Anda di halaman 1dari 17

JOB SAFETY ANALYSIS

MATA KULIAH MANAJEMEN RISIKO K3

DISUSUN OLEH :

DIANA ARUM SARI

DIPLOMA IV JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2015
PENDAHULUAN

Tersedianya lapangan/kesempatan kerja baru untuk mengatasi peningkatan


penawaran tenaga kerja merupakan salah satu target yang harus dicapai dalam
pembangunan ekonomi nasional. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui
peningkatan pertumbuhan ekonomi khususnya investasi langsung (direct investment)
pada sektor-sektor yang bersifat padat karya, seperti konstruksi, infrastruktur maupun
industri pengolahan. Sementara pada sektor jasa, misalnya melalui perdagangan
maupun pariwisata. Tenaga kerja adalah orang yang siap masuk dalam pasar kerja
sesuai dengan upah yang ditawarkan oleh penyedia pekerjaan. Jumlah tenaga kerja
dihitung dari penduduk usia produktif (umur 15thn 65 thn) umur pekerja dan pencari
kerja,usia yang masuk kategori angkatan kerja (labourforce). Jumlah usia produktif
tersebut sebagian besar bekerja disektor informal dan informal. Kebanyakan pekerja
usia produktif tersebut adalah tenaga kerja yang tingkat pendidikanya adalah mengah
dan pendidikan dasar,dilihat dari kasus kecelkaan kerja yang banyak terjadi mayoritas
pekerja yang banyak mengalami kecelkaan kerja adalah tenaga kerja yang tidak
berpendidikan atau pendidikan menengah dan dasar. Kondisi keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk
rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah
Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan
daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah.
Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan
perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping
perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau
aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar
negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan
masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu
gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu
secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi
pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada
masyarakat luas. Untuk mengetahui proses dan identifikasi kecelakaan kerja di

tempat kerja maka penulis mengambil judul analisis penggunaan JSA pada proses
pembuatan meubel.

TUJUAN

Tujuan penulisan ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi bahaya di tempat kerja (industri meubel)


2. Untuk menganalisis bahaya di tempat kerja (industri meubel)
3. Untuk mengaplikasikan identifikasi bahaya berdasarkan setiap proses kerja
di tempat kerja dalam format JSA (Job Safety Analisis)
4. Untuk mengetahui pengendalian dan pencegahan yang harus dilakukan
terhadap bahaya yang ada di tempat kerja (industri meubel)

IDENTIFIKASI BAHAYA

Tahap Pembuatan Meubel

Pada proses pembuatan meubel ini,pada saat awal, karena meubel ini bergerak
dengan usaha awal sudah barang setengah jadi, maka berbeda dengan meubel
seperti biasanya, yaitu tidak merakit dan langsung pada proses perakitan komponen
yang kurang, penghalusan dan memperjelas ukiran yang ada, memplitur/ pernis dan
siap untuk di jual
Jadi secara garis besar proses pembuatan meubel ini ada beberapa tahapan
yang harus dilalui yaitu :

a. Mendatangkan bahan rakitan yang telah dipesan/ telah ada di meubel tersebut.

Sebelumnya, disiapkan terlebih dahulu peralatan yang dibutuhkan, seperti pahat,


palu, siku, meteran, bor, grinda, alat pengecat, dan peralatan bantu lainnya. Bahan
yang di perlukan berupa pernis dan cat.

b. Proses menghaluskan

Sebelumnya, disiapkan terlebih dahulu peralatan yang dibutuhkan, seperti pahat,


palu, siku, meteran, bor, grinda, alat pengecat, dan peralatan bantu lainnya. Bahan
yang di perlukan berupa pernis dan cat.

Pada proses ini, menghaluskan barang dengan alat grinda dan amplas. Grinda pada
tahap ini cukup berbahaya apabila tidak digunakan dengan hati- hati, misal dapat
mengenai tangan pekerja saat menghaluskan barang. Sedangkan ampelas
cenderung tidak berbahaya. Dari proses penghalusan menghasilkan debu,
kebisingan. Barang- barang yang ada di haluskan untu selanjutnya di pernis atau
dicat.

c. Penyemprotan

Tahapan yang dilakukan adalah mengecat atau belapisi pernis ke barang meubel
yang sudah halus tadi proses ini menghasilkan kebisingan, uap cat yang dapat
mengganggu pernafasan pekerja jika tidak menggunakan masker.

d. Penjemuran

Setelah meubel dicat dan dipernis, meubel tersebut dijemur hingga kering sebelum
dirakit seperti diberi spon untuk sofa, kaca untuk lemari, dan lain-lain.

e. Finishing

Proses berikutnya adalah meberikan lapisan pada permukaan barang meubel,


terutama pada bagian luar yang terlihat. Proses ini disebut finisihing. Finishing
bertujuan selain untuk menambah keindahan juga menambah keawetan dari meubel.
Perakitan pada tahap ini hanya memasang gagang pintu, memasang kaca, beberapa
bagian yang mungkin ada yang belum tersambung, memasang spon dan kain pada
kursi. Alat yang digunakan pada tahan ini berupa palu, paku, alat bor, gunting, alat
paku tembak. Pada tahap ini cukup berbahaya dimana terdapat beberapa alat tajam
yang dapat mengenai pekerja dan bahaya fisik seperti debu yang beterbangan. saat
pekerja melakukan proses ini, hampir semua peralatan tidak tertata dengan rapi,
berserakan termasuk kabel- kabel yag dapat membahayakan pekerja baik tersandung
maupun tersengat listrik.
Job Safety Analysis (JSA)

Nama pekerjaan Mengangkut meubel setengah jadi

Uraian pekerjaan

no prosedur Hazard Severity Probability Score Control

1 Mengambil 1. Meubel yang diangkat dapat 1. Mengusahakan agar tangan


meubel dari terjatuh apabila pekerja tidak tetap kering saat mengangkat
pick up berkonsentrasi ataupun meubel
karena tangan yang licin
2. Sehabis memegang sesuatu
2 4 8
yang berair ataupun berlemak,
segera untuk membersihkan
tangan

3. Berkonsentrasi penuh saat


sedang mengangkat meubel

2. Tersandung karena pekerja 1. Menjaga agar tempat kerja


tidak dapat melihat dengan selalu dalam keadaan bersih
jelas saat mengangkat meubel dan tidak licin
2 4 8
yang besar seperti almari
2. Menaruh peralatan di tempat
yang semestinya, agar tidak
tersandung saat mengangkat
meubel
2 Meletakkan 1. Terjepit meubel yang akan 1. memasang warning hati-hati
meubel yang diletakkan 2 4 8 saat meletakkan meubel
telah diangkat
2. Memperhatikan agar kaki
di lantai
ataupun tangan tidak dibawah
meubel yang akan diletakkan

2. Cedera otot dan 1. Melakukan peregangan tubuh


musculoskeletal disorders ( sebelum dan sesudah
saat meletakkan meubel mengangkat dan meletakkan
3 2 6
pekerja dalam keadaan meubel
membungkuk )
2. Menjaga agar nutrisi tetap
terjaga

3. Saat terjadi cedera ataupun


keseleo segera mendapatkan
pertolongan pertama

4. Jam istirahat yang cukup untuk


pekerja
Nama pekerjaan Menghalusan meubel setengah jadi menggunakan ampelas

Uraian pekerjaan

no prosedur Hazard Severity Probability Score Control

1 Mengambil - -
ampelas dari
wadah

2 menghaluskan Tergores kayu 1. Berkonsentrasi saat


meubel yang ada meubel yang 2 4 8 menghaluskan meubel
masih kasar
2. Saat ada bagian meubel
yang kasar, pelan-pelan
dalam menghaluskannya
Nama pekerjaan Menyemprot meubel setengah jadidengan pernis

Uraian pekerjaan

no prosedur Hazard Severity Probability Score Control

1 Mengambil Alat Berkonsentrasi saat


alat penyemprot 2 4 8 mengambil penyemprot
penyemprot terjatuh dan
membentur
kaki pekerja

2 Memasukkan
1. Pernis tercecer Menggunakan alas saat
pernis ke di lantai 2 4 8 memasukkan pernis ke alat
dalam alat seperti plastic dll
penyemprot

2. Pernis dapat Menggunakan sarung


mencemari tangan
tangan
3 4 12
pekerja yang
tidak
menggunakan
sarung tangan

3 Memasang Tersetrum 1. Usahakan tangan dalam


kabel ke stop listrik keadaan kering
contact
4 4 16 2. Kabel listrik dalam keadaan
baik,tidak ada kabel yang
bolong ataupun seratnya
keluar dari kabel

4 Menyemprot 1. Pernis dapat Menggunakan masker


pernis ke terhirup
meubel yang pekerja yang
3 3 9
telah tidak
dihaluskan menggunakan
masker

2. Pernis dapat Menggunakan sarung


mencemari 3 4 12 tangan
tangan
pekerja yang
tidak
menggunakan
sarung tangan
Nama pekerjaan Menjemur meubel yang telah dipernis

Uraian pekerjaan

no prosedur Hazard Severity Probability Score Control

1 Mendiamkan - -
meubel yang
telah dipernis

2 Setelah meubel1. Meubel yang 1. Mengecek meubel dan


agak belum kering memastikan agar meubel
mongering, benar dapat benar-benar kering dan siap
3 4 12
meubel dipindah mencemari untuk dipindahkan
ke ruangan tangan pekerja
2. Dapat menggunakan sarung
yang berbeda
tangan yang tebal dan agak
kasar untuk mengangkut
meubel yang telah didiamkan
setelah dipernis

2. Terjepit meubel 1. memasang warning hati-hati


saat akan saat meletakkan meubel
diletakkan
2 4 8 2. Memperhatikan agar kaki
ataupun tangan tidak
dibawah meubel yang akan
diletakkan
Nama pekerjaan Finishing (memasang spon untuk kursi, memasang kain untuk menutupi spon pada
kursi, dan memaku sendi kayu dengan alat bor khususl)
Uraian pekerjaan

no prosedur Hazard Severity Probability Score Control

1 Memotong kain Teriris alat 1. memasang warning


dan spon sesuai pemotong spon 3 4 12 berkonsentrasilah atau
dengan ukuran ataupun alat tangan dapat teriris
meubel pemotong kain
2. Berkonsentrasi penuh saat
mengiris

3. Apabila mengantuk,
istirahat sejenak

2 Memasang spon - -
dan kain pada
meubel

3 Memaku kain Tangan terpukul 2 4 8 1. Berhati-hati saat


sebagai alas tutp palu menggunakan palu
spon dengan
2. Pekerja lain tidak boleh
palu
mengganggu pekerja yang
sedang memalu paku

4 Mengebor sendi- Tangan tersentuh Berkonsentrasi penuh saat


sendi kursi alat bor karena 3 4 12 menggunakan alat bor
dengan alat bor melenceng dari
khusus paku tempat target bor

5 Memasangkan Tangan tergores Berhati-hati saat


paku pada sendi paku 2 4 8 memasang paku
paku yang telah
di bor
ANALISIS

Berdasarkan hasil identifikasi bahaya pada proses pembuatan meubel didapatkan


beberapa potensi bahaya di lingkungan kerja mulai dari bahaya yang memiliki risiko
ringan sampai bahaya yang memiliki risiko yang tinggi seperti tersayat, terbentur,
tertimpa, terjatuh, tersengat listrik, terbakar, terpapar radiasi, terpapar debu, terpapar
kebisingan dan masih banyak lagi. Score terendah untuk bahaya pada proses
pengelasan yaitu 4 dimana risiko bahaya termasuk ke dalam risiko rendah dan untuk
score tertinggi yaitu 16 dimana risiko bahaya termasuk ke dalam risiko tertinggi.
Berikut adalah bahaya yang ada di industri meubel :

1. Potensial Hazard Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran,


iklim (cuaca) kerja, tekanan udara, penerangan, bau-bauan serta hal-hal yang
berhubungan di tempat kerja. Adapun bahaya yang mungkin terdapat di industri
meubel ini adalah sebagai berikut :

a. Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber


dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan gangguan pendengaran (Kepmennaker, 1999). Sesuai Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 adalah 85 desi Bell A(dBA), untuk
waktu pemajanan 8 jam perhari. Dan untuk kebisingan lebih dari 140 dBA walaupun
sesaat pemajanan tidak diperkenankan.

Suara bising yang terdapat dalam industri meubel berasal dari peralatan yang
digunakan, seperti compressor,alat penghalus / grinda, alat bor, Palu, Gergaji.

Semua kebisingan yang ditimbulkan oleh peralatan tersebut di atas tidak akan
mengganggu kenyamanan serta tidak akan merusak pendengaran jika tidak melebihi
dari nilai ambang batas.

b. Debu

Debu adalah zat padat yang dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan
hasil dari proses pemecahan suatu bahan. Debu adalah zat padat yang berukuran
0,125 mikron. Debu termasuk kedalam golongan partikulat. Yang dimaksud dengan
partikulat adalah zat padat/cair yang halus, dan tersuspensi diudara, misalnya embun,
debu, asap, fumes dan fog. Partikel debu yang dihasilkan dari industri meubel
biasanya berasal dari proses penggeregajian dan pengamplasan.

Proses pengamplasan dibagi menjadi dua macam yaitu pengamplasan kasar


dan pengamplasan halus.

Bagian pengamplasan kasar, yaitu bagian yang memperhalus meubel dengan


amplas yang kasar. Bagian ini harus diulang dengan pengamplasan halus.
Proses ini menghasilkan debu yang kasar
Bagian pengamplasan halus, yaitu bagian yang melakukan penghalusan
meubel yang sudah dihaluskan dengan amplas kasar yang kemudian
dihaluskan dengan amplas halus.Bagian ini juga menghasilkan debu halus.

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor-faktor lingkungan kerja yang
dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa
mengakibatkan penyakit gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk
waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Kegunaan NAB ini sebagai
rekomendasi pada praktek higiene perusahaan dalam melakukan penatalaksanaan
lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah dampaknya terhadap kesehatan
(SE.01/Men/1997).

Untuk debu kayu keras seperti debu kayu mahoni telah ditetapkan oleh
Depnaker dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No:SE 01/Men/1997 tentang
Nilai Ambang Batas Debu Kayu di Udara Lingkungan Kerja adalah sebesar 5
mg/m3. Konsekuensi patologis dan klinis akibat eksposure terhadap debu sangat
bervariasi dan tergantung dari sifat debu, intensitas dan durasi eksposure serta
kerentanan dari individu. Bagian dari alat pernafasan yang terkena dan respon
eksposure tergantung dari sifat kimia, fisika dan toksisitasnya.

Debu dapat diinhalasi dalam bentuk partikel debu solid, atau suatu campuran
dan asap. Partikel yang berukuran kurang atau sama dengan 5 dapat mencapai
alveoli, sedangkan partikel yang berukuran 1 memiliki kapabilitas yang tinggi untuk
terdeposit di dalam alveoli. Meskipun batas ukuran debu respirabel adalah 5 , tetapi
debu dengan ukuran 5-10 dengan kadar berbeda dapat masuk dalam alveoli. Debu
yang berukuran lebih dari 5 akan dikeluarkan semuanya bila jumlahnya kurang dari
10 partikel per millimeter kubik udara. Bila jumlahnya 1000 partikel per millimeter kubik
udara maka 10% dari jumlah itu akan tertimbun dalam paru.
Akibat debu yang masuk dalam jaringan alveoli sangat tergantung dari solubility
dan reaktivitasnya. Semakin tinggi reaktivitas suatu substansi yang dapat mencapai
alveoli dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang akut dan oedema paru. Pada reaksi
sub akut dan kronis ditandai dengan pembentukan granuloma dan fibrosis interstitial.
Hampir semua debu yang mencapai alveoli akan diikat oleh makrofag, dikeluarkan
bersama sputum atau ditelan dan mencapai interstitial. Mekanisme clearance alveoli
sangat efisien dan efektif dalam mengeleminasi debu. Kelainan paru karena adanya
deposit debu dalam jaringan paru disebut pnemokoniasis. Menurut definisi dari
International Labor Organization (ILO) pnemokoniosis adalah akumulasi debu dalam
jaringan paru dan reaksi jaringan paru terhadap adanya akumulasi debu tersebut.

Bila pengerasan alveoli telah mencapai 10% akan terjadi penurunan elastisitas
paru yang menyebabkan kapasitas vital paru akan menurun dan dapat
mengakibatkan berkurangnya suplai oksigen ke dalam jaringan otak, jantung dan
bagian-bagian tubuh lainnya.

2. Potensial Hazard Lingkungan Fisiologis

Potensial hazard lingkungan fisiologis dari industri meubel adalah egonomi.


Ergonomi disebut sebagai human faktor yang berarti menyesuaikan suasana kerja
dengan manusianya. Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas
rancang bangun (desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi
perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras
berkaitan dengan mesin (perkakas kerja/tools, alat peraga/display, conveyor dan lain-
lain) sedangkan perangkat lunak lebih berkaitan dengan sistem kerjanya seperti
penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja, rotasi pekerjaan,
prosedur kerja dan lain-lain.

Dalam kaitannya dengan industri meubel ergonomi juga mempunyai peranan


penting. Ini dapat dilihat dari kesesuaian posisi pada saat bekerja. Misalnya pekerja
yang berdiri lama pada saat pengetaman, maka pekerja akan merasa lelah.
KESIMPULAN

Identifikasi hazard pada tahap pembuatan meubel pada industri ini sebagian besar
beresiko tangan teriris, terpukul, tergores, dan terpotong yang diakibatkan oleh
masing-masing peralatan yang memiliki potensi bahaya.

Hazard fisika : serbuk kayu, bahaya tertimpa kayu, penerangan yang kurang,
bahaya tertusuk, tergores, dan tangan terpotong.
Hazard kimia: tidak ada bahaya kimia karena di tempat kerja tersebut tidak
tersedia bahan kimia yang digunakan dlam bentuk apapun.
Hazard biologis: vektor, misalnya nyamuk.
Hazard fisiologis: keergonomisan pada lingkungan kerja yang kurang
diperhatikan.

SARAN

Memberikan safety talk kepada para pekerja sebelum memulai pekerjaan


mengenai kesehatan dan keselamatan kerja sehingga pekerja mengetahui potensi
hazard yang ada di lingkungan kerjanya.
Penguanan masker yang sesuai, agar serbuk kayu tidak masuk ke pernafasan.
Selain itu juga pengguaan APD lain seperti sarung tangan.
Pemilik memberlakukan peraturan yang tegas mengenai penggunaan APD pada
pekerja.
Pemilik memerhatikan kondisi fisik bangunan pada lingkungan kerjanya seperti
pengaturan pencahayaan sehingga dapat meminimalkan kelelahan mata pada
pekerja dan mengurangi resiko kecelakaan kerja.

Anda mungkin juga menyukai