halaman2dari 7 halaman
plastochrone minimal tersebut dapat dicapai lebih cepat. Sebagai contoh crab-apple dapat berbunga kurang dari setahun bila ditanam di rumah kaca, sedangkan bila ditanam di lapangan baru mulai berbunga pada umur 3-4 tahun. Kuncup bunga terbawah, sebagai indikator letak transisi awal ke fase dewasa, terdapat pada buku ke 75 80 dengan ketinggian pohon 2 meter. Bila ditanam ditempat lain yang kondisinya berbeda, sehingga menyebabkan tumbuh buku (ruas)-nya pendek-pendek, ternyata bunga pertama terletak pada ketinggian yang lebih rendah, tapi tetap kisaran jumlah plastochronenya sama. Perbedaan antara fase juvenil dan fase dewasa bukan saja terletak pada prilaku berbunganya, akan tetapi juga pada karakteristik vegetatif lain. Pada banyak species seperti ivy (Hedera helix), Acacia dan Eucaliptus, bentuk daun fase juvenil sangat berbeda dengan fase dewasa (Gambar 2. 24). Pada beberapa species seperti tanaman deciduous, daun mati tetap melekat pada pada fase juvenil, sedangkan pada fase dewasa gugur di musim dingin. Juga mungkin ada perbedaan pada cara tersusunnya daun pada batang (phyllotaxy); pada citrus daun fase juvenilnya bertombak, yang pada fase dwasa tombak ini hilang.
Gambar 2.24. Perbedaan bentuk daun fase juvenil (kiri) dan fase dewasa (kanan) pada Sasafras albidum (a) dan pada Hedera helix (b). (dari Leopold dan Kriedman, 1975ii)
halaman3dari 7 halaman
Perbedaan penting lain antara fase juvenil dengan fase dewasa adalah dalam kemampuan berakar dari stek batangnya. Stek batang fase juvenil lebih mudah berakar dari fase dewasanya. Bila semai tumbuh membesar, biasanya bagian terluar tajuk (peri-peri) dan cabang-cabang yang telah mencapai jumlah plastochrone minimal berubah dari fase juvenil ke fase dewasa, akan tetapi bagian proximal yang lebih bawah tetap juvenil. (Gambar 2.25). Tanaman baru yang diperbanyak secara vegetatif dari batang fase juvenil, akan tetap memperlihatkan fase juvenilnya, artinya untuk mencapai fase dewasa (mampu berbunga) memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang berasal dari fase dewasa. Perbanyakan sambung batang dan okulasi antara juvenil-dewasa, antara yang berbunga dan yang tidak berbunga, antara tajuk juvenil dengan tajuk dewasa banyak dipraktekkan oleh para praktisi tanaman hias. Fenomen yang nampak kontradiktif adalah kejadian apomiksis atau semai nucellar, yaitu semai yang muncul dari kelompok cell yang membelah diri pada jaringan nucellus pada kantung embryo. Mereka hanya diturunkan dari jaringan tetua jantan. Fenomen ini umum terdapat pada beberapa
Gambar 2.25. Diagram pohon dengan fase juvenil di bagian dasar tajuk dan fase dewasa di bagian peri-perinya (dari Leopold dan Kriedman, 1975iii)
halaman4dari 7 halaman
species seperti jeruk, dan mangga. Semai demikian memperlihatkan sifat juvenil seperti semai asal seksual yang sebenarnya. Fenomen embryosac-experience ini menantang untuk ditelaah lebih lanjut dalam terma kimiawi. Fase Dewasa Fase juvenil diikuti oleh fase dewasa. Transisi dari fase juvenil ke fase dewasa mungkin gradual, bergandengan dengan laju tumbuh yang lambat, berubahnya tampilan morfologis dan pembungaan yang berangsur. Pada fase dewasa sejumlah karakteristik kedewasaan menyertainya. Meskipun berada pada kondisi mampu berbunga, faktorfaktor seperti nutrisi, iklim, dan tindakan kultur teknis dapat menyebabkan tanaman tetap tumbuh vegetatif. Ketidak hadiran bunga dan sifat juvenil lain biasanya juga muncul pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif dari tanaman fase dewasa. Semmai asal vegetatif ini biasanya mula-mula juga memperlihatkan sifat juvenil seperti laju tumbuh cepat, ranting panjang dengan banyak daun dan internodia yang panjang, bahkan juga tombak pada helai daun citrus muncul kembali, walaupun mungkin mulai berbunga tapi sangat jarang. Secara berangsur-angsur sifat ini lenyap dan menjadi lebih reproduktif. Gejala ini disebut menua (ageing) untuk membedakannya dengan mendewasa (maturation). Banyak praktek kultur teknik yang dapat memperpanjang proses menua ini, tapi pengaruhnya bukan pada kejuvenilan yang sebenarnya, akan tetapi pada imbangan antara tumbuh vegetatif dengan tumbuh reproduktif pada fase dewasa. Senesen Semua tanaman pada akhirnya akan mati. Munculnya gejala rapuh (deteriorative) ini mungkin tiba-tiba dan diikuti kematian pada tanaman semusim/ determinate. Pada tanaman tahunan gejala ini sangat gradual. Gejala ini meliputi proses menua (ageing) yang mengantar pada matinya jaringan, organ atau keseluruhan tanaman, dan kesemuanya itu disebut senesen (senescence). Pada tanaman tahunan gejalanya dimulai dengan laju tumbuh yang makin menurun, berbunga dan berbuah sangat lebat, memproduksi biji berlebihan, melemah dan matinya beberapa cabang. Terdapat beberapa cara manipulasi untuk memudakan kembali tanaman yang mengalami kemunduran demikian. Semua perlakuan tersebut bertumpu pada penciptaan kembali tunas/ daun muda, misalnya pemangkasan dan mungkin dengan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT).
halaman5dari 7 halaman
halaman6dari 7 halaman
Tanaman perennial mempunyai siklus tumbuh yang sama dengan tanaman semusim indeterminate; vegetatif reproduktif vegetaif yang berulang, namun periodisitas musiman/tahunan ini berlangsung dalam banyak tahun; juga pada umumnya periodisitas pada tanaman perennial lebih jelas. Upaya kearah pengertian yang lebih baik tentang mekanisme periodisitas tumbuh atau episodic growth ini telah dirintis oleh Bochert, seperti dapat dibaca dalam Tomlinson dan Zimmerman (1975)iv. Hasil studi Bochert menunjukkan bahwa asalkan pertumbuhan akar tidak terganggu, periodisitas atau tumbuh episodic terjadi karena adanya simple feed back control antara akar dengan pupus (shoot). Periodisitas ini bahkan terjadi pada kondisi lingkungan yang konstan sekalipun. Kendali umpan balik ini terjadi demikian; dengan makin meningkatnya transpirasi karena pertumbuhan dan perkembangan tunastunas muda, luas permukaan transpirasi bertambah dengan cepat sedemikian rupa sehingga akar tidak mampu lagi mengimbanginya dengan suplai air (berikut zat terlarut di dalamnya) yang cukup. Akibatnya terjadilah cekaman air; ujung-ujung tumbuh di shoot menjadi dorman; dalam pada itu daun masih tetap berfungsi, namun karena shoot tidak lagi menjadi sink (penampung, limbung), fotosintat banyak dialirkan ke akar, dengan akibat akar tumbuh lagi, berramifikasi lagi. Pada gilirannya, air berikut hara mineral dan hormon (terutama sitokinin yang diproduksi diakar) dialirkan lagi ke shoot; kuncup yang dorman terpicu lagi, mulailah kembali kuncup pecah, flushing, daun berkembang, akar tidak mampu lagi memenuhi kebutuihan air bagian atas tanaman dan seterusnya. Pada percobaannya dengan pohn oak muda (Querqus alba L.), Bochert menunjukkan pohon yang dibiarkan bercabang mempunyai masa flushing yang lebih panjang dibandingkan dengan pohon yang cabangnya dikurangi. Kemudian dia mengembangkan model simulasi dan ternyata mampu meramalkan dengan ketepatan signifikan, berapa jumlah dan interval flushing yang terjadi akibat perlakuan membatasi perkembangan akar dan/atau mengurangi jumlah daun. Dari uraian diatas nampak variasi kondisi lingkungan (kondisi faktor tempat tumbuh, pemasok bahan baku) bekerja sinkron dengan kendali endogen. Pada pohon muda, dengan kondisi tempat tumbuh yang optimal, pertumbuhan trubus kontinyu, dalam artian interval pendek dan konstant. Hanya karena makin berkembangnya kompleksitas, tanaman menjadi episodic. Makin tua pohon, flushing makin jarang atau makin pendek durasinya, makin tersinkronisasi dengan lingkungan. Mangga yang sentranya terdapat dilokalita dengan musim kering yang tegas (4-5 bulan bulan-kering menurut tipe curah hujan Scmidt Fergusson) masa flushingnya hanya 3-4 bulan dalam setahun denga 2-3
A.M. Akyas 2010. Fase Tumbuh dan Periodisitas Tumbuh
halaman7dari 7 halaman
kali flush. Sawo, yang sentranya di daerah basah, flushing sepanjang tahun. Secara singkat Bochert merumuskan generalisasi (teori) temuannya sebagai berikut: Periodisitas tumbuh terjadi karena adanya kendali umpan balik antara bagian atas tanaman dengan akar sinkron dengan kondisi tempat tumbuh. Periodisitas tumbuh berikut pengetahuan tentang mekanismenya mempunyai implikasi penting untuk upaya manipulasi ke arah panen yang optimal. Mengenai hal ini akan diuraikan di tempat lain.
i ii iii iv
Robinson and Wareing (1969) Leopold dan Kriedman, 1975 Leopold dan Kriedman, 1975 Tomlinson dan Zimmerman (1975)