; Embree dkk, 1987).

Universitas Gadjah Mada


Paclobutrazol adalah salah satu penghambat biosistesis giberelin, yang
digunakan pada pengurangan ukuran pohon, peningkatan produksi kuncup
bunga, dan peningkatan panenan buah (Edgerton, 1985; Steffens dan Wang,
1985; Tukey, 1985; Bargioni dkk, 1986; Webster dkk, 1986; Embree dkk, 1987).
Gimnosperma tampaknya memberikan reaksi yang berbeda. Penghambat
pertumbuhan telah meningkatkan pembungaan pada spruce Norwegia, namun
hal ini tidak berlaku pada spesies konifer (Owens dan Blake, 1985; Bonnet-
Massimbert dan Zaerr, 1987). Sebaliknya, Giberelin akan memacu
pembungaan pada banyak gimnosperma termasuk Cryptomeria, Cupressus,
Thuja, Thujopsis, Juniperus, Metasequoia, Taxodium, Chamaecyparis,
Sequoia, Larix, Picea, Pinus, Pseudotsuga dan Tsuga (Hashizume, 1959;
Matthews, 1963; Greenwood, 1977; Pharis dan Kuo, 1977; Owens dan Blake,
1985).
Penelitian terbaru telah memunculkan dugaan bahwa tipe giberelin mungkin
merupakan faktor penting dalam respon fisiologis pada tanaman. Dengan
demikian aspek pengaruh giberelin pada pembungaan tanaman berkayu
menahun atau perenial membutuhkan pengamatan lebih lanjut, mengingat
minimnya metode deteksi dan produksi giberelin saat ini.

Universitas Gadjah Mada


Genetik
Fase besar dalam siklus hidup tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase
reproduktif, banyak dipengaruhi oleh berbagai mekanisme yang merupakan kontrol
genetik.
Fase vegetatif atau juvenil adalah interval waktu selama tanaman tersebut
belum mampu bereproduksi (membentuk biji). Secara alami periode ini berakhir
setelah 1 hingga 45 tahun tergantung pada spesies dan kondisi lingkungannya (Ng,
1977; Hackett, 1985 dalam Griffin dan Sedgley, 1989). Lamanya periode juvenil lebih
dipengaruhi oleh kontrol genetik. Inheritance pada Betula telah teramati sebagai
pengaruh poligen (Eriksson dan Johnsson, 1986 dalam Griffin dan Sedgley, 1989) dan
kontrol gen mayor (Johnsson, 1949 dalam Griffin dan Sedgley, 1989), sedangkan pada
pohon apel dan pir, faktor poligen menentukan inheritance secara akumulatif (Visser,
1976 dalam Griffin dan Sedgley, 1989). Sejumlah karakter morfologis dan fisiologis
mungkin dapat dihubungkan dengan fase juvenil ini; seperti pembentukan duri pada
jeruk, pesatnya pertumbuhan meninggi pada larch dan jeruk, susunan daun pada
pistachio, bulu-bulu daun pada pecan, perbedaan bentuk, warna, kelekatan atau
filotaksis dedaunan pada beberapa jenis ekaliptus dan pinus, dan kemampuan untuk
memproduksi akar dan kuncup adventif (Longman, 1961; Soost dan Cameron, 1975;
Crane dan Iwakiri, 1981; Hackett, 1985; Wetzstein dan Sparks, 1986; Greenwood,
1987 dalam Griffin dan Sedgley, 1989).
Fase juvenil diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem
apikal. Semua proses yang berlangsung dalam tubuh tanaman ditujukan untuk
pertambahan jumlah dan volume sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman.
Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunas-tunas pucuk mendominasi proses
pertumbuhan.
Transisi menuju tingkat dewasa pada umumnya berlangsung secara bertahap,
dan dalam satu pohon tertentu, tidak semua karakter juvenil berubah pada tahap yang
sama. Beberapa jenis ekaliptus, seperti Eucalyptus pulverulenta, mempertahankan
pola daun juvenilnya sementara memasuki masa dewasa yang berhubungan dengan
kemampuan pembentukan bunga.
Fase reproduktif adalah masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-
organ reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi untuk membentuk biji. Fase
ini terjadi setelah pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman mencapai
jumlah primordia tertentu yang memungkinkan tanaman untuk mulai berbunga), yang
ditandai dengan stabilnya pembelahan sel: pola pembelahan berubah untuk mulai

Universitas Gadjah Mada


membentuk meristem lateral. Tanaman memasuki fase reproduktif setelah tercapainya
suatu karakter genetik yang disebut size effect dan endogenous timing. Size effect
adalah ukuran tertentu yang berhubungan dengan kemampuan tanaman mengatur
penyerapan, suplai dan alokasi makanan. Endogenous timing adalah umur tertentu
yang secara genetis berhubungan dengan kesiapannya untuk berbunga.

I.2.1.3 Penyerbukan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Penyerbukan merupakan:
pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik
(pistillum)
peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma)

a. Penyerbukan di Alam
Pola variasi genetik di alam sangat ditentukan oleh mekanisme penyerbukan
pada tanaman (Bawa dan Hadley, 1990; Griffin dan Sedgley, 1989). Dalam hal ini,
adalah penting untuk memahami fungsi tanaman sebagai bagian dari populasi
terutama dalam konteks spesies yang biotically pollinated sebagai suatu sistem
ekologis yang lebih kompleks.
Maksud dari manajemen polinasi/penyerbukan (pollination management)
adalah untuk memastikan bahwa transfer tepung sari dari genotip yang dibutuhkan
telah mencukupi untuk dapat memproduksi biji dalam kualitas dan kuantitas yang
optimal.
Macam penyerbukan di alam
1. Penyerbukan tertutup (kleistogami)
Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama. Dapat
disebabkan oleh
Putik dan serbuk sari masak sebelum terjadinya anthesis (bunga mekar)
Konstruksi bunga menghalangi terjadinya penyerbukan silang (dari luar),
misalnya pada bunga dengan kelopak besar dan menutup. Contoh : familia
Papilionaceae

2. Penyerbukan terbuka (kasmogami)


Terjadi jika putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda. Hal ini
dapat terjadi jika putik dan serbuk sari masak setelah terjadinya anthesis (bunga
mekar)

Universitas Gadjah Mada


Beberapa tipe penyerbukan terbuka yang mungkin terjadi :

a. Autogamie : putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang sama
b. Geitonogamie : putik diserbuki oleh serbuk sari dari bunga yang berbeda, dalam
pohon yang sama

c. Allogamie (Silang) : putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg sejenis

d. Xenogamie (asing) : putik diserbuki oleh serbuk sari dari tanaman lain yg tidak
sejenis

Beberapa tipe bunga yang memungkinkan terjadinya penyerbukan terbuka :

a. Dikogami

Putik dan benang sari masak dalam waktu yang tidak bersamaan.

Protandri : benang sari lebih dahulu masak daripada putik

Protogini : putik lebih dahulu masak daripada benang sari

b. Herkogami
Bunga yang berbentuk sedemikian rupa hingga penyerbukan sendiri tidak dapat
terjadi. Misal : Panili yang memiliki kepala putik yang tertutup selaput (rostellum).

c. Heterostili
Bunga memiliki tangkai putik (stylus) dan tangkai sari (filamentum) yang tidak sama
panjangnya

tangkai putik pendek (microstylus) dan tangkai sari panjang

tangkai putik panjang (macrostylus) dan tangkai sari pendek


d. Tipe bunga yang penyerbukannya membutuhkan bantuan agen pembantu
penyerbukan (pollinator)

Misal :

Anemofili (bunga yang penyerbukannya dibantu oleh angin)

Entomofili (bunga yang penyerbukannya dibantu oleh serangga)

Ornitofili (bunga yang penyerbukannya dibantu oleh burung)

Kiropterofili (bunga yang penyerbukannya dibantu oleh kelelawar)

Universitas Gadjah Mada


Agen pembantu penyerbukan di alam
Proses penyerbukan biasanya membutuhkan bantuan agen atau vektor
untuk menjamin terjadinya transfer (perpindahan) tepung sari menuju ke kepala putik.
Dari jenisnya, agen tersebut dapat dibedakan menjadi :

Agen Biotik
Penyerbukan dengan bantuan agen biotik biasanya terjadi di daerah tropis.
Contoh agen biotik : serangga, kelelawar, burung

Agen Abiotik
Penyerbukan dengan bantuan agen abiotik biasa terjadi di daerah
temperate. Contoh agen abiotik : angin, air
Pada penyerbukan biotik, proses penyerbukan merupakan resultan dari serangkaian
interaksi yang telah terbentuk antara tanaman berbunga dan pollinatornya, yang
dikondisikan oleh lingkungan menjelang dan selama anthesis. Dengan demikian,
keberhasilan penyerbukan mensyaratkan adanya kemampuan dari pollinator untuk
membangun sejumlah interaksi dengan tanaman berbunga yang dapat
mengakibatkan terjadinya transfer tepung sari.
Menurut Ghazoul (1997), pengunjung bunga (flower visitor) dapat diduga
sebagai agen pembantu penyerbukan (pollinator) jika organisme tersebut dapat
memastikan terjadinya transfer tepung sari pada kepala putik. Sehubungan dengan
itu, Griffin dan Sedgley (1989) mengajukan sejumlah kriteria pollinator efektif yaitu :
mengadakan kunjungan reguler pada bunga saat tepung sari masak dan putik
reseptif,
melakukan aktivitas pada kisaran kondisi cuaca/iklim yang sama dengan
saat terjadinya musim bunga,
mengunjungi banyak bunga pada banyak pohon dalam satu populasi,
membawa muatan tepung sari yang mencukupi,
membuat kontak yang kontinu dengan kepala putik, dengan cara yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyerbukan,

ada dalam jumlah yang mencukupi.


Pada penyerbukan biotik, tanaman hams membangun sejumlah interaksi dengan
agennya untuk menjamin terjadinya kunjungan yang kontinu, yang berakibat pada
terjadinya transfer tepung sari. Sehubungan dengan keharusannya untuk menarik
agen pembantu penyerbukan, bunga memproduksi atraktan.

Universitas Gadjah Mada


Atraktan pada Tanaman
Atraktan adalah material yang disediakan oleh bunga untuk menjalin interaksi yang
kontinu dengan pollinator-nya.

1. Atraktan primer
Berupa substansi/materi yang disediakan oleh tanaman untuk memperoleh
kunjungan yang kontinu dari pollinator-nya. Atraktan primer dapat berupa :
Sumber energi (makanan)
Nektar
Tiap-tiap jenis pollinator hanya dapat mengambil nektar pada volume
dan konsentrasi tertentu
Pollen
Tempat membangun sarang
Contoh : Blastophagus psenes, sejenis tawon dari ordo Hymenoptera
membangun sarangnya di dalam buah muda Ficus carica. Ketika akan
bertelur, serangga betina memasuki bunga sehingga tepung sari yang
menempel di tubuhnya jatuh pada kepala putik.
Tempat melakukan perkawinan
Contoh : nangka (Arthocarpus heterophyllus) dan cocoa (Theobroma cacao)
merupakan sarang bagi sejenis lalat (ordo Diptera)

2. Atraktan Sekunder
Adalah efek-efek tertentu yang ditampilkan oleh bunga untuk mengusahakan agar
eksistensinya dapat diketahui oleh pollinator-nya. Atraktan sekunder dapat berupa
:

Warna bunga
Tiap-tiap jenis pollinator hanya dapat menangkap spektrum warna tertentu.
Lebih berperan untuk menarik diurnal pollinator (pollinator yang aktif di siang
hari)
Ukuran dan bentuk bunga
Ukuran dan bentuk bunga berhubungan dengan struktur tubuh dan tipe mulut
agen penyerbuk.
Bau bunga
Lebih berperan untuk menarik nocturnal pollinator (pollinator yang aktif pada
malam hari)

Universitas Gadjah Mada


Hubungan antara arsitektur bunga dengan jenis pollinatornya
Arsitektur bunga yang meliputi ukuran, kedudukan organ reproduksi,
aksesibilitas nektar, dan struktur bunga, semua mempengaruhi interaksi antara
tanaman dengan pollinatornya (Ghazoul, 1997; Griffin dan Sedgley, 1989). Karena
agen pengunjung menunjukkan variasi yang spesifik dalam hal ukuran tubuh,
kemampuan sensorik, perilaku pencarian makan dan sumber energi yang
dibutuhkan, maka ada hubungan tertentu yang secara general dapat ditarik antara
arsitektur pembungaan dengan tipe pollinatornya (Faegri dan van der Pijl, 1979
dalam Griffin dan Sedgley, 1989).

Tipe pollinator tertentu akan mengunjungi bunga dengan tipe tertentu pula

Jenis Bentuk bunga Organ Warna Bau Atraktan primer


pollinator sexual
Lebah Zygomorphic, Tersembunyi
bunga Kuning, biru cerah Segar, tidak Pollen,nektar
(Hymenoptera semi-tertutup menyengat
)Kumbang Dish, bowl Exposed Cream, hijau buram, Kuat, menyengat Pollen, nektar
(Coleoptera) coklat, putih keruh
Kupu-kupu Merah, kuning, biru,
(Lepidoptera) pink
Moths Horizontal, Exposed Putih, pink Berbau manis Nektar
(Lepidoptera) mekar dan menyengat
malam
Lalat hari
Dish, bowl Exposed Warna pucat & buram Nektar
(Diptera spt Coklat, ungu
)
Kelelawar Besar, Exposed Cream, hijau buram, Menyengat, Nektar, pollen
bertangkai kuat, ungu terutama pada
brush malam hari
Burung Tabung atau Exposed Merah, warna-warna Nektar
tergantung, cerah dan menyolok
mekar siang
hari

Konsentrasi dan volume nektar yang dapat diambil oleh tiap jenis pollinator

Jenis pollinator Volume nektar Konsentrasi nektar (%)


(l)
Hymenoptera 5-100 20-45
Lepidoptera 50-500 20-40
Diptera 0-20 10-30
Burung 30->1000 5-20
Kelelawar 100->1000 5-20

Universitas Gadjah Mada


Beberapa pollinator: lebah (inzet: pollen yang terangkut pada kaki belakang
lebah) dan burung kolibri

Universitas Gadjah Mada


b. Penyerbukan Buatan

Setiap individu memiliki variasi dalam sifat-sifat :


kecepatan pertumbuhan
pembungaan dan kemampuan reproduksi
resistensi
kualitas dan bentuk batang, dll
Dalam perkawinan silang antara induk jantan dan induk betina, akan terjadi
penggabungan sifat antara keduanya.
Penelitian reproduksi biologi tanaman hutan saat ini telah mencapai tingkatan
di mana penyerbukan terkendali dan seleksi sifat-sifat unggul dapat diaplikasikan
untuk meningkatkan kualitas spesies. Perkembangan teknik persilangan yang efektif,
karena itu sangat ditentukan oleh pengetahuan mengenai sistem breeding dari
spesies dimaksud.
Penyerbukan silang buatan dimaksudkan untuk menggabungkan sifat-sifat
baik yang dimiliki oleh induk jantan dan induk betina, dengan harapan akan diperoleh
keturunan yang memiliki gabungan dari sifat-sifat baik tersebut.
Alasan lain dilakukannya penyerbukan silang buatan :
Tanaman berkelamin satu (unisexualis) atau berumah dua (dioecious)
Tanaman bersifat dikogami atau herkogami
Serbuk sari steril
Selfing terus menerus akan mengakibatkan degenerasi
Adanya mekanisme self incompatible

Teknik penyerbukan silang buatan

1. Persiapan

Pengamatan bunga : pembungaan, benang sari, putik


Mengumpulkan informasi mengenai : asal usul dan sifat tanaman, waktu
penyerbukan yang baik

Pemilihan induk jantan dan betina

Pemilihan bunga-bunga yang akan disilangkan

2. Isolasi kuncup terpilih

Universitas Gadjah Mada


3. Kastrasi/emaskulasi
Membuang semua benang sari dari sebuah kuncup bunga yang akan dijadikan
induk betina dalam penyerbukan silang
Dimaksudkan untuk menghindarkan penyerbukan sendiri
Dilakukan sebelum bunga mekar (putik dan benang sari belum masak)

Contoh emaskulasi pada Eucalyptus pellita : kuncup bunga yang siap diemaskulasi
ciri morfologis warna kuning rata (a), dan kuncup bunga setelah diemaskulasi (b)

4. Pengumpulan dan penyimpanan serbuk sari


Serbuk sari tidak dapat disimpan terlalu lama pada kelembaban relatif tinggi
Makin tua umur serbuk sari, makin rendah kemampuan kecambahnya untuk
membentuk tabung serbuk sari
Serbuk sari membutuhkan penyimpanan dengan kelembaban rendah (10-50%)
dan suhu rendah (2-8C). Biasanya serbuk sari disimpan dalam desiccator yang
diisi CaCl2 atau H2SO4 dengan konsentrasi tertentu.

5. Melakukan penyerbukan silang


Pada bunga hermafrodit, kastrasi hams dilakukan
Pada tanaman yang hanya menghasilkan bunga betina (femineus), putik
dapat langsung diserbuki (tanpa kastrasi terlebih dahulu) saat bunga mekar
Waktu terbaik untuk melakukan penyerbukan adalah saat tanaman berbunga
lebat
Suhu yang baik untuk melakukan penyerbukan adalah 20-25 C
Hindarkan kompetisi nutrisi antar putik yang diserbuki (Dalam satu cabang,
sebaiknya jumlah putik yang diserbuki tidak terlalu banyak)
Kepala putik hams sudah mencapai masa reseptif, dan serbuk sari sudah
benar- benar masak

Universitas Gadjah Mada


1.2.1.4 Pembuahan dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya a. Organ reproduksi

Bagian-bagian dari organ reproduksi betina :

pis = pistillum (putik)


sti = stigma (kepala putik)
sty = stylus (tangkai putik)
ova = ovary (bakal buah)
se = saccus embryonalis (kandung embrio)
nu = nucellus (inti bakal biji)
ii = integumentum interius (selaput dalam bakal biji)
ie = integumentum exterius (selaput luar bakal biji)
mi = microphyle
ch = chalaza
a - antipodal nuclei (3 inti antipoda)
p = polar nuclei (2 inti polar)
s = synergidae (3 inti sinergida)
o - ovum (1 inti sel telur)
h = hilum
f =funiculus (tali pusat)

Universitas Gadjah Mada


Bagian-bagian dari organ reproduksi jantan :

b. Pembelahan Reduksi

Universitas Gadjah Mada


Bunga induk betina Bunga induk jantan
Diploid (2n) Diploid (2n)

Putik Benang sari


Diploid (2n) Diploid (2n)
Bakal biji Kepala sari
Diploid (2n) Diploid (2n)
Nueellus dari bakal biji Kandung serbuk sari
Diploid (2n) Diploid (2n)
Meiosis Meiosis
Pembelahan reduksi Pembelahan reduksi
Terbentuk 4 inti sel Terbentuk 4 inti sel (tetrade),
(tetrade) - 3 inti mati Semuanya hidup (haploid)
- 1 inti hidup (haploid)
Kandung embrio dengan Sebutir serbuk sari dengan
1 inti sel haploid 1 inti sel haploid
Pembelahan membujur (mitosis 3 x) Pembelahan membujur (mitosis 2 x)
- lx = 2 inti - 1x = 1 inti veg. + 1 inti
- 2x = 4 inti - 3x = 8 inti masing-masing generatif
inti haploid - 2x = 1 inti veg. + 2 inti
sperma masing-masing inti
Di dalam kandung embrio terdapat 8 inti Dihaploid
dalam tabung serbuk sari terdapat 3 inti
(haploid) : - 3 inti antipodal (mati) (haploid):
- 2 inti sinergida (mati) - 1 inti vegetatif
- 1 inti sel telur (hidup) (mati)
- 2 inti polar (hidup) - 2 inti sperma
(hidup)

c. Proses pembuahan
Bakal buah (ovarium) dapat menjadi buah (fructus) setelah terjadinya proses
pembuahan. Pembuahan (fertilization) adalah peristiwa peleburan antara inti sperma
dengan inti sel telur.

Universitas Gadjah Mada


Proses pembuahan (dari bagian-bagian bakal buah menjadi bagian-bagian buah) :

Bagian bakal buah menjadi Bagian buah

1 0 (ovum) + 1 inti sperm nuclei Zygote


1 0 (sel telur) + 1 inti sperma Embryo
2 P (polar nuclei) + 1 sperm nuclei Endosperm
2 P (inti polar) + 1 inti sperma Cadangan makanan
Nu (nucellus) Perisperm
Intl bakal biji
Ii (integumentum interius) Tegmen
Selaput dalam bakal biji Kulit biji bag. dalam
Ie (integumentum exterius) Testa
Selaput luar bakal biji Kulit biji bag. luar
Ovulum Semen
Bakal biji Biji
Carpellum Pericarpium
Daun buah Kulit buah
Ova (ovary) Fructus
Bakal buah Buah

Universitas Gadjah Mada


d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Buah

Jumlah bunga yang dihasilkan oleh tanaman

Produktivitas bunga pada tiap siklus pembungaan tidak sama. Hal ini dipengaruhi oleh
umur dan kondisi lingkungan.

Persentase bunga yang mengalami penyerbukan

Tidak semua bunga yang terbentuk dapat diserbuki. Hal ini dipengaruhi oleh
keberadaan agen penyerbuk, kondisi lingkungan, dan fertilitas alat reproduksi.

Persentase bunga yang mengalami pembuahan

Tidak semua bunga yang telah diserbuki dapat melanjutkan prosesnya hingga ke
pembuahan. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan genetik, misalnya
mekanisme self-incompatibility.

Persentase buah muda yang dapat tumbuh terus hingga menjadi buah masak
Dipengaruhi oleh :

a. Embrio, endosperm atau kandung embrio abnormal


b. Tanah terlalu kering atau terlalu basah
c. Kurang unsur hara terutama N, P, K
d. Serangan hama dan penyakit
e. Kompetisi masing-masing buah dalam pohon
f. Jumlah biji yang terbentuk
Umur buah
Umur buah adalah jangka waktu yang dibutuhkan oleh bakal buah yang telah terbuahi
untuk dapat tumbuh menjadi buah masak. Umur buah ini spesifik pada tiap species,
namun kondisi lingkungan dapat memperpanjang atau memperpendek umur buah
yang seharusnya.

Universitas Gadjah Mada


e. Beberapa Proses Pembuahan Abnormal

Partenogenesis
Sel telur (ovum) dalam bakal biji (ovulum) dalam kondisi tertentu kadang-
kadang dapat tumbuh menjadi embrio tanpa mengalami pembuahan sama sekali.

Terbagi menjadi:

Partenogenesis diploid (apomixis) :


Sel telur tidak mengalami pembelahan reduksi, dan tanpa pembuahan bisa
tumbuh terus menjadi embrio diploid (2n)

Partenogenesis haploid :
Sel telur telah mengalami reduksi terlebih dahulu menjadi n kromosom.
Biasanya tipe ini akan segera mati, sebelum sempat tumbuh menjadi buah
masak.

Apogami
Beberapa sel yang terdapat di dalam bakal biji (ovulum), namun di luar
kandung embrio (saccus embryonalis), bisa tumbuh menjadi embrio. Sel-sel tsb tidak
pernah mengalami reduksi, sehingga inti selnya adalah diploid (2n).
Jika sel-sel tersebut masuk ke dalam kandung embrio dan ikut tumbuh menjadi
embrio yang diploid, maka proses ini disebut apogami. Apogami dapat mengakibatkan
terjadinya poliembrioni, yaitu terbentuknya banyak embrio dalam satu biji.

Partenokarpi
Bakal buah kadang-kadang dapat tumbuh menjadi buah tanpa didahului
dengan penyerbukan dan pembuahan. Buah yang terbentuk tidak berisi biji sama
sekali.

Universitas Gadjah Mada


I.2.1.5 Pembungaan, Pembuahan dan Perkembangan Biji pada
Angiospermae dan Gymnospermae

Tanaman berbiji dikelompokkan menjadi 3 taxa: Angiospermae, Gymnospermae


dan Pteridospermae. Pteridospermae hanya dijumpai dalam bentuk fosil dari awal
periode karbon (Carboniferous period) (Darwin, 1903). Hingga scat ini Pteridospermae
dianggap sebagai tanaman pertama yang memiliki ovule yang mampu membentuk biji.

a. Struktur Bunga

ANGIOSPERMAE

Tersusun atas kelopak (sepal), mahkota (petal), putik (o+) dan benang sari (o>)
Bisa berupa bunga sempurna (strukturnya lengkap) atau tak
sempurna (salah satu/beberapa struktur penyusunnya tidak ada)
Bisa berumah satu/monoecious (o+dan o> dalam bunga/pohon yang sama)
atau berumah dua/dioecious (o+ dan o> dalam pohon yang berbeda)
Bisa bersifat hermafrodit (o+ dan o> lengkap dalam 1 bunga), masculus
(hanya memiliki (o>), atau femineus (hanya memiliki o+)

GYMNOSPERMAE
Tipe strobili (cones) : strukturnya tersusun atas sumbu sentral (central
axis) yang mendukung kelopak (bracts) dan sisik (scales)

Universitas Gadjah Mada


Organ jantan dan betina terpisah, tapi bisa berumah satu/monoecious
(dalam pohon yang sama) atau berumah dua/dioecious
Pada bunga jantan (male/staminate cone), tiap scales (microsporophyll)
berisi dua kantung tepung sari (pollen sac/microsporangia)
Pada bunga betina (female/ovulate cone), tiap scales (macrosporophyll)
memiliki dua ovule (megasporangia) pada permukaan atasnya

b. Masa Reseptif dan Kematangan


Tepung Sari ANGIOSPERMAE

Tepung sari
Ketika tepung sari (pollen) matang, secara otomatis kepala sari (anthera)
akan pecah dan menghamburkan butiran-butiran tepung sari yang matang.
Kematangan tepung sari berhubungan dengan penurunan kadar air dan penyusutan
jaringan pada kepala sari, yang merupakan fungsi higroskopis untuk membuka
kantung tepung sari. Mekanisme ini diduga merupakan fungsi alami dari tanaman
untuk menghamburkan tepung sarinya demi kepentingan penyebaran alam dan
regenerasi (Griffin dan Sedgley, 1989).

Universitas Gadjah Mada


Butiran tepung sari tersusun atas empat komponen mendasar:
exine atau lapisan dinding terluar
mengandung protein
intine atau lapisan dinding dalam
pollenkit atau mantel memberi warna pollen
colpi atau lubang germinasi mengandung lemak

Secara visual, tepung sari yang matang dapat dideteksi dari perubahan
warna dan kelekatan (stickiness) butiran-butirannya (Griffin dan Sedgley, 1989;
Ghazoul, 1997). Perubahan warna permukaan butiran tepung sari dari kuning pucat
menjadi kuning terang mengindikasikan adanya peningkatan sporopollenin bagian
dari exine yang merupakan ciri spesifik dari suatu spesies yang mempengaruhi
kenampakan luarnya; dan pollenkit yang basah, lengket dan berwarna; mengandung
lemak, protein, karbohidrat, pigmen, senyawa fenolik dan ensim.
Peningkatan kelekatan butiran tepung sari mengindikasikan bahwa tepung
sari tersebut telah siap untuk berkecambah dengan melakukan proses hidrasi dan
melepaskan protein. Mekanisme hidrasi inilah yang dianggap paling menentukan
dalam mengawali terjadinya proses penyerbukan, yang merupakan rangkaian dari
proses interaksi jantan-betina (male-female interaction), perkecambahan tepung sari
(pollen germination) dan pembentukan buluh tepung sari (pollen tube growth) (Griffin
dan Sedgley, 1989).

Putik

Masa reseptif putik biasanya ditandai dengan :

perubahan warna putik menjadi lebih terang

pembesaran pori-pori pada kepala putik

tangkai putik berangsur menjadi lurus

permukaan putik memproduksi sekresi


Secara visual, reseptivitas putik dapat dideteksi dari perubahan kelekatan
(stickiness), warna dan bentuk, baik pada kepala maupun tangkai putik (Griffin dan
Sedgley, 1989; Owens dkk, 1991).

Universitas Gadjah Mada


Kepala putik yang reseptif tampak berwarna lebih terang dan lengket
dikarenakan adanya peningkatan sekresi ekstraseluler (Ghazoul, 1997). Menurut
Owens dkk (1991), sekresi ekstraseluler tersebut mengandung lemak dan protein.
Sekresi ini berperan sebagai medium yang berfungsi untuk menangkap butiran
tepung sari, serta merupakan penentu keberhasilan pembentukan buluh tepung sari
(pollen tube) yang akan membawa sel kelamin jantan menuju ke ovary (Griffin dan
Sedgley, 1989).
Reseptifnya putik juga ditandai oleh perubahan warna permukaan putik dari
hijau menjadi kuning terang, yang dimulai dari pangkal tangkai putik (stylus). Makin
terangnya warna putik menunjukkan bahwa sel-sel epidermis terluar sedang
berkembang untuk meningkatkan produksi sekresi, dan pori-pori membesar untuk
meningkatkan kemampuan sekresi.
Kepala putik (stigma) yang berangsur membengkak merupakan tanda bahwa
jaringan transmisi yang ada pada bagian tersebut mulai memperbesar rongga-
rongganya, untuk mempersiapkan diri dalam membentuk buluh tepung sari (pollen
tube). Pembengkakan kepala putik juga merupakan mekanisme alami untuk
meningkatkan luas bidang penempelan tepung sari ketika terjadi proses
penyerbukan.
Tangkai putik yang berangsur menjadi lurus juga merupakan suatu
mekanisme alami untuk mempersiapkan diri dalam membentuk buluh tepung sari
(pollen tube).

Foto mikroskopik kepala putik sebelum reseptif (A), saat reseptif (B)
dan sesudah melampaui masa reseptif (C)

Universitas Gadjah Mada


Putik bunga Eucalyptus pellita dalam proses menuju reseptif (a, b, c) hingga anthesis
(d)

GYMNOSPERMAE
Masa reseptif biasanya ditandai dengan :
- perubahan warna female cone menjadi lebih terang
- scales terbuka perlahan-lahan dan akan tertutup kembali dalam waktu yang
singkat

c.Perkembangan Organ Reproduktif

ANGIOSPERMAE

Universitas Gadjah Mada


GYMNOSPERMAE

d. Penyerbukan dan Pembuahan


Interaksi jantan-betina (male-female interaction) merupakan tahapan pertama
pada proses pembuahan, yaitu tahap ketika terjadi interaksi antara sekresi
ekstraseluler yang diproduksi oleh kepala putik yang reseptif, dengan permukaan
butiran tepung sari yang masak.

ANGIOSPERMAE

Putik memproduksi sekresi ekstraseluler yang mengandung protein, karbohidrat,


lemak,

enzim, fenol dan asam amino.

Sekresi ini berfungsi sebagai :


- Medium untuk menangkap butiran tepung sari
- Pendeteksi kesesuaian antara putik dengan tepung sari

Universitas Gadjah Mada


Butiran tepung sari tersusun atas empat komponen mendasar:
exine atau lapisan dinding terluar
mengandung protein
intine atau lapisan dinding dalam
pollenkit atau mantel: memberi warna pollen
colpi atau lubang germinasi: mengandung lemak

Proses interaksi :
Putik yang reseptif memproduksi sekresi ekstraseluler
Butiran tepung sari yang masak jatuh pada kepala putik
Proses hidrasi : butiran tepung sari menyerap sekresi putik melalui lubang
germinasi
Hidrasi menyebabkan pollen membengkak, akhirnya lubang germinasi pecah dan
membebaskan lemak
Exine dan intine membebaskan protein
Proses perkecambahan pollen : lubang germinasi mendorong protein dari exine
masuk ke dalam pori-pori jaringan transmisi yang ada pada putik
Pembentukan pollen tube : formasi dinding pollen tube dimulai, selanjutnya
protein dari intine ikut membentuk dinding pollen tube
Selama terjadinya interaksi ini, jaringan transmisi yang ada pada putik menebal
dan memperbesar pori-porinya, untuk membuka jalan bagi pollen tube yang akan
membentang dari kepala putik hingga mikrofil.

GYNOSPERMAE
Bunga betina memiliki dua ovule terbuka (telanjang) dalam tiap scales
(macrosporophyll): yang berfungsi menangkap butiran tepung sari adalah
permukaan jaringan integument.
Ketika bungs betina mencapai reseptif, permukaan jaringan integument
memproduksi sekresi ekstraseluler dan membentuk mikrofil terbuka.
Ketika jaringan integument membentuk mikrofil terbuka, terjadi penebalan dan
penyusutan pada jaringan scale yang menyebabkan scale membuka sesaat.
Pada saat itulah butiran tepung sari menempel pada ujung nucellus.
Proses hidrasi : pollen menyerap air dari jaringan integument, dan
perkecambahan pollen terjadi pada ujung nucellus
Pollen tube terbentuk dari intine

Universitas Gadjah Mada


e. Perkembangan Buah dan Biji

ANGIOSPERMAE
Cadangan makanan berasal dari 2 polar nuclei (2n) + 1 inti generatif (n) =
endosperm (3n)
Endosperm (3n) dan embrio (2n) sama-sama berkembang, biasanya endosperm
berkembang terlebih dahulu untuk menjamin ketersediaan suplai makanan
Endosperm berangsur mengecil karena diserap oleh embrio dan ditransfer ke
cotyledon
Monocotyl : biji memiliki 1 cotyledon
Dicotyl : biji memiliki 2 cotyledon

GYMNOSPERMAE
Cadangan makanan berasal dari endosperm yang merupakan perkembangan
dari tapetum (female gametophyte) = n
Karena endosperm (n) sudah terbentuk sebelum pembuahan, maka energi
difokuskan untuk perkembangan embrio (2n)

Universitas Gadjah Mada


f. Ripening Phase (Ease Kematangan Buah Dan Biji)

Tiga tipe buah pada Angiospermae:


1. Dry dehiscent fruit: buah bertipe kering, terbuka dengan sendirinya untuk
menghamburkan biji pada saat biji tersebut masak
2. Dry indehiscent fruit : buah bertipe kering, tertutup (biasanya berbiji tunggal),
dan pada saat masak biji tetap berada di dalam buah

3. Fleshy fruit : buah berdaging

Universitas Gadjah Mada


II.2.2 Subpokok Bahasan II:
Kualitas Benih

Tehnik dan tatacara penanganan benih dan persemaian berkaitan erat dengan
sistim biologi benih yang bersangkutan. Untuk mengerti sejauh mana pengaruh
penanganan benih dan persemaian terhadap mutu benih, perlu diketahui dasar-
dasar genetik dan biologi benih. Di dalam kegiatan-kegiatan penanganan benih dan
persemaian, hasil terbaik dapat diperoleh apabila pengetahuan tentang dasar-dasar
ini digunakan secara tepat.

II.2.2.1 Ruang Lingkup Kualitas Benih


Kualitas benih mencakup kualitas genetik, fisik, fisiologis dan aspek-aspek
kesehatan benih (fitosanitari).

a. Kualitas Genetik
Kualitas genetik adalah suatu tingkatan di mana suatu lot benih mewakili
keragaman genetik dari sumber benih yang dipilih. Keragaman genetik mungkin
lebar ataupun sempit tergantung pada tujuan penanaman.

Struktur Genetika Benih


Ada tiga macam sumber bahan genetik (DNA) pada tanaman: yaitu inti atau
nucleus, mitochondrial dan klroplast. Inti merupakan pembawa keturunan dan
dipisahkan sesuai dengan hukum Mendel, sedangkan yang dua lainnya tidak
demikian.
Pada biji, biasanya embryo terbentuk setelah proses pembuahan sel telur oleh
sel jantan. Sel jantan dan sel betina masing-masing memberikan satu set kromosom
atau inti DNA. Betina dan jantan masing-masing memberikan cytoplasma yang
mengandung organelles yang memiliki sistim genetiknya sendiri khususnya
mitochondria dan plastids. Kloroplast (Chloroplast) DNA pada tanaman angiosperma
biasanya diturunkan melalui sel induknya, sementara dalam jenis tanaman daun
jarum (coniferous) khususnya diturunkan oleh sel jantan.
Mega-gametofit dalam benih tanaman jarum merupakan sel induk (maternal
haploid), dan endosperm pada angiosperm adalah multiploid yang berasal dari
penyatuan beberapa inti sel betina dan salah satu dari sel jantan (male gametes).

Universitas Gadjah Mada


Lapisan benih baik pada benih tanaman daun jarum dan benih tanaman
berbunga (angiosperm) merupakan sel induk diploid (maternally diploid).
Pada beberapa biji tanaman daun jarum (conifrous) dimana pembuahan tidak
terjadi sampai benih tumbuh mencapai ukuran penuh, sifat benih yang paling penting
berkembang sesuai dengan tanaman induk dan keadaan lingkungan.
Pada kebanyakan biji angiosperma dimana embrio berkembang bersamaan
dengan struktur lainnya sel jantan asing pasti akan berpengaruh. Sebagai contoh
pada tanaman jati (Tectona grandis) pembuahan sendiri menghasilkan buah yang
lebih kecil daripada pembuahan silang (crossing). Pada angiosperm kemungkinan
keadaannya lebih rumit dari pada conifers.
Dimana terdapat pengaruh induk pada perkembangan biji dan akan lebih
diperburuk oleh struktur buah, termasuk kones pada jenis tanaman daun jarum, yang
tumbuh hanya dari induk, walaupun tepung sari berperan penting untuk
meningkatkan perkembangan buah atau kerucut (cone). Bagian buah pada
beberapa jenis angiosperm menentukan fungsi-fungsi penting dormansi biji.
Sistim genetik maternal diperkirakan menentukan perkembangan susunan
bagian buah yang penting artinya bagi perilaku perkecambahan biji. Pengetahuan
tentang keadaan seperti ini telah terakumulasi secara berangsur-angsur.
Sifat genetik biji atau benih juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yang terjadi pada perkembangan benih, dan juga mungkin dipengaruhi oleh letak biji
pada malai atau cones pohon induk. Pohon induk dapat tumbuh pada keadaan
kesuburan tanah dan tersedianya air yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat
menyebabkan perbedaan yang besar pada mutu benih antara pohon-pohon induk.
Sifat pertumbuhan benih dipengaruhi oleh sel genotip dan interaksinya dengan
keadaan lingkungan. Sistim genetik non-nuclear mungkin juga penting bagi
perkembangan dan kesehatan tanaman.
Jadi perkembangan sifat-sifat benih ditentukan oleh pengaruh genetik dan
lingkungan, dan berbeda dari sifat-sifat yang mengatur perkembangan embrio
menjadi tanaman dewasa.
Penanganan benih dan bibit meliputi berbagai cara, memilih secara langsung
atau tidak langsung, berbagai bentuk, ukuran atau jenis biji untuk ditebar dan juga
tanaman-tanaman yang tertinggal untuk ditanam. Pemilihan ini mungkin merubah
frekwensi genetik pada

Universitas Gadjah Mada


embrio populasi benih (seed lot). Akibat kegiatan-kegiatan penanganan biasanya
hanya dibuktikan melalui pemeriksaan perkecambahan benih (germinasi) dan
perkembangan awal semai atau anakan. Langkah ini tidak akan memberikan
penjelasan tentang perubahan apapun yang mungkin terjadi pada mutu genetik.
Penelitian khusus diperlukan untuk mengetahui perubahan seperti itu.

b. Kualitas Fisik
Kualitas fisik dari suatu benih merupakan gabungan dari ciri-ciri fisik atau
morfologis benih seperti warna, bentuk dan kemurnian benih.
Biji berasal dari ovule atau putik setelah mengalami pembuahan oleh tepung
sari melalui persilangan. Bagian yang berkembang ini meliputi endosperm didalam
benih-benih angiosperma atau mega-gametophyte (gametofit) pada jenis pohon
jarum, dan biasanya embrio dari tanaman yang akan datang. Kulit biji memiliki
bentuk dan struktur yang berlainan pada jenis tanaman yang berbeda, terutama
ketebalannya dan memiliki fungsi yang berbeda; sebagai contoh, ketahanannya atau
"dormancy" terdapat pada lapisan benih. Endosperma terdapat pada bagian dari biji
contoh: Rhododendron spp ..., Sambucus spp ..., atau Ribes spp ..., atau mungkin
berbentuk tidak sempurna atau rudimenter, fungsinya sebagai penyimpan makanan
telah diambil alih oleh cotyledon a.l. benih tumbuh-tumbuhan polong. Pada tanaman
daun jarum mega-gametofit (mega-gametophyte) merupakan bagian terbesar dari
biji.
Buah yang utuh (sejati) berkembang dari induk mega-sporophyll, pada
angiosperma disebut carpel. Pada angiosperm satu atau dua carpel akan
membentuk indung telur dan berisi satu atau beberapa ovule yang dapat
berkembang menjadi buah. Pada angiosperma. pericarp, meliputi exo-, meso-, dan
endocarp dan biji. Beberapa mega-sporophyll pada suatu poros pusat membentuk
buah kerucut atau 'cone'.

c. Kualitas Fisiologis
Kualitas fisiologis dari suatu benih berhubungan dengan kemampuan benih
tersebut untuk melangsungkan proses-proses fisiologis; dan dimanifestasikan dari
indeks viabilitas dan vigoritasnya.
Viabilitas benih merupakan kemampuan benih untuk berkecambah dalam
kondisi lingkungan yang optimal; dimanifestasikan dalam nilai persen kecambah.

Universitas Gadjah Mada


Vigoritas benih merupakan keseluruhan sifat yang menentukan kinerja benih
selama perkecambahan dan pertumbuhan semai; yang dimanifestasikan dalam
kualitas semai yaitu:
- laju dan keseragaman dalam pertumbuhan kecambah dan semai
- keseragaman pertumbuhan bibit di lapangan
- survival rate

c. Kualitas fitosanitari
Kualitas fitosanitari (kesehatan) dari suatu lot benih merupakan gabungan dari
sifatsifat fisik, fisiologis dan kesehatan dari setiap individu benih yang ada dalam lot
benih.
Kesehatan benih berkaitan dengan hama dan penyakit yang secara langsung
berpengaruh terhadap viabilitas dan vigor dari material tersebut atau dapat
menimbulkan masalah di persemaian atau di areal penanaman apabila terbawa oleh
benih; misalnya penyakit-penyakit seed borne (penyakit-penyakit yang menyertai
benih).
Maksud dari kualitas suatu lot benih yang baik adalah kemampuan dari lot
benih tersebut untuk menghasilkan suatu populasi tanaman yang berguna dan sehat
dengan keragaman genetik minimal mendekati keragaman genetik dari sumber
benih aslinya.
Kualitas awal dari lot benih yang diberikan mungkin berubah akibat pengaruh
dari keragaman faktor. Apabila kualitas fisik, fisiologis dan kesehatan lot benih
menurun/ memburuk maka kualitas genetiknya pun demikian.
Adalah penting untuk memonitor kualitas dari suatu lot benih. Hal ini bisa
dilakukan melalui berbagai macam pengujian. Pengujian-pengujian tersebut harus
mencakup semua aspek kualitas dan semua tahapan-tahapan operasional dari
pengumpulan benih, pengolahan benih, persemaian, pengangkutan dan
penanaman. Hal yang sama seperti di atas berlaku untuk bahan reproduktif
vegetatif.

II.2.2.2 Pengendalian Mutu (Kualitas dan Resistensi) Benih


Kualitas benih dipengaruhi oleh faktor genetik, faktor lingkungan maupun
kombinasi antara keduanya:

- benih belum terbebas dari dormansi, baik dormansi kulit biji maupun embrio
- metode perlakuan benih (seed handling)

Universitas Gadjah Mada


susunan genetik
umur, kondisi dan manajemen sumber benih
kondisi lingkungan selama proses perkecambahan dan kemasakan benih
pemrosesan benih (seed processing)
Biji merupakan salah satu alat perkembangbiakan tanaman yang memiliki arti
penting bagi kelanjutan pertumbuhan tanaman. Biji atau benih yang akan digunakan
seringkali mengalami kerusakan oleh berbagai macam organisme perusak berupa
hama dan patogen, sehingga menyebabkan kualitas benih menjadi turun atau
sangat rendah. Beberapa organisme penting yang umum merusak benih adalah :

1. Bakteri, terutama merusak biji dalam kondisi lembab


2. Jamur, merupakan salah satu penyebab utama hilangnya viabilitas biji maupun
benih. Jamur dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jamur yang berasal dan
terbawa dari lapangan (field fungi) dan jamur yang berkembang di
penyimpanan (storage fungi) dengan jenis dan sifat seperti disajikan dalam
tabel berikut

No Kelompok jamur Jenis-jenis jamur Sifat dan dampak yang ditimbulkan

1. Field fungi Alternaria spp., Menyerang biji selama masih di lapangan


Botryodiplodia dan menginfeksi biji yang telah masak
theo- bromae,
atau sesudah
Cladosporium
herbarum, biji dipanen, ataupun sebelumdilakukan
Curvularia spp., pemrosesan.
Epicoccum pur-
Jamur dapat berupa patogen atau saprofit.
puracens,
Fusarium spp., Dapat bertahan pada biji dalam kondisi
Verticillium dingin atau kering.
alboatrum, dan
Mengakibatkan warna biji berubah,
Sclerotium rolfsii
2. Storage Aspergillus niger, Berkembang per-
selama biji di dalam
fungi A. flavus, A. kecambahan
penyimpanan, benih
dapat terhambat, dan
tumbuh tanpa
fumigatus, menyebabkan penyakit
adanya air bebas sertadi pada
pesemaian
media
A.restrictus, dan
atau pada
dengan tanaman
tekanan dewasa
osmotik di lapangan.
tinggi.
Penicillium spp. ,
Di penyimpanan,aktivitas
marga Umumnya menyerang biji jamur terhenti
Cladosporium, (mengalami istirahat) karena
sebelum dipanen,syarat untuk
Chaetomium,
pertumbuhannya
tetapi sudah terdapat(kelembapan
pada biji relatif
di
Mucor, dan
Rhizopus yang tinggi)
lapangan tidak terpenuhi.
dengan persentase yang sangat
rendah (kurang dari 1%) dan merupakan
sumber inokulum potensial yang dapat
berkembang diUniversitas
penyimpanan.
Gadjah Mada
3. Nematoda, namun jarang terbawa biji tanaman hutan
4. Serangga hama. Berbagai jenis serangga hama yang termasuk dalam kelompok
kumbang, kepik, kutu, moths/ulat, lalat dan lebah. Serangga pemakan dan
perusak biji dapat menyebabkan kegagalan produksi benih di lapangan dan
kadang berlanjut sampai ke tahap penyimpanan. Larva serangga yang
menyerang benih di lapangan dapat melanjutkan serangannya dalam
penyimpanan, dan hanya jenis yang mampu berkembang biak dan menyerang
kembali benih dalam gudang yang dianggap sebagai hama gudang yang
sebenarnya. Kebanyakan serangga tidak mampu menyerang kembali benih
karena serangga dewasa tidak dapat bertahan dan berkembang biak pada
kondisi penyimpanan atau tidak dapat menembus kulit biji.

Berbagai gejala kerusakan pada biji dan benih baik selama masih di kebun
penghasil benih atau di penyimpanan yang selama ini menjadi permasalahan antara
lain berupa :
Keguguran biji (seed abortion)
Benih menjadi busuk basah atau kering di penyimpanan
Benih menjadi berkeriput
Benih mengalami sklerotisasi
Benih mengalami nekrosis
Benih mengalami perubahan warna
Menurunnya perkecambahan benih
Terjadi stromatisasi benih.
Biji yang akan digunakan sebagai benih yang mengalami kerusakan seperti
tersebut di atas kadang bisa mencapai lebih dari 30%

a. Pengendalian serangga di lapangan


Mengumpulkan benih yang bebas, atau terserang dalam jumlah yang kecil
dapat menghemat tenaga. Pada umumnya panen besar dan panen awal lebih sedikit
diserang daripada panen sedikit dan lambat.

Universitas Gadjah Mada


Pembersihan serangga selama pemrosesan
Pembersihan atau pengurangan serangga yang menyerang benih biasanya
dilakukan untuk mencegah kerusakan atau penyerangan kembali oleh serangga
selama penyimpanan benih. Sekalipun lot benih tidak dapat dibersihkan sama sekali
dari serangga, pengurangan populasi serangga akan sangat menekan tingkat
serangan ulang. Serangga benih dapat dilakukan dengan menghilangkan benih yang
diserang atau membunuh serangga yang ada dalam benih.

Kondisi penyimpanan
Benih yang telah bebas dari serangga ketika disimpan, hams dilindungi dari
serangan ulang. Sisa-sisa benih dari lot benih yang sebelumnya terdapat serangga
di sudut-sudut kotak penyimpanan berpotensi merusak benih. Tindakan pencegahan
untuk terjadinya serangan ulang adalah dengan membersihkan secara menyeluruh
ruang penyimpanan. Cara yang paling efisien untuk mengurangi kerusakan oleh
serangga selama penyimpanan adalah dengan mengeringan yang tepat dan suhu
rendah.
Jika serangga benih tidak dapat dihilangkan selama pemrosesan, dan ada
resiko serangan serangga akan berlanjut atau meningkat selama penyimpanan,
perlakuan dengan racun atau zat penolak serangga dapat diberikan.

Fumigasi
Fumigasi adalah pemberian zat penghambat metabolisme atau racun dalam
bentuk gas. Keuntungan dan kerugian fumigasi, berhubungan dengan sifat fisiknya
dibandingkan dengan perlakuan lainnya seperti bubuk insektisida.
Beberapa zat fumigan yang banyak tersedia antara lain adalah ethylen
bromida, gas hidrosianik, campuran karbon disulfit dan karbon tetraklrorit fosfin, dan
pirimiphs. Zat fumigan di atas semuanya adalah racun terhadap manusia dan hams
ditangani dengan sangat hati-hati dan hanya oleh petugas yang terlatih dengan
menggunakan perlengkapan pelindung. Lebih dari itu, semua zat fumigan bersifat
phytotoxic, sehingga waktu perlakuan hams sesingkat mungkin. Salah satu gas yang
beracun adalah CO2 telah digunakan untuk perlakuan benih ortodok. Karena CO2
tidak berbahaya terhadap benih kering, benih dapat disimpan dengan gas tersebut
dalam waktu yang lama.

Universitas Gadjah Mada


Insektisida
Insektisida dapat digunakan sebagai alternatif terhadap fumigasi, atau bila
pengaruh jangka panjang dibutuhkan, misalnya jika serangga yang bersembunyi
atau dorman dapat terhindar dari perlakuan sesaat dan muncul kemudian selama
penyimpanan. Penggunaannya harus dibatasi dan bila mungkin menggunakan
bahan-bahan yang lebih ramah terhadap lingkungan. Insektisida organo-fosfat lebih
ramah terhadap lingkungan daya racunnya cukup luas, sebagian sangat beracun
terhadap manusia, sebagian lainnya tidak berbahaya. Di antara yang daya racunnya
menengah adalah phenitrothion, yang lebih dikenal sebagai insektisida benih
dengan berbagai nama dagang seperti cytel dan folithion.
Tumbuhan dan bagian tumbuhan yang digunakan untuk pengendalian
serangga dalam penyimpanan, khususnya untuk bruchid, dapat dilihat pada tabel
berikut:
Jenis tanaman Bagian tanaman atau ekstrak
Azadirachta indica Biji, minyak biji,pupuk daun atau kulit
Chrysanthemum cinerariaefolium (pyrethrum) Seluruh tanaman atau kepala bungs
Capsicum Biji
Denis elliptica Minyak
Anona reticulata Bubuk biji
Piper nigrum Bubuk biji dan ekstrak

Metode biologik
Beberapa finis tanaman mengandung bahan penolak serangga, yang secara
tradisional digunakan dalam penyimpanan benih, misalnya pyrethrum di atas salah
satu tanaman dengan pengaruh insektisida yang paling efektif adalah Mimba
(Azadirachta indica). Benih Mimba mengandung konsentrasi tinggi senyawa
aktufazadiractin dan benih yang dihancurkan atau minyaknya sangat efektif.

b. Pengendalian jamur di lapangan


Dalam banyak hal, tindakan pencegahan seperti waktu dan metode
pengunduhan yang tepat, dan pemrosesan serta penyimpanan yang tepat,
membuat perlakuan kimiawi tidak diperlukan. Tapi jika benih terinfeksi berat oleh
jamur benih yang merusak, perlakuan pencegahan tetap diperlukan. Di samping itu,
bila benih akan diekspor perlakuan ini diperlukan untuk alasan fitosanitari.

Universitas Gadjah Mada


Kebanyakan fungisida ditujukan untuk sejumlah besar jamur dan karenanya
dapat berpengaruh terhadap seluruh mikroflora dan fauna pada benih, termasuk
organisme yang menguntungkan seperti mikoriza, rizobia dan frankia. Karena itu,
umumnya sulit untuk memberikan fungisida bersama-sama dengan inokulan
mikrosimbion dan selama menggunakan inokulan benih harus dibersihkan dari
fungisida yang menempel. Masalah ini dapat diatasi dengan memberikan perlakuan
panas sesaat atau sterilisasi permukaan dibanding pestisida yang berdampak jangka
panjang.
Fungisida yang diberikan sebelum penyimpanan umumnya ditujukan untuk
jamur tertentu. Perlakuan fungisida lainnya diberikan sesaat sebelum pengapuran,
ditujukan untuk jamur benih dan jamur tanah yang dapat menyerang benih yang
berkecambah atau semai.

Sterilisasi permukaan
Jamur yang menempel pada permukaan benih dapat dihilangkan dengan
pemberian zat sterilisasi, antara lain:

(1) Hidrogen peroksida (H202) (30% untuk 20 menit)

(2) Sodium hipoklorit (NaHCl) (10% larutan untuk pemutih komersial)

(3) 75% etanol (C2H5OH) murni

Perlakuan panas
Perlakuan sesaat pada suhu tinggi dengan udara kering atau pencelupan
pada air panas dapat dilakukan bila jamur peka terhadap panas dan benih tahan
terhadap panas. Pada jenis Oak (Quercus spp.) perendaman dalam air pada suhu
40-45C selama 2-2,5 jam digunakan untuk membunuh jamur Ciborea. Perlakuan
dengan menggunakan suhu hams dilakukan secara hati-hati, karena jika terlalu lama
akan merusak benih. Di samping itu, perlakuan panas dapat menyebabkan kulit biji
rentan terhadap serangan jamur lainnya. Oleh karena itu, pemberian fungisida
mungkin masih diperlukan.

Fumigasi
Fumigasi dengan Metil bromida efektif untuk mengendalikan beberapa jenis
jamur. Fumigan lainnya yang kurang banyak digunakan adalah HCN, Karbon
disulfida dan Aluminium sulfida.

Universitas Gadjah Mada


Fungisida

Fungisida yang biasa digunakan adalah Dithane M-45, Thiram dan lainnya.
Perlu diperhatikan bahwa bahan kimia yang memiliki bahan dasar sama seringkali
dijual dengan merek dagang yang berbeda oleh pabrik yang berbeda dan di negara
yang berbeda. Dikarenakan besarnya pasar dan penggunaan benih pertanian,
kebanyakan bahan kimia dilengkapi dengan petunjuk pemakaian dan dosis yang
digunakan untuk benih pertanian. Ukuran benih dan struktur kulit biji harus
dipertimbangkan dalam menentukan dosisnya.
Beberapa fungisida hanya efektif jika bersentuhan langsung dengan jamur.
Oleh karena itu jamur yang terletak jauh di dalam benih kemungkinan terhindar.
Pestisida sistemik seperti triadimethol, ehtirimol, dan metalaxyl efektif untuk
mengatasi jamur yang ada di dalam benih. Di Tasmania, Australia, 2 kantong calico
yang berisi 50 g paradichlorbenzine ditambahkan pada tiap kaleng benih (kira-kira
12 liter), yang satu dengan kedalaman 2/3 dan yang lainnya di atas benih untuk
perlindungan terhadap jamur.

Aplikasi Fungisida
Kebanyakan fungisida diaplikasikan dalam bentuk bubuk yang dicampurkan
dengan benih. Metode ini kebanyakan diaplikasikan pada benih dengan permukaan
biji kasar sehingga bubuk akan lebih melekat. Untuk benih dalam jumlah besar, cara
terbaik adalah mencampur benih dan bubuk dalam mesin pengaduk. Jika
permukaan biji halus, fungisida diaplikasikan dengan perendaman (metode slurry),
terkadang ditambah perekat/bahan pengikat untuk meningkatkan daya rekat. Metode
ini juga membantu absorpsi bahan kimia.

Metode Biologik
Ada sedikit pengalaman dalam penggunaan bahan biologis untuk
mengendalikan perkembangan jamur pada benih hutan tropis. Penyimpanan benih
rekalsitran Prunus africana dan Podocarpus milanjianus dalam serbuk kayu
membatasi perkembangan jamur, namun tidak diketahui apakah serbuk itu
mengandung sifat anti jamur atau tidak. Di India, minyak Eucalyptus hybrid efektif
mengendalikan perkembangan jamur benih Shorea robusta pada kelembaban tinggi,
dengan dosis minimum 3 ml minyak per 1 m3 kotak penyimpanan.

Universitas Gadjah Mada


II.2.2.3 Karantina benih
Di ekosistem slam, Kama dan penyakit benih secara normal mendapatkan
makanan dari benih, tetapi mereka dikendalikan oleh musuh alami. Sejumlah
serangga benih, misalnya, dikendalikan oleh burung dan parasit serangga. Bila
tanaman tumbuh di luar lingkungan alaminya, maka tanaman tersebut tidak dapat
dijangkau oleh predator alaminya. Eucalyptus yang tumbuh sebagai tanaman eksotik
sering tumbuh lebih baik di daerah baru dibanding tempat aslinya, karena telah
terhindar dari predator alaminya. Swietenia macrophylla yang tumbuh di Fiji
merupakan suatu contoh lain dari jenis eksotik yang tumbuh baik di luar daerah
sebaran alaminya, sementara tanaman aslinya banyak diserang oleh penggerek
batang, Hypsipyla spp. Tetapi jika serangga atau patogen menyebar ke daerah
penanaman baru, akan menimbulkan lebih banyak kerusakan dibandingkan di
tempat aslinya, karena musuh alamnya tidak ada. Masalah ini sering dijumpai pada
tanaman pertanian dengan akibat yang sangat serius; salah satu contoh adalah
bencana kelaparan pada abad XIX yang diakibatkan oleh kegagalan panen kentang
di Irlandia. Tanaman eksotik memiliki daya tahan lebih terhadap penyakit yang
ditularkan oleh benih. Tetapi jika inang lain rentan, patogen akan menyebar pada
populasi tersebut.
Umumnya serangga benih lebih mudah dideteksi dan dicegah daripada
penyakit benih. Sekalipun demikian, terdapat resiko penyebaran oleh telur yang
menempel pada permukaan biji atau sebagai kepompong dorman di dalamnya.
Bruchid umumnya hanya terlihat melalui jendela pupa atau lubang keluar, sementara
chalcids hanya dapat dilihat dari lubang keluar. Penyakit benih lebih banyak, setiap
benih dapat membawa beberapa jenis. Pada Eucalyptus spp, FAO/IPGRI merinci
lebih dari 30 jamur penyakit benih dan beberapa serangga benih.
Karena bahaya masuknya serangga dan penyakit bersamaan dengan bahan
tanaman, banyak negara memberlakukan peraturan impor yang ketat untuk biji-
bijian. Tujuannya untuk tidak memasukkan penyakit eksotik ke daerah di mana
mereka tidak ada, dan di mana mereka dapat menyebabkan masalah yang serius
jika mereka dimasukkan. Sertifikat kesehatan atau fitosanitari yang menjamin
ketiadaan penyakit tertentu harus menyertai setiap benih yang diimpor. Negara
pengimpor berharap bahwa tidak ada penyakit yang masuk secara tidak sengaja ke
dalam negaranya. Pengujian laboratorium dapat dilakukan untuk meneliti kondisi
kesehatan benih, untuk sementara benih dikarantinakan. Banyak negara secara rutin

Universitas Gadjah Mada


memperlakukan benih impor dengan fungisida atau memberi perlakuan suhu tinggi
untuk membunuh hama atau penyakit yang mungkin ada. Masalah utama perlakuan
ini adalah bahwa waktu yang dibutuhkan untuk pengujian dan prosedur administrasi
dapat memperpendek umur benih, karena benih mendapatkan perlakuan fitotoksi
yang dapat mempengaruhi viabilitasnya.
Di Indonesia, upaya karantina benih tanaman hutan khususnya belum diatur
secara tegas. Meskipun telah diterbitkannya UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan maupun UU No. 16 Tahun 1998 tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan maupun PeraturanPeraturan Pelaksanaannya; namun demikian secara
khusus UU maupun Peraturan tersebut belum menyentuh/mengatur tentang
peredaran/lalu lintas benih tanaman hutan.
Karantina benih untuk tanaman hutan di Indonesia sampai saat ini belum
diberlakukan. Pengiriman benih dari luar maupun ke dalam negeri masih dilakukan
secara bebas. Padahal telah disadari bersama bahwa berkaitan dengan
pengangkutan, biji yang membawa patogen atau serangga hama jugs berperan
sebagai penyebar. Di tempat baru serangga hama atau patogen dapat berperan
sebagai penyebar dan penular. Yang perlu disadari bahwa dengan biji berpenyakit,
daerah yang dulu bebas patogen akan menjadi daerah yang terinfestasi. Selain itu
patogen yang di daerah asal tidak menimbulkan masalah tapi di tempat baru bisa
menimbulkan masalah. Hal tersebut antara lain dikarenakan ekologi yang berbeda.
Benih adalah bahan yang memiliki nutrisi tinggi, seperti karbohidrat, protein
dan lemak merupakan sumber makanan yang menarik bagi sejumlah organisme. Di
alam, binatang pemakan biji memainkan peranan penting dalam penyebaran,
pemangsaan dan regenerasi. Pemangsaan oleh serangga menyebabkan kerugian
besar dalam pemanenan benih, baik sebelum atau sesudah panen.
Kerentanan benih terhadap hama dan penyakit sering berubah selama masa
hidup benih, dan seringkali jenis infeksinya bermacam-macam, tergantung pada
kondisi eksternal dan internal. Jenis hama atau penyakit yang menyerang benih
muda dan benih masak adalah berlainan. Benih memiliki mekanisme perlindungan
terhadap serangan infeksi, karena kulitnya yang keras atau memiliki senyawa kimia.
Benih yang belum masak, rusak atau terlalu tua memiliki perlindungan yang lemah,
sehingga rentan terhadap serangan hama dan penyakit dibanding dengan benih
yang memiliki kualitas fisiologis yang baik.
Benih ortodoks pada kondisi penyimpanan yang dapat memperpanjang masa
hidup (suhu dan kelembabab rendah) dapat menurunkan aktivitas menyerang hama

Universitas Gadjah Mada


dan penyakit. Benih rekalsitran mempunyai masalah yang berbeda karena benih
hams disimpan pada kondisi suhu dan kelembaban yang menguntungkan
pertumbuhan serangga dan jamur. Beberapa hama dan penyakit pada biji-bijian
bersifat spesifik dalam arti menyerang pada satu atau beberapa jenis tumbuhan,
yang lain dapat menyerang sejumlah besar jenis dan bahkan dapat menyerang
bagian tanaman lainnya, menyerang pada tingkat semai atau pada tanaman
dewasa. Hama dan penyakit harus dikendalikan selama penanganan benih, dalam
rangka mencegah kerusakan benih yang terinfeksi dan mencegah penyebarannya
terhadap benihbenih yang lain. Dalam hal penyakit yang disebarkan oleh benih
maka penting untuk mencegah serangan terhadap tanaman di persemaian, ini
penting ketika benih dikirimkan ke daerah di mana hama dan penyakit tersebut
ditemukan.
Jenis dan tingkat pengendalian hama dan penyakit benih berbeda dengan
kecepatan infeksi. Jenis organisme yang menginfeksi dapat berkembang dan
merusak benih selama penyimpanan. Upaya-upaya pencegahan seperti pemanenan
awal, pemrosesan yang cepat, kesehatan yang baik dan kondisi penyimpanan yang
sesuai, seringkali memadai untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh
serangan serangga dan jamur tanpa perlakuan kimiawi (pestisida). Ketahanan
tanaman terhadap hama dan penyakit merupakan suatu rangkaian tahapan evolusi,
yang menunjukkan hubungan antara pemangsa dan yang dimangsa. Pertahanan
dari dalam terhadap hama dan penyakit umumnya dalam bungkus benih yang kuat
atau bahan-bahan kimia dalam benih. Serangga dan penyakit (patogen) benih,
sebagai adaptasi tandingan, telah mengembangkan ketahanannya terhadap racun
atau metode menembus kulit biji yang keras. Kerentanan atau ketahanan benih
secara individual terhadap hama dan penyakit dipengaruhi oleh genotip, tingkat
perkembangan dan lingkungannya, serta interaksi antara faktor-faktor tersebut.

a. Genetika
Pada tanaman hutan ketahanan genetik ini belum banyak diketahui. Variasi
dalam tingkat serangan oleh bruchids terhadap beberapa genotipa telah dilaporkan
dalam tumbuhan Vigna unguiculata. Karena jenis serangga yang sama menyerang
kayu tumbuhan polong, misalnya Acacia dan Albizia spp., kemungkinan besar
keragaman genetik juga ada dalam jenis-jenis tersebut. Ketahanan, yang
disebabkan oleh perbedaan unsur kimia atau struktur kulit biji, bersifat variabel dan
berubah-ubah. Pada tahun dengan tingkat serangan yang

Universitas Gadjah Mada


rendah, genotipa yang resisten akan terhindar atau diserang terakhir; sedan pada
tahun-tahun dengan serangan yang besar, seluruh populasi mungkin dapat
terserang.

b. Perkembangan
Ovula dan benih dapat mudah dimangsa oleh hama dan penyakit dari tingkat
perkembangan awal hingga masak. Infeksi atau serangan awal sering menyebabkan
aborsi ovula atau seluruh bagian buah. Apabila serangan tersebut timbul pada akhir
perkembangannya, buah tersebut masak secara normal, namun tidak berisi dan
benihnya rusak. Jika jaringan buah diserang, buah akan tumbuh abnormal atau
berubah bentuk. Serangga dan penyakit menyerang buah atau benih hanya selama
tingkat perkembangan yang relatif singkat, misalnya ketika benih tersebut telah
masak atau mencapai ukuran masak tetapi sebelum memiliki kulit biji yang keras.
Hal ini terjadi pada sekelompok bruchid yang hanya menyerang benih atau polong
belum matang yang berwarna hijau; kelompok bruchid lainnya hanya menyerang
benih yang sudah matang. Jenis serangga yang berbeda menyerang benih Shorea
spp. selama perkembangannya. Benih yang masih muda diserang oleh Nanophyes
spp., sedangkan pada saat benih bertambah besar, diserang oleh kumbang
penggerek dari genus Alcidodes. Kedua kumbang penggerek ini biasanya
menyerang benih pada saat di pohon. Begitu benih tersebut jatuh, mereka diserang
oleh scolytids. Benih yang belum matang biasanya lebih lemah secara fisiologis, dan
gagalnya perkembangan misalnya pembentukan kulit benih dapat memberikan jalan
masuk yang lebih mudah bagi hama dan patogen pada bagian dalam benih yang
rentan, dan sebaliknya. Kehilangan viabilitas diawali oleh penurunan vigor, dan
menunjukkan kerentanan terhadap infeksi pada benih yang berkecambah atau
semainya. Untuk benih yang disimpan dalam kondisi kelembaban tinggi seperti
benih rekalsitran, infeksi jamur di dalamnya sering menimbulkan kerusakan benih.

c. Lingkungan
Faktor iklim tertentu dapat mendorong atau membatasi suatu jenis infeksi.
Kondisi panas dan sinar matahari dapat mempercepat perkembangan tingkat
dewasa serangga yang menginfeksi dan memperoleh makanan dari bungs. Kondisi
angin dapat memperluas penyebaran spora dan terkadang juga serangga; kondisi
lembab bermanfaat bagi pertumbuhan jamur. Kerentanan individu benih dapat
dipengaruhi oleh kualitas fisiologis, ukuran benih

Universitas Gadjah Mada


tanaman, tingkat pengeringan, yang merupakan akibat dari seluruh pengaruh
lingkungan. Setelah panen, kerusakan maupun keretakan pada kulit biji, yang terjadi
pada proses mekanis, dapat menjadi titik masuk jamur. Suhu dan kelembaban
berperan sangat penting selama penanganan dan penympanan. Semakin rendah
suhu dan kelembaban ruangan, biasanya semakin rendah pula tingkat serangan dan
infeksi.
Infeksi dan serangan dapat mulai dari dalam buah dan berpengaruh terutama
pada jaringan buah. Infeksi karena serangga dan jamur pada buah kering seperti
kerucut, kapsul, atau buah kering lainnya dapat berakibat pada terbentuknya
jaringan hyphae jamur (mycelium) di dalam dan di sekeliling buah atau kerucut.
Karena infeksi mempengaruhi sistem pengeringan alami (gerakan higroskopik),
benih yang dihasilkan dari buah atau kerucut tersebut rendah karena masalah
ekstraksi, meskipun banyak biji-bijian tersebut tidak menjadi rusak. Dampak dari
infeksi terhadap benih individual banyak dan bagian benih mana yang terpengaruh.
Kerusakan kecil pada endosperma atau kotiledon dapat menimbulkan sedikit
dampak atau malahan tidak menimbulkan dampak sama sekali; dan bahkan di mana
bagian kotiledon telah dimakan oleh larva, serangga semai masih dapat bertahan.
Pada saat kondisi penyimpanan yang baik bagi perkembangan dan penyebaran
Kama dan penyakit, seluruh lot benih dapat dengan mudah terserang.

II.2.2.4 Hasil Hutan dan Hubungannya dengan Kualitas Benih


Tujuan dari kegiatan-kegiatan penanaman antara lain adalah untuk memenuhi
fungsi-fungsi berikut:
Fungsi produksi: kayu pertukangan, chip-wood, bubur kayu, kayu api,
makanan (buah, madu), makanan ternak, ekstraktif (turpentine, getah, resin),
obat-obatan, atau untuk tujuan:
Fungsi konservasi: konservasi alam dan plasma nuftah, kawasan lindung
(shelter belt), perlindungan lingkungan, tanah dan air, fasilitas penunjang
keindahan suatu lingkungan (pengembangan bentangan alam (landscape),
penanaman di kiri-kanan jalan, hutan kota dan lain sebagainya), dan tujuan
lainnya.
Untuk menetapkan suatu tujuan program penanaman, harus dibuatkan terlebih
dahulu pemilihan species atau sub-species yang cocok.

Universitas Gadjah Mada


Selanjutnya, pemilihan species atau sub-species, harus dilakukan dengan cars
pemilihan berbagai jenis tipe ekologi (eco-type), provenans, keragaman, atau
keragaman genetik lainnya ( misalnya: pohon-pohon yang terpilih/terseleksi), progeni
mana yang akan mampu tumbuh secara baik pada lokasi penanaman guna
mendapatkan hasil akhir yang sesuai dengan yang diinginkan.
Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi sumber benih yang tepat yang
mampu menyediakan benih yang berkualitas baik untuk species yang terseleksi.
Pilihan species yang benar dan keragaman genetik yang spesifik, dimana harus
cocok dengan kondisi dan tujuan dari lokasi penanaman, merupakan kondisi
pertama dan jaminan utama dari suatu hasil yang bagus.

Universitas Gadjah Mada


II.2.3 Subpokok Bahasan III:
Peningkatan Produktivitas Benih

II.2.3.1 Aplikasi Pemuliaan Pohon

a. Sumber benih
Benih adalah jasad hidup yang berfungsi sebagai sarana untuk reproduksi
tanaman. Benih merupakan hasil tanaman, yang jugs merupakan awal kehidupan
yang sangat menentukan kelangsungan generasi berikutnya.
Macam hasil yang dipungut atau dipanen tergantung pada macam benih
yang ditanam. Kenyataan memperlihatkan bahwa pada pohon terdapat perbedaan
sifat atau variasi. Perbedaan sifat yang diwariskan (turun temurun) disebabkan oleh
pengaruh gen di dalam pohon. Perbedaan sifat atau variasi itu terdapat diantara
species, provenans, tegakan dan di antara individu pohon.
Penentuan species yang tepat untuk tujuan tertentu dan tempat tumbuh
tertentu dapat dilakukan dari hasil uji species. Setelah ditentukan species, masih
perlu ditentukan provenans yang paling sesuai sehingga perlu dilakukan uji
provenans. Seringkali perbedaan sifat antar provenans cukup besar sehingga salah
pilih dalam pembuatan tanaman dapat menimbulkan kerugian yang besar.
Provenans terbaik itulah yang kemudian dipilih sebagai sumber benih untuk
pembuatan tanaman hutan ataupun keperluan pekerjaan pemuliaan lebih lanjut.
Untuk tujuan penanaman pohon hutan dalam ukuran luas, asal usul benih
yang diketahui nilai genetiknya adalah perlu. Pada saat ini, umumnya kita belum
banyak memperhatikan sifat genetik benih pohon hutan. Tetapi untuk negara-negara
lain, asal usul benih mutlak perlu diketahui.
Berdasarkan kualitas genetiknya, sumber benih dapat diklasifikasikan
menjadi (semakin tinggi nomornya, semakin tinggi pula kualitas genetik benihnya):

Zone koleksi benih


Merupakan area atau grup area dengan kondisi ekologis yang relatif
seragam, dan di area ini ditemukan tegakan dengan karakter fenotip yang serupa.
Kualitas genetik belum diperhatikan; benih tidak hanya dikumpulkan dari pohon yang
fenotipnya superior saja, melainkan lebih menitikberatkan pada aksesibilitas dan
kelimpahan benih.

Universitas Gadjah Mada


Tegakan teridentifikasi
Suatu tegakan dengan kualitas rata-rata yang lokasinya dapat diidentifikasi
sehingga informasinya lebih lengkap. Kualitas genetik belum diperhatikan; benih
tidak hanya dikumpulkan dari pohon yang fenotipnya superior saja, melainkan dari
seluruh pohon yang ada dalam tegakan.

Tegakan terseleksi
Suatu tegakan dengan pohon-pohon berfenotip superior; merupakan tegakan
biasa yang dikonversi menjadi sumber benih dengan pemberian perlakuan tertentu
seperti penjarangan selektif dan isolasi dari kontaminasi tepung sari. Luasan minimal
5 Ha. Benih hanya dikoleksi dari tengah area untuk meningkatkan kemungkinan
memperoleh benih bergenetik baik, walaupun masih dalam bentuk prediksi.

Area produksi benih


Yang dimaksud dengan Areal Produksi Benih adalah daerah-daerah yang
secara seksama ditetapkan sebagai daerah penghasil benih berkualitas baik dari
sesuatu atau beberapa jenis pohon.
Areal ini merupakan tegakan terseleksi yang di-up grade dengan perlakuan-
perlakuan khusus seperti penjarangan seleksi, pembuatan jalur isolasi, pemupukan,
pruning, pembersihan, dan penyerbukan silang antar pohon-pohon superior untuk
meningkatkan kualitas genetik benih. Benih hanya diambil dari pohon berfenotip
superior, dengan harapan bahwa superioritas ini dikendalikan oleh alel dominan,
sehingga akan tetap mempunyai dominansi pada keturunannya.
Areal Produksi Benih mempunyai tegakan-tegakan plus dimana pohon-pohon
yang fenotip jelek ditebang. Perlakuan lain yang perlu diberikan ialah sebagaimana
lazimnya penghasil benih genetik baik, seperti :

pembuatan jalur isolasi


Yang dimaksud dengan jalur isolasi adalah jalur dengan lebar tertentu (200 m
untuk Pinus) untuk mencegah kontaminasi tepung sari liar dari daerah di
sekitarnya. Jumlah pohon-pohon yang baik dalam Areal Produksi Benih ada
sekitar 69 - 100 pohon per

Universitas Gadjah Mada


Ha dan di antara pohon-pohon tersebut terjadi penyerbukan silang sehingga
benih yang dihasilkan genetik lebih baik.
Kegiatan-kegiatan pemeliharaan seperti pemupukan, pruning pucuk,
pembersihan, pengairan (apabila memungkinkan), pembuatan ilaran api,
pemagaran dan lain sebagainya.

Areal produksi benih memiliki beberapa kelebihan karena :


Benih yang dikoleksi akan memiliki kualitas genetik lebih baik daripada
keturunan dari sumber-sumber benih biasa, terutama dalam kemampuan
beradaptasi, karakter tajuk, serta ketahanan terhadap hama.
Jika areal produksi benih pemapanannya dalam tegakan alam (kadang jugs
pada hutan tanaman), asal geografis pohon induk dapat diketahui, sehingga
benih yang dihasilkan berasal dari sumber yang sesuai.
Areal produksi benih merupakan sumber yang dapat diandalkan untuk
menghasilkan benih yang mampu beradaptasi secara baik dengan biaya
yang sedang.

Tegakan provenans
Salah satu metode yang paling biasa digunakan untuk memperoleh benih
baik dalam jumlah yang cukup besar dalam waktu yang relatif cepat ielah kembali
kepada sumber asal atau provenans yang telah diuji sebelumnya dan terbukti baik.
Tegakan provenans merupakan pertanaman yang dibuat dari provenans
tertentu yang telah teruji; dengan tujuan untuk sumber benih, seleksi pohon plus,
maupun konservasi provenans. Eksplorasi benih dilakukan pada provenans yang
telah teridentifikasi bergenetik baik melalui uji provenans.
Selanjutnya dibangun tegakan provenans dengan menanam benih-benih dari
provenans teruji tersebut, menjarangi individu berfenotip inferior dan
mempertahankan yang baik. Sejak awal menejemen tegakan telah diarahkan untuk
tujuan produksi benih.

Kebun benih
Kebun Benih didefinisikan sebagai suatu pertanaman terdiri dari klon-klon
atau progeni terseleksi yang diisolasi (untuk mencegah atau mengurangi
penyerbukan tepung sari dari luar) dan dikelola sedemikian rupa sehingga
menghasilkan benih yang melimpah, sering

Universitas Gadjah Mada


dan mudah untuk dipanen (dikelola untuk memproduksi benih dalam kuantitas dan
kualitas genetik yang tinggi). Kebun Benih tidak selalu dibangun hanya untuk
peningkatan genetik sifat-sifat tertentu, tetapi juga dapat digunakan untuk
menghasilkan benih dalam jumlah banyak yang dapat beradaptasi terhadap suatu
lokasi penanaman tertentu.
Seleksi di dalam kebun benih didasarkan atas uji keturunan (progeny testing)
yaitu evaluasi berdasarkan pertumbuhan dan sifat sifat keturunannya, untuk
menetapkan nilai genetik dari famili-famili atau klon-klon di dalam kebun benih.
Famili-famili atau klon-klon yang buruk dibuang dan famili-famili atau klon-klon yang
memiliki genetik unggul dibiarkan mengadakan penyerbukan silang atau diadakan
penyerbukan terkendali untuk menghasilkan benih-benih bergenetik unggul.

Macam kebun benih


Dikenal ada dua macam kebun benih, yaitu :
Kebun Benih Semai (Seedling Seed Orchard)
Dari suatu uji keturunan (progeny testing) setelah dievaluasi untuk
menentukan nilai genetiknya, famili-famili yang jelek dibuang. Demikian
juga pohon-pohon yang jelek
dari famili yang baik dibuang, dan famili-famili yang ditinggalkan dipelihara
yang selanjutnya menjadi kebun benih. Kebun benih semacam ini disebut
juga progeny test seedling seed orchard. Kebun benih semai juga dapat
dibuat dengan menanam keturunan famili-famili yang memiliki genetik
unggul berdasarkan hasil uji keturunan.
Kebun Benih Klon (Clonal Seed Orchard)
Kebun benih klon dibuat dengan menanam klon-klon yang memiliki genetik
unggul. Penilaian genetik klon-klon tersebut didasarkan pada uji keturunan.
Penentuan tipe kebun benih yang sesuai didasarkan pada spesies dan
program pemuliaan. Beberapa karakteristik dua tipe ini adalah :
Kebun benih semai (SSO) Kebun benih klon (CSO)
Dibuat dari semai, benih berasal dari pohon induk terpilih Dibuat dari hasil pembiakan vegetatif:
sambungan, okulasi, stek, dsb.

Diinginkan bila spesies yang bersangkutan mulai berbunga Diinginkan bila spesies yang
sangat awal bersangkutan mulai berbunga agak
Diinginkan bila uji keturunan dapat dikonversi menjadi SSO lambat
Diinginkan bila pembiakan vegetatif me-
dan berfungsi sebagai uji dan produksi sekaligus. Menjadi mungkinkan dan kebun benih hanya berfungsi
pilihan bila terdapat problem inkopabilitas atau pembiakan untuk produksi benih
vegetatif sulit dilakukan

Universitas Gadjah Mada


Suatu genotipe yang superior hanya muncul sekali Suatu genotipe superior dapat muncul lebih dari
sekali, tergantung berapa kali diperbanyak
Pengujian dilakukan level famili Pengujian dilakukan pada level individu
pada
Pengunduhan buah/biji umumnya lebih sulit karena Pengunduhan buah/biji lebih mudah akrena
ukuran pohon yang tinggi ukuran pohon yang rendah

Tipe kebun benih juga dibedakan menurut tingkat penjarangan :

Kebun benih yang tak teruji (untested orchard)


Kebun benih ini terdiri dari klon/famili yang berasal dari basil penyerbukan
terkendali pohon-pohon terpilih berdasar fenotipe yang baik dan ditanam
dengan jarak normal (final spacing). Penjarangan genetik tidak dilakukan.

Kebun benih yang dijarangi (rogued orchard)


Klon/famili dalam jumlah yang besar ditanam dalam jarak yang lebih sempit
dari normal, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penjarangan
berdasarkan data dari basil uji keturunan.

Kebun benih teruji 1,5 generasi (progeny test 1.5 generation orchard)
Apabila hasil uji keturunan tersedia, maka kebun benih yang bare dapat
dibangun dari genotipe yang memiliki Daya Gabung Umum (General
Combining Ability) terbaik untuk sifat yang diseleksi.

Tahapan pembuatan kebun benih


Fenotipe sexing digambarkan sebagai produk ekspresi kinerja gen-gen yang
menyusun genotip suatu individu pada lingkungan tertentu. Uji genetik merupakan
salah satu upaya mendeterminasi kenerja gen-gen dari individu yang sudah
diketahui fenotipnya. Melalui uji genetik, individu-individu yang berfenotip unggul
dikumpulkan pada suatu tapak yang seragam, sehingga perbedaan fenotip yang
muncul diantara individu-individu tersebut disebabkan oleh muatan genetik yang
berbeda.
Mengingat uji genetik merupakan upaya untuk mendeterminasi individu-
individu yang bermuatan genetik superior, ada beberapa strategi yang harus
diterapkan agar distribusu genotipe yang tersebar di alam dapat dihimpun dalam
suatu pengujian yang membandingkan asal sumber (provenans) maupun perbedaan
kinerja genetik antar individu (uji keturunan). Strategi yang harus dilaksanakan
tersebut adalah :

Universitas Gadjah Mada


Langkah 1 : menghimpun informasi tentang populasi spesies terpilih dan
penyebaran alamnya di Indonesia, mengelompokkan populasi-populasi
tersebut berdasarkan aspek geografis, mengumpulkan benihnya dalam
komposisi secara proporsional, dan memapankan dalam suatu pertanaman
yang terisolasi (Tegakan Provenans) maupun memapankan dalam suatu
pertanaman dengan suatu disain tertentu (uji provenans). Keluaran yang
diperoleh di sini adalah somber benih yang tepat bagi kepentingan
penanaman skala luas pada tapak tersebut.
Langkah 2 : memilih individu-individu yang memperlihatkan fenotipe superior
pada populasi-populasi tersebut berdasarkan metode tertentu,
mengumpulkan benihnya, dan penanamannya dalam suatu area yang
homogen sebagai Pertanaman Uji Keturunan (Progeny Test) yang
dipergunakan sebagai penghasil benih berkualitas genetik untuk pembuatan
tanaman.
Langkah 3 : mengambil bahan vegetatif dari individu-individu superior
tersebut, kemudian disambungkan atau disemai dalam bentuk stek pucuk,
dan kemudian ditanam dalam suatu area tertentu yang ditujukan sebagai
area konservasi (Bank Klon) maupun ditanam dalam disain tertentu yang
dapat dijarangi mengikuti informasi hasil uji keturunan yang telah dipapankan
secara komplementer sebagai Kebun Benih Klon (Clonal Seed Orchard)
penghasil benih berkualitas genetik superior bagi pembuatan pertanaman.
Langkah 4 : memilih individu yang telah terbukti memperlihatkan muatan
genetik superior, mengelompokkan sebagai Populasi Elit, selanjutnya
melakukan hibridisasi di antara individu-individu elit tersebut untuk
menghimpun gen-gen superior yang ada, kemudian dari seleksi uji keturunan
yang dilakukan kemudian akan diperoleh benih berkualitas genetik yang
dapat meningkatkan produktivitas tegakan (genetik gain) dari tegakan.

b. Pertanaman Uji

Tegakan provenans jenis terpilih


Tegakan provenans diperlukan sebagai dasar strategi pengembangan
pemuliaan suatu jenis. Model ini telah banyak dikembangkan di berbagai negara,
karena di samping dapat digunakan sebagai materi seleksi untuk program pemuliaan
berikutnya, juga dapat dikonversi menjadi sumber benih (provenace seed stand),

Universitas Gadjah Mada


walaupun tingkat keunggulannya masih rendah. Materi yang akan digunakan untuk
pembuatannya sama dengan materi uji provenans, hanya saja bentuk dan ukuran
dan luasannya yang berbeda.
Tegakan provenans ini ditanam dalam bentuk blok-blok provenans yang
terpisah antara provenans satu dengan lainnya, dengan memberi jalur isolasi
selebar 100-200 meter untuk menghindari adanya kontaminasi. Dengan demikian
pada saatnya benih diperlukan, benih yang diunduh masih memiliki komposisi
sebagaimana halnya pada kondisi di tempat tumbuhnya semula. Jarak tanam
biasanya tidak terlalu lebar (3x3 m), untuk memberi peluang dilakukannya
penjarangan bila pada saatnya tegakan provenans dikonversi menjadi tegakan
benih. Luas setiap tegakan provenans adalah 5-10 Ha. Luasan ini merupakan
ukuran populasi minimum untuk rancangan mating agar terhindar dari terjadinya
selfing (perkawinan sendiri).

Uji provenans jenis terpilih


Dalam program pemuliaan, usaha yang pertama-tama perlu dilakukan adalah
mempelajari variasi alami dan memanfaatkan variasi tersebut untuk tujuan
meningkatkan produktifitas. Untuk itu uji provenans atau uji Tempat Asal perlu
dilakukan. Uji provenans biasanya dimaksudkan untuk mengetahui pola variasi
genetik dari populasi alami suatu spesies dan memilih provenans mana yang
memperlihatkan prospek yang paling menjanjikan untuk dikembangkan lebih lanjut,
di tempat-tempat dimana spesies tersebut akan dikembangkan. Uji provenans
dimaksudkan untuk :
Mendapatkan informasi sumber benih yang mampu meningkatkan
produktivitas dan beradaptasi dengan baik untuk daerah
pengembangannya. Peningkatan produktivitas hasil dapat berupa persen
jadi tanaman, kecepatan tumbuh, bentuk batang, kwalitas kayu, dan
resisten terhadap serangan Kama dan penyakit.
Menyediakan plot plot permanen sebagai konservasi sumber plasma
nutfah (genetic resources conservation) yang akan dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan breeding dan bioteknologi dimasa yang akan datang.
Dalam uji provenans benih dikumpulkan dari sejumlah populasi alami kemudian
benih ditumbuhkan pada suatu eksperimen yang bereplikasi. Provenans yang
terbukti unggul kemudian dikembangkan lebih lanjut untuk kegiatan pembuatan
tanaman secara operasional.

Universitas Gadjah Mada


Uji provenans sudah menjadi prosedur yang Baku dalam praktek pembuatan
tanaman di dunia Kehutanan. Perbedaan antar provenans seringkali sangat besar
dalam sifat pertumbuhan maupun sifat yang lain. Pengembangan provenans yang
salah dapat mendatangkan kerugian yang sangat besar. Bahkan kegagalan dalam
pembuatan tanaman seringkali hanya disebabkan oleh penggunaan provenans yang
tidak cocok sehingga produksinya rendah.
Belakangan ini telah berkembang suatu pendekatan baru sebagai alternatif
lain dari uji provenans, yaitu metoda kesesuaian spesies terhadap tapak dimana
spesies tertentu akan dikembangkan (site-spesies maching). Pada metoda ini
spesies atau provenans akan dikembangkan disuatu tapak yang dipilih, berdasarkan
kemiripan atau kesesuaian tanah dan iklim dengan sebaran alami spesies yang akan
dikembangkan. Namun sebaran alami suatu spesies tidak hanya ditentukan oleh
iklim atau tanah belaka tetapi juga ditentukan oleh faktor faktor lain, seperti kompetisi
dengan spesies lain, api dan faktor lain yang tidak diketahui. Misalnya dari informasi
yang ada ternyata terbukti bahwa beberapa spesies lebih adaptif pada lingkungan
pengembangan yang baru. Disamping itu sifat spesies atau provenans tertentu
seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, berdasarkan informasi baik
mengenai kondisi penyebaran alami ataupun daerah pengembangan spesies yang
dimaksud. Bahkan sering dijumpai adanya interaksi antara spesies dan tapak
dimana uji spesies dan uji provenans akan dikembangkan. Oleh karena itu kegiatan
uji spesies dan provenans sering dilakukan secara bersamaan.
Sebagai contoh beberapa keberhasilan uji provenans adalah E. urophylla
yang dikembangkan di Aracruz, suatu perusahaan swasta di Brazil, yang
menunjukkan bahwa provenan Wetar memberikan produktifitas yang tinggi. Uji yang
dilakukan di PT Inti Indorayon, Riau menunjukkan bahwa provenans Wetar,
Lewotobi (Flores) dan Kalabahi (Alor), merupakan tiga provenans yang terbaik untuk
dikembangkan. Sementara provenan Remexio dari Timor Timur yang tumbuh sangat
jelek di Wanagama, DIY, ternyata menjadi provenan andalan di PT Surya Hutani
Jaya, Kalimantan Timur.

Konservasi ex-situ
Konservasi sumber plasma nutfah merupakan aktifitas yang menyatu dengan
kegiatan pemuliaan pohon. Dengan konservasi gen maka ketersediaan material
genetik yang diperlukan

Universitas Gadjah Mada


untuk program pemuliaan dimasa mendatang yang sulit diramalkan arahnya, akan
selalu terjamin. Konservasi genetik juga berfungsi sebagai wahana untuk
mempertahankan luasnya basis genetik (broad genetic base) suatu spesies,
sehingga besarnya variasi genetik tetap dapat terjaga. Dalam aplikasinya di
lapangan, konservasi ini dapat dilakukan secara ex situ, yaitu konservasi
sumberdaya genetik yang dilakukan diluar sebaran alamnya maupun secara in situ
yaitu konservasi sumberdaya genetik yang dilakukan di sebaran alami atau
ekosistem suatu spesies.
Konservasi ex-situ mempunyai arti yang sangat strategis terutama dalam
menyongsong visi kehutanan di era abad 21 mendatang. Konservasi yang
merupakan salah satu hasil Konvensi Bumi di Rio de Jainero tahun 1992 yang
pemerintah Indonesia juga telah ikut meratifikasi ini tidak saja berperan atau
ditujukan untuk melindungi suatu spesies agar tidak terlanjur punah, tetapi sekaligus
juga dapat difungsikan untuk melayani kegiatan breeding dan bioteknologi di masa
yang akan datang.
Berbeda dengan kegiatan uji provenans, uji keturunan ataupun uji klon yang
lingkupnya lebih mengutamakan karakter volume serta kualitas kayu, konservasi ex-
situ disamping tetap berfokus pada produksi kayu juga akan melihat peluang
karakter lain yang mungkin di masa mendatang akan lebih menguntungkan untuk
dikembangkan, seperti kadar alkaloid, dan komponen biokimia lainnya. Oleh karena
itu strategi "sampling" yang akan dipakai juga berbeda dengan kegiatan pada uji
keturunan maupun kebun pangkas. Untuk konservasi ex situ benih dikumpulkan dari
20-25 pohon per populasi, yang pohon pohon tersebut mewakili keseluruhan bentuk
pohon penyusun tegakan (jelek, bagus, sedang). Benih seluruh pohon terseleksi per
populasi, dimana benih tiap pohon diwakili dengan ukuran/ berat yang sama
kemudian dicampur dan disemaikan (bulked). Semai kemudian ditanam dalam
bentuk blok, dengan jarak tanam tertentu dan dengan ulangan yang cukup.

Uji keturunan
Peningkatan produktifitas, selain dapat ditempuh dengan penggunaan benih
dari provenans yang benar, juga perlu menggunakan benih dari kebun benih, yaitu
suatu sumber benih yang terdiri dari genotipe-genotipe yang telah teruji
keunggulannya. Kebun benih ini dapat berupa kebun benih semai/seedling seed
orchard (KBS/SSO) maupun kebun benih klon/clonal seed orchard (KBK/CSO).

Universitas Gadjah Mada


Dalam pembangunan kebun benih, pekerjaan pertama yang harus dilakukan
adalah memilih pohon induk yang memiliki sifat-sifat superior yang diinginkan.
Pekerjaan ini kemudian diikuti dengan uji keturunan (progeny test) dari pohon induk
tersebut. Keunggulan suatu individu tidak dapat ditentukan secara akurat hanya dari
fenotipenya saja, tetapi harus melalui penampilan keturunannya. Dari uji keturunan
ini akan dapat diperoleh informasi genetik tentang pohon-pohon induk yang
menghasilkan keturunan yang baik. Informasi ini kemudian digunakan sebagai
landasan untuk membangun kebun benih dan untuk melakukan penjarangan seleksi
(rouging). Penjarangan seleksi adalah penebangan famili yang jelek antar famili
(between family) dan pohon-pohon terjelek di dalam famili (within family), yang
pelaksanaannya didasarkan pada hasil analisis data pengukuran dari uji keturunan.
Suatu pertanaman uji keturunan yang telah dilakukan penjarangan seleksi dapat
difungsikan sebagai kebun benih semai generasi I (progeny test seedling seed
orchard first generation).
Uji keturunan dibuat dengan rancangan acak lengkap berblok, untuk
menghindari bias karena faktor lingkungan (tanah, kemiringan dan tingkat kesuburan
tanah). Jumlah pohon induk 600 seedlot atau lebih, berasal dari seluruh sebaran
alam. Bentuk plot line, square atau single plot. Penjarangan seleksi dilakukan
beberapa kali sedemikian rupa hingga hanya tertinggal treeplot yang terbaik dari
famili yang baik. Keseluruhan dari treeplot yang terpilih ini dapat difungsikan sebagai
penyusun kebun benih semai generasi I dan digunakan sebagai materi breeding
untuk program pemuliaan generasi II dan seterusnya.

Bank klon
Pada waktu melakukan pengumpulan benih dari pohon induk, bahan
vegetatif (scion) sekaligus dapat diambil untuk kemudian disambungkan pada
tanaman bawah (root stock). Hasil dari sambungan ini kemudian dipindahkan ke
lapangan untuk membuat bank klon. Pembangunan bank klon ini dimaksudkan
sebagai upaya untuk menduplikat seluruh materi genetik (plus trees) yang telah
terpilih dari hasil eksplorasi jangan sampai hilang. Dengan demikian bilamana dari
hasil uji genetik yang akan dilakukan diperoleh seedlot/famili yang unggul, maka
program breeding berikutnya dapat memanfaatkan materi genetik yang telah
terkumpul di areal klon bank. Pembangunan bank klon seyogyanya di buat di
beberapa tempat, sehingga bila terjadi sesuatu hal yang menyebabkan bank klon di
satu lokasi rusak/musnah, duplikat di tempat lain masih dapat dimiliki/diselamatkan.

Universitas Gadjah Mada


Kebun pangkas
Seiring dengan kegiatan eksplorasi untuk Uji Keturunan, maka pengumpulan
bahan vegetatif (bud) dari pohon yang terseleksi sekaligus juga dilakukan. Bud ini
selanjudnya digunakan sebagai bahan bud-grafting untuk pembuatan bank klon
ataupun kebun pangkas, sebagai langkah awal dalam pembuatan uji klon.
Mengingat pentingnya bahan vegetatif tersebut, maka penanganan secara khusus
terhadap bahan vegetatif ini dari mulai pengambilan agar bahan tetap segar sampai
pemanfaatannya perlu dilakukan. Terutama bila bahan tersebut diambil dari lokasi
yang cukup jauh dengan transportasi yang sulit.

Dalam penanganan bahan vegetatif, hal yang perlu diperhatikan adalah:


Bahan vegetatif yang terkumpul hams diberi label yang sama dengan label
pada buah ataupun pohon induknya, agar bahan vegetatif tidak tercampur
dengan bahan vegetatif dari pohon induk lainnya. Pelabelan ini juga akan
memudahkan dalam pengecekan materi vegetatif.
Bahan vegetatif yang sudah dikumpulkan dan diberi label, perlu dimasukkan
kedalam box yang dialasi dengan bahan yang lembab, sehingga penguapan
bahan vegetatif dapat ditekan seminimal mungkin.
Berbagai penelitian penunjang dapat dilakukan untuk mendukung
keberhasilan stek pucuk. Di antaranya adalah pengaruh penggunaan berbagai level
konsentrasi dan jenis hormon terhadap keberhasilan perakaran klon, pengaruh tinggi
pangkasan dan pemangkasan akar terhadap kerhasilan stek pucuk, studi
kemampuan berakar dari berbagai klon, pengaruh pemupukan semai stek pucuk dan
kemampuan berbagai macam klon untuk menghasilkan tunas. Saat ini problem yang
masih sulit ditanggulangi adalah masalah aklimatisasi, karenanya untuk keberhasilan
stek pucuk ini perlu tersedianya green-house yang memadai. Sebab bila tidak
kematian stek pucuk pasca over-spin cukup tinggi.

Uji klon
Disadari dengan sepenuhnya bahwa produktifitas hutan hanya akan dapat
dicapai apabila materi tanaman yang dipergunakan seragam, dan materi seragam
hanya dapat diperoleh lewat pengembangbiakan klon unggul secara vegetatif.
Hanya klon-klon yang terbukti unggullah yang sebenarnya ekonomis untuk
dikembangkan secara operasional. Informasi tentang keunggulan klon hanya dapat
diperoleh lewat uji klon, yang biasanya dimulai dengan pemapanan bank klon
maupun kebun pangkas untuk menyiapkan stek pucuk dari klon klon yang akan diuji.

Universitas Gadjah Mada


Oleh karenanya uji klon perlu dilakukan karena memiliki nilai yang sangat strategis.
Uji klon berarti suatu kegiatan untuk menyeleksi dan mendapatkan klonklon unggul,
baik kecepatan tumbuh maupun kemampuan adaptasinya terhadap lingkungan
setempat. Perbanyakan klon terpilih ini dapat dilakukan lewat pembangunan kebun
pangkas (coppice garden) atau kebun entris (scion garden), sebelum dikembangkan
menjadi tanaman komersial secara besar-besaran.

c. Peranan Penelitian dan Pengembangan Pemuliaan Pohon dalam Peningkatan


Produktivitas Benih
Pola variasi genetik di alam sangat ditentukan oleh mekanisme penyerbukan
pada tanaman (Bawa dan Hadley, 1990; Griffin dan Sedgley, 1989). Penelitian di
bidang pemuliaan tanaman hutan saat ini telah mencapai tingkatan di mana
penyerbukan terkendali dan seleksi sifat-sifat unggul dapat diaplikasikan untuk
meningkatkan kualitas spesies. Perkembangan teknik persilangan yang efektif,
karena itu sangat ditentukan oleh pengetahuan mengenai sistem breeding dari
spesies dimaksud. Maksud dari manajemen polinasi/penyerbukan (pollination
management) adalah untuk memastikan bahwa transfer tepung sari dari genotip
yang dibutuhkan telah mencukupi untuk dapat memproduksi biji dalam kualitas dan
kuantitas yang optimal. Adapun penyerbukan silang buatan dimaksudkan untuk
menggabungkan sifatsifat baik yang dimiliki oleh induk jantan dan induk betina,
dengan harapan akan diperoleh keturunan yang memiliki gabungan dari sifat-sifat
baik tersebut.
Benih mempunyai keunikan dalam proses perkembangannya, sehingga
dalam upaya perkembangbiakan dan perbanyakannya perlu perhatian secara
khusus:
1. Benih merupakan hasil perpaduan materi genetik dari dua induk melalui
proses meiosis pada saat pembelahan sel setelah terjadinya pembuahan.
Dalam hal ini, kualitas pohon induk akan sangat berpengaruh pada kwalitas
benih yang dihasilkan.
2. Pada saat panen, benih dapat tersedia dalam jumlah yang sangat banyak.
Sehingga
bagaimana cara pengumpulan dan penyimpanan benih yang tepat, agar
benih terkumpul secara serentak dalam kondisi fisik yang baik (tidak rusak)
serta memiliki kemampuan tumbuh yang tetap tinggi setelah periode
penyimpanan merupakan hal penting yang harus diperhatikan.

Universitas Gadjah Mada


3. Benih adalah calon tanaman yang padanya tersedia hara yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman. Benih akan berkembang secara baik manakala
hara yang tersedia tersebut dapat berfungsi secara optimal dalam menunjang
perkembangan benih. Sehubungan dengan itu banyak hal yang perlu
diupayakan agar proses fisiologis yang terjadi pada benih dapat berlangsung
secara normal.

Bidang peningkatan kualitas genetik benih


Sebagaimana dikemukakan bahwa benih yang memiliki nilai genetik yang
unggul akan mampu menghasilkan tanaman yang produktivitasnya lebih tinggi.
Perbaikan nilai genetik pada benih hanya dapat dilakukan melalui program
pemuliaan. Dibanding dengan program pemuliaan pada bidang-bidang lain,
pemuliaan pohon hutan secara umum sangat terlambat penanganannya. Apabila
tanaman budidaya pertanian sudah mengalami seleksi dan domestikasi beratus-
ratus tahun yang lalu, maka pohon-pohon hutan pada umumnya belum mengalami
sentuhan seleksi yang memadai Sementara pemuliaan genetik tanaman budidaya
pertanian dengan program seleksi, baik sengaja maupun tidak disengaja telah
berlangsung selama ribuan generasi.
Walaupun eksperimen genetika hutan yang pertama dimulai hampir 200 tahun
yang lalu, tetapi Baru sekitar tahun 1950-an, pemuliaan pohon dilakukan secara
intensif.
Beberapa masalah khusus studi genetika hutan dan kegiatan pemuliaan pohon
hutan pada umumnya menyangkut ukuran pohon yang besar, umur pohon yang
panjang, lokasi pohon hutan yang sulit dijangkau. Namun pada prinsipnya basil
suatu program pemuliaan sangat tergantung pada optimal tidaknya para breeder
memanfaatkan keragaman genetik yang terdapat pada jenis yang akan
dikembangkan.
Apabila materi genetik yang dipergunakan untuk mempersiapkan bahan
pembuatan tanaman dimasa mendatang memiliki kwalitas yang lebih rendah
dibanding dengan rerata induknya (inbreding, pencurian, hama dan penyakit dll.)
dapat dipastikan bahwa kwalitas tanaman yang akan dihasilkan akan menurun
(disgenic selection). Sebaliknya apabila materi tanaman yang akan digunakan
dipersiapkan dari sumber benih yang berkwalitas baik (tegakan benih, kebun benih)
maka kwalitas tanaman yang akan dihasilkan akan mendapatkan perolehan genetik
(genetik gain) yang meningkat.

Universitas Gadjah Mada


Di samping banyaknya problem yang dijumpai pada kegiatan pemuliaan
pohon hutan sebagaimana disampaikan, ada beberapa hal yang menyebabkan
pemuliaan pohon menarik untuk ditanganinya. Untuk memberikan gambaran
tentang besarnya peran pemuliaan pohon dalam peningkatan produktivitas hutan
maka berikut ini disampaikan beberapa contoh :

(1). Pinus radiata yang berasal dari California, setelah dimuliakan di Selandia Baru
dan di
Australia, berpenampilan lebih bagus daripada di tempat aslinya dengan
produksi lebih dari 700 m 3/ha per daur, sehingga hutan Pinus radiata di
Selandia Baru dan Australia merupakan hutan produksi andalan yang dapat
mendatangkan kentungan besar.
(2). Bastar antara Pinus caribaea dan Pinus eliottii di Queensland Australia
dikembangkan secara operasional melalui perhutanan klonal dengan
karakteristik tumbuh cepat yang diwarisi dari Pinus caribaea serta batang lurus,
kualitas kayu bagus, tahan hempasan angin yang diwarisi dari Pinus eliottii
(3). Perhutanan klonal bastar Urograndis (Eucalyptus urophylla x Eucalyptus
grandis) di Brazil dengan daur 7 tahun dapat menghasilkan kayu bahan pulp
dan kertas sebanyak 650 m 3/ha dalam skala penelitian dan 500 m 3/ha dalam
skala operasional. -
(4). PT. Indah Kiat dari kelompok Sinar Mas dapat membuat pertanaman Acacia
mangium di Riau dengan riap tahunan 20-30 m3 dengan daur 7-8 tahun
meningkat menjadi riap tahunan 40-60 m3 dengan daur 5-6 tahun walaupun
masih dalam skala penelitian.

Universitas Gadjah Mada


Pemuliaan pohon sebenarnya merupakan aplikasi dari perpaduan prinsip-prinsip
genetika hutan dan silvikultur untuk menghasilkan tanaman hutan yang
produktivitasnya tinggi, kompetitif, sehat, dan dapat dipanen secara lestari. Untuk
memperoleh perpaduan yang optimal dari kedua elemen dasar tersebut maka perlu
adanya program pemuliaan yang strategi, rancangan dan intensitasnya bergantung
pada beberapa pertimbangan di antaranya adalah besar kecilnya variasi genetik dari
species yang akan ditangani, tindakan silvikultur yang dilakukan, produk akhir yang
ingin dicapai serta pertimbangan ekonomi.

Bidang peningkatan kualitas fisis dan fisiologis benih

Pada prinsipnya setiap benih basil suatu proses pembuahan akan mampu
tumbuh menggantikan pohon induknya. Tetapi ada pula kalanya benih tersebut tidak
dapat bekembang menjadi tumbuhan dewasa atau mengalami kematian bahkan
sebelum benih bekecambah, terutama bila permudaan trjadi secara alami.
Permudaan yang terjadi secara alami umumnya mengalami benih gagal tersebar,
benih dimakan serangga, serangan amadan penyakit, kemunduran benih secara
alami dan benih gagal berkecambah. Untuk mengupayakan agar benih mampu
berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan dewasa maka benih perlu
diperlakukan atau perlu adanya penanganan benih secara tepat.
Penanganan benih dimaksudkan agar benih dapat terkumpul sebanyak
mungkin dan memperoleh persen tumbuh tanaman yang tinggi. Pekerjaan penangan
benih umumnya mencakup serangkaian prosedur yang dimulai dari seleksi sumber
benih dengan kwalitas terbaik, pengumpulan, pemrosesan dan penyimpanan benih,
penijian benih, perlakuan awal terhadap perkecambahan. Setiap rangkaian proses
penanganan benih ini mengandung resiko kegagalan, meskipun tidak sama
sensitivitasnya. Penyimpanan benih yang dilakukan secara tepat, namun tidak
diimbangi penanganan dan pemrosesan benih secara hati hati, maka meskipun
kondisi perlakuan awal perkecambahan yang diupayakan secara baik pun tidak akan
mampu menahan lajunya kerusakan benih dan benih akan tetap tidak berkecambah.
Jika benih mati selama prosedur penanganan benih maka seluruh usaha yang telah
dlakukan sebelumnya akan sia sia.
Di banding dengan upaya perbaikan mutu benih dari aspek genetik,
perbaikan dari aspek fisis fisiologis, sudah lebih mudah untuk dipersiapkan.
Seharusnya setiap institusi yang

Universitas Gadjah Mada


terkait dengan kegiatan penyediaan benih, harus melengkapi dirinya dengan
serangkaian fasilitas kearah mempertahankan kwalitas benih dari aspek fisis dan
fisiologis ini. Dengan kata lain ada tidaknya fasiltas yang terkait dengan adanya
sumber benih yang berkwalitas, fasilitas penanganan benih (pengumpulan,
pemrosesan dan penyimpanan benih, pengujian benih), perlakuan awal terhadap
perkecambahan agar diperoleh semai dengan kwalitas semai yang baik, justru hams
dipersaratkan bagi institusi baik swasta ataupun pemerintah yang bergerak dibidang
perbenihan ini untuk memperoleh aspek legalitasnya (sertifikasi) dari institusi yang
berwenang. Oleh karena itu disampaing Para pedagang dan pengedar benih yang
saat ini sudah ada perlu diarahkan agar mulai melengkapi fasilitas penanganan
benih yang memadai bila ingin tetap eksis dalam kegiatannya, maka stake holder
lainnya pun yang berminat dalam kegiatan pengadaan dan perdangan benih dapat
mengajukan usulan kepada instansi berwenang (BPTH atau Direktorat perbenihan
Tanaman Hutan) untuk dievaluasi kelayakannya dengan melampirkan fasilitas
penanganan benih yang dimiliki tersebut sebagai salah satu konponen
persyaratannya.
Dengan demikian kontrol pemerintah terhadap peredaran benih dari aspek
genetik, fisis dan fisiologis dapat lebih terukur dan terkendali, dan secara tidak
langsung pemasarakatan terhadap pentingnya benih bersertifikat di bidang
Kehutanan dapat segera diimplementasikan.

Bidang produksi masa


Di bidang Kehutanan, di samping pembiakan secara generatif, pembiakan
vegetatif telah menjadi suatu altenatif pilihan dalam penyediaan materi pembuatan
tanaman dalam pembangunan pertanaman skala operasional. Terutama untuk jenis
tanaman yang memiliki permasalahan perbenihan yang sangat serius, misalnya
suatu jenis yang periodisitas berbuahnya tidak pasti, jenis tanaman yang produksi
buahnya sedikit ataupun jenis tanaman yang prosen kecambah benihnya sangat
rendah. Pembiakan vegetatif di bidang kehutanan pada umumnya digunakan untuk
beberapa keperluan yaitu:

1. Konservasi genotipe suatu pohon lewat pemapanan bank klon,


2. Perbanyakan genotipe pohon-pohon dengan sifat menarik yang
diinginkan seperti individu yang terdapat dalam kebun benih maupun
kebun persilangan

Universitas Gadjah Mada


3. Evaluasi genotipe klon terseleksi dan interaksinya terhadap faktor
lingkungan lewat suatu uji klon
4. Memdapatkan maksimum perolehan genetik bila dikembangkan untuk
pertanaman secara operasional.
Yang penting dan perlu disadari bahwa pembiakan vegetatif bukanlah suatu
program breeding dan pemuliaan pohon tidak dapat di dikembangkan melalui teknik
pembiakan vegetatif ini. Pembiakan vegetatif hanyalah metoda perbanyakan
terhadap genotipe yang diinginkan dan metoda menangkap potensi genetik secara
maksimum. Sebagaimana dijelaskan oleh Van Wyk (1985), bahwa potensi genetik
yang diperoleh lewat pembiakan vegetatif jauh melampaui apa yang didapat lewat
pembiakan secara generatif. Namun apabila genotipe baru dengan sifat yang
superior tidak dapat diciptakan, perolehan genetik dari perhutanan klon yang
dikembangkan akan terhenti dengan sendirinya.
Beberapa alasan penggunaan metode pemebiakan vegetatif untuk
pembangunan hutan tanaman secara operational adalah : 1). Perolehan genetik
secara maksimum dapat dicapai lewat pembiakan vegetatif karena seluruh
komponen genetik baik additive dan non additive dilibatkan dalam kegiatan ini, 2).
Diperoleh hasil hutan tanaman yang lebih seragam dan 3). Waktu yang diperlukan
untuk mengembangkan materi hasil program pemuliaan menjadi semakin singkat.
Namun pembiakan vegetatif juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya adanya
inkompatibilitas klon, prosen jadi yang relatif rendah pertumbuhan plagiotropis dan
pengaruh jelek dari kondisi ketuaan (juvenile vs maturation) klon.

Cloning vs Bulking
Hampir semua sistim pembiakan vegetatif yang digunakan dalam kegiatan
kehutanan secara komersial apakah itu stek pucuk, kultur jaringan ataupun somatic
embriyogenesis memiliki target yang sama yaitu mencampur (to bulk) materi genetik
atau klon dari banyak individu yang belum teruji atau mengklon (to clone) materi
genetik dari sedikit individu tetapi sudah terbukti unggul. Dengan demikian ada dua
technical term yang dikenal dalam implementasi pembiakan vegetatif untuk skala
lapangan yaitu Bukling dan Cloning. Bulking dalam implementasinya belkerja pada
level fenotipe, dengan melibatkan banyak klon atau individu dengan masing-masing
diwakili sedikit ramet per klon. Sedangkan Cloning adalah sebaliknya, melibatkan
lebih sedikit klon atau individu terpilih dengan jumlah ramet yang

Universitas Gadjah Mada


cukup banyak setiap klonnya. Metoda ini bekerja pada level genotipe dan seleksi
indvidu dilakukan melaui suatu proses terutama lewat uji klon di lapangan.
Salah satu keuntungan dari sistim bulking ini adalah bahwa materi tanaman
dapat langsung ditanam di lapangan, tanpa harus menungu adanya uji lapangan.
Selama individu yang dilibatkan memiliki fenotipe superior maka asumsinya
pertanaman yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang bagus mengingat
pembiakan vegetatif akan mempertahankan potensi genetik ramet tetap sama
dengan induknya. Kebalikannya, perolehan genetik yang didapat pada metoda
Cloning akan jauh lebih besar dibanding dengan apa yang akan diperoleh dari
metoda Bulking sebagaimana dilukiskan pada Gambar 1. Bulking akan mengankap
potensi genetik dari rata rata penampilan individu ,sehingga jelas akan menghasilkan
pertanaman yang lebih bagus dibanding dengan penggunaan induk yang tidak
teridentifikasi sama sekali (wild octet). Tetapi Cloning, akan menangkap potensi
genetik dari individu terbaik sehingga pertanaman yang dihasilkan akan memiliki
potensi genetik yang jauh lebih bagus dibanding Bulking.
Implementasi keduanya akan sangat tergantung dari jenis yang akan
dikembangkan. Untuk species yang dapat memproduksi jaringan juvenile dengan
mudah dari induk dewasa, Cloning akan lebih tepat dan memberikan harapan
keberhasilan yang besar. Misalnya seperti pada Eukaliptus (Eucalyptus sp), poplar
(Populus sp), willows (Salix sp.), Sugi (Cryptomeria japonica) dan Chinese fir
(Cunninghamia lanceolata).

Universitas Gadjah Mada


Kebun Pangkas
Kebun pangkas yang untuk kebanyakan species umumnya dipapankan dari
materi terseleksi lewat grafting ini memiliki peran yang sangat penting dalam progam
perhutanan klon. Karena lewat kebun pangkas tersebut materi stek pucuk dari pohon
induk terpilih dalam kondisi juvenile akan dapat selalu disediakan. Kebun pangkas
juga dapat difungsikan untuk tujuan konservasi genotipe. Hanya saja untuk jenis
Meranti upaya memperbanyak pohon terseleksi secara vegetaif tidak begitu mudah
dilakukan karena faktor maturation. Oleh karena itu seleksi awal individu hasil
keturunan pohon teseleksi di tingkat semai, mungkin merupakan pilihan yang hams
ditempuh untuk mendapatkan materi genetik yang potensial untuk dipergunakan
sebagai planting stock materials.
Kebun pangkas hams selalu dipelihara secara optimal agar tunas yang
diproduksi dapat selalu terjaga, baik kwalitas dan kwantitasnya. Tunas yang muncul
untuk setiap famili dipangkas, diakarkan di media perakaran secara terpisah per
famili untuk kemudian digunakan sebagai materi uji klon.

Stek Pucuk
Stek pucuk adalah suatu metoda pembiakan vegetatif dengan cara
memangkas tunas-tunas yang memiliki respon orthotropic dan mengakarkannya di
media tertentu di bedeng perakaran atau langsung ke polibag. Metoda stek pucuk
merupakan metoda yang paling prospektif dan banyak digunakan untuk
pembangunan pertanaman skala operasional. Keberhasilan stek pucuk ditentukan
oleh beberapa faktor, sebagaimana yang yaitu tingkat kedewasaan materi tunas
atau stek yang digunakan, kondisi fisiologi tunas/stek, waktu pemanenan tunas/stek,
media pengakaran yang dipakai, kemampuan berakar, suhu, kelembaban, intensitas
cahaya, hormon sebagai pengatur tumbuh.
Sehubungan dengan itu beberapa aktifitas riset yang perlu dilakukan untuk
mengoptimalkan penggunaan materi vegetatif diantaranya adalah :
1. pertumbuhan klon baik di persemaian maupun dilapangan dengan
berbagai perlakuan lingkungan,
2. kemampuan adaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan termasuk
interaksi dan korelasi G x E,
3. ketahanannya terhadap serangan hama dan penyakit,

Universitas Gadjah Mada


4. optimasisasi penanganan stek pucuk dengan kombinasi breeding dan
testing untuk mempercepat siklus reproduksi,
5. Membawa materi tanaman dengan sifat menarik yang diinginkan ke
pusat kegiatan (laboratorium atau greenhous) untuk riset yang lebih
intensf
6. melakukan konservasi genetik terhadap pohon induk terpilih didalam
bank klon atau arboreta untuk tujuan penelitian, yang pada saatnya
akan digunakan sebagai materi tanaman untuk skala operasional.
Tanpa ada dukungan riset yang memadai penggunaan materi vegetatif untuk
pembuatan pertanaman secara operasional dapat berdampak kurang produktif,
bahkan mungkin akan jauh merugikan dibanding dengan penggunaan materi
generatif.
Oleh karena itu dalam implementasinya tetap perlu adanya dukungan riset
yang berkesinambungan dari instansi terkait (litbang, universitas, dll) agar selalu
diperoleh informasi baru kearah perbaikan dimasa mendatang.

Bidang konservasi sumber daya genetik

Hutan alam tropika di Indonesia dewasa ini menghadapi masalah kerusakan


yang menjadi semakin parah karena adanya penebangan kayu secara besar-
besaran dan kebakaran hutan yang terjadi setiap musim kemarau tiba. Kerusakan
yang terjadi secara cepat menyebabkan banyak ahli kehutanan berpendapat bahwa
hutan alam tropika di Indonesia akan segera punah pada tahun 2015, terutama di
Sumatra dan Kalimantan.
Rusak/punahnya hutan alam tropika di Indonesia, selain tampak pada
kerusakan fisik secara nyata juga tercakup di dalamnya sumber genetik tumbuhan
yang merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh pada regenerasi hutan
di masa yang akan datang. Padahal kelestarian hutan alam tergantung dari
kemampuan hutan tersebut untuk meremajakan diri.
Kondisi tersebut membuat Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan
untuk melakukan konservasi dan pelestarian sumber daya alam hayati pada prioritas
utama. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mempertahankan biodiversitas
yang merupakan landasan terciptanya stabilitas ekosistem. Biodiversitas memiliki
arti tidak hanya berkaitan dengan jumlah jenis tetapi juga meliputi variasi dan
keunikan gen tumbuhan beserta ekosistemnya.

Universitas Gadjah Mada


Ada beberapa cara yang dapat diterapkan untuk melakukan konservasi
genetik, (1) Konservasi ex-situ, yang dikerjakan/dibangun di luar wilayah asal
tanaman, meliputi kebun benih, kebun klon, bank klon, dan pertanaman uji
provenans. Konservasi dengan cara ini sangat menguntungkan guna kepentingan
pemuliaan dan program penghutanan kembali yang dikaitkan dengan peningkatan
kualitas genetik.; (2) Konservasi in-situ, yang dikerjakan/dibangun di wilayah
tanaman berasal. Secara teoritis, konservasi in-situ lebih menguntungkankan sebab
selain jenis tumbuhan yang akan dikonservasi, juga termasuk di dalamnya habitat
atau ekosistem dimana tumbuhan tersebut tumbuh dan berkembang juga ikut
dipertahankan. Kondisi asli ini akan menyebabkan tetap terkontrolnya interaksi
genetik dengan lingkungannya, yang meliputi adaptasi dan evolusi populasi yang
dikonservasi.
Keanekaragaman genetik pada sebuah hutan sesungguhnya merupakan
sebuah hal yang kompleks, heterogen dan dinamis; keanekaragaman tersebut
terwujud oleh adanya interaksi antara lingkungan secara fisik, sistem biologis hutan
dan populasinya, serta pengaruh manusia dan lingkungan sosial sekitar hutan.
Untuk melakukan konservasi atas hutan tersebut diperlukan kebijakan yang tepat
sehingga dapat menguntungkan semua pihak. Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan untuk mencapai tujuan konservasi genetik yang diharapkan:
(1) Pertimbangan atas berbagai macam kepentingan konservasi dikaitkan dengan
hak
masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah konservasi. Konflik lahan yang
seringkali terjadi pada kawasan hutan, dimana masyarakat sekitar hutan
berusaha untuk menggarap tanah hutan dan diakui sebagai sebagai miliknya
membuat pemerintah tidak dapat mengabaikan keberadaan mereka. Tidak
adanya pendekatan yang tepat terhadap masyarakat akan menyebabkan setiap
program yang direncanakan terhadap wilayah hutan akan mendapat hambatan
yang serius. Hal ini bukan saj a karena ketidaktahuan masyarakat, tetapi juga
karena masyarakat mencoba untuk mendapatkan atau memperluas tanah
garapannya. Kondisi semacam ini dapat diatasi apabila pemerintah berusaha
untuk mengakomodasi kepentingan mereka sejalan dengan program yang
direncanakan. Keikutsertaan masyarakat dalam program yang direncanakan
diharapkan akan membuat masyarakat berpikir/mengerti akan kepentingannya
sehingga turut mewujudkan atau paling tidak menjaganya;

Universitas Gadjah Mada


(2) Kebijakan integrasi, koordinasi dan inovasi. Guna memperoleh hasil seperti yang
diharapkan, maka hams ada wewenang dan tanggung jawab yang jelas antara
pihak-pihak yang bekerja dalam lingkup kehutanan. Pemerintah yang berusaha
melakukan konservasi hutan dan instansi swasta yang pada umumnya
mementingkan aspek komersial, hams mengadakan integrasi dan koordinasi
sehingga masing-masng pihak dapat mengambil keuntungan tanpa merugikan
pihak yang lain dalam hal ini berkaitan dengan pengelolaan konservasi hutan.
(3) Kapasitas dan kerjasama antar institusi pemerintah. Program yang dicanangkan
pemerintah, seringkali menimbulkan dampak yang tidak diharapkan dari adanya
kebijakaan antar departemen yang saling berbenturan. Sebagai contoh, tidak
jarang kebijakan pada bidang pertanian membuat program penghijauan kawasan
hutan menjadi tidak mungkin dilaksanakan karena perubahan tata guna lahan
secara sepihak. Hal seperti ini seharusnya bias dihindari apabila masing-masing
departemen saling menghargai dan bias menyamakan persepsi atas status suatu
lahan. Bahkan akan sangat menguntungkan apabila antar departemen
melakukan kerjasama untuk mengelola lahan sehingga pemanfaatannya bias
maksimal.
(4) Penunjukan secara tepat berkait dengan tipe konservasi yang sesuai. Untuk
dapat memutuskan secara tepat tipe konservasi yang diperlukan, hams dipahami
lebih dahulu bahwa ekosistem hutan sangat kompleks, baik menyangkut jenis-
jenis tumbuhan yang ada di dalamnya, nilai ekonomi kayo atau tumbuhannya
maupun status populasinya. Konservasi ek situ akan efektif dilakukan apabila
memang saangat tidk dimungkinkan untuk melakukan konservasi in situ pada
jenis yang diinginkan, atau terdapat ancaman kerawanan yang tinggi sehingga
keamanan jenis tidak dapat dijamin pada lingkungan aslinya. Sedangkan
konservasi insitu akan efektif dilakukan apabila fungsi dan proses ekosistem
serta proses interaksi antar spesies dalam kawasan konservasi berjalan sesuai
dengan sifat alaminya, tanpa gangguan, sehingga memunculkan karakteristik
yang tepat untuk konservasi in situ.
(5) Pengembangan kebijakan konservasi yang terintegrasi. Mengingat pentingnya
konservasi genetik maka pihak-pihak yang bergerak di bidang kehutanan,
pemerintah maupun swasta, hendaknya menangani permasalahan ini secara
khusus. Apabila perlu sangat dimungkinkan pelaksanaan konservasi genetik ini
dengan melibatkan berbagai untur secara terpadu agar diperoleh hasil yang
maksimal.

Universitas Gadjah Mada


II.2.3.2 Aplikasi Manipulasi Lingkungan

a. Mekanisme Regenerasi
Tanaman melakukan reproduksi atau regenerasi untuk menjaga
kelangsungan generasinya. Reproduksi dapat dilakukan secara generatif dengan
biji, maupun vegetatif dengan berbagai bentuk sprouting. Pada reproduksi generatif
terjadi persatuan dua material genetik yaitu gamet jantan dan gamet betina,
sehingga dimungkinkan terjadinya individu baru yang memiliki karakter baru. Pada
reproduksi vegetatif, keturunan baru yang merupakan duplikat dari induknya
dapat terbentuk dari berbagai sprouting yang muncul dari ujung tanaman, batang
maupun akar.
Regenerasi alam merupakan hasil dari serangkaian event atau proses; tiap
proses mempunyai peran dan fungsi tersendiri, sehingga kegagalan pada salah satu
proses akan berakibat pada gagalnya regenerasi secara keseluruhan (Smith, 1986).
Rangkaian proses regenerasi alam dan faktor yang mempengaruhinya akan
dijabarkan pada sub-sub bab berikut.

Suplai atau produksi biji


Produksi biji merupakan hasil akhir dari serangkaian tahapan perkembangan
pada fase reproduktif, yang diawali dari pembentukan kuncup bunga, anthesis,
penyerbukan, pembuahan hingga masaknya buah dan biji. Proses ini pada dasarnya
merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal
(lingkungan) seperti suhu, cahaya, kelembaban dan unsur Kara, serta faktor internal
yaitu fitohormon dan genetik. Untuk kepentingan regenerasi, tanaman harus mampu
membentuk biji viabel dalam jumlah yang mencukupi.

Penyebaran biji
Untuk kepentingan penyebaran keturunannya, tanaman telah melakukan
mekanisme alami dengan membentuk struktur morfologis tertentu maupun
melangsungkan proses-proses tertentu pada bijinya. Berbagai penelitian
membuktikan adanya interaksi antara tanaman dengan agen tertentu dalam
mekanisme penyebaran bijinya. Agen pembantu penyebaran biji ini dapat berupa
agen biotik (burung, mamalia, serangga) maupun abiotik (angin, air, gravitasi).

Universitas Gadjah Mada


Van der Pijl (1982) dalam Griffin dan Sedgley (1989) menjumpai adanya
karakteristik tertentu pada tipe-tipe buah dan biji yang diduga merupakan
mekanisme alami untuk menyesuaikan diri dengan agen penyebar buah/bijinya.
Tanaman yang penyebaran bijinya dibantu oleh burung mempunyai ciri-ciri
(1) buah membentuk bagian edible dengan warna yang menarik, (2) buah
memproduksi mekanisme tertentu (warna yang tidak menarik/rasa yang tidak enak)
untuk menghindari termakannya buah yang belum masak, (3) biji mempunyai
mekanisme perlindungan untuk menghindari kerusakan saat berada dalam
pencernaan agen, (4) buah terbuka, tidak terselubung oleh kelopak, dan (5) pada
buah yang keras, biji bertipe exposed. Penelitian lebih lanjut oleh Snow (1981) telah
menemukan adanya korelasi antara tipe-tipe buah dan biji tertentu, kandungan zat
tertentu dalam buah/biji, dengan spesies burung yang menjadi agen penyebarannya
(Griffin dan Sedgley, 1989). Buah-buah dengan kandungan lemak dan protein tinggi
biasanya bertipe drupaceous atau arillate, berukuran besar, dengan jumlah biji yang
sedikit namun berukuran besar. Buah berukuran lebih kecil biasanya hanya
mengandung karbohidrat, biji berukuran kecil-kecil dengan jumlah yang relatif
banyak dalam tiap buahnya. Buah dengan tipe demikian ini mempunyai agen
penyebaran biji dari jenis-jenis toucans, hornbills dan fruit-pigeons, yang secara
umum mengkonsumsi buah dengan ukuran maksimal 70 x 40 mm. Dalam hal ini,
mekanisme penyebaran biji oleh burung dapat ditempuh melalui 3 cara yaitu (1)
epizoochory, terbawanya biji secara langsung oleh tubuh burung, (2) synzoochory,
jika biji terbawa dalam paruh atau lambung burung, dan (3) endozoochory, jika biji
melalui proses pencernaan burung terlebih dahulu sebelum akhirnya disebarkan.
Buah atau biji yang disebarkan oleh mamalia mempunyai karakteristik (1)
besar dan berdaging, (2) mengeluarkan aroma khas terutama pada malam hari, (3)
biji keras dan besar, dan (4) bertipe exposed.
Jarak penyebaran biji dapat bervariasi sesuai dengan agen penyebarannya.
Ghazoul (1997) yang membuat review jarak penyebaran biji menyampaikan bahwa
biji dapat disebarkan sejauh 10 130 kaki oleh semut (Tevis, 1958), 4 ha oleh tupai
(Kemp dan Keith, 1970), hingga beberapa mil oleh burung (Janzen, 1971).
Tanaman dengan agen penyebaran abiotik biasanya memiliki mekanisme-
mekanisme tertentu, yang dimanifestasikan dalam karakter : (1) keberadaan buah
dan/atau biji dalam posisi-posisi tertentu yang memungkinkannya untuk memperoleh
energi penyebaran sehingga

Universitas Gadjah Mada


dapat mencapai jarak yang jauh; dan (2) adanya morfologi bush dan/atau biji yang
memungkinkan terjadinya perpindahan sebagai hasil dari interaksi dengan agen
abiotiknya.

Perkecambahan Biji
Perkecambahan merupakan transformasi dari bentuk embrio menjadi
tanaman anakan yang sempurna. Rangkaian proses-proses fisiologis yang
berlangsung pada perkecambahan adalah (l) penyerapan air secara imbibisi dan
osmose, (2) pencernaan atau pemecahan senyawa menjadi bermolekul lebih kecil,
sederhana, larut dalam air dan dapat diangkut, (3) pengangkutan hasil pencernaan,
(4) asimilasi atau penyusunan kembali senyawa hasil pencernaan, (5) pernafasan
atau respirasi yang merupakan perombakan cadangan makanan, dan (6)
pertumbuhan pada titik-titik tumbuh.
Proses-proses perkecambahan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan faktor-
faktor lingkungan seperti air, 02, cahaya dan suhu. Air berperan dalam melunakkan
kulit biji, memfasilitasi masuknya 02, pengenceran protoplasma untuk aktivasi fungsi,
dan alat trasnportasi makanan. Suhu berperan dalam pematahan dormansi; aplikasi
fluktuasi suhu yang tinggi berhasil mematahkan dormansi pada banyak spesies,
terutama yang mengalami termodormansi. Aplikasi fluktuasi suhu ini dapat berupa
chilling/alternating temperature maupun pembakaran permukaan. 02 dibutuhkan
pada proses oksidasi untuk membentuk energi perkecambahan. Cahaya
mempengaruhi perkecambahan melalui tiga macam bentuk yaitu intensitas cahaya,
panjang gelombang, dan fotoperiodisitas.

b. Teknologi Persemaian

Pematahan dormansi, perkecambahan biji dan pertumbuhan semai


Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada
embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi
dormansi embryo.

Universitas Gadjah Mada


Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal
pada benih, yang ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat
terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Schmidt, 2000). Upaya ini dapat
berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun chemis.
Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan
metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya.

Tipe Karakteristik Contoh spesies Metode pematahan dormansi


dormansi
Alami Buatan
Immature Benih secara fisiologis Fraxinus Pematangan secara Melanjutkan proses
embryo belum mampu excelcior, Ginkgo alami setelah biji fisiologis pemasakan
berkecambah, karena biloba, Gnetum disebarkan embryo setelah biji
embryo belum masak gnemon mencapai masa lewat-
Dormansi Perkembangan embryo
walaupun biji sudah masak Pterocarpus, Dekomposisi Peretakan
masak mekanis
(after-ripening)
mekanis secara fisis terhambat Terminalia spp, bertahap pada
karena adanya kulit Melia volkensii struktur yang keras
biji/buah yang keras
Dormansi Imbibisi/penyerapan air Beberapa Fluktuasi suhu Skarifikasi mekanis,
fisis terhalang oleh lapisan kulit Legum & pemberian air
biji/buah yang impermeabel Myrtaceae panas atau bahan
Dormansi Buah atau biji mengandung Buah fleshy Pencueian Menghilangkan
kimia jaringan
chemis zat penghambat (ehemieal (berdaging) (leaching) oleh air, buah dan mencuci
inhibitory compound) yang dekomposisi bijinya dengan air
menghambat bertahap pada
Foto Biji gagal berkecambah Sebagian besar Pencahayaan Pencahayaan
perkeeambahan jaringan buah
dormansi tanpa adanya spesies
pencahayaan yang temperate,
cukup. Dipengaruhi oleh tumbuhan pioneer
mekanisme biokimia tropika humida
fitokrom seperti eucalyptus
Thermo Perkeeambahan Sebagian besar
dan Spathodea Penempatan pada Stratifikasi atau
dormansi rendah tanpa adanya spesies suhu rendah di pemberian perlakuan
perlakuan dengan suhu temperate, musim dingin suhu rendah
tertentu tumbuhan pioneer Pembakaran Pemberian suhu
daerah tropis- Pemberian suhu tinggi Pemberian
subtropis kering, yang berfluktuasi suhu berfluktuasi
tumbuhan pioneer
Pemilihan Medium Tabur tropika humida
Struktur atau kondisi fisik medium tabur sangat berperan penting dalam
menentukan terjadinya proses perkecambahan dan perkembangan semai. Medium
yang baik harus memiliki keseimbangan antara kadar air dan aerasi (porousitas).
Struktur yang kompak

Universitas Gadjah Mada


menjamin terjadinya kontak antara biji dengan medium. Porousitas menjamin
kontinuitas suplai air dan aerasi untuk respirasi akar, serta mempermudah penetrasi
akar. Namun, medium yang terlalu kompak dapat menghambat perkecambahan,
sedangkan medium yang terlalu porous akan menyulitkan semai untuk dapat
berkembang dengan baik. Biasanya, biji berukuran kecil membutuhkan medium
yang lebih kompak dan liat dibanding biji-biji berukuran besar.
Untuk sebagian besar spesies, lempung yang tidak terlalu liat dan tidak
terlalu berpasir memberikan hasil perkecambahan yang terbaik (Schmidt, 2000).
Kombinasi dari pasir, gambut, lempung maupun material lain dengan komposisi
tertentu dapat meningkatkan kualitas perkecambahan dan perkembangan semai;
tiap-tiap spesies membutuhkan komposisi yang berbeda. Pasir biasanya digunakan
untuk meningkatkan drainase dan aerasi. Gambut atau bahan organic lain
meningkatkan kemampuan penyerapan air. Di Asia Tenggara, sabut kelapa
menempati posisi tertinggi sebagai medium untuk menumbuhkan stek. Kijkar dan
Pong-anant (1990) menyatakan bahwa kelebihan sabut kelapa sebagai medium
adalah : memiliki kemampuan menyerap air dengan kapasitas yang tinggi, porous,
dan selalu tersedia dalam jumlah banyak dan harga yang murah. Tanah hutan juga
biasa digunakan sebagai medium karena memiliki beberapa kelebihan : kaya akan
bahan organic, dan mengandung mikroorganisme lain yang menguntungkan seperti
mikoriza. Kekurangan dari tanah hutan sebagai medium adalah tingginya
kemungkinan tanah membawa penyakit (tidak steril).

Penentuan Kedalaman Penanaman Biji


Kedalaman penanaman biji yang optimal bervariasi berdasarkan kondisi
lingkungan dan spesiesnya. Dalam kondisi lembab, biji cepat berkecambah jika
diletakkan di permukaan medium. Dalam kondisi di persemaian, akan lebih baik jika
biji ditutup dengan lapisan medium yang tipis untuk menghindari kerusakan karena
panas atau kekeringan. Biji-biji yang berukuran kecil juga lebih baik diselimuti lapisan
medium tipis untuk menghindari terlemparnya biji karena air/penyiraman (Schmidt,
2000).
Ketika tunas daun telah terbentuk dan semai mulai melangsungkan asimilasi
sendiri, maka kelangsungan hidup semai itu tergantung sepenuhnya pada cadangan
yang dimiliki oleh biji. Karena itulah biji berukuran kecil (memiliki cadanagan sedikit)
hams ditanam pada tempat yang lebih dangkal dibanding biji dari jenis yang sama
yang ukurannya lebih besar

Universitas Gadjah Mada


(cadangannya lebih banyak). Sehubungan dengan itu, Hartmann dkk (1997)
menyatakan bahwa biji hams ditanam pada kedalaman 3 atau 4 kali diameternya.
Untuk biji yang besar (diameter>1,5 cm), kedalaman yang dibutuhkan adalah 2 kali
diameternya. Biji yang butuh cahaya untuk perkecambahannya harus ditanam pada
kondisi yang tidak terlalu dalam.

Naungan (Shading)
Perkecambahan adalah bentuk awal dari embryo yang berkembang menjadi
sesuatu yang barn, yaitu tanaman anakan yang sempurna (memiliki radicle dan
plumulae).
Berdasarkan kebutuhannya akan cahaya saat melangsungkan proses
perkecambahan, biji dapat dibedakan menjadi :
Biji yang hanya mampu berkecambah dalam gelap
Biji yang hanya mampu berkecambah dalam cahaya terus menerus
Biji yang bisa berkecambah setelah disinari dalam interval waktu yang
singkat
Biji yang tidak terpengaruh oleh keberadaan cahaya selama perkecambahan
Berdasarkan atas sensitivitasnya terhadap cahaya, biji dapat dibedakan menjadi :
Biji positively photoblastic : memberikan respon positif terhadap cahaya
Biji negatively photoblastic : memberikan respon negatif terhadap cahaya
Atas dasar pengaruhnya terhadap perkecambahan biji, spectrum cahaya dapat
dibedakan menjadi :
mendukung : daerah merah dari spectrum 650 nm
menghambat : sinar infra merah 750 nm

Pengelolaan Iklim Mikro


Tegakan hutan yang tersusun dari berbagai jenis akan berpengaruh pada
pembentukan iklim mikro. Keberadaan iklim mikro ini mempunyai peranan yang
sangat penting karena akan menentukan pola pengelolaan yang tepat, terutama
dalam hal ini adalah pemeliharaan. Kondisi iklim mikro yang berbeda antara tempat
satu dengan tempat lain -berkaitan dengan kondisi tanahnya dan juga penyusun
atau vegetasi yang ada dalam tempat tersebut. Akan tetapi keberadaan iklim mikro
terkadang kalau tidak dapat dikendalikan akan memberikan dampak yang kurang
baik dalam pengelolaan hutan. Dalam hal ini maka perlu dilakukan manipulasi agar
keberadaan iklim mikro ini mempunyai efek positif.

Universitas Gadjah Mada


Contoh-contoh pengelolaan iklim mikro :
Manipulasi radiasi surya
Budidaya bertingkat ganda untuk mengoptimalkan pemanfaatan cahaya
yang ada, misal di pekarangan.
Penaungan, misalnya untuk tanaman yang suka teduh (kopi, sirih)
menggunakan tanaman penutup tanah dan mulsa untuk mengendalikan
gulma.
Pemaparan pada radiasi surya untuk mengendalikan Kama dan untuk
membunuh patogen yang ada dalam tanah.
Peningkatan atau penurunan penyerapan radiasi pada permukaan tanah,
misalnya pemulsaan untuk menurunkan suhu tanah.
Manipulasi aliran papas dan atau uap lembab
Pemulsaan untuk mengatur suhu dan kelembaban tanah.
Pemecah angin untuk melindungi tanaman.
Perlindungan angin untuk pematangan tanaman.
Manipulasi dampak mekanis angin dan hujan
Mengubah kecepatan dan atau arah angin
Melindungi tanah terhadap aliran udara dan air yang erosif

Universitas Gadjah Mada


II.3 PENUTUP

Salah satu indikator keberhasilan pembelajaran ini adalah kemampuan mahasiswa


untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau menyelesaikan permasalahan yang
diajukan. Untuk Pokok Bahasan ini, beberapa pertanyaan yang perlu diajukan
adalah:

1. Jelaskan karakteristik dan mekanisme yang terjadi pada a) fase vegetatif


(juvenil); b) transisi juvenil menuju dewasa, dan c) fase reproduktif !

2. Mengapa bunga memegang peranan penting dalam konteks teknologi benih ?

3. Jelaskan bagian-bagian bunga beserta fungsinya masing-masing !

4. Sebutkan tipe seks, tipe simetri dan tipe perbungaan (inflorescencia) pada
bunga!
5. Sebutkan tahapan-tahapan yang terjadi pada proses pembungaan (flowering),
dan jelaskan mekanisme yang terjadi pada tiap-tiap tahapan itu !
6. Bagaimana faktor internal dan faktor eksternal dapat berpengaruh pada fase
reproduktif ? Jelaskan !

7. Terangkan mengenai istilah-istilah berikut:


- Size effect - anthesis
- endogenous timing - polinasi
- inflorescencia - fertilisasi
- flowering - fitohormon
- evokasi - meristem apikal
- induksi bunga - meristem lateral
- inisiasi bunga - primordia bunga

8. Mengapa perlu dilakukan manajemen penyerbukan (pollination management)?


9. Apa yang anda ketahui tentang penyerbukan di alam: a) macamnya, b) tipe
penyerbukan terbuka yang mungkin terjadi, dan c) tipe bunga yang
memungkinkan terjadinya penyerbukan terbuka

10. Agen apa saja yang dapat membantu penyerbukan di alam ?


11. Apa beda pengunjung bunga (flower visitor) dan agen pembantu penyerbukan
(pollinator)?

12. Sebutkan kriteria pollinator efektif menurut Griffin dan Sedgley (1989) !

Universitas Gadjah Mada


13. Apa yang anda ketahui tentang atraktan pada tanaman?
14. Jelaskan hubungan antara arsitektur bunga dengan jenis pollinatornya !
15. Mengapa perlu dilakukan penyerbukan silang buatan ? Sebutkan langkah-
langkahnya !
16. Apa yang dimaksud dengan pembelahan reduksi pada proses pembuahan ?
Jelaskan dengan disertai ilustrasi !
17. Proses pembuahan akan mengakibatkan terjadinya perubahan dari bagian-
bagian bakal buah menjadi buah. Jelaskan dengan disertai gambar !
18. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas buah !
19. Jelaskan mengenai proses pembuahan abnormal !
20. Jelaskan (dengan disertai gambar bila perlu) perbedaan Angiospermae dan
Gymnospermae dalam hal:
a. struktur bunga
b. masa reseptif putik dan kematangan tepung sari
c. perkembangan organ reproduktif
d. proses penyerbukan dan pembuahan
e. perkembangan buah dan biji f ripening phase

21. Jelaskan mengenai ruang lingkup kualitas benih !


22. Apa yang anda ketahui tentang pengendalian mutu (kualitas dan resistensi)
benih ?
23. Sebutkan beberapa organisme penting yang umum merusak benih, beserta sifat
dan dampak yang ditimbulkannya !
24. Sebut dan jelaskan langkah-langkahnya:
a. Pengendalian serangga di lapangan
b. Pengendalian jamur di lapangan
25. Apa yang anda ketahui tentang karantina benih ?
26. Jelaskan hubungan antara hasil hutan dengan kualitas benih !
27. Bagaimana aplikasi pemuliaan pohon dalam meningkatkan produktivitas benih ?
Berikan tinjauan dari aspek-aspek berikut:
a. Sumber benih
b. Pertanaman Uji

Universitas Gadjah Mada


28. Jelaskan mengenai kebun benih:

a. Macam kebun benih

b. Tahapan pembuatan kebun benih


29. Sebut dan jelaskan hasil-hasil penelitian dan pengembangan untuk
meningkatkan produktivitas benih, ditinjau dari bidang-bidang berikut:

a. Bidang peningkatan kualitas genetik benih

b. Bidang peningkatan kualitas fisis dan fisiologis benih

c. Bidang produksi masa

d. Bidang konservasi sumber daya genetik

30. Jelaskan rangkaian proses yang terjadi pada mekanisme regenerasi alam !
31. Bagaimana teknologi persemaian diaplikasikan untuk meningkatkan
produktivitas benih ?

32. Sebutkan contoh pengelolaan iklim mikro untuk meningkatkan produktivitas


benih !

Universitas Gadjah Mada

Anda mungkin juga menyukai