Anda di halaman 1dari 8

DASAR KONTRAK BISNIS

1. Hukum Bisnis

1.1 Pengertian Hukum Bisnis

Hukum adalah peraturan yang tertulis mapun tidak tertulis yang mengatur manusia dalam hidup
bermasyarakat, yang apabila dilanggar akan ada sanksi yang tegas yang akan diberikan. Menurut para
ahli hukum dapat diartikan sebagai berikut :

Meyers mengartikan Hukum "Sebagai semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan,
ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi penguasa negara
dalam melakukan tugasnya".

Frans Magnis Suseno mengartikan hukum adalah suatu sistem norma-norma yang mengatur
kehidupan bermasyarakat yang bersama dengan norma lai sebagai norma umum kelakuan manusia.

Utrecht Mngartikan Hukum "Merupakan himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang
mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus di taati oleh masyarakat".

Mochtar Kusumaatmadja Mengartikan Hukum "Tidak hanya di artikan sebagai suatu peraturan atau
norma, melainkan hukum di maknai dengan keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses yang menjadi-kan kaidah serta asas berfungsi,
kaidah atau norma merupakan peraturan yang mengikat serta memiliki sanksi apabila tidak di patuhi;
asas merupakan hal-hal mendasar atau prinsip yang melatarbelakangi lahirnya suatu norma.

Sedangkan bisnis adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mencapai keuntungan, baik itu di bidang :
Produksi, Distribusi/Pemasaran dan Perdagangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hukum bisnis
merupakan peraturan-peraturan yang mengatur kegiatan bisnis agar bisnis dapat dijalankan secara adil.

1.2 Tujuan Hukum Bisnis

Hukum yang diberlakukan memiliki tujuan yang dikenal dengan tujuan hukum. Menurut L.J. Van
Apeldroorn, tujuan hukum yaitu mengatur pergaulan hidup secara damai. Selain memiliki tujuan, hukum
juga memiliki fungsi. Fungsi hukum mengacu pada tujuan hukum. beberapa fungsi hukum di antaranya
hukum sebagai sarana penyelesaian pertikaian, pencapaian keadilan lahir batin dan sebagai sarana
pembaharuan masyarakat. Berkaitan dengan sarana pembaharuan masyarakat, hukum harus mampu
merubah perilaku dari masyarakat itu sendiri, dari masyarakat yang tidak teratur menjadi masyarakat
yang tetratur. Dari tujuan hukum tersebut maka tujuan hukum bisnis pun mengacu pada tujuan hukum.
Tujuan dari hukum bisnis adalah adanya keadilan, ketertiban, dan kepastian hukum bagi pelaku bisnis
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.

1.3 Ciri Hukum


Untuk dapat mengenal hukum, maka perlu diketahui ciri-ciri hukum yaitu :

a) Adanya perintah/larangan

b) Perintah/larangan itu harus dipatuhi/ditaati oleh pihak yang bersangkutan

c) Adanya tindakan paksakan bagi setiap individunya yang ditetapkan didalam undang-undang.

1.4 Pembagian Hukum

Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam

1. Hukum Pidana

Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur
hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh
peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan/atau
denda bagi para pelanggarnya. Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan
pelanggaran. Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang -
undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat.
Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya mencuri,
membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya.

2. Hukum Perdata

Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam
masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah
satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan.

3. Hukum Acara

Hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur
bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran
terhadap hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang
menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk
menegakkan ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum materiil
perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan, untuk hukum materiil tata usaha negara,
diperlukan hukum acara tata usaha negara. Hukum acara pidana harus dikuasai terutama oleh para
polisi, jaksa, advokat, hakim, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan.

2. Kontrak Bisnis

2.1 Pengertian Kontrak Bisnis


Hukum Bisnis selalu ada saat pertama kali pelaku bisnis melakukan kegiatan usaha yang dimulai dengan
kesepakatan tertulis yang tertuang dalam suatu bentuk perjanjian berbentuk tertulis yang lazim
dinamakan kontrak.

Kontrak (Perjanjian) adalah dua pihak atau lebih yang saling mengikat janji untuk melakukan sesuatu hal.

Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban
pada masing-masing pihak yang membuat kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi
kontrak yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan perundang-
undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Secara hukum, kontrak dapat
dipaksakan berlaku melalui pengadilan. Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran
kontrak atau ingkar janji (wanprestasi).

Pengaturan tentang kontrak diatur terutama di dalam KUH Perdata (BW), tepatnya dalam Buku III, di
samping mengatur mengenai perikatan yang timbul dari perjanjian, juga mengatur perikatan yang
timbul dari undang-undang misalnya tentang perbuatan melawan hukum.

Dalam KUH Perdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus
yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus) yang namanya sudah diberikan
undang-undang.

Contoh perjanjian khusus : jual beli, sewa menyewa, tukar-menukar, pinjam-meminjam, pemborongan,
pemberian kuasa dan perburuhan. Selain KUH Perdata, masih ada sumber hukum kontrak lainnya di
dalam berbagai produk hukum. Misalnya : Undang-undang Perbankan dan Keputusan Presiden tentang
Lembaga Pembiayaan. Di samping itu, juga dalam jurisprudensi misalnya tentang sewa beli, dan sumber
hukum lainnya.

2.2 Asas- Asas Kontrak

Dalam ilmu hukum, dikenal beberapa asas hukum terhadap suatu kontrak, yaitu :

1) Asas kontrak sebagai hukum mengatur

Hukum mengatur (aanvullen recht, optional law) adalah peraturan-peraturan hukum yang berlaku bagi
subjek hukum, misalnya para pihak dalam suatu kontrak. Akan tetapi, ketentuan hukum seperti ini tidak
mutlak berlakunya karena jika para pihak mengatur sebaliknya, maka yang berlaku adalah apa yang
diatur oleh para pihak tersebut. Jadi peraturan yang bersifat hukum mengatur dapat disimpangi oleh
para pihak.

2) Asas Kebebasan berkontrak (freedom of contract)

Asas ini merupakan konsekuensi dari berlakuya asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam hal ini
yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para
pihak dalam suatu kontrak pada prinsipnya bebas membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga
kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontrak.
3) Asas Pacta Sunt Servanda

Istilah Asas Pacta Sunt Servanda berarti janji itu mengikat. Yang dimaksudkan adalah bahwa suatu
kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikuti para pihak tersebut secara penuh sesuai isi
kontrak tersebut.

4) Asas Konsensual

Yang dimaksud dengan asas konsensual dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu kontrak telah dibuat,
maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak
diisyaratkan oleh hukum, kecuali untuk beberpa jenis kontak tertentu, yang memang dipersyaratkan
syarat tertulis.

5) Asas Obligatoir

Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika sutu kontrak telah dibuat, maka para
pihak telah terkait, tetapi keterkaitannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata.

2.3 Syarat Sahnya Kontrak

Dari bunyi Pasal 1338 ayat (1) jelas bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah.
Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KUH Perdata.

Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu harus ada kesepakatan,
kecakapan, hal tertentu dan sebab yang diperbolehkan.

1. Kesepakatan

Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima
atau sukarela di antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila
kontrak dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.

2. Kecakapan

Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat kontrak haruslah orang-orang yang oleh hukum
dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat
kontrak. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa
yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa.

Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan belum berumur 18 (delapan belas) tahun. Meskipun belum berumur 18 (delapan
belas) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk
membuat perjanjian.

3. Hal tertentu
Hal tertentu maksudnya objek yang diatur kontrak tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat
ditentukan. Jadi tidak boleh samar-samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian
kepada pihak-pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif. Misalnya jual beli sebuah mobil, harus jelas
merk apa, buatan tahun berapa, warna apa, nomor mesinnya berapa, dan sebagainya. Semakin jelas
semakin baik. Tidak boleh misalnya jual beli sebuah mobil saja, tanpa penjelasan lebih lanjut.

4. Sebab yang dibolehkan

Maksudnya isi kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa,
ketertiban umum, dan atau kesusilaan. Misalnya jual beli bayi adalah tidak sah karena bertentangan
dengan norma-norma tersebut. KUH Perdata memberikan kebebasan berkontrak kepada pihak-pihak
membuat kontrak secara tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis maupun lisan mengikat, asalkan
memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KHU Perdata. Jadi, kontrak tidak harus dibuat
secara tertulis.

2.4 Penyusunan Kontrak

Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya persiapan atau perencanaan terlebih
dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan tersebut sudah dimulai.

Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi bebrapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai
dengan pelaksanaan isi kontrak.

Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Prakontrak

a. Negosiasi;

b. Memorandum of Undersatnding (MoU);

c. Studi kelayakan;

d. Negosiasi (lanjutan).

2. Kontrak

a. Penulisan naskah awal;

b. Perbaikan naskah;

c. Penulisan naskah akhir;

d. Penandatanganan.

3. Pascakontrak

a. Pelaksanaan;
b. Penafsiran;

c. Penyelesaian sengketa.

Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan
negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak
lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar berlangsung.

Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding (MoU). MoU merupakan pencatatan


atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. MoU walaupun belum
merupakan kontrak, penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan
atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan atau pembuatan kontrak.

Setelah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan atau pedoman sementara, baru dilanjutkan
dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan
prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi,
keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan
dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. apabila
diperlukan, akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya dituangkan dalam kontrak.

Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan
pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu
mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku.
Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan
sistematis.

Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam perundang-undangan, dalam praktek biasanya
penulisan kontrak bisnis mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak,
sebagai berikut :

(1) Judul;

(2) Pembukaan;

(3) Pihak-pihak;

(4) Latar belakang kesepakatan (Recital);

(5) Isi;

(6) Penutupan.

Judul harus dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas misalnya Jual Beli Sewa, Sewa Menyewa, Joint
Venture Agreement atau License Agreement.Berikutnya pembukaan terdiri dari kata-kata pembuka,
misalnya dirumuskan sebagai berikut :
Yang bertanda tangan di bawah ini atau Pada hari ini Senin tanggal dua Januari tahun dua ribu, kami
yang bertanda tangan di bawah ini.

Setelah itu dijelaskan identitas lengkap pihak-pihak. Sebutkan nama pekerjaan atau jabatan, tempat
tinggal, dan bertindak untuk siapa. Bagi perusahaan/badan hukum sebutkan tempat kedudukannya
sebagai pengganti tempat tinggal. Contoh penulisan identitas pihak-pihak pada perjanjian jual beli
sebagai berikut :

1. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/untuk dan
atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut penjual;

2. Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/selaku
kuasa dari dan oleh karenanya bertindak untuk atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut
pembeli.

Pada bagian berikutnya diuraikan secara ringkas latar belakang terjadinya kesepakatan (recital). Contoh
perumusannya seperti ini :

Dengan menerangkan penjual telah menjual kepada pembeli dan pembeli telah membeli dari penjual
sebuah mobil/sepeda motor baru merek .... tipe .... dengan ciri-ciri berikut ini : Engine No. .... Chasis ....,
Tahun Pembuatan .... dan Faktur Kendaraan tertulis atas nama .... alamat .... dengan syarat-syarat yang
telah disepakati oleh penjual dan pembeli seperti berikut ini.

Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan panjang lebar isi kontrak yang dapat dibuat dalam bentuk
pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka tertentu. Isi kontrak paling banyak mengatur secara
detail hak dan kewajiban pihak-pihak, dan bebagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati
bersama. Jika semua hal yang diperlukan telah tertampung di dalam bagian isi tersebut, baru dirimuskan
penutupan dengan menuliskan kata-kata penutup, misalnya,

Demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya atau kalau pada pembukaan tidak
diberikan tanggal, maka ditulis pada penutupan. Misalnya :

Dibuat dan ditandatangani di .... pada hari ini .... tanggal .... Di bagian bawah kontrak dibubuhkan tanda
tangan kedua belah pihak dan para saksi (kalau ada). Dan akhirnya diberikan materai. Untuk
perusahaan/badan hukum memakai cap lembaga masing-masing.

Jika kontrak sudah ditandatangani berarti penyusunan sudah selesai tinggal pelaksanaannya di lapangan
yang kadangkala isinya kurang jelas sehingga memerlukan penafsiran-penafsiran.

Agar kontrak yang dibuat parah pihak menjadi sah, maka harus dilihat dalam KUHPerdata, yaitu Buku III
KUHPerdata tentang perikatan. Setelah kontrak di buat dan di setujui maka tidak jarang pelaku bisnis
membuat sebuah wadah demi melancarkan maksud dan tujuan dalam kontrak tersebut, antara lain
pembentukan wadah tersebut meliputi perusahaan perseorangan, persekutuan perdata, firma,
persekutuan comanditer (CV), perseroan terbatas (PT), serta koperasi. Kegiatan usaha juga tidak hanya
meliputi pembuatan wadah saja, tidak jarang perbuatan bisnis juga meliputi hak kekayaan intelektual
seperti merek, paten, desain industri, dan rahasia dagang. Dalam menjalankan bisnis tidak jarang pelaku
bisnis juga mengajukan kredit kepada bank. Pelaku bisnis dapat mengajukan kredit ke Bank dan biasanya
Bank akan menyalurkan kredit apabila salah satunya pembisnis dan perusahaannya memiliki rekening
korang yang baik dan memiliki konsumen yang baik pula.

Anda mungkin juga menyukai