3. Pengertian Benih
Benih juga diartikan sebagai biji tanaman yang tumbuh menjadi tanaman muda (bibit),
kemudian dewasa dan menghasilkan bunga. Melalui penyerbukaan bunga berkembang menjadi
buah atau polong, lalu menghasilkan biji kembali. Benih dapat dikatakan pula sebagai ovul
masak yang terdiri dari embrio tanaman, jaringan cadangan makanan, dan selubung penutup
yang berbentuk vegetatif. Benih berasal dari biji yang dikecambahkan atau dari umbi, setek
batang, setek daun, dan setek pucuk untuk dikembangkan dan diusahakan menjadi tanaman
dewasa (Sumpena, 2005).
Menurut Sadjad, dalam “Dasar-dasar Teknologi Benih”.(1975, Biro Penataran IPB-
Bogor), yang dimaksudkan dengan benih ialah biji tanaman yang dipergunakan untuk keperluan
pengembangan usaha tani, memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi.
Dari beberapa definisi di atas beberapa berpendapat bahwa benih merupakan hasil
perkembangbiakan secara generatif namun ada pula yang mengatakan bahwa benih merupakan
hasil dari perkembangbiakan secara vegetatif maupun generatif. Terkait dengan hal itu
pengertian benih lebih cenderung kepada hasil perkembangbiakan tanaman secara vegetatif
maupun generatif sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
no.12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab I ketentuan umum pasal 1 ayat 4.1
2
Sutopo, Lita. Teknologi Benih. (Jakarta Rajawali Press. 2002.) h.27-31
Perembesan air kedalam benih (imbibisi), merupakan proses penyerapan air yang
berguna untuk melunakkan kulit benih dan menyebabkan pengembagan embrio dan endosperma.
Proses perkecambahan dapat terjadi jika kulit benih permeabel terhadap air dan tersedia cukup
air dengan tekanan osmosis tertentu. Dalam tahap ini, kadar air benih naik menjadi 25-35 %,
sehingga kadar air didalam benih itu mencapai 50-60% dan hal ini menyebabkan pecah atau
robeknya kulit benih. Selain itu, air memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen kedalam
benih. Dinding sel yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi apabila dinding sel
diimbibisi oleh air maka gas akan masuk ke dalam sel secara difusi. Hal tersebut dikarenakan
selain membutuhkan air, benih yang berkecambah juga memerlukan suhu sekitar 10-40°C dan
oksigen. Apabila dinding sel kulit benih dan embrio menyerap air, maka suplai oksigen
meningkat pada sel-sel hidup sehingga memungkinkan lebih aktifnya pernapasan. Sebaliknya,
CO2 yang dihasilkan oleh pernapasan tersebut lebih mudah mendifusi keluar (Manurung dan
Ismunadii, 1988 : Kozlowski 1972)
2. Aktivasi enzim
Aktivasi enzim terjadi setelah benih berimbibisi dengan cukup. Enzim-enzim yang
teraktivasi pada proses perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik seperti α-amilase yang
merombak amylase menjadi glukosa, ribonuklease yang merombak ribonukleotida, endo-β-
glukanase yang merombak senyawa glukan, fosfatase yang merombak senyawa yang
mengandung P, lipase yang merombak senyawa lipid, peptidase yang merombak senyawa
protein.
3. Perombakan cadangan makanan
Terjadi penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-
bentuk yang terlarut.
4. Translokasi makanan ke titik tumbuh
Setelah penguraian bahan-bahan karbohidrat,protein,lemak menjadi bentuk-bentuk yang
terlarut kemudian ditranslokasikan ke titik tumbuh.
5. Pembelahan dan Pembesaran Sel
Assimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di daerah meristematik
menghasilkan energi bagi kegiatan pembentukan komponen dan pertumbuhan sel-sel
baru. Merupakan tahap terakhir dalam penggunaan cadangan makanan dan merupakan suatu
proses pembangunan kembali.
6. Munculnya radikal dan pertumbuhan kecambah
Munculnya radikal adalah tanda bahwa proses perkecambahan telah sempurna. Proses ini
akan diikuti oleh pemanjangan dan pembelahan sel-sel. Proses pemanjangan sel ada dua fase
yakni; fase 1 (fase lambat) dimana pemanjangan sel tidak diikuti dengan penambahan bobot
kering dan fase 2 (fase cepat), yang diikuti oleh penambahan bobot segar dan bobot
kering. Pertumbuhan dari kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-
sel pada titik-titik tumbuh, pertumbuhan kecambah ini tergantung pada persediaan makanan yang
ada dalam biji. Kecambah mulai mantap setelah ia dapat menyerap air dan berfotosintesis
(autotrof). Semula, ada masa transisi antara masih disuplai oleh cadangan makanan sampai
mampu autotrof. Saat autotrof dicapai proses perkecambahan telah sempurna.3
3
Gardner, F.P, Pearce, R.B dan Mitchell, L.G, Fisiologi Tanaman Budidaya. (Bandung : ITB.
1991.) h. 40-42
Auksin mula-mula ditemukan oleh Darwin, dengan percobaan pengaruh penyinaran terhadap
koleoktil. Auksin adalah hormon yang berperan merangsang pembelahan sel dan pengembangan
sel. Hormon auksin/ IAA memiliki sifat menjauhi cahaya. Hormon ini diproduksi pada ujung
tunas akar dan batang. Pengaruh hormon auksin dalam konsentrasi yang berbeda pada bagian
tubuh tanaman mengakibatkan terjadinya pertumbuhan yang tidak seimbang. Bagian yang
mengandung auksin lebih banyak memiliki kecepatan tumbuh yang lebih besar. Adapun bagian
yang kekurangan akan mengalami pertumbuhan lebih lambat. Jika ini terjadi pada pucuk batang,
terjadi pembengkokan arah pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel
memperlihatkan bahwa auksin dapat menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan permeabilitas
sel terhadap air, menyebabkan pengurangan tekanan pada dinding-dinding sel, meningkatkan
sintesis protein, meningkatkan plas-tisitas, mengembangnya dinding sel. Dilihat dari segi
fisiologi, hormon auksin berpengaruh pada:
a) pengembangan sel
b) partenokarpi
c) fototropisme
d) pembentukan batang.
e) Geotropism
f) pertumbuhan akar
Giberelin
Giberelin merupakan jenis hormon yang mulamula ditemukan oleh Kuroshawa dari
Jepang. Hormon ini berpengaruh terhadap sifat genetik, pembungaan, penyinaran, dan mobilisasi
karbohidrat selama perkecambahan. Hormon ini berperan dalam mendukung perpanjangan sel,
aktivitas kambium mendukung pembentukan RNA baru, dan sintesis protein.
Sitokinin.
Sitokinin ditemukan oleh Kinetin. Sitokinin berfungsi untuk:
a) merangsang pembelahan sel;
b) merangsang pembentukan tunas;
c) menghambat efek dominasi apikal oleh auksin pada batang;
d) mempercepat pertumbuhan memanjang.
Gambar 1.11 Dominasi apikal
Oksigen
Faktor udara menjadi faktor lain yang tidak kalah pentingnya dengan air pada proses
perkecambahan. Udara yang pada umumnya mengandung oksigen sangat dibutuhkan pada
proses pertumbuhan. Udara biasanya terdiri dari oksigendengan kadar 20%, 0,03 % karbon
dioksida, dan 80 % nitrogen. Oksigen merupakan salah satu faktor penting dalam
perkecambahan.
Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai dengan
meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi panas. Terbatasnya
oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses perkecambahan benih (Sutopo, 2002).
Kebutuhan oksigen sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-
organisme yang terdapat dalam benih (Kuswanto. 1996).
Menurut Kamil (1979) umumnya benih akan berkecambah dalam udara yang
mengandung 29 persen oksigen dan 0.03 persen CO2. Namun untuk benih yang dorman,
perkecambahannya akan terjadi jika oksigen yang masuk ke dalam benih ditingkatkan sampai 80
persen, karena biasanya oksigen yang masuk ke embrio kurang dari 3 persen.
Metabolisme pada tingkat awal perkecambahan kemungkinan dilakukan secara anaerob
namun dengan cepat akan berubah menjadi aerob segera setelah kulit biji pecah dan oksigen
dapat berdifusi ke dalam biji. Keberadaan oksigen sangat diperlukan untuk membantu kelancaran
proses respirasi pada aat perkecambahan. Jika konsentrasi oksigen di udara sangat rendah maka
dapat menyebabkan terhambatnya perkecambahan.
Suhu
Faktor lainnya dalam perkecambahan adalah suhu. Suhu yang tepat sangat penting untuk
perkecambahan. Biji biasanya tidak akan berkecambah dibawah suhu tertentu yang kurang
spesifik untuk suatu spesies tanaman. Proses perkecambahan memerlukan temperature yang
optimum.
Hal tersebut dikarenakan suhu optimum dapat mengakibatkan persentase perkecambahan
yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Perlu diketahui bahwa temperature terbagi menjadi
temperatur minimum, optimum dan maksimum dan dikenal dengan temperature kardinal.
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih
dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara 26.5 sd
35°C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan dan
ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh gibberallin.
Salah satu pendapat menyatakan bahwa temperature optimum untuk perkecambahan adalah
sekitar 150-300 C sedangkan temperature maksimum yang baik untuk perkecambahan yaitu
sekitar 350-400 C.
Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya berfariasi tergantung pada jenis
tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap perkecambahan tergantung
pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya penyinaran (Kamil, 1979). Menurut Adriance
and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya terhadap perkecambahan benih dapat dibagi
atas 4 golongan yaitu golongan yang memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan
cahaya untuk mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat
perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada tempat gelap
maupun ada cahaya. Klasifikasi benih berdasar pengaruh cahaya :
1. Memerlukan cahaya untuk mempercepat perkecambahan. Misalnya : selada
2. Tidak memerlukan cahaya. Misalnya : bayam
3. Dapat berkecambah pada tempat gelap ataupun terang. Misalnya : kubis, kacang-kacangan
Cahaya juga merupakan faktor lingkungan yang tidak kalah pentingnya dengan faktor
yang lain untuk membantu proses perkecambahan pada beberapa biji spesies tanaman. Biji yang
berukuran kecil hanya memiliki sedikit cadangan makanan untuk menunjang pertumbuhan awal
embrionya maka dari itu faktor cahaya sangat diperlukan dalam membantu perubahan menjadi
autotrof secepatnya.
Kemudian jika kondisi biji tersebut berkecambah terlalu dalam di dalam tanah maka
kemungkinan biji dapat kehabisan cadangan makanan sebelum mampu mencapai permukaan
tanah sehingga kecambah kemungkinan akan mati karena tidak sempat berfotosintesis.
Cahaya menjadi komponen yang sangat penting pada kelompok biji sepperti ini sehingga
perkecambahannya harus terjadi di permukaan atau di dekat permukaan tanah. Di samping itu
suatu pigmen yang sensitif terhadap cahaya yang disebut fitokrom, memegang peranan penting
dalam perkecambahan biji spesies tertentu.
Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik,
gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme penyebab penyakit
terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih dapat digunakan media antara lain
substrat kertas, pasir dan tanah.
6. Tipe Perkecambahan
Berdasarkan posisi kotiledon dalam proses perkecambahan terbagi atas :
Perkecambahan Epigeal
Tipe perkecambahan epigeal ditandai dengan hipokotil yang tumbuh memanjang
sehingga plumula dan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Kotiledon dapat melakukan
fotosintesis selama daun belum terbentuk. Contoh tumbuhan yang memiliki perkecambahan
epigeal adalah tumbuhan dari kelompok kacang-kacangan seperti kacang hijau dan kedelai serta
kacang tanah dan bunga matahari.
Perkecambahan epigeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan bagian
hipokotil terangkat keatas permukaan tanah. Hipokotil benih memanjang dan mengangkat keping
biji menembus permukaan tanah, kemudian keping biji membuka dan epikotil benih tumbuh
menjadi tunas. Kotiledon sebagai cadangan energi akan melakukan proses pembelahan dengan
sangat cepat untuk membentuk daun. Perkecambahan ini misalnya terjadi pada kacang hijau
(Phaseolus radiatus) dan tanaman jarak.
Organ pertama yang muncul sesaat setelah biji berhasil berkecambah adalah radikula
yang merupakan calon akar. Radikula ini kemudian akan tumbuh menembus permukaan tanah.
Untuk tanaman dikotil yang dirangsang dengan cahaya, ruas batang hipokotil akan tumbuh lurus
ke permukaan tanah mengangkat kotiledon dan epikotil. Epikotil selanjutnya akan memunculkan
daun pertamanya dan kemudian kotiledon akan rontok ketika cadangan makanan didalamnya
telah habis karena digunakan oleh embrio.
Perkecambahan Hipogeal
Perkecambahan hipogeal memiliki tanda yaitu epikotil mulai tumbuh memanjang
kemudian disusul oleh plumula yang tumbuh ke permukaan tanah menembus kulit biji sementara
kotiledon tetap berada di dalam tanah. Pada umumnya, proses perkecambaan hipogeal ini terjadi
pada tumbuhan yang berjenis monokotil.
Perkecambahan hipogeal merupakan perkecambahan yang ditandai dengan terbentuknya bakal
batang yang muncul ke permukaan tanah, sedangkan kotiledon tetap berada di dalam tanah
(hipokotil tetap berada di dalam tanah). Tipe perkecambahan hipogeus hipokotil benih tidak
memanjang tetapi epikotil benih yang memanjang menembus permukaan tanah.
Contoh tumbuhan memiliki perkecambahan hypogeal antara lain kacang ercis, kacang
kapri, jagung, dan jenis rumput-rumputan.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N.A., Reece, J.B., dan Mitchell, L.G.a. 2003. BIOLOGI Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Departemen Pertanian. 2014. Buletin Harga Pangan Edisi Maret 2014. Jakarta : Kementrian
Pertanian.
Gardner, F.P, Pearce, R.B dan Mitchell, L.G, 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Bandung :
ITB.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Malang : Pusat Penerbit
Tjitrosoepomo,G. 2002. Taksonomi Tumbuhan. Jogyakarta : Gajah Mada University Press.
Sunanto, H. 1993. AREN: Budidaya dan Multigunanya. Yogyakarta : Kanisius.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta Rajawali Press.